Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KESEHATAN
Senin, 20 Februari 2017

Makalah Demam Berdarah Dengue

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegyti dan Aedes albbopictus . Kedua jenis nyamuk ini ada di seluruh pelosok Indonesia hampir
tidak ada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).
Musim hujan tiba perlu diwaspadai adanya genangan - genangan air yang terjadi pada
selokan yang buntu, gorong - gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan,
perlu diwaspadai adanya tempat atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan - genangan
tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, kata-kata yang melakat
pada saat ini. Siap melakukan antisipasi penanggulangan nyamuk dengan pendekatan pendekatan
sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum pengendalian diri.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut
nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa
batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi
nyamuk mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang meningkat populasi
manusia lebih banyak jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk
seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana yang menyebabkan
gangguan pada sistem darah kapiler, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit
ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa.
DBD penyakit penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti
27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal
dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO
memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh
ringkih, berdarah berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang dilengkapi pembesaran
hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah
dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain yang
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran DBD adalah dengan siklus penyebarannya dengan anggotaantas nyamuk
tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan
Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi
untuk memberantas jentik nyamuk.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah (DBD) telah dilaksanakan
termasuk: promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko serta kerja sama lintas program dan lintas sektor yang terkait
sampai dengan tingkat desa / kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama
dalam pemberantasan penanggulangan bencana DBD adalah belum optimalnya upaya
penanggulangan serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah
Dengue. Oleh karena partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut
perlu di tingkatkan antara pemeriksaan lain secara berkala dan berkesinambungan serta
menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep penyakit demam berdarah dengan pencegahannya?
2. Bagaimana ukuran kejadian penyakit demam berdarah dengue?
3. Bagaimana pengawasan kesehatan masyarakat terhadap penyakit demam berdarah dengue?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk melihat bagaimana konsep penyakit berdarah dengan pencegahanya
2. Untuk melihat kejadian kejadian demam berdarah dengue
3. Untuk melihat bagaimana pengawasan kesehatan masyarakat terhadap penyakit demam berdarah
dengue

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pembaca
Agar dapat melihat bagaimana bagaimana konsep penyakit berdarah dengan
pemberantasanya, dan bagaimana kondisi kejadian penyakit berdarah, serta bagaimana
pengawasan kesehatan masyarakat terhadap penyakit demam berdarah
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Untuk memahami pengetahuan memahami konsep penyakit demam berdarah
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegyti dan Aedes albbopictus . Kedua jenis nyamuk ini ada di seluruh pelosok Indonesia hampir
tidak ada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).
Menurut Rampengan seseorang di dalam darahnya mengandung
virus Dengue merupakan sumber penular penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari
sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan
ikut serta masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan
terkenal di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam liurnya. Kira-kira satu minggu
setelah menghisap darah penderita, nyamuk Bersiap untuk menularkan kepada orang lain. Virus
ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali
nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan udara melalui saluran alat
menggigitnya (proboscis ), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah
virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.

2.1.2 Tanda dan Gejala DBD


Penyakit ini melalui korban bencana tiba-tiba, sakit kepala berat, sakit pada sendi
( myalgias dan arthralgias ) dan ruam. Ruam Demam Berdarah mempunyai ciri-ciri merah
terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan pada beberapa pasien, ia
menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut juga bisa muncul
dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah-muntah / diare.

Menurut Ginanjar (2008), kriteria klinis DBD meliputi:


1) Demam tinggi berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat mencapai 40
derajat celcius. Demam sering gejala gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan
( anoreksia ), lemah badan ( malaise ), nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang
bola mata ( retro orbita ), dan wajah yang kemerah-merahan ( flushing ).
2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan ( epistaksis ), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit
seperti tes Rumppleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah
kehitaman ( melena ).
3) Adanya pembesaran organ hati ( hepatomegali ).
4) Kegagalan sirkulasi darah, yang mengatasi denyut nadi yang teraba lemah dan lemah, ujung-
ujung jari terasa dingin serta dapat menyatakan penurunan kesadaran dan renjatan ( syok ) yang
dapat menyebabkan kematian.

