Pendahuluan
Demam Berdarah Dengue (DHF) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia. DHF telah ditetapkan
menjadi salah satu penyakit menular yang harus dilaporkan dalam wakti satu kali dua puluh
empat jam. Hal ini disebabkan karena angka kematian yang tinggi, angka kesakitan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, daerah yang terjangkit semakin meluas khususnya
di daerah perkotaan yang padat dan adanya beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
berdampak pada bidang pariwisata.
Penyakit DHF dalam dua puluh tahun terakhir merupakan penyakit yang menimbulkan
keresahan masyarakat karena menyerang terutama pada anak-anak dan terjadinya kematian
yang mendadak sesudah demam tinggi yang timbul mendadak, serta menyerang beberapa
anggota keluarga secara bersamaan atau selang beberapa hari dan penyakit ini sulit
diramalkan kesudahannya. Penyebab penyakit DHF adalah virus dengue yang termasuk
dalam group B arbovirus. Sebelum pertengahan abad ke-20 virus dengue dikenal hanya
menyebabkan penyakit demam dengue (demam klasik) dengan gejala utama yaitu demam
tinggi, nyeri pada sendi atau anggota tubuh, kadang-kadang timbul ruam makulo-papular dan
sembuh dalam waktu 5 hari dengan atau tanpa pengobatan. DHF pertama kali dilaporkan di
Manila pada tahun 1953. Pada saat wabah menyerang anak-anak dengan tanda demam tinggi
disertai perdarahan dan shock. Tahun-tahun berikutnya menyebar ke Asia Tenggara dan ke
Kepulauan Pasific.
Vektor penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti yang banyak terdapat di perkotaan dan
Aedes Albopictus (transmitan co-vector) di perdesaan.
Penularan DHF berkaitan dengan musim penghujan khususnya pada permulaan dan pada
akhir musim penghujan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tempat perindukan nyamuk
Aedes aegypty di luar rumah sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti yang meningkat.
Pembahasan
1
I.
Epidemiologi
Faktor agent
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B
Antropod Bone Virus (Arbo virus) kelompok flavivirus dari famili flaviviridae yang
terdiri dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.1
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus
dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari
(vijvdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel
koorts).1 Disebut demikian karena demam yang terjadi meghilang dalam lima hari dan
disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus
dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah
menimbulkan kematian.1 Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat yaitu DHF yang ditemukan di Manila,
Filipina.1 Kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia,
dan Indonesia. Pada tahun 1968, penyakit DHF dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.
Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya di berbagai daerah di Indonesia.
DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di
Indonesia yang diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. 2 DEN 3 juga merupakan serotipe
yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang
menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DHF sangat
II.
kompleks yaitu:1
a) Pertumbuhan penduduk yang tinggi
b) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
c) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
d) Peningkatan sarana transportasi
Faktor nyamuk penular
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopticus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah
perdesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Nyamuk Aedes aegypti dewasa warna dasarnya hitam dengan belang-belang putih
pada badan terutama pada kaki. Pada thorax ada tanda khas berupa bulu-bulu putih
membentuk gambaran lire.2
Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus
tersebut. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit demam berdarah sebab orang
2
yang mempunyai kekebalan tidak akan tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak
sakit walaupun dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang
tersebut dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada
dalam darah manusia selama 1 minggu. Biasanya orang dewasa mempunyai
kekebalan dengan virus ini. 3
Nyamuk aedes aegypti bersifat endo dan eksofagik. Aktif menghisap darah pada siang
hari dengan dua puncak waktu yaitu pada jam 8.00-12.00 dan pada jam 15.00-17.00. 2Beristirahat pada benda-benda tergantung dan perabot-perabot yang terlindungi dari
cahaya matahari atau pada tumbuhan-tumbuhan di luar rumah
Di alam bebas nyamuk dewasa hidup kurang lebih 10 hari. Jarak terbang nyamuk
kurang lebih 30 meter dalam radius lebih kurang 100 meter.4
Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti ialah tempat-tempat yang mengandung air
jernih. Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan
demam berdarah ialah tempat umum seperti rumah sakit, puskesmas, selolah, hotel
atau tempat penginapan yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga khususnya
kebersihan tempat-tempat penampungan air (bak mandi, WC, dan lain-lain)
Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya
penularan penyakit dan gangguan kesehatan seperti:5
a) Infeksi saluran napas
Contoh: Common cold, TBC, influenza, pertusis
b) Infeksi pada kulit
Contoh: Skabies, ring worm, impetigo, dan lepra.
c) Infeksi akibat infestasi tikus
Contoh: Pes dan leptospirosis.
d) Arthropoda
Contoh: dengue, malaria, dan kaki gajah.
e) Kecelakaan
Contoh: bangunan rumah, terpeleset, patah tulang, dan gegar otak.
f) Mental
Contoh: neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis, dan ulkus peptikum.
