BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan genangan air yang terjadi
pada selokan yang buntu, gorong gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang
berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk
pada genangan genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba
pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya
musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi
lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian
secara kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut
nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa
batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi
nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh
manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang
terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti
Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan
lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak
heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena
penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI
terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah
penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah
menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa
meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004).
WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya
tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati
dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan
pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk
tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan
Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi
untuk memberantas jentik nyamuk. Program studi Kesehatan Lingkungan Program Diploma tiga
Kesehatan FIK UMS sebagai salah satu institusi yang dapat melaksanakan fogging merasa
bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Sebagai wujud kepedulian itu
maka dilaksanakan program fogging di beberapa daerah.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah
dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan
dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai
dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam
upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu
partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan
antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.
A. Perumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah demam
berdarah antara lain :
1. Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?
2. Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular penyakit
DBD?
3. Seperti apa patogenitas DBD terhadap manusia?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?
5. Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak mewabah ?
6. Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?
B. Tujuan
Aedes aegypti
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Diptera
Famili: Culicidae
Genus: Aedes
Upagenus: Stegomyia
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab
penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam
kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua
daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa
utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di
desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu
mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi
persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya,
karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat
menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini adalah
nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup penting pula
peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles
(Metsellar, 1997).
Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya (Luft,1996). Selain
kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes yang bisa bertindak sebagai
vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk
Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera
(WHO, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, maka
nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif maka
akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk betina yang
terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini
jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk
dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi
manusia dan masa tersebut dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
2. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam
kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan
yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok
atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna
nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi
yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan
terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati
dengan mata telanjang.
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya
dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa mempunyai
ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih
kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di
bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis
melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan
hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva
Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel
pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-
garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina dapat
meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai
menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit
dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu
dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur.
Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun
tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.
Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas
selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran
empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam
rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua
puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00)
(Srisasi G et al., 2000).
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang
mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus.
Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali
menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah
dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di
mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu,
jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah
hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat berkembang biak
nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air hujan, bak kamar mandi
atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain.
Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak pada kontainer yang ada
dalam rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu
sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3
bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et
al., 1997).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air
bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang
lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam
perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan
waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva
memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar
dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari,
namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan
kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat
membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat
memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang
melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus
dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-
nyamuk.
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan sekitarnya
pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan Aedes albopictus yang
sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah
misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998).
Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah
termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-
benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya
(Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis yang terletak antara 35 lintang utara dan 35 lintang selatan. Selain itu Aedes aegypti
jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada
ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8C-
37C. Aedes aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).
Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan normalnya
kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters)
yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan
karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat
membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus
sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam
mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan
pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan dengan cara pemeriksaan
tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu diketahui
yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks Breteau
adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang
diperiksa. Indeks Breteau merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk,
sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah
adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase
kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906
memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara
menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula
dengan hasil penelitian Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun
1993 di Afrika Selatan yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai
vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).
D. Patogenitas dbd
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus
DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah
virus DEN 2 (Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam
secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan
arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan
menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau
simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah
Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam
bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit (
Soegijanto S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem
retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di
mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat
juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Precenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik
yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat ini
mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu
terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan
organisme penyebab serta lingkungannya (Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume plasma
menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi
efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat menjelaskan satu
atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan
fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The
Secondary Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena
Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori
Apoptosis (Soegijanto S., 2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor
penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi
pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi
pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan
nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan
melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-kolam
(Soegijanto S., 2004).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras
dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan
beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat
(Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan pekarangannya,
selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M ( Menguras kamar mandi (termasuk
mengganti air untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon air
dan mengubur barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk, termasuk
pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat ditaburkan abate dengan dosis 10
gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun kolam-kolam
ikan di rumah, dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena
abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia maupun ikan. Untuk
mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus rantai penularan penyakit demam berdarah
adalah dengan pelaksanaan PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan
kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan oleh seluruh
masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya satu Rt atau Rw saja, tetapi
telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan demam berdarah akan lebih cepat teratasi.
Sebab jika hanya satu daerah saja yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya
tidak, maka dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun berkunjung
ke daerah yang masih terdapat penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes
aegypti akan tertular demam berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan tersebar luas
kembali.
Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi)
pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan dengan fokus pemberian penyuluhan
kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala. Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru
Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan pemantauan jentik,
pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan. Peran media massa
dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga
ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada khalayak yang cepat
diharapkan masyarakat dan departemen terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan
(surveilans) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang memadai di tingkat
Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al., 2004).
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah
atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak
minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan
cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun
drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah pemberian obat obatan misalnya :
Parasetamol membantu menurunkan demam
Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare
Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu
dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat
di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum
jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi
jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit
darah.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore,
karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di
lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya.
Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan
atau pengendalian vektornya adalah :
2. Pengendalian Kimiawi :
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk dengan cara
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Lingkungan
Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat
perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan
bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan
ini di Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk 3M yaitu dari
kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk.
2. Manupulasi Lingkungan
Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak
menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan
kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala di bidang pertanian.
3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan vektor dan
mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menempatkan dan
memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit,
perlindungan perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap
kontak dengan sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan
buangan lainnya.
4. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan musuh-musuh
alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai
baik mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga
bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan
hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian
hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu pengendalian
secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan
parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu populasi nyamuk.
Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk
yang telah lama digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala
timah. Jenis ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di persawahan.
Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator yaitu jentik nyamuk
Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran
larva nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah
banyak dilakukan dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk. Sebagai contoh
adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti
Bacillus thuringiensis subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia,
Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada serangga vektor dan
menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae
(Neoplectana), Mermithidae (Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat
digunakan untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan
lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam rongga tubuh,
merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax
merupakan contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini masih terbatas pada
daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang pada fase dan
spesies serangga tertentu dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan
bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan vektor
penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging
juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air
pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat
dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
Menguras
Menutup tampungan air, dan
Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara
untuk memberantas DBD.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
Mengatasi perdarahan.
Mencegah keadaan syok.
Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk pada
waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.
B. SARAN
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut,
sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan
lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
2. P e r l u n ya d i ga l a k k a n G e r a k a n 3 M p l u s , tidak hanya bila terjadi wabah tetapi
harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
3. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
4. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.18
PENATALAKSANAAN DAN
PENANGGULANGAN DEMAM
BERDARAH DI PUSKESMAS
Leave a comment
Email : servasiussuwaldussitu@gmail.com
Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kerugian sosial yang terjadi antara lain
karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya
usia harapan penduduk. Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya
pengobatan, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu
sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan
akomodasi selama perawatan penderita. 1
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Hal ini
karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti (penular penyakit DBD) di seluruh pelosok
tanah air, kecuali pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air
laut.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama menyerang anak-anak, namun dalam
beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus DBD pada orang dewasa.
Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi mendadak disertai kebocoran plasma dan pendarahan,
dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah.
Untuk memberantas penyakit ini diperlukan pembinaan peran serta masyarakat yang terus
menerus dalam memberantas nyamuk penularnya dengan cara 3 M yaitu : menguras tempat
penampungan air (TPA), menutup TPA dan mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan. Cara pencegahan tersebut juga dikenal dengan istilah PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk). Upaya memotivasi masyarakat untuk melaksanakan 3M
secara terus menerus telah dan akan dilakukan Pemerintah melalui kerjasama lintas program dan
lintas sektoral termasuk tokoh masyarakat dan swasta. Namun demikian penyakit ini masih terus
endemis dan angka kesakitan cenderung meningkat di berbagai daerah. Oleh karena itu upaya
untuk membatasi angka kematian penyakit ini sangat penting.2
Pembahasan
Epidemiologi DBD
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang
terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang
tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.
Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada
tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang
sangat tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,
yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak
terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis. dan (4)
Peningkatan sarana transportasi.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status
imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus
dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus
dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran
penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate
meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per
100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan
tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap
tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2
Distribusi. Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti, Cina,
Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname. Brasil.
Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan
sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat itu
kira-kira 370.000 kasus dilaporan. 3
Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun 1968,
jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada
tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2006 selama
periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa Barat, Sumatera
Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang, 21 orang
diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun tajam
dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35 kab/kota dengan
jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%).
Faktor Determinan.
1) Agent Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu
serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan Demam Berdarah
Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS pada unitan menurun
menurut frekwensi penyakit yang ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1.
2) Host
yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan dengan meningkat
atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu. Faktor pejamu yang merupakan
faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologi,
kekebalan, penyakit yang diderita sebelumnya dan sifat-sifat manusia.
3) Vektor Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus)
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya
khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum).
Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa.
Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.4
4) Reservoir Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di daerah
perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia Tenggara
dan Afrika Barat. 5) Lingkungan (environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh
luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Secara umum
lingkungan ini dibedakan atas dua macam yakni:
a. Lingkungan fisik. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang
terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya cuaca, musim,
keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat berupa tempat perindukan Ae.
aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi air bersihyang letaknya berdekatan dengan rumah
penduduk (500m) dan udara yang lembab. Tempat perindukan buatan manusia; speerti
tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum,
ban mobil yang terdapat di halaman rumah; juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti
kelopak daun anaman, tempurung kelapa, tinggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat bermacam-
macam. Salah satu di antaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit (environmental reservoir).
Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi
bibit penyakit. 5
Cara Transmisi. Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes aegypti. Ini
adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan aktivitas menggigit
sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Nyamuk
tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier)
tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan, tidak
tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat virus
dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue
akan berada dalam darah manusia selama 1 minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap
virus dengue.
Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah
ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan) yang
kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air
(bak mandi. WC, dsb).
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat
viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat masa demam berakhir, biasanya
berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah
penderita viremia dan tetap infektif selama hidupnya.
Surveilans
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari sistem
pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini penting untuk
mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami kejadian luar
biasa. Daerah itu dapat berupa: rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota,
kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.
Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya
gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat dan asal data (dokter,
rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja, dan lain-lain).
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi tentang
penyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran,
kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama, sosial
ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara
garis besar dapat dilakukan secara: aktif dan pasif.6
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan
di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai
penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang
penelitian sebagai tindak lanjut.
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari
penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara
teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru
penyakit tertentu.6
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi,
saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan dengan penyakit
tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru.
1. Tujuan:
Deteksisecara dini adanya out break atau kasus-kasus yang endemis, sehingga dapat
dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.
Mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya
penularan-penularan atau wabah.
2. Daerah pelaksanaan:
1. Pelaksanaan:
Penemuan penderita.
Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan konfirmasi
laboratorium dari DBD.
o Pelaporan penderita.
o Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu
dilaporkan kepada unit-unit surveillance epidemiologi.
Penelitian wabah. Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan,
maksudnya ialah: 1) Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain atau penderita-
penderita tersangka DBD yang perlu dikonfirmasi laboratorium. 2) Menentukan luas
daerah yang terkena dan luas daerah yang perlu ditanggulangi. 3) Penilaian sumber-
sumber (inventory) mengenai keadaan umum setempat, mengenai fasilitas dan faktor-
faktor yang berperanan penting pada timbulnya wabah. 4) Setiap kasus demam
berdarah/tersangka demam berdarah perlu dilakukan kunjungan rumah oleh petugas
Puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik di rumah kasus tersebut dan 20
rumah di sekelilingnya. Bila terdapat jentik, masyarakat diminta melakukan
pemberantasan sarang nyamuk (Pada umumnya Penyemprotan/fogging, dilaksanakan
oleh Dinas Kesehatan Dati II. Prioritas fogging adalah pada areal dengan kasus-kasus
demam berdarah yang mengelompok, dan yang meninggal).
