Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DEMAM BERDARAH DENGUE SERTA CARA PENGENDALIAN


VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

MATA KULIAH :
PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU : ARYANTO PURNOMO, SKM, MKM

DISUSUN
OLEH :
RISSYAMSU SURYA INDRA WAHYUNI
NIM :

POLTEKKES KEMENKES RI
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PONTIANAK
PRODI ALIH JENJANG D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas Berkat dan
Rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul “Demam
Berdarah Dengue Serta Metode Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah
Dengue” dengan tepat waktu.
Makalah ini telah diselesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian
makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat utk kita semua,
terima kasih.

Pontianak, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Tujuan......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Demam Berdarah Dengue.....................................................
B. Faktor Resiko Penularan Demam Berdarah Dengue...............................
C. Cara Pencegahan dan Pemberantasan Deman Berdarah.........................
D. Pengendalian Vektor Nyamuk Aedes Aegypti........................................
E. Mengukur Kepadatan Jentik Nyamuk.....................................................
F. Fase Kehidupan Nyamuk (life cycle)......................................................
G. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah.........................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data
dari seluruh dunia menunjukkan bahwa rata-rata negara di Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization
(WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi
di Asia Tenggara.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu


masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
pertama kali ditemukan di kota Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Sejak itu
penyakit ini menjadi salah satu penyakit endemis di Indonesia. Selama kurun
waktu 1968 sampai 1993 setiap tahun rata-rata 18.000 orang dirawat di rumah
sakit dan 700-750 orang meninggal dunia karena terserang penyakit tersebut
(Depkes RI, 1997). Pada tahun 1998 kasus DBD cendrung mengalami
peningkatan, hal ini terlihat dengan tingginya Insiden Rate (IR) sebesar
35,19/100.000 penduduk. Kemudian pada tahun 1999 angka IR menurun tajam
sebesar 10,17 %, namun pada tahun-tahun berikutnya IR meningkat menjadi
15,99 % pada tahun 2000, 21,66 % pada tahun 2001, 19,24 % pada tahun 2002
dan 23,87 % pada tahun 2003 (Kristina , dkk., 2004).

Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus,


famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam
Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B
Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,

1
famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3,
Den-4. Keempat serotype virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukan bahwa Dengue-3 sangat
berkait dengan kasus Demam Berdarah Dengue berat dan merupakan serotipe
yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1, dan Dengue-4
(Dit. Jen. PP & PL, 2005).

Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari,
gigitan nyamuk itu sendiri lebih dari satu kali. Demam Berdarah hanya
ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti (betina) yang berkembang biak di
dalam air jernih di sekitar rumah, bukan di got / comberan yang berair kotor.
Protein yang terkandung di dalam darah diperlukan oleh nyamuk betina untuk
perkembangbiakan (produksi) telurnya.. Virus dengue penyebab DBD termasuk
famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 mm.

Penyakit DBD dapat menyerang semua umur. Pada awalnya penyakit ini
lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
adanya kecendrungan kenaikan proporsi penderita DBD pada orang dewasa.

B. Tujuan
1. Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan
penyebabnya.
2. Memberi pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam
berdarah
3. Memberikan informasi tentang cara pencegahan dan pemberantasan
penyakit demam berdarah.
4. Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam
berdarah.
5. Memberikan pengetahuan tentang pengendalian Vektor Nyamuk Aedes
Aegypti
6. Memberikan pengetahuan tentang cara mengukur kepadatan jentik nyamuk
7. Memberikan pengetahuan tentang Fase Kehidupan Nyamuk (life cycle).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demam Berdarah Dengue


Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai
dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2‐7 hari, manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis,
melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede) positif, trombositopeni
(jumlah trombosit ≤ 100.000/l, hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit ≥ 20%)
disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).

B. Faktor Resiko Penularan Demam Berdarah Dengue


Beberapa faktor penularan DBD sebagai berikut:
1. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat.
2. Mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi
dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin
terjadinya KLB.
3. Kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat.
4. Pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar.
5. Pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat
penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan. 

