Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

DEMAM BERDARAH DANGUAGE

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 :

GREGORIUS RONALDO (C2314201091)


KARTINI (C2314201123)
NIKITA APRILIA PAGALLA (C2314201094)
SAHARULLAH (C2314201097)

DOSEN PENGAMPU : WIRMANDO, Ns., M.Kep.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STELLA MARIS MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan nikmat, taufik, serta hidayahnya-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah Transpersonal Caring dengan baik
dan tepat waktu. Terima kasih juga kami ucapkan pada dosen pengajar
yang selalu memberikan dukungan dan bimbingannya

Makalah ini kami buat dengan harapan dapat bermanfaat untuk


penulis pada khususnya bagi pembaca pada umumnya. Walaupun
demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk kesempurnaan makalah ini

Akhir kata, kami berharap semoga makalah Demam Berdarah


Dengue ini bisa memberikan informasi dan ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang
telah membaca makalah ini hingga akhir .

Makassar, 27 Januari 2024


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dua abad yang lalu, demam berdarah dengue dianggap penyakit
ringan, tidak berbeda dengan demam, pilek, atau diare. Penyakit
demam berdarah waktu iti digolongkan suatu penyakit karena
pengaruh iklim tropis.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2
sampai 7 hari hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah
nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bitnik
perdarahan (petechiae, lebam/echymosis atau ruam (purapura).
Kadag-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (shock). (Kemenkes RI, 2011).
Demam berdarah dengue dinyatakan sebagai penyakit berbahaya
dan mematikan sejak timbulnya wabah dengue di Manila, Filipina pada
tahun 1953-1954. Di negara itu, wabah demam berdarah dengue
disertai renjatan (syok) dan perdarahan yang mematikan, sejak saat
itu, pandangan terhadap penyakit demam berdarah dengue pun
berubah.
Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia dengan
kelembaban udara yang cukup tinggi menjadi pemicu berkembang
biaknya nyamuk seperti Aedes aegypti yang merupakan salah satu
vektor DBD, sehingga DBD mudah ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Terhitung sejak tahun 1986 hingga 2009, WHO
mencatat negara Indonesia sebagai negara 2 dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah
Thailand.
Makalah ini akan membahas mengenai demam berdarah dengue,
yang meliputi konsep medis dan konsep keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar Demam Berdarah dengue?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Demam Berdarah
Dengue?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar Demam Berdarah dengue.
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dengan Demam
Berdarah Dengue.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Menurut Kemenkes RI (2018), Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus DEN1, DEN2, DEN3 atau
DEN4 dan juga gigitan nyamuk vector dengue yang tergolong dalam
virus yang disebabkan oleh flavivirus dan arthropoda Flaviviridae
memasuki darah. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes,
khususnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Demam berdarah
bisa timbul selama tahun serta bisa melanda seluruh usia. Dalam
perihal ini situasi area serta sikap warga berhubungan dengan
penyakit ini.
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang diakibatkan
oleh virus berisiko kematian dalam durasi pendek. Pertanda klinis
DBD merupakan demam tinggi yang berjalan sepanjang 27 hari. Saat
sebelum terdapatnya ciri serta pertanda epistaksis, umumnya ada
isyarat khas berbentuk bercak-bercak merah (petechiae) pada badan
pengidap apalagi penderita dapat terguncang serta meninggal
(Agnesia Yoana, 2023)
DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue.
Virus ini mewabah melalui gigitan nyamuk spesies Aedes aegypti atau
jenis Aedes albopictus. Kedua tipe nyamuk ini ada hampir di seluruh
Indonesia, tetapi pada tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 m
diatas permukaan laut, nyamuk ini tidak dapat bertahan hidup dan
berkembang biak (Agnesia Yoana, 2023).