1. Surveillance vektor Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu Tim Dati II atau
Dati I dalam pelaksanaan surveillance vektor ini.
I. Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai
daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan
wajib tersebut adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan, upaya kesehatan ibu
dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan. Upaya kesehatan wajib
tersebut adalah:
7. Hari ke-1 :
(4) Petechiae (bintik-bintik merah di kulit) pada muka, lengan, paha, perut atau
dada. Kadang-kadang bintik-bintik merah ini hanya sedikit sehingga sering perlu
pemeriksaan yang teliti. Bintik-bintik merah ini mirip dengan bekas gigitan
nyamuk. Untuk membedakannya ranggangkan kulit: bila hilang, bukan demam
berdarah. Untuk melihat adanya petechiae lakukan pemeriksaan dengan
tourniquet (rumpel leede) test. Test positif setelah pemeriksaan tourniquet (rumpel
leede) keluar petechiae di tangan.
(5) Kadang-kadang terjadi perdarahan hidung (mimisan), mulut atau gusi dan
muntah darah atau berak darah. Tanda-tanda dan gejala di atas disebabkan karena
pecahnya pembuluh darah kapiler yang terjadi di semua organ tubuh.
(6) Bila keadaan penyakit menjadi parah, penderita gelisah, berkeringat banyak,
ujung-ujung tangan dan kaki dingin (pre shock).
(7) Bila keadaan (pre-shock) ini berlanjut, maka penderita dapat mengalami shock
(lemah tak berdaya, denyut nadi cepat atau sukar diraba), atau disebut dengan
Dengue Shock Syndrome (DSS), dan bila tidak segera ditolong dapat meninggal.
Keadaan pre-shock dan shock ini disebabkan oleh adanya gangguan pada
pembuluh darah kapiler yang mengakibatkan merembesnya plasma darah keluar
dari pembuluh darah. Selain itu juga oleh karena adanya perdarahan.
Stadium DBD: (WHO, 1997)2
I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
torniquet +
II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun
( 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak
tampak gelisah
IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak teratur
Cara Diagnosis. Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang pertama disertai adanya
thrombocytopenia sudah cukup untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah secara
klinik. Bila kriteria tersebut belum/tidak dipenuhi disebut sebagai suspect Demam
Berdarah. Diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan serologis spesimen akut dan
konvalescen.
Kriteria DBD: 1. Kriteria Klinis: a) demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, terus
menerus selama 2 7 hari, b) manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, petekiia,
akimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau
melena), c) pembesaran hati, d) syok,ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
2. Kriteria Laboratoris: a) trombositopenia 100.000/mm3, dan b) hemokonsentrasi,
dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.2
Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri penderita minum
banyak-banyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b) Beri penderita obat penurun
panas dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita dengan gejala pre-shock harus
dirawat (di rumah sakit/Puskesmas).7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD
dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.
Upaya penanggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun diprogramkan
secara teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit Arbovirosis di Departemen
Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi: 1) Pelatihan
dokter, 2) Pemberantasan vektor dan 3) Penyuluhan kepada masyarakat.
Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia,
maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk
penularnya (vektor). Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa
maupun jentiknya.
Sejak tahun 1989/1990 dilaksanakan pemberantasan DBD secara terpadu, yaitu terdiri
dari penanggulangan fokus, fogging massal sebelum musim penularan dan abatisasi
setiap tiga bulan di kelurahan-kelurahan endemis. Di kelurahan-kelurahan lain dalam
wilayah kecamatan yang sama, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk
melaksanakan PSN DBD. Cara tersebut mulai diterapkan secara intensif pada tahun
1991/1992, namun luas wilayah yang ditanggulangi masih sangat terbatas.
Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di
Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di berbagai
daerah. Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan adalah masih belum
berhasilnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui
Gerakan 3M yang mulai diintensifkan sejak 1992.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD pada tahun
2004 baik selama KLB maupun sesudah KLB dan untuk tahun-tahun yang akan datang
diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pemeriksaan jentik
secara berkala dan terus-menerus serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan
PSN DBD.2
Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan
pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim
penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah
setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam
kegiatan di wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat
Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini
seyogyanya diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.
Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling bertatap muka
satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau setengah lingkaran.
Mulailah dengan memperkenakan diri dan perkenalan semua peserta
Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah dengue, antara lain
bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semua umur terutama anak-anak.
Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan menggunakan
gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik (flipchart) atau leaflet/poster
Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau mengajukan pertanyaan
tentang materi yang dibahas
Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi yang
disampaikan telah dipahami.
Indikator KLB
KLB adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan / kematian dan atau meningkatnya suatu
kejadian atau kesakitan / kematian yang bermakna secara epidemiologi pada sutu
kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Termasuk kejadian kesakitan/kematian
yang disebabkan oleh penyakit menular maupun yang tidak menular dan kejadian
bencana alam yang disertai wabah penyakit.
1. Timbulnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sebelumnya tidak ada
di suatu daerah Tingkat II.
2. Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih dibandingkan
jumlah kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun
sebelumnya.
Fogging tertutup adlah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela ditutup rapat
rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging terbuka
adalah pada saat fogging / pengasapan dilakukan semua pintu dan jendeladibuka lebar
lebar. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging fokus adalah
fogging yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m atau 20
rumah sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi.
Fogging fokus dilakukan setelah penyelidikan epidemiologi positif.
Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya
Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus demam tanpa sebab
jelas
Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus meninggal karena
sakit DBD
i)
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:
Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M plus), seperti:
4. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali
5. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
6. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain misalnya dengan
tanah
7. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat- tempat lain yang dapat
menampung air hujan di pekaranga, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong,
dan lain-lain.
8. Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G,
Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempat- tempat yang sulit dikuras
atau di daerah yang sulit air
9. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk
10. Pasang kawat kasa di rumah
11. Pencahayaan dan ventilasi memadai
12. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah
13. Tidur menggunakan kelambu, dan
14. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan
nyamuk.
Perlindungan perseorangan:7
Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan
dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di toko-toko seperti baygon, raid dan lain
lain.
Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha peniadaan
sarang nyamuk, vas bunga dikosongkan tiap minggu, menguras bak mandi seminggu
sekali yaitu dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut,
tempat-tempat persediaan air agar dikosongkan lebih dahulu sebelum diisi kembali.
Maksudnya agar larva-larva dapat disingkirkan.Dalam usaha jangka panjang untuk
daerah dengan vektor tinggi dan riwayat wabah DBD maka kegiatan Puskesmas
lebih lanjut yaitu: 1) Abatesasi untuk membunuh larva dan nyamuk, dan 2) Fogging
dengan malathion atau fonitrothion.
Cara-cara memeriksa jentik: i) Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-
tempat penampungan air lainnya, ii) Jika tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada
jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk bernapas, iii) Di tempat yang gelap
gunakan senter/battery. iv) Periksa juga vas bunga, tempat minum nurung, kaleng-kaleng,
plastik, ban bekas dan lain-lain. Contoh formulir hasil pemeriksaan jentik
HASILPEMERIKSAAN JENTIK
RT/RW:
desa/kelurahan :
,
20
Petugas Jumantik,
( )
Catatan: Satu lembar formulir di isi untuk kurang lebih 30 KK (kepala keluarga)
Puskesmas
Manajemen Puskesmas9
I. Perencanaan
Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap Puskesmas yakni Promosi
Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga
Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular serta Pengobatan. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan
Puskesmas adalah : a) Menyusun usulan kegiatan, b) Mengajukan usulan kegiatan, dan c)
Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.
Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan Puskesmas
yang telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Langkah-langkah
perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh Puskesmas mencakup
hal-hal sebagai berikut : a) Identifikasi upaya kesehatan pengembangan, b) Menyusun
usulan kegiatan, c) Mengajukan usulan kegiatan, dan d) Menyusun rencana pelaksanaan
kegiatan.
A. Pengorganisasian
Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral. Ada
dua bentuk penggalangan kerjasama yang dapat dilakukan yaitu penggalangan kerjasama
bentuk dua pihak yakni antara dua sektor terkait, misalnya antara puskesmas dengan
sektor tenaga kerja pada waktu menyelenggarakan upaya kesehatan kerja dan
penggalangan kerjasama bentuk banyak pihak yakni antar berbagai sektor terkait,
misalnya antara Puskesmas dengan sektor pendidikan, serta agama, sektor kecamatan
pada waktu menyelenggarakan upaya kesehatan sekolah. Penggalangan kerjasama lintas
sektor ini dapat dilakukan secara langsung yakni antar sektor-sektor terkait dan secara
tidak langsung yakni dengan memanfaatkan pertemuan koordinasi kecamatan.
B. Penyelenggaraan
1. Mengkaji ulang rencana pelaksanan yang telah disusun terutama yang menyangkut
jadwal pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian tugas para
penanggungjawab dan pelaksanaan.
2. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas sesuai dengan rencana
pelaksanaan yang telah disusun. Beban kegiatan Puskesmas harus terbagi habis dan
merata kepda seluruh petugas.
3. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kendali mutu
dan kendali biaya merupakan 2 hal penting dalam penyelenggaraan Puskesmas. Kendali
mutu adalah upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan
terpadu dalam menetapkan masalah yang menyebabkan masalah mutu pelayanan
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menerapkan dan melaksanakan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia serta menilai hasil yang
dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Sedangkan kendali biaya adalah upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan kebijakan dan tatacara
penyelenggaraan upaya kesehatan termasuk pembiayaannya, serta memantau
pelaksanaannya sehingga terjangkau oleh masyarakat.
C. Penilaian
Kegiatan penilaiaan dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang dilakukan
mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Melakukan penilaiaan terhadap penyelenggaraan
kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan
Sumber data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua, berbagai sumber data
lain yang terkait, yang dikumpulkan secara khusus pada akhir tahun Kedua, sumber data
sekunder yakni data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulan. 2) Menyusun saran
peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian serta masalah dan
hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun berikutnya.
1. Pengawasan Pengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan
eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung.
Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan kabupaten/kota serta
berbagai institusi pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek adminstratif,
keuangan dan teknis pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya
penyimpangan, baik terhadap rencana, standar, peraturan perundangudangan maupun
berbagai kewajiban yang berlaku, perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Pemantauan Pelaksanaan7
2) Beberapa Batasan
Dalam pelaksanaan SP2TP ada beberapa batasan tentang istilah yang digunakan untuk
mendapatkan kesamaan pengertian, sehingga pencatatan dilakukan dengan benar dan
sama di seluruh Puskesmas.
(2) Kunjungan Sebagai Kasus. Kunjungan kasus adalah kasus baru + kasus lama +
kunjungan baru + kunjungan lama suatu penyakit.
Kasus baru, adalah new episode of illness, yaitu pernyataan pertama kali seseorang
menderita penyakit tertentu sebagai hasil diagnosa dokter atau tenaga paramedis.
Kasus lama adalah kunjungan Kedua dan seterusnya, dari kasus baru yang belum
dinyatakan sembuh atau kunjungan kasus lama dalam tahun/periode yang sama. Untuk
tahun berikutnya, kasus ini diperhitungkan sebagai kasus baru.