C. Cara Pencegahan dan Pemberantasan Deman Berdarah


Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan
pemerintah, antara lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi.
Penyemprotan sebaiknya tidak dipergunakan, kecuali keadaan genting selama
terjadi KLB atau wabah.

3
Upaya yang paling tepat untuk mencegah demam berdarah
adalah membasmi jentik-jentiknya ini dengan cara sebagai berikut : Bersihkan
( kuras ) tempat penyimpanan air (seperti bak mandi/WC, drum dll)
seminggu sekali, Tutuplah kembali tempayan rapat-rapat setelah mengambil
airnya, agar nyamuk Demam berdarah tidak dapat masuk dan bertelur disitu,
Gantilah air di vas bunga dan pot tanaman air setiap hari, Kubur atau buanglah
sampah pada tempatnya, plastik dan barang-barang bekas yang bisa digenangi air
hujan, Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk Abateke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk.  Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu.
Takaran penggunaan bubuk Abate adalah sebagai berikut: untuk 10 liter air cukup
dengan 1 gram bubuk Abate atau 10 gram untuk 100 liter dan seterusnya. Bila
tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan. Satu sendok makan peres
(yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau
menambahnya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi. Takaran tak
perlu tepat betul. (Abate dapat dibeli di apotik-apotik).

D. Pengendalian Vektor Nyamuk Aedes Aegypti


Pengendalian vektor nyamuk Aedes Aegypti ini mengunakan 4 (Empat)
metode yaitu Cold Fogging, Spraying, Thermal Fogging dan Pemasangan Ovitrap
(Hadi,2012).

1. Metode Cold Fogging


Cold Fogging dilakukan di dalam ruangan dengan menggunakan alat
ULV. Mesin ini dioperasikan dengan cara dijinjing dan diangkat memutari
ruangan. Alat ini bekerja menggunakan komponen penghasil aerosol untuk
menyemprot di dalam ruangan. Pada alat tidak ditemukan bagian tajam dan
aman sehingga tidak akan mencelakai operator yang melaksanakan kegiatan
secara normal. Komponen bergerak dan knalpot ditutup dan dilindungi agar
tidak membahayakan operator ketika menggunakan alat tersebut (Sunaryo,
2014). Tombol yang ada pada alat serta tuas terpasang secara tetap pada
mesin dan ada tanda yang jelas untuk tiap tombol pengoperasiannya. Berat

4
alat ketika tangki terisi penuh berkisar tidak lebih dari 20 kg untuk versi
jinjing dan 25 kg untuk model yang terpasang pada rangka model gendong.
Fungsi dari cold fogging sendiri adalah untuk membasmi nyamuk dewasa
yang berada di dalam ruangan (indoor). Cold Fogging akan dilakukan sesuai
permintaan dari pihak atau unit yang membutuhkan. Untuk proses
pelaksanaan cold fogging sendiri dilakukan kurang lebih sekitar 20-25 menit
setelah itu ruangan bisa digunakan kembali secara normal.

2. Metode Spraying (Penyemprotan)


Spraying dilaksanakan di tempat yang dapat penampungan air
seperti saluran pembuangan IPAL, taman, kolam, dan sebagainnya.
Fungsinya untuk membasmi nyamuk dewasa. Alat yang digunakan berupa
nozzle stick dengan tangki berisi zat kimia. Alat tersebut terpasang pada
rangka sehingga aman untuk digendong di bahu belakang operator. Berat
perkiraan tidak lebih dari 25 kg ketika tangki penuh dan pada pengoperasian
normal. Lubang pengisian tangki diameternya tidak lebih dari 90 mm dan
klep tekanan harus terletak diatas alat semprot dan dan mampu membuang
habis tekanan. Tali sandang/ gesper untuk mengangkat alat memiliki lebar 50
mm dan panjang yang bisa dengan mudah diatur minimal memiliki panjang
100 cm. Tali sandang dan pengencangnya harus mampu bertahan pada uji
jatuh. Penyemprotan dilakukan tiga hari sekali dalam seminggu.
Penyemprotan biasanya dilakukan pukul 10.00 WIB dengan waktu
penyemprotan sekitar 30 menit hingga 1 jam.

