Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“SURVEILLANCE EPIDEMIOLOGI KHASUS DBD”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Rini Artika

STAMBUK : N 101 17 038

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Degue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebaran penyakit DBD semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya morbilitas dan kepadatan penduduk, terutama di daerah tropis dan
sub tropis (Kemenkes, 2010). Ancaman serangan demam berdarah dengue
(DBD) secara nyata masih terus berlangsung, sehingga menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena angka kesakitan demam
berdarah dengue (DBD) pada semua kelompok umur melebihi 20/100.000
penduduk dengan angka kematian diatas 1% pertama kali ditemukan di
Indonesia Tahun 1986 (Susana, 2011).
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. 2 Universitas Esa Unggul
Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya
pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya
meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit
ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Kemenkes, 2010). Seiring dengan
adanya kasus DBD ini tentunya sangat diperlukan berbagai upaya untuk
menangani penderita, mencegah penularan penyakitnya, maupun memberantas
nyamuk penularnya. Upaya-upaya tersebut tertuang menjadi program yakni
Program Pengendalian Penyakit DBD (P2 DBD). Pentingnya upaya
pengendalian DBD dan target P2 DBD ini tertuang dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis
(RENSTRA) Kementerian Kesehatan RI 2015-2019. Program P2 DBD adalah
semua upaya untuk mencegah dan menangani kejadian DBD termasuk tindakan
untuk membatasi penyebaran penyakit DBD (Profil Kesehatan, 2016).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue yang penyebarannya paling cepat di dunia,
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Dalam 50 tahun
terakhir, insidennya telah meningkat 30 kali lipat dengan ekspansi geografis
yang meningkat ke negara-negara baru. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue
terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar orang hidup di negara-negara endemik
DBD. Wabah demam berdarah merupakan masalah kesehatan utama di
Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor-Leste yang berada di
daerah tropis dan zona khatulistiwa, di mana nyamuk Aedes aegypti tersebar
luas di perkotaan dan pedesaan dengan beberapa serotipe virus yang beredar.
(WHO, 2009).
Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah endemis DBD. Dibuktikan
dengan data penderita DBD lima tahun terakhir di Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah, angka kejadian penderita DBD yang terjadi dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Jumlah penderita tertinggi pada tahun 2012
dilaporkan mencapai 2.265 penderita dengan angka kematian 22 penderita maka
nilai CFR 0,97%. Tahun 2013 jumlah penderita DBD mengalami penurunan dan
kenaikan penderita selanjutnya terjadi di tahun 2016. Kota Palu merupakan
wilayah tertinggi penderita DBD dari 13 kabupaten/kota dengan 1.051 penderita.
Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Poso
dilaporkan terjadi KLB, hal ini yang menjadikan peningkatan penderita DBD di
Sulawesi Tengah (Anastasia, 2018). Berbagai cara yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam menanggulangi penderita DBD yaitu melakukan
pengendalian perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus pada seluruh tatanan kehidupan masyarakat dengan pemberantasan
nyamuk dan jentik rkotaan dan pedesaan dengan beberapa serotipe virus yang
beredar. (WHO, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Surveilans
Surveilans merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan
interprestasidata dan informasi terhadap suatu permasalahan dalam
mengambil tindakan penyelesaian. Kegiatan surveilans dapat membantu
dalam menentukan distribusi, kepadatan larva, habitat larva yang berkaitan
dengan penyebaran virus dengue.
1. Surveilans Vektor
Surveilans vektor demam berdarah dengue merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan kasus
setempat, dan untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor yang
dipengaruhi oleh penularan virus dengue dan persebaran penyakit.
a. Keberadaan Nyamuk
Keberadaan spesies nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus
merupakan vektor penyakit DBD, karena sifatnya yang senang tinggal
berdekatan dengan manusia. Keberadaan nyamuk dapat diidentifikasi
melalui larva yang lebih banyak ditemukan pada bukan tempat
penampungan (non TPA) dibandingkan dengan TPA.
b. Kontainer Tempat Penampungan Air
Tempat perindukan berpengaruh pada keberadaan larva. Tempat
perindukan yang berpotensial berada di dua jenis tempat
penampungan air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
antara lain:
- Jenis Penampungan Air (TPA) Tempat perindukan yang dipakai
nyamuk untuk berkembangbiak adalah bak mandi, bak WC,
gentong, ember, drum, tempat wudhu, dispenser, penampungan air
kulkas.
- Bukan Jenis Penampungan Air (Non TPA) Tempat penampungan
yang dipakai nyamuk untuk berkembangbiak adalah pot
tanaman, ember bekas, ban bekas, kaleng bekas, tempat minum
burung, tempat kandang ternak.
c. Letak Tempat Penampungan Air
Tempat penampungan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam
meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah dan di luar rumah.
Letak tempat penampungan air nyamuk yang digunakan untuk
berkembangbiak antara lain :
- Dalam Rumah, Letak penampungan air yang dipakai nyamuk
untuk berkembangbiak adalah bak mandi, bak WC, gentong,
ember, drum, tempat wudhu, dispenser.
- Luar rumah, Tempat penampungan air yang dipakai nyamuk
untuk berkembangbiak adalah pot tanaman, ember bekas, ban
bekas, kaleng bekas, tempat minum burung, tempat kandang
ternak.
d. Warna Tempat Penampungan Air
Dalam berkembangbiak nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus
menyukai suasana tempat pada daerah-daerah tertentu yang
dipengaruhi oleh warna pada tempat penampungan. Adapun warna
tempat penampungan air yang lebih disukai adalah:
- Warna gelap Warna tempat penampungan air yang lebih gelap dan
terlindungi dari sinar matahari lebih disukai oleh nyamuk
sebagai tempat bertelur dan berkembangbiak menjadi larva,
karena suasana ini memberikan rasa aman dan tenang bagi
nyamuk.
- Warna terang Warna terang pada tempat penampungan air dapat
mengurangi kepadatan nyamuk dalam berkembangbiak.
e. Bahan Tempat Penampungan Air
Jenis bahan kontainer yang digunakan menggambarkan keadaan
dinding permukaan kontainer, sebagai nyamuk dalam meletakkan
telur pada dinding tempat penampungan air. Jenis bahan kontainer
beresiko terhadap keberadaan larva Aedes yaitu semen, logam
(seng, besi, dan aluminium), keramik, gerabah (tanah liat), dan
plastik.Kontainer dengan bahan semen mudah ditumbuhi lumut dan
permukaan dinding yang berpori-pori mengakibatkan suhu dalam air
menjadi rendah.