1. Keluarga. Keluarga dalam catatan SP2TP adalah satu kepala keluarga beserta anggotanya
yang terdiri dari isteri, anak-anak (kandung, tiri dan angkat), dan orang lain yang tinggal
dalam satu atap/rumah.
2. Nomor Kode Puskesmas. Pemberian nomor kode Puskesmas/Puskesmas Pembantu
berdasar pada letak geografis dan jenjang administrasi serta peresmian per S.K. Bupati
atas existensinya setelah dibangun.
Pelaksanaan SP2TP
Pelaksanaan SP2TP terdiri dari 3 kegiatan, ialah: a) Pencatatan dengan menggunakan format, b)
Pengiriman laporan dengan menggunakan format secara periodik, dan c) Pengolahan analisis
dan pemanfaatan data/informasi.
a)
Pencatatan Pencatatan dilakukan dalam gedung Puskesmas/Puskesmas Pembantu, yaitu
mengisi:
1)
Family Folder (Kartu Individu dan
Kartu Tanda Pengenal Keluarga); 2)
Buku Register untuk :
Rawat jalan/rawat nginap, Penimbangan, Kohort
lbu, KohortAnak, Persalinan, Laboratorium, Pengamatan penyakit menular, Imunisasi, dan
P.KM.; 3) Kartu Indek Penyakit (Kelompok Penyakit) yang disertai distribusi jenis kelamin,
golongan, umur dan desa; 4) Kartu Perusahaan; 5) Kartu Murid; 6) Sensus harian (Penyakit dan
Kegiatan Puskesmas) untuk mempermudah pembuatan laporan. Petunjuk pengisiannya ada
dalam Buku Pedoman SP2TP.
b) Pelaporan Jenis dan periode laporan sebagai berikut : 1) Bulanan a) Data Kesakitan, b)
Data Kematian, c) Data Operasional (Gizi, Imunisasi dan KIA) & d) Data Manajemen Obat; 2)
Triwulan a) Data kegiatan Puskesmas; 3) Tahunan a) Umum, Fasilitas, b) Sarana & c)
Tenaga.
Alur pengiriman laporan adalah sebagai berikut: 1) Alur pengiriman laporan sampai saat akhir
Pelita V adalah : a) Laporan dari Puskesmas dikirim ke Dinas Kesehatan Tk. II untuk diolah
sesuai dengan petunjuk, dan selanjutnya direkapitulasi, laporan dikirim ke Dinkes Tk. I dan
Departemen Kesehatan c.q. Bagian Informasi Ditjen Pembinaan Kesehatan Masalah, b) Umpan
balik dari Departemen Kesehatan dikirim ke Ka. Kanwil Departemen Kesehatan Propinsi. 2)
Alur pengiriman laporan jangka panjang (mulai Pelita VI) adalah mengikuti jalur jenjang
administratif organisasi. Departemen Kesehatan menerima laporan dari Kantor WHayah
Departemen Kesehatan R.l.
c) Pengolahan,
Analisa dan Pemanfaatan. Pengolahan, analisa dan pemanfaatan data SP2TP dilaksanakan di
tiap jenjang administrasi yang pemanfaatannya disesuaikan dengan tugas dan fungsinya dalam
mengambil keputusan. Di tingkat Puskesmas, untuk tindakan segera serta untuk pemantauan
pelaksanaan program (operative) sebagai early warning system. Pada tingkat Dati II dapat
digunakan untuk pemantauan, pengendalian dan pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan.
Pada tingkat I dapat digunakan juga untuk perencanaan program uan pemberian bantuan yang
diperlukan. Pada tingkat Pusat digunakan dalam pengambilan kebijaksanaan yang diperlukan.
Pemanfaatan data SP2TP Pada hakekatnya data dari SP2TP mempunyai peran ganda, karena:
1. Data tersebut dilaporkan dari Puskesmas untuk kebutuhan administrasi di atasnya, dalam
rangka pembinaan, perencanaan serta penetapan kebijaksanaan.
2. Data tersebut dapat dimanfaatkan oleh Puskesmas sendiri dalam rangka peningkatan
upaya kesehatan Puskesmas, melalui perencanaan (micro planning), penggerakan,
pelaksanaan (mini lokakarya) dan pengawasan, pengendalian, serta penilaian
(stratifikasi). Salah satu komponen dari pengawasan adalah pemantauan yang merupakan
tindak lanjut secara kontinu dari kegiatan program yang dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan serta tindakan (action).
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan unaya kesehatan pengembangan harus menerapkan
azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan Puskesmas tersebut
dikembangkan dari ketiga fungsi Puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya
menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi Puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya
Puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas
penyelenggaraan Puskesmas yang dimaksud adalah:
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang pertama adalah pertanggungjawaban wilayah. Dalam arti
Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat
tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini Puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara
lain sebagai berikut:
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam arti
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif
dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu
dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang
harus dilaksanakan oleh Puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:
1. Upaya Kesehatan Ibu dan anak Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
2. Upaya Pengobatan Posyandu, Pos Obat Desa (POD),
3. Upaya Perbaikan Gizi: Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
4. Upaya Kesehatan Sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka
Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
5. Upaya Kesehatan Lingkungan. Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan (DPKL)
1. Upaya Kesehatan Usia Lanjut: Posyandu Usila, panti wreda
2. Upaya Kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
3. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM)
4. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)
1. Azas Keterpaduan
1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, Gizi,
Promosi Kesehatan, Pengobatan,
2. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan
Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja
dan kesehatan jiwa
3. Puskesmas Keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi
kesehatan, kesehatan gigi
4. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, kesehatan jiwa. promosi
kesehatan
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas. Padahal
Puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan
kesehatannya. Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut
dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas (wajib,
pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah
kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu
strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara
horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua macam
rujukan yang dikenal yakni:
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu
Puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka Puskesmas
tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal
maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan
sederhana, dirujuk ke Puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
1. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi)
dan lain-lain.
2. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
3. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk
melakukan bimbingan tenaga Puskesmas dan atau pun menyelenggarakan pelayanan
medik di Puskesmas.
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu Puskesmas tidak
mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal
upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu
Puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak
mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka Puskesmas wajib merujuknya
ke dinas kesehatan kabupaten/ kota. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga
macam :
1. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat
laboratorium kesehatan, peminjaman alat audiovisual, bantuan obat, vaksin, bahan-
bahan habis pakai dan bahan makanan.
2. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa,
bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan
karena bencana alam.
3. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggungjawab
penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat (antara lain Usaha Kesehatan Sekolah, Usaha Kesehatan Kerja, Usaha
Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas kesehatan
kabupaten/kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila Puskesmas tidak mampu.
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara umum
berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat
pertama (primary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health
services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai
strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan
tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services)
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat
kedua (secondary health services) adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat
rawat inap (in patient services) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat
ketiga (tertiary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kom- plek dan
umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesiahs.
Sistem Rujukan
Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan strata pelayanan
kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu diantaranya dikenal dengan nama sistem rujukan
(referal system). Indonesia juga menganut sistem rujukan ini, sepera yang dapat dilihat dalam
Sistem Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia,
dibedakan atas beberapa strata seperti misalnya rumah sakit yang dibedakan atas beberapa
kelas, mulai dari kelas D pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada tingkat yang
paling atas.11
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan
dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 1972 ialah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan
kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal dalam arti antar unit-unit yang
setingkat kemampuannya.
Adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung-jawab secaratimbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah
kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horisontal, kepada yang lebih kompeten,
terjangkau dan dilakukan secara rasional.
1. Jenis Rujukan:
2. Rujukan medik. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan medik meliputi:11
1. Konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif
dan lain-lain. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
2. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
3. Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat.
3. Rujukan Kesehatan.
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan
atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana dan operasional. Rujukan kesehatan
adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif
dan promotif yang antara lain meliputi bantuan:
1. Survei epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas Kejadian luar biasa atau
berjangkitnya penyakit menular.
2. Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah.
3. Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan
bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masai.
4. Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas
terjadinya bencana alam.
5. Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air
bersih bagi masyarakat umum.
6. Pemeriksaan spesimen air di Laboratorium Kesehatan dan sebagainya.
Hanya saja sesuai dengan UU Pokok Pemerintahan Daerah No. 5 tahun 1974 dimana
tanggung jawab kesehatan berada pada Pemerintah Daerah maka ditingkat pemerintah
daerah juga ditemukan aparat pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang
kesehatan. Aparat yang dimaksud ialah Kantor Dinas Kesehatan Propinsi untuk tingkat
propinsi, Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya untuk tingkat
Kabupaten/Kotamadya serta Kantor Kesehatan Kecamatan untuk tingkat Kecamatan
(masih dalam tahap perencanaan).
Dari uraian yang seperti ini menjadi jelaslah bahwa peranan kantor dalam Sistem
Kesehatan di Indonesia, tidak hanya sebagai pelaksana fungsi administrasi saja, tetapi
juga sebagai pelaksana fungsi pelayanan kesehatan. Dengan perkatan lain Kantor
Departemen Kesehatan dan atau Kantor Dinas Kesehatan yang terdapat di kabupaten juga
bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang dalam hal ini adalah
pelayanan kesehatan masyarakat seperti misalnya mengatasi keadaan wabah yang
terjangkit di wilayah kerjanya.
Tentu mudah dipahami bahwa fungsi pelayanan kesehatan masyarakat yang dimiliki oleh
berbagai kantor ini sifatnya hanya merupakan pelayanan rujukan saja. Sedangkan
sebagai pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat sehari-hari, dipercayakan kepada
PUSKESMAS, yang oleh pemerintah memang didirikan di semua kecamatan di
Indonesia.
Untuk menjamin keserasian kerja, maka dijalinlah hubungan antar berbagai sarana
pelayanan kesehatan yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat ini,
yang secara sederhana dapat dilihat dalam Bagan 3. Hubungan Antar Pelbagai sarana
Pelayanan Kesehatan Masyarakat.11
Dari bagan yang seperti ini jelaslah bahwa kedudukan PUSKESMAS tidak langsung di
bawah Departemen Kesehatan, melainkan di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten yang
merupakan salah satu aparat pemerintah daerah ditingkat Kabupaten/Kotamadya.
Pada saat ini kegiatan PUSKESMAS ada 17 yakni Usaha Pelayanan Rawat Jalan, Usaha
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Usaha Keluarga Berencana, Usaha Kesehatan Gigi, Usaha
Kesehatan Gizi, Usaha Kesehatan Sekolah, Usaha Kesehatan Lingkungan, Usaha
Kesehatan Jiwa, Usaha Pendidikan Kesehatan, Usaha Perawatan Kesehatan Masyarakat,
Usaha Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Usaha Kesehatan Olahraga,
Usaha Kesehatan Lanjut Usia, Usaha Kesehatan Mata, Usaha Kesehatan Kerja, Usaha
Pencatatan dan Pelaporan serta Usaha Laboratorium Kesehatan Masyarakat.
Puskesmas mempunyai wilayah kerja satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan yang
langsung bertanggung-jawab dalam bidang tehnis kesehatan maupun administratif kepada
Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II (Dokabu).
Seringkali masyarakat belum dapat mengenal masalh yang mereka hadapi, dan belum
bisa menentukan prioritas masalah yang perlu ditanggulangi. Kepala Puskesmas beserta
segenap stafnya bekerjasama dengan instansi-instansi lain di tingkat kecamatan, perlu
memberi bimbingan kepada masyarakat untuk mengenal masalahnya dan menentukan
prioritas masalah yang perlu ditanggulangi sesuai dengan kemampuan swadaya mereka
sendiri.
Untuk itu perlu dilakukan pertemuan-pertemuan baik secara individu dengan pemuka
masyarakat, maupun secara kelompok. Pertemuan ini biasanya dilakukan di luar jam
kerja, sore atau malam. Bilamana diperlukan latihan, maka Kepala Puskesmas dan
segenap stalnya harus dapat melayaninya.
Program pemerintah pada saat ini baru bisa menempatkan dokter Puskesmas sebagai
seorang sarjana secara merata di kecamatan-kecamatan. Dengan sendirinya harapan dari
seluruh masyarakat kecamatan adalah untuk mendapatkan manfaat dari keahliannya
dalam bidang kesehatan masyarakat maupun pandangan dan cara berfikir yang luas dan
kreatif dari seorang sarjana. Maka peranan dokter Puskesmas di kecamatan disamping
sebagai pemimpin Puskesmas, juga merupakan tenaga ahli dan pendamping Camat.
Pengertian sistem kesehatan adalah gabungan pengertian sistem dengan pengertian kesehatan.
Untuk ini banyak rumusan pernah disusun. Salah satu diantaranya ialah yang dikemukakan oleh
WHO (1984). Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang komplek dan
saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.
Untuk Indonesia, pengertian tentang sistem kesehatan yang dikenal dengan nama Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No.
99a/Men.Kes/SK/ III/1982.
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
Unsur Sistem. Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang
saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau
elemen tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian,
maka tidak ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau eleman tersebut banyak
macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur saja
yakni:
1. Masukan.
Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.
2. Proses.
Yang dimaksud dengan proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran
yang direncanakan.
3. Keluaran.
Yang dimaksud dengan keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Umpan balik.
Yang dimaksud dengan umpan badik [feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen
yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem
tersebut.
5. Dampak.
Yang dimaksud dengan dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran
suatu sistem.
6. Lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan (environment) adalah dunia di luar
sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap
sistem.
Telah disebutkan bahwa yang terpenting dalam perencanaan adalah yang menyangkut proses
perencanaan (process of planning). Adapun yang dimaksud dengan proses perencanaan di sini
ialah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana. Untuk bidang
kesehatan, langkah- langkah yang sering dipergunakan adalah mengikuti prinsip lingkaran
pemecahan masalah (problem solving cycle). Sebagai langkah pertama dilakukan upaya
menetapkan prioritas masalah (problem priority). Adapun yang dimaksudkan dengan masalah di
sini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan (what is) dengan apa yang semestinya (what
should be).
Ditinjau dari sudut pelaksanaan program kesehatan, penetapan prioritas masalah ini dipandang
amat penting. Paling tidak ada dua alasan yang ditemukan. Pertama, karena terbatasnya sumber
daya yang tersedia, dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena
adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan karena itu tidak perlu semua
masalah diselesaikan.
Cara menetapkan prioritas masalah banyak macamnya. Sebagian lebih mengutamakan institusi,
sebagai lainnya lebih mengandalkan ilham atau petunjuk atasan. Ketiga cara menetapkan
masalah ini, meskipun hasilnya sering tepat, tetapi tidak dianjurkan. Cara menetapkan prioritas
masalah yang dianjurkan adalah memakai teknik kajian data. Untuk dapat menetapkan prioritas
masalah dengan teknik kajian data, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan. Kegiatan yang
dimaksud adalah:
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data. Adapun yang dimaksud dengan
data di sini ialah hasil dari suatu pengukuran dan ataupun pengamatan. Agar data yang
dikumpulkan tersebut dapat menghasilkan kesimpulan tentang prioritas masalah, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yakni:
a.
Jenis data
Jenis data yang harus dikumpulkan banyak macamnya. Sekedar pegangan dapat dipergunakan
pendapat Blum (1976) yang membedakan data kesehatan atas empat macam yakni data tentang
perilaku (behaviour), lingkungan (environment), pelayanan kesehatan (health services) dan
keturunan (heredity). Kumpulkan keempat macam data tersebut.
b. Sumber data
Apabila jenis data yang akan dikumpulkan telah ditetapkan, lanjutkanlah dengan menetapkan
sumber data yang akan dipergunakan. Untuk ini ada tiga sumber data yang dikenal yakni sumber
primer, sumber sekunder dan sumber tertier. Contoh sumber data primer adalah hasil
pemeriksaan atau wawancara langsung dengan masyarakat. Contoh sumber data sekunder adalah
laporan bulanan PUSKESMAS dan Kantor Kecamatan. Sedangkan contoh sumber data tersier
adalaii hasil publikasi badan-badan resmi, seperti Kantor Dinas Statistik, Dinas Kesehatan dan
Kantor Kabupaten. Pilihlah sumber data yang sesuai.
c. Jumlah responden
Jika kemampuan tersedia dengan cukup, kumpulkan data dengan lengkap dalam arti mencakup
seluruh penduduk. Dalam praktek sehari-hari, pengumpulan data secara total ini sulit dilakukan.
Lazimnya diambil data dari sebagian penduduk saja, yang besarnya, karena hanya merupakan
suatu survei diskriptif.
Jika
jumlah sampel telah ditentukan, lanjutkan dengan menetapkan cara pengambilan sampel. Untuk
ini ada empat cara pengambilan sampel yang dikenal, yakni cara simple random sampling,
sistematic random sampling, stratified random sampling dan cluster random sampling. Pilihlah
yang sesuai.