3. Metode Thermal Fogging


Thermal Fogging dilaksanakan sebulan sekali setiap pertengahan
bulan. Thermal Fogging dilaksanakan sekitar pukul 05.00 WIB. Alat yang
digunakan berupa alat fogging yang menggunakan bahan bakar mesin.
Permukaan yang bias menghasikan panas harus terlindungi secara benar, hal
tersebut dimaksudkan untuk mencegah atau bahkan mengurangi kejadian luka

5
bakar pada operator yang menggunakan alat. Tidak boleh ada bagian tajam
yang dapat mengakibatkan cidera operator pada pemakaian normal. Berat
tangki jika terisi penuh tidak boleh melebihi 20 kg. Lebar tali sandang untuk
mengangkat tidak boleh kurang dari 50 mm pada posisi bahu dan dapat
diukur panjangnya dengan sebuah pengencang sehingga tidak kurang dari
750 mm serta harus memenuhi ketentuan daya serap kurang dari 10% berat
keringnya. Thermal Fogging dilakukan menyeluruh dan menyebar di area
Rumah Sakit. Lama pelaksanaan bisa berjalan sekitar 30 menit hingga 1 jam.
Selama melaksanakan penelitian Thermal Fogging telah dilakukan selama 2
kali dalam sebulan.

4. Metode Ovitrap
Ovitrap adalah sebuah wadah perangkap yang digunakan untuk
merangkap telur dan nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa akan meletakkan
telurnya di permukaan dan di dalam air nantinya telur tersebut kemudian akan
menjadi larva. Telur dan larva tersebut nantinya akan terjebak di jaring dan
tidak mampu keluar dari wadah tersebut. Ovitrap diletakkan di tempat yang
gelap lembab. Tempat yang gelap dan lembab lebih disukai nyamuk untuk
berkembang biak. Agar dapat terkumpul telur nyamuk dalam jumlah relatif
banyak sebaiknya alat ovitrap dipasang pada lokasi dekat tempat perindukan.
Ovitrap akan menarik nyamuk dewasa betina bertelur di dalamnya. Jenis
perangkap harus dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai dengan sifat
bionomik nyamuk yang terdapat pada lokasi penangkapan. Ovitrap akan
memudahkan kita dalam kegiatan pengumpulan telur nyamuk karena kita
tidak perlu menyisir seluruh area tempat perindukan untuk mendapatkan telur
namun kita hanya langsung menuju ovitrap yang telah dipasang. Letakkan
Ovitrap di tempat yang diduga terdapat populasi nyamuk tinggi seperti
tempat yang dekat dengan sumber air dan tempat yang banyak terdapat
barang bekas. Pemasangan Ovitrap biasanya dilaksanakan setiap sebulan
sekali. Pemasangan Ovitrap dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan

6
thermal fogging. Cara membuat Ovitrap sederhana yaitu memotong botol
bekas menjadi 2 bagian, memasang kain kasa pada botol bagian bawah,
menuangkan air bersih ¾ setinggi kasa yang terpasang, meletakkan Ovitrap
di taman dibawah pohon dan di semaksemak. Dalam pembuatan Ovitrap
sebaiknya botol yang digunakan berwarna gelap (bisa menggunakan warna
hitam atau merah). Jika memang tidak memungkinkan botol bewarna putih
tadi bisa ditutup menggunakan kertas berwarna hitam.

E. Mengukur Kepadatan Jentik Nyamuk


Pengamatan terhadap vektor DBD sangat penting untuk mengetahui
penyebaran, kepadatan nyamuk, habitat utama jentik dan dugaan risiko terjadinya
penularan. Data-data tersebut akan dapat digunakan untuk memilih tindakan
pemberantasan vektor yang tepat dan memantau efektifitasnya.
Kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti dapat dketahui dengan
melakukan survey nyamuk, survey penangkapan telur dan survey jentik. Survey
jentik dilakukan dengan cara sebagi berikut :
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b. Memeriksa container yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum,
dan bak penampungan air lainnya jika pada pandangan atau penglihatan
pertama tidak menemukan jentik tunggu kira-kira 0,5-1 menit untuk
memastikan bahwa benar.
c. Memeriksa container yang kecil sepertii vas bunga/pot tanaman, air/botol yang
air keruhnya, airnya perlu dipindahkan ketempat lain. Untuk memeriksa
jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh digunakan senter.