Terdapat kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan yaitu:
a) Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun
b) Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik
c) Dapat mencegah terjadi pengembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk, lalat,
tikus, dan sebagainya
d) Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (kawasan industri) dengan jarak
minimal 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau serta bebas
III.
banjir
Host
IV.
Environment
Di awal Musim hujan (September hingga Februari) meningkatkan populasi nyamuk. 5
Hal ini disebabkan karena terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng
bekas, ban bekas, maupun benda-benda lain yang mampu menampung sisa air hujan.
Di Indonesia musim kering pun populasinya tetap banyak karena orang cenderung
menampung air dan di daerah sulit air orang menampung air di dalam bak air atau
drum sehingga nyamuk dan jentik selalu ada sepanjang tahun.5
Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air
bersih yang tidak terkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DHF diketahui
banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat
penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainya
Di daerah Urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD adalah bulan
Juni atau Juli bertepatan dengan awal musim kemarau
a. Demam
Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi secara mendadak disertai
facial flushing dan sakit kepala. Demam ini berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari kemudian turun secara cepat. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai
40oC dan dapat dijumpai kejang demam. Pasien kehilangan nafsu makan, muntah,
nyeri epigastrium, nyeri perut di daerah lengkung iga sebelah kanan. Akhir fase
demam merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat
merupakan awal penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,
trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang
menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti
retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat
pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
c. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada awal penyakit, bervariasi dari hanya
sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan.
Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk
menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di
daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai
ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini
berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Syok
Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke-3 sampai
7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembap terutama pada
ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat,
lemah, kecil sampai tidak teraba. Walaupun pada beberapa pasien tampak sangat
lemah, pada saat akan terjadi syok, pasien sangat gelisah. Sesaat sebelum syok
sering kali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), jadi untuk
menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90
5
mmHg berarti tekanan nadi 10 mmHg atau hipotensi (tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg atau kurang), kulit dingin dan lembab. Syok harus bisa segera
ditangani, apabila tidak, akan terjadi asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna
hebat atau perdarahan lain, yang berprognosis buruk.
e. Trombositopeni
Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/mm3 atau < 1-2 trombosit /
lapangan pandang dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, pada
umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi
sebelum suhu turun. Jumlah htrombosit < 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara
hari sakit ke-3 sampai hari sakit ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu di ulang sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan
dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada
hari sakit ke-3 tetapi bila perlu diulang setiap hari sampai suhu turun.
f. Hemokonsentrasi / kadar hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit (Ht) atau hemokonsentrasi selalu dijumpai
pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma,
sehingga perlu dilakukan pememeriksaan Ht secara berkala. Pada umumnya
penurunan trombosit mendahului peningkatan Ht. Hemokonsentrasi dengan
peningkatan Ht 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%), mencerminkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Nilai Ht dipengaruhi
oleh penggantian cairan atau perdarahan (WHO, 2009).
terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Kriteria klinis antara lain :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama 2 sampai 7
hari,
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena,
c. Pembesaran hati,
d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembap dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratoris adalah :
6
I.
d)
e)
f)
g)
h)
i)
Besar wilayah
Jumlah rumah
Jumlah tenaga yang ada
Sarana yang ada
Data situasi DHF sebelumnya
Angka Bebas Jentik
Rendahnya angka bebas jentik sangat berhubungan erat dengan peningkatan kasus
DBD dan diharapkan dengan meningkatnya cakupan Angka Bebas Jentik dapat
II.
III.
Cara ini berkaitan dengan mengubah sarana fisik dan hasilnya bersifat
permanen. Contoh modifikasi lingkungan yaitu:
Pengaturan sistim irigasi
Penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung air dan tempat-
larva nyamuk)
Jamur (Tolypocladium cylindrosporum dan Culicinomyces clavisporus yang
bertujuan untuk pengendalian larva Anopheles, Aedes, Culex, Simulium, dan
Culicoides)
Virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk.
Arthopoda juga dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Predator atau
pemangsa yang baik untuk pengendalian larva nyamuk terdiri dari:
Ikan
Beberapa jenis ikan yang cocok untuk pengendalian larva ialah:
Panchax panchax (ikan kepala timah)
10
11
12
13
bahaya tadi.