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya DBD


DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, dan disebarkan oleh
artropoda. Vektor utama DBD ialah Aedes aegypti di daerah perkotaan dan Aedes albopictus di
daerah pedesaan. Nyamuk ini dapat membiayai virus dengue setelah sebelumnya menggigit dan
menghisap darah manusia yang menderita DBD. Berdasarkan laporan yang ada, virus ini juga
dapat ditularkan transovarial sehingga telur- telur nyamuk yang terinfeksi oleh virus
dengue. Virus ini berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk selama kurang dari 8-10 hari
terutama di dalam air ludahnya. Saat nyamuk menggigit manusia, virus ini akan ditularkan dan
berkembang biak di dalam tubuh manusia. Masa inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari dan orang
yang terinfeksi tersebut dapat menderita demam berdarah dengue (Dinkes, 2006)
Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk dalam kelompok B
Airthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, Famili
Flaviviradae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4
(Departemen Kesehatan RI, 2003). Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi hidup
terhadap serotipe yang dikecualikan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Virus
Dengue ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kristina, dkk,
2004).
Beberapa faktor Yang mempengaruhi Kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue,
ANTARA Lain faktor tuan rumah, Lingkungan ( lingkungan ) Dan faktor virusnya
Sendiri. Faktor host yaitu kerentanan ( susceptibility) dan respon imun. Faktor
lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan,
angin, kelembaban, musim) , Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat,
sosial ekonomi penduduk). Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah
diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di
Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung
pada daerah geografi dan serotipe virusnya .

2.1. 4 Agen Infeksius


Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue . Virus ini termasuk dalam grup B
Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae , yang terdiri
dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-masing saling terkait sifat
antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia . Keempat tipe virus ini telah ditemukan
di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang sering ditemui selama kejadian
KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang
paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala
klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.

2.1. 5 Vektor Penular


Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vector penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes
aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan sedangkan daerah pedesaan (pedesaan)
kedua spesies tersebut nyamuk dalam penularan.
2. 1.6 Penularan Virus Dengue
A. Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab Demam berdarah Hanya DAPAT ditularkan through
nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok penyakit yang ditularkan
melalui arthropoda . Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan
berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Ada tiga faktor yang memegang peran pada
penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke
dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian
virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber
penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam
(masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah
akan ikut serta masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus berkembangbiak dan
menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam air liur. Kira-kira satu minggu
setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi
penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum
menghisap darah akan mengeluarkan udara yang mengalir melalui saluran alat tusuknya
(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.13 Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat
menularkan virus dengue . Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia ( anthropophilic) dari
darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore
hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina kebiasaan menghisap darah berpindah berkali-kali dari
satu individu ke individu lain ( penggigit ganda ).Hal ini disebabkan karena pada siang hari
manusia yang menjadi sumber makanan utama dalam keadaan aktif bekerja / bergerak sehingga
nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan
inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

B. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD


Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah:
1) Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan / endemis)
2) Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai
wilayah sehingga kemungkinan pertukaran beberapa tipe virus cukup besar.
Tempat-tempat umum itu antara lain:
Sebuah. Sekolah
Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan kelompok umur yang paling
rentan untuk terserang penyakit DBD.
b. Rumah Sakit / Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya: Orang yang datang dari
berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam berdarah atau
virus carier dengue.
c. Tempat umum lainnya seperti:
Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
3) Pemukiman baru di pinggiran kota
KARENA Di Lokasi Penyanyi, Penduduk umumnya Berasal Dari different wilâyah,
Maka kemungkinan diantaranya Terdapat Penderita ATAU carier Yang membawa ujung e virus
dengue Yang berlainan Dari masing-masing LOKASI Awal.

2.1.7 Nyamuk Penular DBD


A. Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut:
1) Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang
lain. Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.
2) Pupa (Kepompong)
Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping
dibandingkan larva (jentik) nya. Pupa nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil, jika
dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.
3) Larva (jentik)
Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva
Sebuah. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.
b. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm.
c. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.
d. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm.
Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan seperti pada
potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng kosong, pot bunga, botol pecah,
tangki air, talang atap, tempolong atau bokor, kolam air mancur, tempat minum kuda, ban bekas,
serta barang-barang lainnya yang berisi udara yang tidak berhubungan langsung dengan
tanah. Larva sering berada di dasar wadah, posisi pada permukaan udara membentuk sudut 45
derajat, sedangkan posisi kepala berada di bawah.

4) Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih dari 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang mengapung
satu persatu pda permukaan udara yang jernih, atau menempel pada penampungan
dinding, Aedes aegypti betina bertelur di atas permukaan udara pada dinding vertikal bagian
dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari langsung,
dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut satu tempat persatu atau berderet
pada dinding tempat udara, di atas permukaan udara, pada waktu istirahat membentuk sudut
dengan permukaan udara.
B. Lingkungan Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna yaitu
telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam
udara. Pada umumnya telur akan menjadi jentik dalam waktu kurang dari 2 hari setelah telur
terendam air. Telur dapat bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan tidak tahan udara, dan
bertahan musim penghujan tiba dan datang, maka telur akan terendam kembali dan akan menjadi
jentik. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong)
berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk
betina dapat mencapai 2-3 bulan.
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat
istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk betina biasanya 40-100
meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat
berpindah lebih jauh.

C. Variasi Musiman
Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada musim kemarau
tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan
menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang
terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes
aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti terus
meningkat. Populasi populasi nyamuk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
peningkatan penularan penyakit DBD.

D. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti


Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah pada tempat-tempat
penampungan udara berupa genangan udara yang tertampung di suatu tempat atau bejana di
dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter
dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan udara yang langsung
berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk keperluan keperluan keperluan
sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain.
2) Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa tetapi bukan untuk
keperluan sehari-hari, seperti: tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain),
barang bekas (kaleng, botol) , ban, pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga, jepretan semut,
penampung air dispenser, dan lain-lain.
3) Tempat penampungan air alami, seperti: Lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung
kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lain.

2.1.8. Epidemiologi Penyakit DBD


A. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak
pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan pada
kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan
dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan tertularnya virus
dengue yang lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.
Pada awal kejadian wabah suatu negara, distribusi populasi jumlah penderita dari
kelompok umur 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah wabah selanjutnya jumlah penderita
yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Penderita DBD terbesar di Indonesia
pada golongan anak berumur 5-11 tahun, manusia yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat
sejak tahun 1984

B. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat


Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan
ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang
rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus
meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.
Peningkatan kasus dan bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin
cepatnya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk
hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang
tahun.

2.1.9. Faktor - faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit DBD


Penularan penyakit DBD berdasarkan beberapa faktor, yaitu agent (virus), host (pejamu),
dan lingkungan, yaitu:
1) Agent (penyebab penyakit) adalah semua elemen atau elemen hidup atau mati yang
kehadirannya, diikuti dengan kontak yang efektif dengan keadaan yang memungkinkan akan
menjadi stimuli untuk mengisi dan memudahkan kejadian suatu proses penyakit. Hal ini yang
menjadi agen penyebaran DBD adalah virus dengue.
2) definisi host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit DBD. Faktor-
faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu:
Sebuah. Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Hasil penelitian Fathi (2004) di kota Mataram mobilitas penduduk tidak ikut serta dalam
kejadian KLB penyakit DBD di kota Mataram, hal ini dapat ditempatkan dengan mobilitas
penduduk di kota Mataram yang relatif rendah yaitu sebagian besar adalah petani. Hasil
penelitian Arsunan dan Wahiduddin (2003) di kota Makassar mobilitas penduduk yang berperan
dalam penyebaran DBD, hal ini disebabkan mobilitas penduduk di kota Makassar yang relatif
tinggi. Hal ini sesuai dengan Sumarmo bahwa penyakit biasanya menjalar dimulai dari suatu
pusat sumber penularan (kota besar), kemudian mengikuti lalu-lintas (mobilitas)
penduduk. Semakin tinggi mobilitas semakin besar kemungkinan penyebaran penyakit DBD.
b. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara
pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas
Duma (2007) di kecamatan Baruga kota Kendari ada hubungan yang sangat signifikan antara
pengetahuan dengan kejadian DBD. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Arsunan dan
Wahiduddin (2003) di kota Makassar yang mendapatkan hubungan yang berhubungan antara
pengetahuan dengan kejadian DBD. Hasil penelitian Kasnodiharjo (1997) di Subang Jawa Barat
menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan atau buta huruf, pada
umumnya akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka
konservatif karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik.
c. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit DBD. Hasil
penelitian Soegeng Soegijanto (2000) di Jawa Timur dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000
proporsi kasus DBD terbanyak adalah pada kelompok umur 5-9 tahun. Tetapi pada tahun 1998
dan 2000 proporsi kasus pada kelompok umur 15-44 tahun meningkat, keadaan tersebut perlu
diwaspadai bahwa DBD cenderung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini
sesuai dengan Suroso bahwa di Indonesia pada tahun 1995-1997 laporan kasus DBD telah
bergeser ke usia ≥ 15 tahun. Hasil penelitian Fitri (2005) di Pekanbaru melaporkan penderita
yang paling sering pada kelompok umur ≥ 15 tahun.
d. Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun 1997 menemukan
bahwa populasi penderita perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6% .23
Hasil serupa juga di peroleh oleh Enny dkk (2003) di Jakarta pada tahun 2000 sebagian besar
adalah penderita perempuan (58,2%). 25 Namun secara keseluruhan tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin penderita DBD dan sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat memberikan
jawaban dengan tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD.13 Hal ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan Djelantik di RSCM Jakarta (1998) menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan antara insiden insiden-laki dan perempuan.
3) Lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah:
Sebuah. Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian Yukresna (2003) dengan desain penelitian kasus
pengendalian di kota Medan mendapatkan kondisi tempat penampungan yang berhubungan
dengan kejadian DBD dengan OR 5.706 (CI 95% 1,59 - 20,39).
b. Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk dan
virus DBD. Wilayah dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut tidak
ditemukan nyamuk Aedes aegypti.
c. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan normal) tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat
menetas, dalam tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan meningkat yang
akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana selama musim hujan jangka
waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko penularan virus besar. Dari hasil pengamatan
penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada
umumnya terjadi pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun.4 Hasil penelitian Fitri (2005)
kasus penyakit DBD di kota Pekanbaru akan tinggi pada saat curah hujan tinggi yaitu diatas 300
mm.
d. Kebersihan lingkungan, dari penelitian Yukresna (2003) di kota Medan dengan desain
penelitian pengendalian kasus yang mendapatkan bahwa kebersihan lingkungan mempunyai
hubungan dengan kejadian DBD dengan OR 2,90 (CI 95% 1,63-5,15) .26 Penelitian tersebut
sesuai dengan pernyataan Seogeng, S (2004) yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi
lingkungan yang besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