Ada dua cara survey larva/jentik :


1. cara single larva
Survei ini dilakukan dengan mengambil larva disetiap tempat genangan air
yang ditemukan larva untuk diidentifikasi lebih lanjut larvanya.

7
2. secara visual
Survei cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap
tempat genangan air tanpa mengambil larvanya.

Program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah
secara visual. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti adalah sebagai berikut :

a. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa.

HI = Jumlah rumah yang positif jentik X 100 %


Jumlah rumah yang diperiksa

b. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
seluruh kontainer yang diperiksa
CI = Jumlah kontainer yang positif jentik
X 100 %
Jumlah kontainer yang diperiksa

c. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus rumah.
BI = Jumlah kontainer yang positif jentik
X 100 %
100 rumah yang diperiksa

HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Density figure


(DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan gabungan dari HI,
CI, dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel berikut :

8
Tabel 1. Larva Index
Density figure House Index (HI) Container Breteau Index
(DF) Index
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8 - 17 6-9 10 - 19
4 18 - 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 -49
6 38 – 49 21 - 27 50 – 74
7 50 -59 28 - 31 75 – 99
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200

Berdasarkan hasil survei larva kita dapat menentukan density figure.


Density Figure ditentukan setalh menghitung hasil HI, CI, BI kemudian
dibandingkan dengan tabel Larva Index. Apabila angka DF kurang dari 1
menunjukan risiko penularan rendah, 1-5 resiko penularan sedang dan diatas 5
risiko penularan tinggi.

F. Fase Kehidupan Nyamuk (life cycle)


Tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti adalah kontainer air buatan yang
berada di lingkungan perumahan yang banyak ditemukan di dalam rumah dan
sekitar lingkungan perkotaan seperti botol minuman, alas pot bunga, vas bunga,
bak mandi, talang air. Selain itu juga sering ditemukan di lubang pohon,
tempurung kelapa dan lainnya.
Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur-larva-
pupa/kepompong-dewasa. Perkembangan Ae. aegypti dari telur sampai menjadi
nyamuk dewasa memakan waktu sekurang-kurangnya sembilan hari. Telur akan
menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Selanjutnya, larva berubah menjadi
pupa dalam waktu 5 -15 hari. Stadium pupa biasanya berlangsung dua hari, lalu
keluarlah nyamuk dewasa yang siap mengisap darah dan menularkan DBD. Umur
nyamuk dewasa umumnya 2-3 minggu saja.

9
a. Telur
Untuk bertelur, nyamuk betina akan mencari tempat seperti genangan air atau
daun pepohonan yang lembab. Nyamuk betina meletakan telurnya didinding
tempat penampuangan air atau barang-barang yang memungkinkan tergenang
di bawah permukaan air. Telur akan diletakan berpencar (pada nyamuk Aedes
oder Anopheles) atau dijejerkan dalam satu baris (contoh nyamuk Culex) yang
bisa mencapai 100-300 telur.

Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,8 mm, berbentuk oval yang mengapung
satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding
tempat penampungan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dala waktu 2 hari setelah terendam air. Stadium jentik umumnya berlangsung
6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari. Perkembangan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.

10
telur nyamuk

b. Larva (jentik)
Larva adalah mahluk yang hidup di air, meskipun demikian untuk bernafas
larva harus menghirup udara secara langsung. Untuk itu, bagian belakang
tubuhnya dilengkapi dengan semacam pipa panjang hingga menembus
permukaan air. Ukuran larva umumnya 0,5 sampai 1 cm, gerakannya berulang-
ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernafas kemudian turun
kebawah dan seterusnya serta pada waktu istirahat posisinya hampir tegak
lurus dengan permukaan air.

Ciri khas dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada segmen
terakhir, pada corong udara terdapat pecten dan sepasang rambut serta jumbae
akan dijumpai pada corong udara. Pertumbuhan dan perkembangan larva
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yang penting adalah temperatur,
cukup atau tidaknya bahan makanan dan ada tidaknya binatang lain yang
merupakan predator.