2. Etiologi
Virus dengue adalah virus penyebab Demam Berdarah Dengue
(DBD). Adapun kelompok yang termasuk dalam virus yang berasal
dari Barthopod (Arboviroses), sekarang dikenal sebagai genus Flavi,
virus dari genus Flaviviricae, dengan serotipe berikut: DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi dengan satu serotipe menghasilakan antibodi
terhadap serotipe tersebut, tetapi antibodi terhadap serotipe lain
sangat jarang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN3 merupakan serotipe
utama yang diperkirakan menunjukkan persentase gejala klinis berat
dan serius.
Virus ini bisa bertahan hidup di alam lewat dua metode. Metode
awal merupakan penjangkitan lurus di dalam badan nyamuk, Dimana
virus ditularkan dari betina ke telurnya, yang setelah itu bertumbuh
jadi nyamuk. Virus ini pula bisa ditularkan dari nyamuk Jantan ke
nyamuk betina lewat kontak intim. Metode kedua merupakan
penjangkitan virus dari nyamuk ke badan orang serta kebalikannya.
Nyamuk mendapatkan virus ini Ketika mereka memiliki virus dengue
dalam darah mereka. Virus yang sampai di perut nyamuk bereplikasi
(menggandakan/membelah), kemudian bermigrasi dan kemudian
masuk ke kelenjar ludah. Virus yang ada di tempat ini sewaktu-waktu
bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.

3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang mungkin timbul pasca-infeksi virus dengue amat
beragam, mulai dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi virus),
demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), hingga yang
terberat yaitu sindrom syok dengue.
Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis
dan kelainan laboratoris sebagai berikut.
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni
antara 2-7 hari, yang dapat mencapai 40°C. demam sering
disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan
(anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang, serta
rasa sakit daerah belakang bola mata (retro orbita) dan wajah
yang kemerah-merahan (flushing).
b. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis),
perdarahan gusi. Perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede
(+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah
berwarna merah kehitaman (melena).
c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegaly)
d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi
yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta
dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang
dapat enyebabkan kematian.
2) Kriteria Laboratoris
a) Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/mmᵌ.
b) Peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria
klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria
laboratoris.

4. Faktor-Faktor Yang Berperan dalam Penularan Penyakit DBD


Sebagaimana model epidemiologi penyebaran penyakit infeksi
yang dibuat oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DBD juga
dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Penjamu (Target penyakit, Inang)
Di daerah endemi, mayoritas kasus DBD terjadi pada anak-
anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Sebagai tambahan
informasi, sebuah studi retrospektif di Bangkok yang dilaporkan
WHO pada bulan Mei-November 1962 menunjukkan bahwa pada
populasi 870.000 anak-anak usia di bawah 15 tahun, diperkirakan
150.000-200.000 mengalami demam ringan akibat infeksi virus
dengue dan kadang-kadang oleh virus chikungunya; 4.187 pasien
dirawat di rumah sakit atau klinik swasta karena penyakit DBD.
Di Indonesia, penderita penyakit DBD terbanyak berusia 5-
11 tahun. Secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin penderita, tetapi angka kematian lebih banyak pada anak
Perempuan disbanding laki-laki.
Anak-anak cenderung lebih rentan dibandingkan kelompok
usia lain, salah satunya adalah kerena faktor imunitas (kekebalan)
yang relative lebih rendah disbandingkan orang dewasa. Selain itu,
pada kasus-kasus berat, yakni DHF derajat 3 dan 4, komplikasi
terberat yang kerap muncul yaitu syok, relatif lebih banyak
dijumpai pada anak-anak dan sering kali dengan kematian
pnderita.
2) Faktor Agen
Ada empat tipe virus penyebab DBD yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing dari virus ini dapat dibedakan
melalui isolasi virus di laboratorium. Infeksi oleh satu tipe virus
dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi
virus yang sama pada masa yang akan dating. Namun, hanya
memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi tipe
virus lainnya.
Misalnya, seseorang yang telah terinfeksi oleh virus DEN-2,
akan mendapatkan imunitas menetap terhadap infeksi virus DEN-2
pada masa yang akan dating. Namun ia tidak memiliki imunitas
menetap jika terinfeksi oleh virus DEN-3 di kemudian hari. Selain
itu, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa jika seseorang yang
pernah terinfeksi oleh salah satu tipe virus dengue, kemudian
terinfeksi lagi oleh virus tipe lainnya, gejala klinis yang timbul akan
jauh lebih berat dan sering kali fatal.
Kondisi inilah yang menyulitkan pembuatan vaksin untuk
penyakit DBD. Meskipun demikian, saat ini para ahli masih terus
berupaya memformulasikan vaksin yang diharapkan akan
memberikan kekebalan terhadap seluruh tipe virus dengu
Virus dengue menyebar bersumber pada orang ke orang
lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Aedes aegypti ialah vektor
pokok penyakit ini, tetapi genus lain misalnya Aedes albopictus,
Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris serta Aedes niveus pula
diyakini jadi vektor inferior. Semua spesies nyamuk kecuali Aedes
aegypti mempunyai distribusi geografis yang terbatas. Meskipun
Aedes aegyptu merupakan vektor virus dengue yang sangat baik,
sering kurang efetif dibandingkan perannya dalam
mengenbangkan virus.
Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Nyamuk memiliki garis-garis putih pada sayap dan tubuhnya.
b. Nyamuk terbang dengan jarak ± 100 m.
c. Nyamuk betina banyak menggigit (karena nyamuk bergerak
sebelum kenyang).
d. Nyamuk dapat bertahan hidup dalam kondisi panas dan
lembab.
3) Faktor Lingkungan
Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang
biak di genangan air bersig yang tidak berkontak langsung dengan
tanah. Vektor penyakit DBD ini diketahui banyak bertelur di
genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat
penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainya.
Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal
musim hujan, yaitu anatar September hingga Februari, di mana
banyak terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng
bekas, ban bekas, maupun benda-benda lain yang mampu
menampung sisa air hujan. Di daerah urban berpenduduk padat,
puncak penderita penyakit DBD adalah bulan Juni atau Juli,
bertepatan dengan awal musin kemarau.
Karena itu, kesadaran Masyarakat untuk membersihkan
lingkungan, mengubur sisa-sisa barang-barang bekas serta
menutup tempat-tempat penampungan air bersih, menjadi salah
satu upayah yang efektif dalam menekan laju penularan penyakit
DBD.