2. Surveilans Kasus
Surveilans kasus adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukan
kasus DBD di suatu wilayah dan untuk mengenali secara dini epidemi
penularannya. Kegiatan dapat dilakukan dua cara yaitu secara aktif dan
pasif.
a. Surveilans Aktif
Kegiatan surveilans untuk memantau penyebaran dengue di dalam
masyarakat berdasarkan waktu terinfeksinya virus dengue, dan
menemukan kasus yang diperoleh melalui kunjungan ke lapangan.
b. Surveilans pasif
Kegiatan yang penemuan kasus berdasarkan adanya informasi dan
laporan dari pelayanan kesehatan. Informasi data dapat diperoleh
melalui laporan bulanan program dan laporan mingguan dengan
melihat tanda gejala pada penderita. Klasifikasi penderita demam
berdarah dengue, antara lain:
- Umur
Penyakit DBD dapat menyerang segala usia mulai dari anak-anak
sampai orang dewasa. Penyakit infeksi virus dengue menyerang
kelompok umur 5-9 tahun, 10-15 tahun, dan 15-44 tahun. Di
daerah endemi, mayoritas kasus penyakit DBD terjadi pada anak-
anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Hal ini cenderung
karena imunitas tubuh anak-anak masih terlalu rentan terhadap
infeksi penyakit dibandingkan dengan orang dewasa.
- Jenis Kelamin
Infeksi penyakit DBD tidak membedakan jenis kelamin pada
penderita, karena penyakit ini bisa menyerang dan masuk ke
dalam tubuh seseorang, dimana keberadaannya dekat dengan
penularan vektor penyebab sakit.
- Riwayat Penyakit
Seseorang yang pernah menderita penyakit DBD dan terinfeksi
oleh virus dengue yang sama di dalam tubuhnya, maka ia akan
mendapatkan imunitas menetap terhadap infeksi virus tersebut.
Misalnya, seseorang yang terinfeksi oleh virus DEN-2, maka ia
akan mendapatkan imunitas menetap terhadap infeksi virus
DEN-2 di masa datang. Namun, ia tidak memiliki imunitas
menetap jika terinfeksi virus DEN-
- Imunitas
Imunitas penderita DBD bisa timbul karena kontak dengan
virus dengue yang sama dan berulang kali, sehingga
mempunyai kekebalan dalam tubuhnya terhadap infeksi tersebut.