Citoplasmic incompatibility
Dilakukan dengan cara mengawinkan antar strain nyamuk sehingga
sitoplasma telur tidak dapat ditembus sperma dan tidak terjadi pembuahan.
Chorosomal translocation
Radiasi yang dapat mengubah letak susunan dalam kromosom.
Hybrid strerility
Mengawinkan serangga antar spesies terdekat akan mendapatkan keturunan
Dosis
g/m2
1-2
0,5
2
Durasi
(bulan)
26-12
3
3
2. Space spray
Penyemprotan ruangan ini dapat menggunakan ekstrak pyrethrum maupun
residual insektisida
3. Pengendalian genetik
Cara-cara untuk melakukan pengendalian genetik di antaranya steril male
technique, cytoplasmic incompatibility, chromosom translocation, dan sex
distortion.
Untuk pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan tindakan-tindakan berikut ini
yaitu:
1. Pemasangan mosquito net (kelambu)
2. Pelaksanaan screening
3. Penggunaan repellent (kimia)
Repellent (penolak nyamuk) yang digunakan mengandung zat kimia seperti
diethyltoluamide, indalon, atau dimethyl karbote.
Pengendalian vektor DHF adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk menekan
kepadatan nyamuk dan jentik nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit DHF
di rumah atau bangunan yang meliputi perumahan, perkantoran, tempat umum,
sekolah, gudang, dan sebagainya.
15
wilayah kerja
Melakukan pemberantasan vektor
3. Penyuluhan dan pergerakan masyarakat
Melakukan identifikasi masalah sesuai dengan sasaran
Menentukan jenis media penyuluhan sesuai dengan sasaran
Menentukan materi penyuluhan pengendalian vektor
Melaksanakan penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam rangka
pengendalian vektor khususnya tempat perindukan
Menghimpun umpan balik yang diberikan oleh sasaran
4. Sosialisasi, advokasi, dan kemitraan
Melakukan pertemuan untuk sosialisasi terhadap lintas program, lintas
16
17
Melakukan fogging dengan malanthion untuk membunuh nyamuk dewasa setidaktidaknya 2 kali dengan jarak waktu 10 hari. Pengasapan hanya dilakukan bila di
lokasi ditemukan 3 kasus positif DHF dengan radius 100 meter (40 rumah) dan bila
di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk DHF.9 Misalnya di daerah yang
terkena wabah dan di daerah endemi DHF yang indeks kepadatan nyamuknya relatif
tinggi dengan cara pemantauan kepadatan populasi nyamuk. Pengukuran kepadatan
populasi nyamuk yang belum dewasa (stadium jentik) dilakukan dengan cara
pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam atau di luar rumah dari 100 rumah
yang terdapat di daerah pemeriksaan.9-10
f) Pemantauan dan pelaksanaan PSN di sekolah
Pemantauan dan pelaksanaan PSN di sekolah dilakukan oleh petugas UKS. Petugas
UKS akan membuat kartu dan mereka diberikan tugas untuk memeriksa jentik di
rumah masing-masing seminggu sekali. Apabila terdapat jentik di rumah, mereka
harus menulisnya di kartu yang dibagikan. Kartu tersebut dikumpulkan kepada
IV.
petugas UKS kemudian dibuat laporan kepada puskesmas setiap 3 bulan sekali
Pengawasan
Metode pengawasan dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a) Pengawasan langsung (dilakukan ketika ada kegiatan penanggulangan DHF).
Waktu pengawasan dilaksanakan ketika kegiatan berlangsung
b) Pengawasan tidak langsung (melalui laporan kegiatan)
Waktu pengawasan dilakukan setiap bulannya dari hasil laporan kegiatan.
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan membuat mini lokakarya. Mini lokakarya ini
dilaksanakan dengan mempresentasikan semua hasil kegiatan Puskesmas. Monitoring
dan evaluasi dapat dilakukan setiap bulan, 3 bulan sekali, atau 6 bulan sekali. Evaluasi
bertujuan untuk membandingkan hasil yang ada dengan indikator yang ingin dicapai saat
perencanaan.10
Identifikasi Masalah
Perumusan Masalah
Prioritas Masalah
Identifikasi Faktor Penyebab Masalah
Penetapan Penyebab Masalah
Identikasi Alternatif Tindakan Pemecahan Masalah
Pemilihan Tindakan Intervensi
Plan Of Action (POA)
18
dengan
fakta
yang
terjadi.
Sebuah
kondisi
yang
baru
atau
akan
dihadapi
konsekwensi
dari
ketidak
tercapaian tersebut.
Idealnya masalah diidentifikasi dengan pengumpulan data primer di
lapangan, namun bisa juga dilakukan dengan menganalisis data
sekunder
seperti
laporan
pelaksanaan
kegiatan
periode
sebelumnya.
Apabila dalam analisis masalah menggunakan data primer, maka
yang didefinisikan sebagai masalah adalah variabel dependen
dalam pengumpulan data tersebut.
2. Perumusan Masalah
Masalah, dirumuskan dalam kalimat masalah (sesuatu yang negatif)
dari variabel masalah itu sendiri. Perumusan masalah suatu kajian
teoritis apakah daftar masalah tersebut memang suatu masalah
yang memerlukan penanganan atau hanya sekedar efek samping
dari suatu keadaan. Artinya prevalensi-prevalensi masalah yang
19
penanganan
khusus
yang
perlu
direncakan
pemecahannya.
3. Prioritas Masalah
Memprioritaskan masalah adalah sebuah upaya untuk mengurutkan
masalah menjadi sebuah daftar urutan penanganan masalah
tersebut.
Pengurutan
prioritas
masalah
akan
menempatkan
masalah,
menyusun
alternatif
pemecahan
masalah,
antara
berbagai
(masalah
ketetapan
dalam
ikut terpecahkan)
Pemberdayaan Masyarakat
serta selalu bergotong royong menjaga kebersihan lingkungan dan rumah khususnya
melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DHF.
Jumantik merupakan singkatan dari Juru Pemantau Jentik. Dalam rangka pemberantasan
sarang nyamuk DHF, Departemen Kesehatan RI memunculkan gagasan tentang Jumantik.
Jumantik adalah orang-orang yang bertugas melakukan pemantauan secara rutin terhadap ada
atau tidaknya jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air di sekitar rumah. Setiap
orang pun bisa menjadi jumantik.
Selain itu, bagi pelajar bisa menjadi Wamantik (Siswa atau Mahasiswa Pemantau Jentik).
Tugas wamantik adalah melakukan pengamatan mengenai keberadaan jentik-jentik nyamuk
di lingkungan sendiri seperti kamar mandi di sekolah, di rumah, di tempat wisata, toilet
tempat umum, dan sebagainya.7
Tujuh kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) menurut Permenkes 1501 tahun 2010 yaitu:
a) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah
b) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun waktu dalm jam, hari,
atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
c) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
d) Jumlah penderita baru dalam periode wakti satu bulan menunjukan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun
sebelumnya
e) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian sakit per bulan pada
tahun sebelumnya
f) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case fatality rate) dalam satu kurun waktu
tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
g) Angka proporsi penyakit penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih daripada satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara tropis dengan resiko kemungkinan terjadinya DBD cukup
tinggi. Menegakkan diagnosis serta tatalaksana infeksi dengue tidaklah mudah, untuk itu
perlu difahami perjalanan penyakit agar tercapai terapi yang rasional, dalam rangka
mengurangi mortalitas.Untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan pasien dirawat di rumah
22
sakit/sarana pelayanan kesehatan lainnya perlu dilakukan penataan penanganan pasien DBD
melalui pedoman tatalaksana pasien DBD di sarana pelayanan kesehatan. Diharapkan
pedoman ini dapat dipakai sebagai acuan oleh petugas kesehatan dalam melakukan DBD.
Pedoman ini perlu disosialisasikan ke semua petugas kesehatan sarana pelayanan kesehatan
dan dilakukan pemantauan serta evaluasi implementasi pedoman ini agar diperoeh hasil yang
maksimal dalam penanganan DBD
Daftar Pustaka
1. Tata laksana DBD. Diunduh dari www.depkes.go.id, 04 Juli 2015
2. Yuswulandary. Penyakit DBD. Edisi 2010. Diunduh dari www.usu.ac.id, 04 Juli 2015
3. Djaenudin N, Ridad A. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta: EGC; 2012.p.316-7.
4. Anies. Manajemen berbasis lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;
2012.p.61-9.
5. Okti H. Demam berdarah dengue. Edisi ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2013.p.8.
6. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Dalam: Haedojo,
Zulhasril, penyunting. Pengendalian vektor. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2011.p.275-8.
7. Indonesia Departemen Kesehatan. Pedoman kerja puskesmas. Jilid ke-3. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2011.p. G-24-5.
23
24