2.2 Pencegahan Primer


Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 pencegahan pencegahan primer,
pencegahan penyakit sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit.

2.2.1 Vektor Surveilans


Survei untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi
populasi, populasi utama larva, faktor risiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan
dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kerentanan insektisida yang dipakai,
untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data
tersebut akan memudahkan pembangunan vektor, dan dapat dipakai untuk mengakses
keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan
dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau tempat yang dapat menjadi tempat
berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk melihat tidak ada jentik,
yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat tidak ada jentik disetiap
tempat genangan udara tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk melihat
kepadatan jentik Aedes aegypti adalah:
Sebuah. House Indeks (HI), yaitu proporsi rumah yang terjangkit larva dan atau pupa.
HI = Jumlah Rumah Yang Ada Jentik x 100%
Jumlah Rumah yang Diperiksa
b. Container Indeks (CI), yaitu proporsi container yang terjangkit larva atau pupa. CI = Jumlah
Container Yang Ada Jentik x 100%
Jumlah Container Yang Diperiksa
c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang tepat.
BI = Jumlah Container Yang ada Jentik x 100 rumah
Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Dari ukuran di atas dapat diketahui proporsi Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah
yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diberlakukan.
ABJ = Jumlah Rumah Yang Ditemukan Jentik x 100%
Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap
3 bulan disetiap desa / kelurahan endemis pada 100 rumah / bangunan yang dipilih secara acak
(random sampling). Angka Bebas Jentik dan Rumah Indeks lebih menggambarkan luasnya
penyebaran nyamuk disuatu wilayah.

2.2.2 Pengendalian Vektor


Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan populasi populasi nyamuk Aedes
aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor:
1) Pengendalian Cara Kimiawi
Pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang menangani nyamuk dewasa atau
larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor,
karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk
penyemprotan (semprotan) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan
terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk butiran
pasir yang larut dalam udara di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.
2) Pengendalian Hayati / Biologik
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian dilakukan dengan menggunakan
kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrata atau
vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, dan
pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus
( Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis cacing
golongan nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax merupakan
parasit yang cocok untuk larva nyamuk.
3) Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara lain untuk mencegah nyamuk kontak
dengan cara manusia yang terpasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di
seluruh bagian rumah. Gantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang
tidak terjangkau sinar matahari.

2.2.3 Survei Kasus


Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif. Di
beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Meskipun sistem surveilans pasif
tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun sistem berfungsi untuk memenuhi
kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang. Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan
kesehatan (rumah sakit, Puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll)
diwajibkan setiap melaporkan penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam. Surveilans aktif adalah yang bertujuan menyebarkan dengue di
dalam masyarakat sehingga mampu mewujudkan kejadian, dimana berlangsung penyebaran
kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem ini harus
mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik. Survei seperti ini pasti dapat
memberikan peringatan dini atau memiliki kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi
penyakit DBD.

2.2.4 Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk


Gerakan PSN adalah total kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah
untuk mencegah penyakit DBD yang mengikuti hasil hasilnya secara terus menerus. Gerakan
PSN DBD merupakan bagian terpenting dari upaya pemberantasan penyakit DBD, dan
merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam
rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi jentik nyamuk penularan
DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu:
1) Menguras bak mandi, bak penampungan udara, tempat minum hewan peliharaan minimal sekali
dalam seminggu.
2) Menutup rapat tempat penampungan yang sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh
nyamuk dewasa.
3) Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, semuanya dapat mengisi air hujan
sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

2.3 Pencegahan Sekunder


Pada pencegahan sekunder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
2.3.1 Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan Penderita
Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas
kesehatan dan masyarakat dengan cara:
1) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan pertolongan pertama
dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung
asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.
2) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan / diagnosa dan pengobatan segaera
melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian
pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan
memantau penyakit dilokasi
penderita dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
3) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar biasa (KLB)
kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten, dengan cara penanggulangan seperlunya.