B. Demam Berdarah Dengue


a. DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus Dengue dari genus
Flavivirus, family Flaviviridae. Virus Dengue penyebab Demam Dengue
(DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome(DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod bornevirus
(Arbovirosis). Virus Dengue mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1,
Den-2, Den-3, Den-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Ae.
aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi oleh virus dengue dari
penderita penyakit DBD.

b. Siklus Penularan
Nyamuk Ae. aegypti betina yang menggigit penderita demam
berdarah, maka virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk. Virus dengue
berada di dalam tubuh nyamuk hidup dan berkembangbiak menyebar
ke seluruh tubuh nyamuk. Nyamuk yang telah terinfeksi virus
denguemengalami masa inkubasi 8-10 hari sesudah menghisap darah
penderita. Setelah melalui masa inkubasi tersebut, kelenjar ludah nyamuk
menjadi terinfeksi virus dan siap untuk ditularkan ke orang lain melalui
gigitannya. Nyamuk Ae. aegypti yang menghisap darah orang sehat, maka
virus dengue pada tubuh nyamuk keluar bersama melalui air liur nyamuk
dan menginfeksi melalui gigitan. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia
selama 4-7 hari timbul gejala awal penyakit. Gejala awal DBD antara
lain demam, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
biasanya berlangsung selama 3-5 hari.

c. Gejala Klinis
Penderita penyakit demam berdarah dengue pada umumnya
mengalami tanda dan gejala dimulai dengan mengalami demam tinggi
selama 2-7 hari, suhu tubuh mencapai 40°C. Demam sering disertai dengan
gejala yang tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan, badan terasa lemah,
nyeri sendi dan tulang, mual dan muntah. Pada tahap ini sulit untuk dikenali
dengan penyakit lainnya. Setelah melewati tahap demam penderita mulai
timbul bintik-bintik perdarahan seperti bekas dengan gigitan nyamuk,
terlihat ruam pada kulit muka, dada, lengan, atau kaki, dan mimisan. Rasa
nyeri pada ulu hati, rasa gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, banyak
mengeluarkan keringat. Penderita DBD mengalami penurunan jumlah
trombosit selama tiga hari dan kembali normal dalam waktu satu minggu.
Pada fase akhir, penderita mengalami dua fase yaitu demam turun dan
sembuh, namun pada kasus berat penderita mengalami kegagalansirkulasi
udara yang ditandai dengan berkeringat, pasien tampak gelisah, denut nadi
lemah, ujung-ujung jari terasa dingin, dan disertai dengan penurunan
kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
d. Pencegahan DBD
Menurut WHO upaya memberantas sarang tempat perkembangbiakan
nyamuk dan pengendalian vektor penyakit DBD merupakan upaya utama
dan terpenting yang masuk dalam integrated vector manajemen. Kesadaran
masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam bentuk perilaku pencegahan
menjadi ujung tombak keberhasilan pengendalian penyakit DBD. Gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) digunakan sebagai strategi utama
dalam program pengendalian DBD yang bertujuan memutus rantai
penularan.
Dalam program tersebut masyarakat Indonesia telah mengenal cara
pencegahan DBD dengan sebutan 3M; yaitu mengubur barang bekas
yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk aedes aegypti,
menutup tempat penampungan air, dan menguras bak penampungan air
secara berkala. Gerakan PSN hanya akan berjalan secara efektif dan
efisien dengan partisipasi seluruh lapisan masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Degue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebaran penyakit DBD semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya morbilitas dan kepadatan penduduk, terutama di daerah tropis dan
sub tropis. Surveilans vektor demam berdarah dengue merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan kasus setempat,
dan untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor yang dipengaruhi oleh
penularan virus dengue dan persebaran penyakit.
Upaya dalam pencegahan DBD yaitu dengan sebutan 3M; yaitu
mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya
nyamuk aedes aegypti, menutup tempat penampungan air, dan menguras bak
penampungan air secara berkala. Gerakan PSN hanya akan berjalan secara
efektif dan efisien dengan partisipasi seluruh lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue.


Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI, 2, 1.

Kemenkes. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kemenkes; 2017

Mustafidah A, Sayono, Nurullita U. Perbandingan Indeks Larva Berdasarkan


Angka Insidensi Demam Berdarah Dengue. 2015.

Sulidah & Damayanti. 2021. Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue


Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Kesehatan . Vol.15No.1 Mei 2021: Hal.
63-70p-ISSN: 1907-459Xe-ISSN: 2527-7170

Susanna. D., & Sembiring. T. U. 2011. Entomologi Kesehatan. Jakarta.


Universitas Indonesia Press

Sunaryo, Pramestuti N. Surveilans Aedes aegypti diDaerah Endemis Demam


Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
2014;8(8):423-9.

Soedarto. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarata: Sagung Seto; 2009.

WHO. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan


Pengendalian. 2 ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2012

WHO. Dengue: Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.


Worl Health Organization: Jakarta; 2009

Anda mungkin juga menyukai