Anda di halaman 1dari 30

DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD)
Dr.ETY PUSPITA
PUSKESMAS PASAR AHAD
NIP.19830919 200901 2 004
KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwr, wb

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah member kekuatan dan

kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu

yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah

ini membahas tentang“PENYAKIT DIARE” dan kiranya makalah ini dapat

meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya

dari penyakit Diare

Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu kita

memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita

Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat

minim,sehingga saran serta kritikan dari semua pihak sangat kami harapkan demi

perbaikan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

PENU
LIS
A. Latar Belakang
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air
yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta
adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi
atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga
dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, itulah kata-kata yang
melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk
dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi
lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya
pengendalian secara kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang
disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan
bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk
bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan
umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak
daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap
nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan
pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-
perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan
tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue
(DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan
di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak
nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi
dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah
penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam
penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan
16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang
bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan
50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih,
terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai
pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi
kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran
plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan
memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes
aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan
pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik
nyamuk..
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD)
telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang
nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas
program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk
pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka
kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh
karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD
tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan
berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang
nyamuk DBD.

A. Perumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan
masalah demam berdarah antara lain :
1. Apasebenarnyapenyakitdemamberdarah denguedanapapenyebabnya?
2.
Bagaimanacarapenularanpenyakitdemamberdarahdansiklushidupvektorpenularpen
yakit DBD?
3. Sepertiapapatogenitas DBD terhadapmanusia?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakitDBD ?
5. Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak mewabah ?
6. Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?

B. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah :
1. Memberipengetahuanmengenaipenyakitdemamberdarah dengue danpenyebabnya.
2. Memberipengetahuantentangcarapenularandanvektorpenyakitdemamberdarah
3. Memberipengetahuantentangpatogenitas DBD
4. Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit demam berdarah.
5. Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam berdarah.
6. Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit demam berdarah
tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertianpenyakitdemamberdarah dengue
(DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan
pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan
tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam
penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai
penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas /
inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai
berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya bintik (ptekie) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (feaces) berupa lendir bercampur
darah (Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit
diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit
kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada
persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

B. Vector penyakitdemamberdarah dengue


1. Klasifikasi vector penyakitdemamberdarah
Aedes aegypti

Klasifikasiilmiah
Kerajaan: Animalia

Filum: Arthropoda

Kelas: Insecta

Ordo: Diptera

Famili: Culicidae

Genus: Aedes

Upagenus: Stegomyia

Spesies: Ae. Aegypti

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus


dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga
merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.
Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh
dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama
(primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran
dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah,
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan
jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa
vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting
dalam penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa
negara lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil
penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar,
1997).

Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya


(Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk
Aedes yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes
rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah
Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera
(WHO, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami
viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi
nyamuk yang infektif maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW.,
1996). Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada
generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak
berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk
membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan
masa tersebut dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
2. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis
putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini.
Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas
sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna
nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan
dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan
betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya
lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk
jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang
lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya.
Nyamuk dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai
bercak-bercak putih keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak
terdapat bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis
lengkung di tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada
thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya
memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan
posisi larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan
menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai
dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain
kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur
tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan
waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).

C. Perilaku dan siklus hidupAedes aegypti


Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina
yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein
yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak
membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun
tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam
atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak
cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka
yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan
baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi
sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan
sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan
perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan
nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang
handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun
tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke
orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan
perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi
ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang
dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun
(sylvan areas).
Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat
berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong
berisi air hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi
air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak
ditemukan berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa
memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina
berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari
suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al., 1997).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan
terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi
larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah
mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa
dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar
dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu
7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak
mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan
dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi
larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk
perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi
nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi
ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih
rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi
menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan
sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan
Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air
alami yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung
kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk
Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan
yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda
yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain
sebagainya (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di
daerah tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang
selatan. Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari
1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di
California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes
aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).
Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi
kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan
menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara
bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti
sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes
aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga
dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting
dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu
daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan
dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada
3 angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan
indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer
yang positif dengan larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks
Breteau merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk,
sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam
masyarakat. Indeks rumah adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes
aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase kontainer yang positif dengan larva
Aedes aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat
untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi
2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung
pula dengan hasil penelitian Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga
penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan yang menyatakan populasi
Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai vektor untuk virus DEN-1 dan
DEN-2 (WHO, 2002).