5. Klasifikasi
Sekarang ini disepakati bahwa dengue adalah penyakit yang
memiliki persentasi klinis bervariasi dengan perjalanan penyakit dan
luaran (outcome) yang tidak dapat diramalkan. Diterbitkannya
panduan World Health Organization (WHO) tahun 2009, merupakan
penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu panduan WHO 1997.
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu sebagai berikut:
1) Derajat I ditandai dengan adanya demam disertai gejala tidak khas
dan uji torniket + (positif).
2) Derajat II yaitu derajat yang dicirikan seperti pada derajad 1
ditambah dengan adanya perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
3) Derajat III ditandai dengan adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi
cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg),
hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar
mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
4) Derajat IV ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Ada beberapa pendapat tentang klasifikasi kasus DBD antara
lain dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
dengue berat (severe dengue).
Kriteria dengue tanpa bahaya dan dengan tanda bahay adalah
sebagai berikut:
1) Bertempat tinggal dan/atau berpergian ke daerah endemic dengue
2) Demam disertai 2 dari beberapa hal seperti mual, muntah, ruam,
sakit dan nyeri, uji torniket positif, leokopenia
3) Adanya tanda bahaya seperti nyeri perut atau kelembutannya,
muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdaraha
mukosa, letargi, lemah, pembesaran hati > 2 cm, dan kenaikan
hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti
kebocoran plasma tidak jelas)
Kriteria dengue berat (severe dengue) adalah sebagai berikut:
1) Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),
akumulasi cairan dengan distress pernapasan.
2) Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinis.
3) Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan
kesadaran, gangguan jantung dan organ lain).