2.3.2 Diagnosis
Diagnosis DBD yang ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
1997 ditetapkan dari kriteria klinis dan laboratorium.
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif, petechie, echymosis,
purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan malena. Uji
tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan
tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas
siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5
menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial pada sepertiga
bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih
dari 20 petekia.13
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997 4,5
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan
ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi,
biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan
gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( <
20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.
d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan
gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak
terdeteksi.

2.3.3 Diagnosis Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk memastikan diagnosis infeksi
dengue, meliputi :
1) Pengumpulan Spesimen
Salah satu aspek yang esensial untuk diagnosis laboratorium adalah pengumpulan, pegolahan,
penyimpanan, dan pengantaran spesimen. Spesimen S1 adalah sampel darah yang diambil pada
stadium akut atau secepatnya setelah onset penyakit atau segera setelah masuk rumah
sakit. Spesimen S2 adalah sampel darah yang diambil pada waktu penderita akan meninggalkan
rumah sakit atau secepatnya sebelum meninggal. Spesimen S3 adalah sampel darah yang diambil
2-3 minggu setelah spesimen akut. Waktu antara yang paling baik untuk pengambilan spesimen
akut dan kovalesen adalah 10 hari. Untuk pemeriksaan serologi pengumpulan spesimen darah
dapat dilakukan dengan 2 cara :
a. Dengan menggunakan kertas saring (filter paper khusus).
Darah diteteskan pada kertas saring sampai jenuh, bolak-balik sehingga seluruh permukaan filter
paper terisi darah rata. Darah dapat dari pembuluh vena dapat pula darah dari ujung jari (ujung
jari ditusuk). Kertas saring yang berisi darah dibiarkan kering pada temperatur kamar. Jangan
dikeringkan dengan panas sinar matahari atau yang lainnya. Kertas saring yang berisi darah yang
telah kering disimpan dalam tempat yang kering pada suhu kamar tidak lebih dari 3 bulan.
Kirimkan dalam amplop atau kantong plastik ke laboratorium secepatnya sebelum waktu 3 bulan
tersebut.

b. Dengan serum
darah diambil secara asepsis dengan menggunakan semprit. Serum yang diputar dengan diputar
1500-2000 putaran sekitar 10-15 menit. Serum yang dipindahkan secara terpisah dalam botol
kecil dengan menggunakan pipet Pasteur. Serum tersebut disimpan pada suhu -200C sebelum
dikirim ke laboratorium.
2) Isolasi Virus
Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis dapat dilakukan pada sebagian
besar kasus asalkan sampel diambil dalam beberapa hari pertama sakit dan langsung berhenti
tanpa penundaan. Spesimen yang mungkin sesuai untuk isolasi virus, tahap serum akut dari
pasien, autopsi jaringan dari kasus fatal, terutama dari hati, limpa, nodus limfe.
3) Uji Serologis
Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI) merupakan salah satu pemeriksaaan serologi untuk penderita
DBD dan telah ditetapkan oleh WHO sebagai standar pada pemeriksaan serologi penderita DBD
dibandingkan pemeriksaan serologi lainnya seperti ELISA, uji komplemen fikasi, uji netralisasi,
dan sebagainya. Apapun jenis uji yang dilakukan, konfirmasi serologis sudah pasti tergantung
pada kenaikan yang signifikan (4 kali lipat atau lebih) pada antibodi spesifik dalam sampel
serum diantara fase akut dan fase pemulihan. Kumpulan antigen untuk sebagian besar uji
serologis ini harus mencakup keempat serotipe dengue.

2.3.4 Pengobatan Penderita DBD


Pengobatan DB penderitaD pada kartun simptomatik dan suportif yaitu memberikan
cairan untuk mencegah dehidrasi.
1) Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi:
Sebuah. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, udara dengan gula atau udara ditambah garam /
oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri
berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres,
antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena
dapat menyebabkan perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
2) Penatalaksanaan pada pasien syok:
Sebuah. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, dering laktat dan
dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta Hemoglobin
(Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Nilai normal Hemoglobin:
Anak-anak: 11,5 - 12,5 gr / 100 ml darah
Laki-laki dewasa: 13 - 16 gr / 100 ml darah
Wanita dewasa: 12-14 gr / 100 ml darah
Nilai normal Hematokrit:
Anak-anak: 33 - 38 vol%
Laki-laki dewasa: 40-48 vol%
Wanita dewasa: 37-43 vol%
b. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi
darah.

2.3.5 Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pengawasan penderita / tersangka DBD
lainnya dan pemeriksaan jentik rumah, yang dilakukan oleh penderita dan 20 rumah disekitarnya
serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan, hasilnya tertulis dalam
formulir PE dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas selanjutnya diteruskan Lurah melalui
Camat dan penanggulangan seperlunya untuk membatasi penularan. Maksud penyelidikan
epidemiologi yaitu untuk melihat ada / tidaknya kasus DBD tanbahan dan luas penyebarannya,
serta untuk melihat kemungkinan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut dilokasi tersebut.
Bila pada hasil PE ditemukan penderita DBD lain atau jentik dan penderita panas tanpa
sebab yang jelas lebih dari 3 orang maka akan dilakukan penyuluhan 3 M plus, larvasida,
fogging fokus / penanggulangan fokus, yaitu pengasapan rumah sekitar tempat tinggal penderita
DBD dalam radius 200 meter, yang dilaksanakan berdasarkan hasil dari penyelidikan
epidemiologi, dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Bila pada hasil PE tidak ditemukan
kasus lain maka dilakukan penyuluhan
dan kegiatan 3M.

2.4 Pencegahan Tersier


Pencegahan tingkat kejadian ini untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan
melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan:
2.4.1 Transfusi Darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena
diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah Ciptanya.
2.4.2 Stratifikasi Daerah Rawan DBD
Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti :
1) Endemis
Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang
dilakukan adalah fogging Sebelum Musim Penularan
2) Sporadis
Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD. Kegiatan yang
dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan
3M, penyuluhan tetap dilakukan.
3) Potensial
Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD. Tetapi
penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi dengan wilayah lain dan persentase
rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan
penyuluhan.
4) Bebas
Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD. Ketinggian dari permukaan air
laut > 1000 meter dan persentase rumah yang ditemukan jentik ≤ 5%. Kegiatan yang dilakukan
adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.

2.5. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue


Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968. Sejak saat
itu, penyebaran penyakit DBD berlangsung dengan sangat cepat, jumlah kasus cenderung
meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah
tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang dilaporkan
sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang, sedangkan dalam 5 tahun terakhir (1997-
2001) jumlah rata- rata kasus dilaporkan sebanyak 40.854 kasus dengan rata- rata kematian 701
orang setiap tahun. Pada tahun yang sama setiap 100.000 penduduk, 20-21 orang di antaranya
menderita DBD dan setiap 100 penderita, rata-rata meninggal sebanyak 1-2 orang (Dinkes
Jateng, 2006).
Kejadian luar biasa (KLB) atau wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan
wabah terbesar sejak kasus DBD pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1.411 kematian
(CFR = 2%). Sedangkan pada KLB 2004 jumlah penderita sejak Januari 2004 berdasarkan
laporan dan laporan yang diperoleh dari 30 provinsi sampai dengan April 2004 adalah sebanyak
58.861 kasus, 669 di antaranya meninggal (CFR = 1,14%) (Dinkes Bali , 2.015 ). Menurut Dinas
Kesehatan Provinsi Bali , (20 15 ), jumlah kasus DBD pada tahun 20 15 di Balimencapai 20.565
kasus dengan jumlah kematian 329 kejadian. Angka kesakitan DBD adalah 6,25 / 10.000
penduduk (target nasional kurang dari 2 / 10.000 penduduk) dan angka kematian sebesar 1, 60%
(target nasional kurang dari 1%). (Dinkes Bali, 2012)
Tabel 2. 1 Angka Kesakitan dan Kematian DBD di Provinsi BALI Tahun 2012-2015

Tahun Penderita Meninggal IR / 10.000 CFR (%)


2012 9.742 169 3.007 1,73
2013 7.144 181 2,17 2,53
2014 10.924 220 3,39 2.01
2015 20.565 329 6,25 1,60

2.6 Survei Kesehatan Masyarakat Penyakit DBD


Sesuai rekomendasi Depkes RI, setiap kasus DBD harus segera ditindak lanjuti dengan
penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan lainnya untuk mencegah penyebarluasan atau
mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan epidemiologi demam berdarah dengue merupakan
kegiatan pencarian penderita atau tersangka lainnya, serta pemeriksaan jentik nyamuk penular
DBD penderita atau tersangka dan rumah-rumah di sekitarnya dalam radius sekurang¬kurangnya
100 meter. Juga pada tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan
penyakit. Tujuannya utama kegiatan ini untuk melihat ada tidaknya kasus DBD tambahan serta
kejadian yang meluasnya penyebaran penyakit padad wilayah tersebut
Sedangkan pengamatan penyakit DBD merupakan kegiatan pencatatan jumlah kasus
DBD dan kasus tersangka DBD menurut waktu dan tempat kejadian, yang dilaksanakan secara
teratur dan belajar informasinya sesuai kebutuhan program pemberantasan penyakit
DBD. Laporan kewaspadaan DBD merupakan laporan Ciptaannya kasus DBD agar dapat
melakukan tindakan atau langkah¬langkah untuk membatasi penularan penyakit DBD.
Komponen kegiatan diatas antara lain dengan melakukan pengamatan jentik. Pengamatan
ini dilakukan dengan menggunakan indikator ukuran populasi jentik yaitu: angka bebas jentik
(ABJ), house index (HI), container index (CI) dan bruteau index (BI). HI lebih menggambarkan
penyebaran nyamuk di suatu wilayah tertentu (Depkes, 1990). Apabila HI kurang dari 5%
menunjukkan rasio penularan DBD cukup, sedangkan bila lebih dari 5% berarti potensi terjadi
penularan DBD.
Hasil penyelidikan epidemiologi akan menentukan langkah selanjutnya dalam
pemberantasan penyakit DBD. Dinas Kesehatan akan melakukan tindakan seperti fogging atau
tidak fogging, dan pokja DBD serta masyarakat yang melakukan PSN-DBD dengan gerakan 3
M. Tindakan penanggulangan KLB dilakukan bersama kegiatan penyelidikan epidemiologi,
penggerakan PSN DBD dengan abatisasi, fogging focus dan fogging massal.

A. Penegakan diagnosis DBD


1) Diagnosis klinis DBD adalah penderita gejala demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
berkelanjutan terus menerus selama 2 - 7 hari dengan manifestasi perdarahan (sekurang - uji
tourniquet positif). Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl), dan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%)
2) Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada tersangka DBD menunjukan hasil
positif pada pemeriksaan HI test atau peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test.
3) Penegakan diagnosis DD adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang bifasik (saddle back
fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang atau sendi, mual, muntah,
dan timbulnya ruam. Hasil pemeriksaan darah menunjukan leukopeni kadang dijumpai
trombositopeni. Pada penderita DD tidak dijumpai kebocoran plasma atau hasil pemeriksaan
serologis pada penderita yang diduga DD menunjukan peninggian (positif) IgM saja.
4) Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus menerus selama 2 – 7 hari disertai tanda – tanda perdarahan sekurang – kurangnya
ujitourniquet (Rumple Leede) positif dan atau jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl.

B. Alur Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue


Pelaporan rutin
1) Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan tersangka atau penderita DBD wajib
segera melaporkannya ke dinas kesehatan kabupaten / kota setempat selambat – lambatnya
dalam 24 jam dengan tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita. Laporan
tersangka DBD merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan kewaspadaan dan tindak
lanjut penanggulangannya juga merupakan laporan yang dipergunakan sebagai laporan kasus
yang diteruskan secara berjenjang dari puskesmas sampai pusat. Formulir yang digunakan adalah
formulir kewaspadaan dini RS (KD/RS-DBD) (lampiran 1), dan formulir rekapitulasi penderita
DBD per bulan (DP-DBD/RS) (lampiran 2).
2) Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
a. Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24 jam setelah
diagnosis ditegakkan (lampiran 1)
b. Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang dilaporkan perbulan
(lampiran 2)
c. Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (lampiran 3)
d. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB (lampiran 4)
e. Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB (lampiran 5)
3) Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan provinsi
a. Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang dilaporkan perbulan
(lampiran 2)
b. Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (lampiran 3)
c. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB (lampiran 4)
d. Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB (lampiran 5)
4) Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL
a. Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang dilaporkan perbulan
(lampiran 2)
b. Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (lampiran 3)
c. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB (lampiran 4)
d. Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB (lampiran 5)
e. Bagan Alur Pelaporan Demam Berdarah Dengue
Pelaporan dalam situasi kejadian luar biasa
1) Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
a. Menggunakan formulir W1 (lampiran 5)
b. Pelaporan dengan formulir DP-DBD ditingkatkan frekuensinya menjadi mingguan atau harian
(lampiran 2)
c. Pelaporan dengan formulir KD/RS-DBD tetap dilaksanakan (lampiran 1)
2) Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
a. Menggunakan formulir W1 (lampiran 5)
b. Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24 jam setelah
diagnosis ditegakkan (lampiran 1)
c. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB (lampiran 4)
3) Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan provinsi
a. Menggunakan formulir W1 (lampiran 5)
b. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB (lampiran 4)
4) Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL
a. Menggunakan formulir W1 (lampiran 5)
b. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB (lampiran 4)
Umpan balik pelaporan
Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan memelihara
kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan serta analisis terhadap
laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing – masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap
tiga bulan, minimal dua kali dalam setahun.
C. Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas
Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas
meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD dan penderita
DD,DBD,SSD; pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB; KD/RS-
DBD untuk pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD, SSD dalam 24 jam setelah diagnosis
ditegakkan; laporan KLB (W1); laporan mingguan KLB (W2-DBD); laporan bulanan
kasus/kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD); data dasar perorangan penderita
DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus
DBD per RW/dusun, penentuan musim penularan dan kecenderungan DBD.
1) Pengumpulan dan pencatatan data.
a. Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan tersangka DBD dan
penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima
puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas
sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan
kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain – lain), dan hasil
penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit
pelayanan kesehatan lainnya).
b.Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD menggunakan ‘Buku catatan
harian penderita DBD’ yang memuat catatan (kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form
DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.
2) Pengolahan dan Penyajian data.
Data dalam ‘Buku catatan harian penderita DBD’ diolah dan disajikan dalam bentuk :
a. Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut desa/kelurahan
b. Penyampaian laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD selambat – lambatnya
dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD/RS-DBD.
c. Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang
disampaikan perbulan.
d. Laporan mingguan (W2-DBD)
a. Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut desa / kelurahan
b. Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten / kota dengan formulir W2-DBD
e. Laporan bulanan
a. Jumlahkan penderita / kematian DB, DBD, SSD termasuk data beberapa kegiatan pokok
pemberantasan / penanggulangannya setiap bulan.
b. Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten / kota dengan formulir K-DBD.

D. Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas


Kesehatan Kabupaten
1) Sumber data
a. Laporan KD/RS-DBD dari RS (pemerintah atau swasta)
b.Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD)
c. Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari puskesmas
d. Laporan W1 dan W2-DBD
e. Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten / kota ke unit pelayanan kesehatan
f. Cross Notification dari kabupaten / kota lain.
2) Pencatatan data
a. Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD, misalnya menggunakan ‘Buku
catatan penderita DBD’ yang memuat catatan (kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form
DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.
b.Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang untuk pasien yang sama,
misalnya antara tersangka DBD dan penderita DBD selama proses perawatan dan antara
penderita DBD yang dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh puskesmas, sehingga perlu
penyesuaian data.
3) Pengolahan dan Penyajian Data
Dari data yang ada pada buku catatan penderita DD, DBD dan SSD dapat dilakukan
penyajian data sebagai berikut :
a. Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan
b. Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang
disampaikan per bulan.
c. Laporan mingguan (W2-DBD)
d. Laporan bulanan, jumlahkan dan laporkan penderita / kematian DD, DBD, SSD termasuk
beberapa kegiatan pokok pemberantasan / penanggulangannya setiap bulan.
e. Penentuan stratifikasi kecamatan DBD
f. Mengetahui distribusi penderita DBD per desa / kelurahan
g. Penentuan musim penularan
h. Mengetahui kecenderungan situasi DBD, untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di
wilayah kabupaten / kota tetap, naik atau turun.
i. Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun
10) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok umur dan jenis
kelamin

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes
albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali
ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).
Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam Demam Berdarah
mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan
pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang
perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah-muntah/ diare.
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya
untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat
menjadi sakit.

3.2 Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui konsep
penyakit demam berdarah dengue dan dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Pembaca
sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu
tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari
kemungkinan terserangnya demam berdarah.

32

Daftar Pustaka

CDC. 2003. Dengue Fever. Division of Vector-Borne Infectious Diseases


Dahlan, M.S.,2009, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran
dan kesehatan, Edisi 2, Jakarta, Salemba Medika
Depkes RI 1992. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue.
Ginanjar, S.2008, Stop Demam Berdarah Dengue, Bogor, Cita Insan Madani
Suroso T, dkk,. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Depkes RI
Suroso T., Umar, A.I. 2000. Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit DBD, FK UI. Jakarta
WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengua dan Demam Berdarah
Dengue,
Posted by Unknown at 19:52
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to
FacebookShare to Pinterest
1 comment:
1.

Amalia Fitri30 March 2020 at


08:31

ituBola - Agen Euro2020 |


Official Agen Taruhan
Euro2020 | Bandar Bola |
Casino Online | Baccarat |
Dragon Tiger | Roulette | Sicbo |
BlackJack

Agen Judi Online Terpercaya


dan Terbaik di INDONESIA

!! Pelayanan Service yang


Online 24 JAM Non-Stop !!

Menyediakan berbagai macam


permainan Judi Bola & Casino
33 Online Terlengkap

BONUS SPORTSBOOK ONLINE


• Bonus Cashback 5% (dibagikan setiap Hari Senin)
• Support 7 Bank Nasional Indonesia (BCA, BNI, BRI, Mandiri, Danamon,
Cimb Niaga, PERMATA)
• Support Deposit Via Aplikasi OVO,PULSA,GOPAY (DOMPET DIGITAL)

Kesulitan Daftar? Hubungi langsung Kontak dibawah ini untuk dibantu


Daftarkan

- LINE : @itubola757
- TELEGRAM : +85517696120 / @ItuBola
- WHATSAPP : +85517696120

( Pusat Bantuan ItuBola )


Balasan
Posting Lebih BaruPosting LamaRumah
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Cari Blog Ini

Cari

Tentang saya

Tidak diketahui
Lihat profil lengkap saya
Arsip Blog

 ▼ 2017 (7)
o ► Mei (4)
o ▼ Februari (3)
 Makalah Demam Berdarah Dengue
 penatalaksanaan herpes zoster dan simplex
 KEK (Kekurangan Energi Kronik)
Tema Ethereal. Didukung oleh Blogger .

Anda mungkin juga menyukai