D. Patogenitasdbd
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus
Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4
serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini
terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering
menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah
virus DEN 2 (Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan
adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada
sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan
biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti
hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di
perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat
asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya
(Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah
dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala
nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto
S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus
berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama virus
Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena
(Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera
bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ.,
1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial
yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada
penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini
merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan
kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang
mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya (Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam
ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan
tekanan darah (Gambar 2.1). Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-
kasus berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi
pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat
menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat
menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa
teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary Heterologous Infection
Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena Antibodi Dependent
Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis
(Soegijanto S., 2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada
pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia.
Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan
pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat
penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan
nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup
yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan
abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-kolam (Soegijanto S., 2004).

E. Cara Pemberantasan Demam Berdarah


Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam
mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas
nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan
menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum
memperlihatkan hasil yang memuaskan. Pencegahan penyakit DBD sangat
tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal
JA., 1997).
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya
sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat minum burung
seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan? air, mengubur
kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah?. Tumpah atau
bocornya air dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat menyebabkan air
menggenang dan menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika
tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang
dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) telah
didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif terhadap
Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan perangkap telur
autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang dikembangkan di
Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada
tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-
lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat memutus rantai
penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging diharapkan jumlah
penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum pelaksanaan fogging
pada masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan tidak berada di
dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang yang sakit harus diajak ke
luar rumah dahulu, selain itu semua ternak juga harus berada di luar. Namun
demikian untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka dalam
pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I
(pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua
ruangan yang ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah
termasuk bayi, anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring
sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan harus
sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II (Operator
swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan dengan
cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup pintu.
Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang lebih satu
jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat terbunuh
semua, dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena malathion bekerja
secara “knoc donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah / pekarangan.
Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging maka fogging
dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan pekarangan milik warga
difogging.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing fog
untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut :
a. Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi larutan
adalah 4 – 5 %.
b. Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan debit
keluaran yang diinginkan.
c. Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d) Kecepatan
berjalan
d. ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit untuk
satu rumah dan halamannya.
e. Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk,
yaitu jam 09.00 – 11.00.
Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan hal-hal di atas
sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil survei jentik
ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk. Jentik tersebut berada di
kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di luar rumah dengan kondisi kurang
bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar mandi yang lain berada di dalam
rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari keramik, namun demikian kamar
mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan yang cukup luas dengan
tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga dimungkinkan nyamuk
berasal dari pekarangan. Bagi penduduk yang kamar mandinya masih ditemukan
jentik, maka pada saat itu juga team yang bertugas langsung memberikan
pengarahan dan penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar
mandinya agar tidak menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat
untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat,
karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes
aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa rumah penduduk masih diketemukan
jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam berdarah masih berlanjut
dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk. Apalagi siklus perubahan jentik
menjadi nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Sehingga
jika di daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah baru maka
dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap lebih efektif
adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang
nyamuk. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,
memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi
setempat (Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan
pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M (
Menguras kamar mandi (termasuk mengganti air untuk minuman burung dan air
dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon air dan mengubur barang-barang
bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk, termasuk pecahan botol dan
potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/
100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun
kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut kalau-
kalau terjadi keracunan karena abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan
aman bagi manusia maupun ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
memutus rantai penularan penyakit demam berdarah adalah dengan pelaksanaan
PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan kembali
dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan oleh seluruh
masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya satu Rt atau
Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan demam
berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja yang
melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak, maka dimungkinkan
orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun berkunjung ke daerah
yang masih terdapat penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes
aegypti akan tertular demam berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan
tersebar luas kembali.
Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan
kembali (revitalisasi) pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan
dengan fokus pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan
jentik berkala. Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan pemantauan jentik,
pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan. Peran
media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai peringatan dini
kepada masyarakat juga ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan
pemberitahuan kepada khalayak yang cepat diharapkan masyarakat dan
departemen terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit
DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang memadai di tingkat
Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al., 2004).

F. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah


Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan
mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam
24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus
(intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun
drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah pemberian obat –
obatan misalnya :
• Parasetamol membantu menurunkan demam
• Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare
• Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin,
tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis
menyarankan kompres dapat di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif
yang umum di kenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun
khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji
kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai
trombosit darah.
G. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi
sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari).
Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling
efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau
pengendalian vektornya adalah :
1. Pengendalian Non Kimiawi :
a. Pada Larva / jentiknyamuk:
1. dilakukandengancaramenjagasanitasi / kebersihanlingkunganyaitupadaumumnya
3M: Mengurasdanmenyikatdindingbakpenampungan air kamarmandi;
karenajentik / larva nyamukdemamberdarah (AedestAegypti)
akanmenempelpadadindingbakpenampungan air setelahdikurasdenganciri-
ciriberwarnakehitam-hitamanpadadinding,
hanyadenganmengurastanpamenyikatdindingmakajentik / larva
nyamukdemamberdarah (AedestAegypti)
tidakakanmatikarenamampuhidupdalamkeadaankeringtanpa air sampaidengan 6
(enam) bulan, jadisetelahdikurasdidingtersebutharusdisikat. Menutuprapat –
rapatbak – bakpenampungan air; yaitusepertigentonguntukpersediaan air minum,
tandon air, sumur yang tidakterpakaikarenanyamukdemamberdarah
(AedestAegypti) mempunyai ethology lebihmenyukai air yang
jernihuntukreproduksinya, Menguburbarang-barang yang
tidakbergunatetapidapatmenyebabkangenangan air yang berlarut-
larutiniharusdihindarikarenasalahsatusasarantempatnyamukuntukbereproduksi.
2. dilakukandengancarapencegahan preventive
yaitumemeliharaikanpadatempatpenampungan air
b. PadaNyamukDewasa :
1. Denganmemasangkasanyamukatau screening yang berfungsiuntukpencegahan
agar nyamukdewasatidakdapatmendekatpadalinkungansekitarkita.
2. Denganmenggunkan Insect Light Killer yaituperangkapuntuknyamuk yang
menggunakanlampusebagaibahanpenariknya (attractan)
danuntukmembunuhnyadenganmengunakanaliranlistrik. Cara
kerjatersebutsamadengan Electric Raket.
2. PengendalianKimiawi :
a. Pada Larva / jentiknyamuk:
Yaitudikakukandenganmenaburkanbubuklarvasidaatau yang
biasadisebutdengan ABATE Untuktempat-tempat air yang
tidakmungkinatausulitdikuras, taburkanbubuk ABATE kedalamgenangan air
tersebutuntukmembunuhjentik-jentiknyamuk. Ulangihalinisetiap 2-3
bulansekali.Selama 3 bulanbilatempatpenampungan air
tersebutakandibersihkan/digantiairnya,
hendaknyajanganmenyikatbagiandalamdindingtempatpenampungan air tersebut
Air yang telahdibubuhi ABATE dengantakaran yang benar,
tidakmembahayakandantetapamanbila air tersebutdiminum
Takaranpenggunaanbubuk ABATE adalahsebagaiberikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram
ABATE
Untukmenakar ABATE digunakansendokmakan. Satusendokmakanperesberisi 10
gram ABATE.

b. PadaNyamukDewasa :
1. Dilakukan Space Treatment :Pengasapan (Fogging) danPengkabutan (Ultra Low
Volume) denganinsectisida yang bersifat knock down
mampunmenekantingkatpopulasinyamukdengancepat.
2. Dilakukan Residual treatment :Penyemprotan (Spraying)
padatempathinggapnyanyamukbiasanyabekisaranantara 0 – 1 meter
diataspermukaanlantaibangunan.
3. Denganmemasangobatnyamukbakarmaupunobantnyamuksemprot yang
siappakaidanbisajugamemakaiobatoles anti nyamuk yang
memberikandayafungsimenolak (repellent) padanyamuk yang akanmendekat.
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk dengan
cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Modifikasi Lingkungan
Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen
agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan,
pengeringan, pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta
pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer dengan
nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup,
menguras dan menimbun berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk.
2. Manipulasi Lingkungan
Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara
yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut
dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala di
bidang pertanian.
3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan
vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan
cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber
nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan (personal
protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan sumber
serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan
lainnya.

4. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan
musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan
pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi
nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh alami yang akan
digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan hasilnyapun lebih
lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian hayati
baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu
pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator,
patogen dan parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu
populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva
nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai
pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis ikan lain
yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di persawahan. Selain
ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator yaitu jentik nyamuk
Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya ( sekitar
4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa negara pemanfaatan
larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan dalam rangkaian usaha
memberantas nyamuk demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk.
Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang bersifat
cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis
subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia, Thelohania)
dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada serangga
vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah cacing Nematoda
seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae (Romanomermis) dan
Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan untuk mengendalikan
populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan lainnya. Nematoda
ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam rongga tubuh,
merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing
Romanomermis culiciforax merupakan contoh yang sudah diproduksi secara
komersial untuk mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini masih
terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya
menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu dan memerlukan dasar
pengetahuan bioekologi yang kuat.
BAB III
KASUS

Identitaspasien
Nama : Tn .R
Umur : 19th
Jeniskelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Sigiran
Anamnesa
KeluhanUtama :Demam
RiwayatPenyakitSekarang :
- PasienmengalamiDemamTinggisejak 3 hari yang lalu,demamtiba-
tibamendadak,tidakturunnaik
- Pasienmengeluhkannyerisendidansakitkepala
- Timbulbintikbintikmerahditangan
- Pasientinggaldipadang,pulangkarenademam
- Gigi berdarahketikamenggosokgigitadipagi
- Sudahberobatkebidanmendapatobat amoxicillin ,paracetamol,neurodex
- Nafsumakanmenurun
- Bakdan BAB Normal

RiwayatPenyakitDahulu : -
RiwayatPenyakitKeluarga: DM dan HT
PemeriksaanFisik
KeadaanUmum :sedangKeadaanSakit : sedang
Vital sign Kesadaran: CM
TekananDarah :90/70 mmhg
FrekuensiNadi : 76 x/menit
FrekuensiNafas: 18 x / menit
Suhu:39° C
Mata :konjungtivatidakanemis,scleratidakikterik
Hidung: T A K
Mulut: T A K
Leher: KgbTidakmembesar,TVJdalambatas normal
Paru-paru :Inspeksi : simetriskiridankanan
Palpasi :stem fremitus kiri=kanan
Perkusi :sonorkedualapanganparu
Auskultasi :vesikuler,suaratambahannegatif
Jantung :
Inspeksi :apekkordistidakterlihat
Palpasi :apekkordistidakkuatangkat
Perkusi :jantungdalambatas normal
Auskultasi :iramasinus,reguler
Abdomen
Inspeksi :peruttidakmembesar
Palpasi :Hepardan lien tidakteraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : peristaltic usus normal
Genitalia :tdkdiperiksa
Ekstremitas :Refleksfisiologisnormal,reflespatologis -

Pemeriksaanpenunjang :Hb 15,8 gr/dl ,leukosit 2500 ul,trombosit 131 000


/ul,LED 3/jam,Ht 48,7 %

Diagnosis Kerja :obsFebrisEcDemamberdarah dengue


Terapi :
-Motivasibnykminum
-cyprofloxacin 2 x 500
-PCT 3 x 500
-B comp 3 x 1
Anjuran :Periksaulangdarahrutinesokhari
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil
kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas
nyamuk yang merupakan vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai
penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan
abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada
tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan
masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
 Menguras
 Menutup tampungan air, dan
 Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat
menjadi cara untuk memberantas DBD.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD
diantaranya yaitu:
 Mengatasi perdarahan.
 Mencegah keadaan syok.
 Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan
nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti
nyamuk.

B. SARAN
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD
tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu
menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
2. P e r l u n ya d i ga l a k k a n G e r a k a n 3 M p l u s , tidak hanya bila terjadi wabah
tetapi harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
3. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
4. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.18

DAFTAR PUSTAKA
 Anonym.
2011.PengendalianNyamuk.http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=9
11&sub=2&view=news. Di aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym.2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi
Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-
nyamuk-dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.
Di aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd.
Di aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym. 2011.Etiologi dan Patogenesis
DBD.http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/. Di
aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia.
http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-
indonesia/. Di aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic HarapanBaru PenanggulanganDBD
http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-
penanggulangan-dbd. Di aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym. 2011. Aedes aegypti.
http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti. Di aksestanggal 23 maret
2012.
 Anonym. 2011. Ciri-CiriNyamuk
PenyebabPenyakitDemamBerdarahhttp://danialonline.wordpress.com/2009/08/07
/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di
aksestanggal 23 maret 2012.
 Anonym. 2011. PenyakitDemamBerdarah Dengue.
http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-
dbd.html. Di aksestanggal 23 maret 2012.
 Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.idDi aksestanggal 23 maret 2012.

Anda mungkin juga menyukai