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DBD
antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
1) Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah rutin dilakukan
untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit.
Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada pasien DBD
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
a. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau
hari ketiga.
b. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
c. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
2) Uji Serologi Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen
didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga
kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer
merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi
sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan
berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan
memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif,
atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi
primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti
prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan
lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi
dengan gejala klinik.
3) Uji hambatan
4) Hemaglutinasi Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer
IgM dan IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang
dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus
dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
5) Uji netralisasi f. (Neutralisasi Test = NT test) Merupakan uji serologi
yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan
metode plague reduction neutralization test 21 (PRNT). Plaque
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas
akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
6) Uji ELISA
7) Anti dengue Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji
Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari
pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya
antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
8) Rontgen Thorax
9) Pada foto thorax (pada DBD grade III/ IV dan sebagian besar grade
II) di dapatkan efusi pleura.
7. Komplikasi
Demam berdarah yang tidak tertangani dapat menimbulkan
komplikasi serius, seperti dengue shock syndrome (DSS). Selain
menampakkan gejala demam berdarah, DSS juga memunculkan
gejala seperti:
1) Tekanan darah menurun
2) Pelebaran pupil
3) Napas tidak beraturan
4) Mulut kering
5) Kulit basah dan terasa dingin
6) Denyut nadi lemah
7) Jumlah urine menurun
Tingkat kematian DSS yang segera ditangani adalah sekitar 1-2%.
Namun sebaliknya, bila tidak cepat mendapat penanganan, tingkat
kematian DSS bisa mencapai 40%. Karena itu, penting untuk segera
mencari pertolongan medis, bila anda mengalami gejala demam
berdarah. Pada kondisi yang parah, demam berdarah bisa
menyebabkan kejang, kerusakan pada hati, jantung, otak, dan
paruparu, penggumpalan darah,syok, hingga kematian.
Meskipun hanya terjadi pada segelintir kasus, demam berdarah
dapat berkembang menjadi komplikasi yang lebih serius.Kebocoran
plasma/perdarahan hebat ditandai dengan hemokonsentrasi, efus
pleura, asite, hipoalbuminemia yang menyebabkan syok dengue,
disfungsi peredaran darah, dan penurunan perfusi organ. Status syok
DBD dikaitkan dengan kematian yang tinggi jika syok tidak ditangani
dengan baik dan dapat menyebabkan syok yang berat bahkan
kematian.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan Dasar utama dalam melakukan asuhan
keperawatan adalah pengkajian, hal ini dilakukan saat pasien masuk
ke rumah sakit maupun saat pasien dirawat dirumah sakit (Widyorini &
et al,2017).
1. Pengkajian Dasar
1) Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status pernikahan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis
2) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien anak DBD untuk datang ke rumah
sakit dengan demam selama lebih dari 3 hari, tidak nafsu
makan, dan memiliki bintik-bintik merah di tubuh (Peteki).
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke 3 - 7 dan keadaan anak semakin
lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya
manifestasi pendarahan pada kulit.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu 21 Penyakit apa saja yang
pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang
DBD. (Brunner & Suddart, 2015).
c. Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan penyakit apa saja
yang pernah diderita oleh keluarga, apakah keluarga ada
yang menderita penyakit yang sama, penyakit menular atau
penyakit menurun yang bersifat genetik atau tidak.
d. Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DBD dapat
bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat beberapa faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DBD sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun, Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi berkurang.
e. Riwayat Imunisasi Kemungkinan anak mengalami komplikasi
dapat terhindarkan jika anak memiliki kekebalan tubuh yang
baik. 2.2.1.4 Riwayat Psikososial Meliputi informasi
mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
4) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
5) Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang
dan gantungan baju dikamar ).
6) Pola Kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme, jenis makanan, pantangan
makanan, nafsu makan berkurang.
b. Eliminasi (buang air besar), anak mengalami diare atau
konstipasi, sementara pada DBD grade IV bisa terjadi
melena.
c. Eliminasi urine (buang air kecil), pada anak DBD akan
mengalami urine output sedikit. Pada DBD grade IV sering
terjadi Hematuria.
d. Tidur dan istirahat, nyamuk Aedes Aegypti biasanya mengigit
pada siang hari jam 10.00-12.00 dan sore hari pada jam
16.00-18.00. Anak biasanya sering tidur pada siang hari dan
sore hari, tidak memakai kelambu dan tidak memakai lotion
anti nyamuk.
e. Kebersihan, upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk
membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes Aegypti, dan
tidak adanya keluarga melakukan 3M Plus yaitu Menutup,
Mengubur, Menguras dan Menebar bubuk abate.
7) Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
a. Status Kesehatan Umum Berdasarkan tingkatan (grade)
DBD keadaan umum adalah sebagai berikut
a) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi
dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
d) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis
b. Kepala dan leher
a) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadangkadang) sianosis.
c) Hidung : Epitaksis ( kadang mengalami perdarahan pada
Grade II, III, IV)
d) Telinga : Terjadi perdarahan teliga pada Grade II, III, IV.
e) Tenggorokan : Hiperemia
f) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfa pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
c. Dada (Thorax)
Infeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama.
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru.
Aulkultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat
pada Grade III dan IV
d. Abdomen (Perut).
Infeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali)
Perkusi : Terdengar redup
Aulkultasi : Adanya penurunan bising usus.
e. Sistem Integumen
Adanya peteki pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniquet. Tutgor kulit menurun, dan munculnya keringat
dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji tourniquet ini dilakukan
dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak.
Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolik
pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah
dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya
peteki dibagian volar lengan bawah.
f. Genitalia : Biasanya tidak ada masalah
g. Ekstermitas : Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta
tulang, pada kuku terdapat sianosis/tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya, baik yang berlangsung actual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Menurut SDKI (2017) diagnosis
keperawatan yang muncul pada klien anak dengan DBD adalah :
1) Risiko pendarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
ditandai dengan trombositopeni.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
ditandai dengan mengeluh nyeri.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan suhu tubuh diatas normal, kulit merah, takikardi, kulit
terasa hangat
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
5) Risiko hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif ditandai dengan pendarahan.
6) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi ditandai dengan menanyakan masalah yang
dihadapi.
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai
dengan merasa bingung dan sulit berkonsentrasi.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala pengobatan yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (Outcome) yang diharapkan
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran (Outcome) keperawatan
merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur,
meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga atau
komunitas sebagai respons terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan juga diartikan sebagai hasil akhir intervensi
keperawatan yang terdiri dari indicator-indikator atau kriteria-
kriteria hasil pemulihan masalah (Tim Pokja SLKI DPP
PPNI,2018).