11
larva kepalanya dibawah air

bagian belakang larva yang menyerupai pipa

Mikro organisme merupakan makanan larva. Dengan mengerakan mulutnya


yang menyerupai sikat, air dapat dibuat berpusar, sehingga mikro organisme
dapat masuk ke dalam mulutnya. Pada waktu bahaya, larva dapat menyelam
dan berenang di dalam air. Stadium larva tergantung dari jenis nyamuk,
temperatur air dan makanan yang didapatkan. Biasanya 4-6 hari.

d. Pupa
Pupa tidak lagi mensuplai makanan ke dalam tubuhnya (fase istirahat). Pada
stadium ini, pupa bernafas pada permukaan air dengan menggunakan dua
tanduk kecil yang berada pada prothorax. Pupa juga sewaktu bahaya dapat

12
menyelam di dalam air. Stadium ini umumnya berlangsung hingga 5-10 hari,
setelah itu akan keluar dari kepompongnya menjadi nyamuk.

Pupa Aedes aegypti

e. Nyamuk Dewasa
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga
nyamuk mampu terbang mencari mangsa atau darah.
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap dairan tumbuhan atau sari bunga
untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk
betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (bersifat
antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar
jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai nyamuk mengisap
darah sampa telur dikeluarkan biasanya antara 3-4 hari. (satu siklus
gonotropik). Usia nyamuk Ae. agypti biasanya 2-4 minggu.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas
mengigit biasanya mulai pagi sampai sore hari, dengan 2 puncak aktifitas
antara pkll 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. nyamuk Aedes aegypti mempunyai
kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk

13
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau
kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di
tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.

14
G. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan
mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam
24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus
(intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun
drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah pemberian obat –
obatan misalnya: Parasetamol membantu menurunkan demam, Garam elektrolit
(oralit) jika di sertai diare dan Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi
sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak
syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat di lakukan dengan
alkohol. Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum jus
jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis,
akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan
peningkatan nilai trombosit darah.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil
kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas
nyamuk yang merupakan vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai
penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan
abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada
tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan
masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
Menguras, Menutup tampungan air, dan Mengubur barang-barang bekas yang
dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD


diantaranya yaitu : Mengatasi perdarahan, Mencegah keadaan syok, Menambah
cairan tubuh dengan infus. Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara
menghindari gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara
mengoleskan lotion anti nyamuk.

16
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi, dkk. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah


Dengue. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI.
BBTKLPP. 2013. Surveilans Epidemiologi. Terdapat di
http://www.btklsby.go.id/2010/01/ surveilans-epidiomiologi.php. diakses
pada tanggal  6 November 2013.
Chandra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2: 110 –119.
http://www.ejournal.litbang.depkes.go.id. diakses pada Selasa, 5 November
2013.
Health, Public. Surveilens Epidemiologi DBD. http://www.indonesian-
publichealth.com/2013 /02/surveilans-epidemiologi-dbd.html. diakses pada
Selasa, 5 November 2013.
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia. 2003. Pedoman penyelenggaraan
sistem surveilans epidemiologi Penyakit menular dan penyakit tidak menular
terpadu. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Noor, Noor Nasri. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka
Cipta Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Nurhaeni Fadhilla, Syilfa. 2010. Bagaimana Sistem Survailens Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD)?, Tersedia di
www.cilpacubb.blogspot.com/2010/11/bagaimana-sistem-surveilans-
penyakit_26.html diakses pada 7 November 2013 pukul 08.16 WIB.
Sitepu , Frans Yosep. 2010. Evaluasi Dan Implementasi Sistem Surveilans Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Balaba
Vol. 8, No. 01, Jun 2012: 5-
10. http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/article/download/3259/32
55,  diakses Tanggal 6 November 2013.

17
Topik Utama Buletin Jendela Epidemiologi. 2010. Demam Berdarah Dengue di
Indonesia Tahun 1968-2009. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi
Kementrian Kesehatan RI.
Ekalina Atikasari, Lilis Sulistyorini. Departemen esehatan Lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat , Universitas Airlangga.

18

Anda mungkin juga menyukai