Cara mengumpulkan data ada empat macam yakni wawancara, pemeriksaan, pengamatan
(observasi) serta peranserta (partisipasi). Pilihlah cara pengumpulan data yang sesuai.
Kegiatan kedua yang harus dilakukan ialah mengolah data yang telah dikumpulkan. Adapun
yang dimaksud dengan pengolahan data di sini ialah menyusun data yang tersedia sedemikian
rupa sehingga jelas sifat- sifat yang dimilikinya. Cara pengolahan data secara umum dapat
dibedakan atas tiga macam yakni secara manual, mekanikal serta elektrikal. Pilihlah cara
pengolahan data yang paling dikuasai.
Kegiatan ketiga yang harus dilakukan menyajikan data yang telah diolah. Ada tiga macam cara
penyajian data yang lazim dipergunakan yakni secara tekstular, tabular dan grafikal. Pilihlah cara
penyajian data yang paling tepat.
Hasil penyajian data akan menampilkan berbagai masalah. Apakah berbagai masalah ini perlu
diselesaikan? Tidak perlu. Pertama, karena antar masalah mungkin terdapat keterkaitan. Yang
perlu dilakukan hanya menyelesaikan masalah pokok saja. Masalah lainnya akan selesai dengan
sendirinya. Kedua, karena kemampuan yang dimiliki oleh organisasi selalu bersifat terbatas.
Dalam keadaan yang seperti ini, lanjutkan kegiatan dengan memilih prioritas masalah. Untuk ini
banyak cara pemilihan yang dapat dipergunakan. Cara yang dianjurkan adalah memakai kriteria
yang dituangkan dalam bentuk matriks. Dikenal dengan nama teknik kriteria matrik (criteria
matrix tecnique.)
Kriteria yang dapat dipergunakan banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga
macam:
Berilah nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) untuk setiap kriteria yang
sesuai. Prioritas masalah adalah yang jumlah nilainya paling besar. Secara sederhana pemilihan
prioritas masalah dengan teknik kriteria matriks ini dapat digambarkan dalam Tabel 2. Teknik
Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Masalah11
Apabila prioritas masalah telah berhasil ditetapkan, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
menetapkan prioritas jalan keluar (solution priority). Untuk ini ada beberapa kegiatan pokok
yang harus dilakukan sebagai berikut:
Untuk dapat menyusun alternatif jalan keluar, cobalah berpikir kreatif (creative thinking). Teknik
berpikir kreatif banyak macamnya. Salah satu diantaranya dikenal dengan teknik analogi atau
populer pula dengan sebutan synectic technique. Jika dengan teknik berpikir kreatif masih belum
dapat dihasilkan alternatif jalan keluar, cobalah tempuh langkah-langkah sebagai berikut:
Contoh penyusunan alternatif jalan keluar dengan mempergunakan ketiga langkah ini dapat
dilihat pada Tabel 3. Alternatif Jalan Keluar.11
Apakah semua alternatif jalan keluar yang telah disusun tersebut perlu dilaksanakan? Jika
kemampuan memang dimiliki, apa salahnya. Di- sinilah letak masalahnya. Karena kemampuan
yang dimiliki oleh suatu organisasi selalu bersifat terbatas. Untuk mengatasinya, pilihlah salah
satu dari alternatif jalan keluar yang paling menjanjikan. Pekerjaan ini disebut dengan nama
memilih prioritas jalan keluar. Untuk dapat memiilih prioritas jalan keluar, pelajarilah dengan
seksama berbagai alternatif yang tersedia. Sebelum melakukan pilihan, ada baiknya jika dicoba
padukan dahulu. Siapa tahu berbagai alternatif tersebut sebenarnya hanya merupakan bagian dari
satu paket kegiatan yang sulit dipisahkan.
Apabila keterpaduan tersebut sulit dilakukan, antara lain karena adanya perbedaan antar
alternatif yang terlalu tajam, atau karena keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan program
yang telah dipadukan, barulah dilakukan pilihan. Cara melakukan pilihan prioritas jalan keluar
banyak macamnya. Cara yang dianjurkan adalah memakai teknik kriteria matriks Untuk ini ada
dua kriteria yang lazim dipergunakan Kriteria yang dimaksud adalah.
a. Efektivitas jalan keluar
Tetapkanlah nilai efektivitas (effectivity) untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan
membelikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif) Prioritas jalan
keluar adalah yang nilai efektivitasnya paing tinggi.
Tetapkanlah nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan
memberikan angka 1 (paling tidak efisien) sampai dengan angka 5 (paling efisien). Nilai efisiensi
ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar.
Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut
Hitunglah nilai F (prioritas) untuk setiap alternatif jalan keluar, dengan membagi hasil perkalian
nilai M x I x V dengan nilai C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar
terpilih Contoh pemilihan jalan keluar dengan teknik kriteria matrik dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada contoh di atas, prioritas jalan keluar terpilih adalah C. karena nilai yang dimiliki adalah
paling tinggi.
Kegiatan ketiga yang harus dilakukan pada penetapan prioritas jalan keluar ialah melakukan uji
lapangan untuk prioritas jalan keluar terpilih. Uji lapangan ini dipandang penting, karena sering
ditemukan jalan keluar yang diatas kertas baik, ternyata sulit dilaksanakan.
Selesai melakukan uji lapangan, lanjutkan dengan memperbaiki prioritas jalan keluar, yakni
dengan memanfaatkan berbagai faktor penopang, dan bersamaan dengan itu meniadakan
berbagai faktor penghambat yang ditemukan pada uji lapangan.
Kegiatan terakhir yang harus dilaksanakan pada penetapan prioritas jalan keluar adalah
menyusun uraian rencana prioritas jalan keluar selengkapnya. Untuk ini uraikanlah semua unsur
rencana sebagaimana telah dikemukakan, sehingga dapat dihasilkan suatu rencana yang lengkap