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
pendarahan tindakan (I.02067)
(D.0012) keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam 1. Monitor nilai
dengan diharapkan Tingkat hematokrit/
gangguan perdarahan hemoglobin sebelum
koagulasi menurun dengan dan setelah
ditandai dengan kriteria hasil : kehilangan darah
trombositopeni. Tingkat 2. Monitor tanda-tanda
Perdarahan vital ortostatik
(L.02017) 3. Monitor koagulasi
- Kelembapan (mis. prothrombin time
membrane (PT), partial
mukosa thromboplastin time
(Menurun) (PTT), fibrinogen,
- Hemoglobin degradasi fibrin dan
(Membaik) atau platelet)
- Hematokrit Terapeutik
(Membaik) 1. Pertahankan bed rest
selama perdarahan
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2. Menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari
konstipasi
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin
K
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan,jika perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
(D.0077) tindakan (I.08238)
berhubungan keperawatan Observasi
dengan agen selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
pencedera diharapkan Tingkat karakteristik, durasi,
fisiologis ditandai Nyeri menurun frekuensi, kualitas,
dengan dengan kriteria intensitas nyeri
mengeluh nyeri hasil : Tingkat 2. Identifikasi skala nyeri
Nyeri (L.08066) 3. Identifikasi faktor yang
- Keluhan nyeri memperberat dan
(Menurun) memperingan nyeri
- Meringis 4. Monitor efek samping
(Menurun) penggunaan analgetic
- Gelisah Terapeutik
(Menurun) 1. Berikan teknik
- Kesulitan tidur nonfarmakologis untuk
(Menurun) mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab
periode dan pemicu
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
3. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi
(D.0130) tindakan (I.15506)
berhubungan keperawatan Observasi
dengan proses selama 3x24 jam1. Identifikasi penyebab
penyakit ditandai diharapkan hipertermi (mis.
dengan suhu Termoregulasi Dehidrasi, terpapar
tubuh diatas membaik dengan lingkungan panas,
normal, kulit kriteria hasil : penggunaan incubator)
merah, takikardi, Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh
kulit terasa (L.14134) 3. Monitor kadar elektrolit
hangat. - Suhu tubuh Terapeutik
(Membaik) 1. Longgarkan atau
- Suhu kulit lepaskan pakaian
(membaik) 2. Berikan cairan oral
- Pucat (Menurun)
3. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
(D.0019) tindakan (I.03119)
berhubungan keperawatan Observasi
dengan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan diharapkan Status 2. Monitor asupan
mencerna Nutrisi membaik makanan
makanan ditandai dengan kriteria 3. Monitor berat badan
dengan nafsu hasil : Status 4. Monitor hasil
makan menurun. Nutrisi (L.03030) pemeriksaan
- Nafsu makan laboratorium
(Membaik) Terapeutik
- Membran 1. Berikan makanan
mukosa tinggi kalori dan tinggi
(Membaik) protein
- Frekuensi makan 2. Berikan suplemen
(Membaik) makanan
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antlemetik)
5. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
hipovolemia tindakan (I.03116)
(D.0034) keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam 1. Periksa tanda dan
dengan diharapkan Status gejala hipovolemia (mis.
kekurangan Cairan membaik frekuensi nadi
intake cairan dengan kriteria meningkat, nadi teraba
ditandai dengan hasil : Status lemah, tekanan darah
Hematokrit cairan (L.03028) menurun, tekanan nadi
meningkat. - Kadar Hb menyempit, turgor kulit
(Membaik) menurun, membran
- Kadar Ht mukosa kering, volume
(Membaik) urine menurun,
- Intake cairan hematokrit meningkat,
(Membaik) haus, lemah)
- Suhu tubuh 2. Monitor intake dan
(Membaik) output cairan
- Tekanan darah Terapeutik
(Membaik) 1. Hitung kebutuhan
cairan
2. Berikan asupan cairan
oral
Edukasi
1. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
6. Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
Pengetahuan tindakan (I.12383)
(D.0111) keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam 1. Identifikasi kesiapan
dengan kurang diharapkan Tingkat dan kemampuan
terpapar Pengetahuan menerima informasi
informasi ditandai meningkat dengan Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Berikan kesempatan
menanyakan Tingkat untuk bertanya
masalah yang Pengetahuan Edukasi
dihadapi. (L.12111) 1. Jelaskan faktor risiko
- Kemampuan yang dapat
menjelaskan mempengaruhi
pengetahuan Kesehatan
tentang suatu 2. Ajarkan perilaku hidup
topic (Meningkat) bersih dan sehat
- Perilaku sesuai 3. Ajarkan strategi yang
dengan dapat digunakan untuk
pengetahuan meningkatkan perilaku
(Meningkat) hidup bersih dan sehat
- Persepsi yang
keliru terhadap
masalah
(Menurun)
7. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
(D,0080) tindakan (I.09314)
berhubungan keperawatan Observasi
dengan krisis selama 3x24 jam 1. Monitor tanda-tanda
situasional diharapkan Tingkat ansietas (verbal dan
ditandai dengan Ansietas menurun nonverbal)
merasa bingung dengan kriteria Terapeutik
dan sulit hasil : Tingkat 1. Ciptakan suasana
berkonsentrasi. Ansietas (L.09093) terapeutik untuk
- Verbalisasi menumbuhkan
khawatir akibat kepercayaan
kondisi yang 2. Dengarkan dengan
dihadapi penuh perhatian
(Menurun) 3. Gunakan pendekatan
- Perilaku gelisah yang tenang dan
(Menurun) meyakinkan
- Konsentrasi Edukasi
(Membaik) 1. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
2. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
(Sumber : SDKI, SLKI, SIKI)

4. Implementasi Keperawatan
1) Fase Perkenalan/Orientasi
Tujuan perawat dalam tahapan ini adalah :
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan
komunikasi terbuka
b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat, dan topik
pembicaraan) bersamasama dengan klien dan menjelaskan
atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati
bersama
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi
masalah klien yang umumnya dilakukan dengan
menggunkan teknik komunikasi pertanyaan terbuka
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien
2) Fase Kerja
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam
komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut
untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan
perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons
ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang
disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat
mendengarkan klien secara aktif dan dengan penuh perhatian
sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari
penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
3) Fase Terminasi
Tugas perawat dalam tahap ini adalah :
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanankan (evaluasi objektif).
b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindak lanjut yng disepakati harus relevan dengan
interaksi yang baru saja 34 dilakukan atau dengan interaksi
yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi
dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
4) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi
ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses keperawatan
berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi
proses dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan
yang diharapkan disebut evaluasi hasil. Terdapat dua jenis
evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada
saat memberikan intervensi dengan respon segera. Sedangkan
evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi
dan analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan
tujuan yang direncanakan pada tahap.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam berdarah dengue ( DBD ) merupakan satah satu penyakit
yang sampai pada saat ini belum di temukan obst atau
vaksinnya,namun dapat di cegah dengan memperhatikan kebersihan
numahlingkungan sekitar rumah dan perbiasakan pola hidup sehat
yaitu mencuci tangan sebelum makan,makan makanan yang sehat
dan bergizi.istirahat yang cukup atau lakukan tidakan promotif dan
preventif.

B. Saran
Lakukanlah gerakan 3M untuk mengendalikan perkembangbiakan
nyamuk Ae.Aegypti karena tindakan preventif lebih baik dari tindakan
kuratif.
DAFTAR PUSTAKA

Demam Berdarah. N.p.: PT Mizan Publika, (n.d.).


Kementrian Kesehatan RI, 2018, (Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI), Indonesia.
Yoana Agnesia, Nopianto, Sabtria. 2023. Demam Berdarah dengue
(DBD): Determinan & Pencegahan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai