Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP

Demam Dengue

Disusun Oleh :

Nama : dr. Wulandari Dj Bumulo


Wahana : RSUD Kota Kotamobagu
Periode : Februari 2020 – November 2020

Dokter Pendamping :
dr. Felicia Halim, Sp.A
dr. Wydia Potabuga
dr. Safri Tegema

RSUD KOTA KOTAMOBAGU


KOTA KOTAMOBAGU
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul “Demam
Dengue” dalam rangka melengkapi persyaratan program internsip periode Februari 2020 –
November 2020 di RSUD Kota Kotamobagu.
Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada
dokter pembimbing yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama
menjalani program internsip dan dalam menyusun tulisan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Kotamobagu, Juli 2020


Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2
2.1 Definisi ......................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ................................................................................................ 2
2.3 Etiologi ......................................................................................................... 2
2.4 Patogenesis ................................................................................................... 4
2.5 Klasifikasi .................................................................................................... 8
2.6 Kriteria Diagnosis........................................................................................ 9
2.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 11
2.8 Tatalaksana .................................................................................................. 15
2.9 Diagnosis Banding........................................................................................ 19
2.10 Komplikasi ................................................................................................. 20
2.11 Prognosis..................................................................................................... 21
BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................................ 22
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-negara tropis
dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.1 Kira-
kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu
pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya
kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan peningkatan sarana
transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi virus dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4,
dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa
syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari
100.000) dan peningkatan hematokrit lebih dari nilai normal .1

2.2 Epidemiologi
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75% dari beban dengue di dunia
antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan
kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Penyakit Demam Berdarah Dengue
merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin
meningkat dan penyebarannya semakin luas.2 Pada tahun 2020 mulai terhitung dari bulan
januari hingga juli, Kementerian Kesehatan RI mencatat sebanyak 71.633 kasus Demam
Berdarah Dengue dengan angka kematian mencapai 459 kasus. 3 provinsi dengan kasus
terbanyak, diantaranya Jawa Barat(10.772), Bali (8.930), dan Jawa Timur (5.948) yang
merupakan provinsi yang berpotensi endemis, dari tahun ke tahun jumlahnya terus tinggi.
Kejadian demam berdarah telah meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam
beberapa dekade terakhir. Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala atau ringan dan
dapat ditangani sendiri, sehingga jumlah sebenarnya kasus dengue tidak dilaporkan. Jumlah
kasus demam berdarah yang dilaporkan kepada WHO meningkat lebih dari 8 kali lipat
selama dua dekade terakhir, dari 505.430 kasus pada tahun 2000, menjadi lebih dari 2,4 juta
pada tahun 2010, dan 4,2 juta pada tahun 2019. Kematian yang dilaporkan antara tahun 2000
dan 2015 meningkat dari 960 menjadi 4032.3

2.3 Etiologi
Infeksi virus dengue disebabkan ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk
Stegomiya aegipty (dahulu disebut Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus (dahulu Aedes
albopictus), yang termasuk dalam genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal.
Genom virus ini dapat ditranslaskan langsung menghasilkan satu rantai polipeptida berupa
3 protein struktural (C=capsid, prM=pre-membrane, dan E=envelope) dan 7 protein non

2
struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Selanjutnya, melalui
aktivitas berbagai enzim, baik yang berasal dari virus maupun dari sel penjamu polipeptida
tersebut membentuk menjadi masing-masing protein. Protein struktural membentuk kapsul
virus, sedangkan protein non struktural tidak ikut membentuk struktur virus. Protein NS1
merupakan satu-satunya protein non struktural yang dapat disekresikan oleh sel pejamu,
sehingga dapat ditemukan dalam darah pejamu sebagai antigen NS1.4
Berdasarkan sifat antigen dikenal ada 4 serotipe virus dengue dengan galur (strain)
atau genotipe yang berbeda yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan galur (strain) yang paling
virulen. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang
lain.4
Transmisi virus tergantung dari faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam faktor
biotik adalah faktor virus, vektor nyamuk, dan penjamu manusia. Saat nyamuk menghisap
darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke dalam tubuh nyamuk,
yaitu 2 hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari demam. Nyamuk kemudian
menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada individu
antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik penjamu. Sedangkan faktor
abiotik adalah suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan.4

3
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes Aegepty
Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti)
- Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
- Hidup di dalam dan di sekitar rumah
- Menggigit/menghisap darah pada siang hari
- Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
- Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah.

2.4. Patofisiologi dan Patogenesis


Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya
virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag.
Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas
antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses diatas menyebabkan terlepasnya
mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi,
otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5

4
Respon Imun Humoral: Infeksi virus
Diperankan oleh limfosit B  menghasilkan antibodi dengue primer
spesifik terhadap virus dengue.
- - Antibodi terhadap protein E berfungsi untuk neutralisasi Antibodi Antibodi
homotropik heterotropik
- - Antibodi terhadap NS1 berfungsi untuk menghancurkan
- sel yang terinfeksi
Non-neutralisasi

Gambar 2.2 Respon Imun Humoral Terhadap Virus Dengue

Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu
teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, sehingga terjadi peningkatan virulensi. Secara umum hipotesis
secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik
terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi
sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat
menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent
enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue
di dalam sel mononuklear. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Perembesan plasma

5
yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti
dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.
Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang
dapat berakibat fatal.5

Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Perembesan Plasma – Syok


pada Demam Berdarah Dengue

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini
juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih

6
cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.5

Gambar 2.4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada Demam Berdarah Dengue

2.5 Klasifikasi

7
Klasifikasi diagnosis dengue menurut World Health Organization (2011)
dikelompokkan menjadi undifferentiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue, dan
expanded dengue syndrome terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestation.6
Gambar 2.5 Klasifikasi Infeksi Virus Dengue

Infeksi virus dengue

Asimtomatik Simtomatik

Undifferentiated Demam Dengue Demam Berdarah Expanded


Fever (sidrom Dengue Dengue
virus) Syndrome

Tanpa Diserta Non syok Dengan syok


perdarahan perdarahan (DSS)

Expanded dengue syndrome


Unusual manifestation dari pasien dengan keterlibatan organ yang parah seperti hati,
ginjal, otak atau jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue semakin banyak
dilaporkan pada DBD dan juga pada pasien dengue yang tidak memiliki bukti kebocoran
plasma. Hal ini dapat dikaitkan dengan koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi dari syok
yang berkepanjangan (prolonged shock). Investigasi mendalam harus dilakukan dalam kasus-
kasus ini. Sebagian besar pasien DBD yang memiliki unusual menifestation adalah hasil dari
syok berkepanjangan dengan kegagalan organ atau pasien dengan komorbiditas atau
koinfeksi.6
Ensefalopati pada kasus yang fatal telah dilaporkan di Indonesia, Malaysia, Myanmar,
India, dan Puerto Riko. Namun, dalam banyak kasus tidak dilakukan otopsi untuk
menyingkirkan perdarahan atau penyumbatan pembuluh darah. Meskipun terbatas, ada
beberapa bukti bahwa kadang-kadang virus dengue dapat melewati sawar darah-otak dan
menyebabkan ensefalitis.6

2.6 Kriteria Diagnosis

8
Temuan klinis
a. Demam: awitan akut, tinggi dan terus-menerus, berlangsung selama dua hingga tujuh
hari dalam banyak kasus.
b. Manifestasi perdarahan berikut termasuk tes tourniquet positif (yang paling umum),
petekie, purpura (di lokasi venepuncture), ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan / atau melena.
c. Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahap penyakit pada 90% -98%
anak-anak.
d. Syok, ditandai dengan takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan denyut nadi lemah
dan tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi dengan adanya kulit
dingin, lembab, dan / atau gelisah.

Rumple-Leed Test (Tes Tornikuet)


- Deteksi fragilitas mikrovaskular
- Cara: Pertahankan manset tensimeter
pada pertengahan sistol dan diastol selama
5 menit. Hasil positif bila terdapat
≥ 10 petekie/1 inch2.

Temuan laboratorium
a. Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau
kurang).
b. Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit ≥20% dari baseline pasien atau populasi pada
usia yang sama.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi,
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Dengan adanya pembesaran hati di
samping dua kriteria klinis pertama menunjukkan DBD sebelum timbulnya kebocoran
plasma. Adanya efusi pleura (rontgen dada atau ultrasonografi) adalah bukti paling
objektif dari kebocoran plasma sementara hipoalbuminaemia memberikan bukti
pendukung. Ini sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut: anemia,
perdarahan hebat, tidak adanya catatan hematokrit awal, kenaikan hematokrit <20%
karena terapi intravena dini. Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan

9
trombositopenia mendukung diagnosis DSS. ESR rendah (<10 mm / jam pertama)
selama syok membedakan DSS dari syok septik.6

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai ≥ 2 tanda : Leukopenia (<5.000/µL)


• Sakit kepala Trombositopenia ringan
• Nyeri retro-orbital (100.000-150.000/µL)
• Mialgia Peningkatan hematokrit
• Artralgia ringan
(5-10%)
Tak ada bukti kebocoran
plasma

DBD I Gejala DD disertai: Trombositopenia


• uji bendung positif (<100.000/µL)
Peningkatan hematokrit
≥20%
Ada tanda kebocoran
plasma

DBD II Gejala DBD derajat I disertai: Trombositopenia


• perdarahan spontan (<100.000/µL)
Peningkatan hematokrit
≥20%
Ada tanda kebocoran
plasma

DBD III Gejala DBD derajat II disertai: Trombositopenia


• kegagalan sirkulasi (<100.000/µL)
(akral dingin, lembab dan Peningkatan hematokrit
gelisah) ≥20%
Ada tanda kebocoran
plasma

DBD IV Syok berat ditandai dengan Trombositopenia


tekanan (<100.000/µL)
darah dan nadi tidak terukur Peningkatan hematokrit
≥20%
Ada tanda kebocoran
plasma

Tabel 2.1 Demam Dengue dan Derajat Demam Berdarah Dengue.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

10
Viremia biasanya terjadi 2-3 hari sebelum timbulnya demam dan berlangsung selama
4-7 hari setelah demam. Selama periode ini, virus dengue, asam nukleat dan antigen virus
yang bersirkulasi dapat dideteksi. Respons antibodi terhadap infeksi ditandai dengan
munculnya berbagai jenis imunoglobulin; IgM dan IgG yang memiliki nilai diagnostic
demam berdarah. Antibodi IgM terdeteksi pada hari ke 3–5 setelah permulaan penyakit,
meningkat dengan cepat sekitar dua minggu dan menurun ke level yang tidak terdeteksi
setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG terdeteksi pada level rendah pada akhir minggu pertama,
meningkat kemudian dan tetap untuk periode yang lebih lama (selama bertahun-tahun).
Selama tahap awal penyakit (hingga enam hari sejak awal penyakit), isolasi virus,
asam nukleat atau deteksi antigen dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi. Pada akhir
fase akut infeksi, tes imunologis adalah metode pilihan untuk diagnosis.
a. Isolasi virus
Isolasi virus dengue dari spesimen klinis memungkinkan asalkan sampel diambil
selama enam hari pertama sakit dan diproses tanpa penundaan. Spesimen yang cocok
untuk isolasi virus meliputi: serum fase akut, plasma atau buffy coat yang dicuci dari
pasien, jaringan otopsi dari kasus fatal (terutama hati, limpa, kelenjar getah bening dan
timus), dan nyamuk yang dikumpulkan dari daerah yang terkena.. Inokulasi serum atau
plasma ke nyamuk adalah metode isolasi virus yang paling sensitif, tetapi kultur sel
nyamuk adalah metode yang paling hemat biaya untuk pengawasan rutin virologi.
b. Deteksi asam nukleat virus
Genom virus dengue, yang terdiri dari asam ribonukleat (RNA), dapat dideteksi
dengan uji reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR). RNA tidak tahan
panas,maka dari itu spesimen yang digunakan harus ditangani dan disimpan sesuai
dengan prosedur untuk isolasi virus.

Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah uji RT-PCR telah dilaporkan untuk mendeteksi
virus dengue. Uji ini menghasilkan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan
dengan isolasi virus dengan waktu yang jauh lebih singkat. Diperlukan laboratorium BSL2
dengan perlengkapan biologi molekuler dan keterampilan yang profesional untuk melakukan
tes ini.Semua pengujian deteksi asam nukleat melibatkan tiga langkah dasar yaitu ekstraksi
dan pemurnian asam nukleat, amplifikasi asam nukleat dan deteksi produk yang diperkuat.

Nested RT-PCR

11
Uji Nested RT-PCR melibatkan penggunaan dengue primer universal yang menargetkan
wilayah C / protein M dari genom virus untuk langkah awal reverse transcripriondan
amplifikasi, diikuti oleh amplifikasi nested PCR yang serotipe-spesifik.

One-Step Multiplex RT-PCR


Uji ini merupakan alternatif untuk nested RT-PCR. Kombinasi empat serotype-
spesifikoligonukleotida primer digunakan dalam langkah reaksi tunggal untuk
mengidentifikasi serotipe.

Real-Time RT-PCR
Uji real-time RT-PCR juga merupakan sistem uji satu langkah menggunakan pasangan
primer dan probe yang spesifik untuk setiap serotipe demam berdarah. Penggunaan probe
fluorescent memungkinkan deteksi reaksiproduk secara real time, di mesin PCR khusus,
tanpa perlu elektroforesis.

Metode Amplifikasi Isotermal


Uji NASBA (amplifikasi asam nukleat berbasis-urutan) adalah uji amplifikasi spesifik
RNA isotermal yang tidak memerlukan instrumentasi siklus termal.
Dibandingkan dengan isolasi virus, sensitivitas metode RT-PCR bervariasi dari 80%
hingga 100% dan tergantung pada lokasi genom yang ditargetkan oleh primer, pendekatan
yang digunakan untuk amplifikasi atau mendeteksi produk PCR serta metode yang digunakan
untuk subtyping. Keuntungan dari teknologi ini termasuk sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi, kemudahan mengidentifikasi serotipe dan deteksi dini infeksi. Namun, uji ini adalah
teknologi mahal yang membutuhkan instrumentasi canggih dan tenaga yang terampil.

c. Deteksi antigen virus


Produkgen NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus dan sangat
penting untuk replikasi dan viabilitas virus. Protein disekresikan oleh sel mamalia tetapi
tidak oleh sel serangga. Antigen NS1 muncul pada hari 1 setelah timbulnya demam dan
menurun ke tingkat yang tidak terdeteksi pada hari ke 5-6. Oleh karena itu, uji
berdasarkan antigen ini dapat digunakan untuk diagnosis dini.
Uji ELISA dan dot blot diarahkan terhadap antigen envelop / membran (EM) dan
protein nonstruktural 1 (NS1) menunjukkan bahwa antigen ini muncul dalam konsentrasi
tinggi pada serum pasien yang terinfeksi virus dengue selama fase klinis awal penyakit

12
dan dapat dideteksi pada pasien dengan infeksi dengue primer dan sekunder hingga
enam hari setelah onsetpenyakit.

d. Respon imunologis dan uji serologis


Uji Hemaglutination-Inhibition (HI)
Uji HI merupakan uji yang paling sering digunakan di masa lalu untuk diagnosis
serologis rutin infeksi dengue. Uji ini sensitif dan mudah dilakukan, hanya
membutuhkan peralatan minimal, dan sangat andal jika dilakukan dengan benar. Karena
antibodi HI bertahan untuk waktu yang lama (hingga 50 tahun atau lebih), uji ini ideal
untuk studi sero-epidemiologi. Kerugian utama dari uji ini adalah kurangnya spesifisitas,
yang membuatnya tidak dapat diandalkan untuk mengidentifikasi serotipe virus yang
menginfeksi. Belakangan ini tidak banyak laboratorium yang melakukan uji ini.

Uji IgM capture enzyme-linked immunosorbent (MAC-ELISA)


MAC-ELISA telah banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Ini adalah uji
sederhana dan cepat yang membutuhkan sedikit peralatan canggih. MAC-ELISA
didasarkan pada pendeteksian antibodi IgM spesifik-dengue dalam serum uji dengan
menangkap mereka dari larutan menggunakan IgM anti-human yang sebelumnya terikat
pada fase padat. Jika serum pasien memiliki antibodi IgM anti-dengue, itu akan
mengikat antigen dengue yang ditambahkan pada step selanjutnya dan dapat dideteksi
dengan penambahan berikutnya dari antibodi anti-dengue berlabel enzim. Enzim-
substrat ditambahkan untuk menghasilkan reaksi warna.
MAC-ELISA sedikit kurang sensitif dibandingkan tes HI untuk mendiagnosis infeksi
dengue. Akan tetapi, ia memiliki keuntungan karena sering hanya membutuhkan satu
sampel darah yang tepat waktu.

IgG ELISA
Indirect IgG ELISA telah dikembangkan dan dibandingkan dengan baik dengan uji
HI. Uji ini juga dapat digunakan untuk membedakan infeksi dengue primer dan
sekunder. Uji ini sederhana dan mudah dilakukan, dan karenanya berguna untuk
pengujian volume tinggi. IgG-ELISA sangat tidak spesifik dan menunjukkan reaktivitas
silang luas yang sama di antara flavivirus dengan tes HI, sehingga tidak dapat digunakan
untuk mengidentifikasi serotipe dengue yang menginfeksi. Tes ini dapat digunakan
secara independen atau dalam kombinasi.

13
Rasio IgG / IgM
Rasio IgM / IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dan infeksi sekunder.
Infeksi virus dengue didefinisikan sebagai primer jika rasio penangkapan IgM / IgG
lebih besar dari 2,6 atau sebagai sekunder jika rasio kurang dari 2,6.

Uji fiksasi komplemen (complement-fixation test)


Fiksasi komplemen atau tes CF tidak banyak digunakan untuk serologi diagnostik
rutin demam berdarah. Hal ini lebih sulit untuk dilakukan dan membutuhkan personel
yang sangat terlatih. Tes CF didasarkan pada prinsip bahwa komplemen dikonsumsi
selama reaksi antigen-antibodi.CF berguna untuk pasien dengan infeksi saat ini, tetapi
memiliki nilai terbatas untuk studi sero-epidemiologis.

Uji netralisasi (neutralization test)


Uji netralisasi adalah uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue yang digunakan untuk menentukan perlindungan imun. Protokol umum yang
digunakan di sebagian besar laboratorium demam berdarah adalah uji netralisasi reduksi
plak pengenceran serum (PRNT). Kerugian utama dari teknik ini adalah biaya dan waktu
yang diperlukan untuk melakukan tes, dan kesulitan teknis yang terlibat karena
memerlukan fasilitas kultur sel. Oleh karena itu, tidak digunakan secara rutin di sebagian
besar laboratorium. Namun, ini sangat bermanfaat dalam pengembangan vaksin dan uji
efikasinya.

e. Tes diagnostic cepat (rapid diagnostic test)


Sejumlah kit komersial uji serologis format cepat untuk antibodi IgM dan IgG anti
dengue telah tersedia dalam beberapa tahun terakhir, beberapa di antaranya dihasilkan
dalam waktu 15 menit. Sayangnya, keakuratan sebagian besar tes ini tidak pasti karena
belum divalidasi dengan benar. RDT dapat menghasilkan hasil positif palsu karena
reaksi silang dengan flavivirus lain, parasit malaria, leptospira dan gangguan kekebalan
tubuh seperti rheumatoid dan lupus.Penting untuk dicatat bahwa kit ini tidak boleh
digunakan dalam pengaturan klinis untuk memandu pengelolaan kasus DD / DBD
karena banyak sampel serum yang diambil dalam lima hari pertama setelah timbulnya
penyakit tidak akan memiliki antibodi IgM yang terdeteksi. Dengan demikian tes akan
memberikan hasil negatif palsu.

14
f. Uji hematologis
Parameter hematologis standar seperti jumlah trombosit dan hematokrit penting dan
merupakan bagian dari diagnosis biologis infeksi dengue. Karena itu, mereka harus
dipantau secara ketat. Trombositopenia, penurunan jumlah trombosit di bawah 100.000
per μl, kadang-kadang dapat diamati pada DD tetapi merupakan gambaran konstan pada
DBD. Trombositopenia biasanya ditemukan antara hari ketiga dan kedelapan penyakit
sering sebelum atau bersamaan dengan perubahan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih (untuk pasien yang sama atau untuk pasien
dengan usia dan jenis kelamin yang sama) dianggap sebagai bukti pasti peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma.6

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan infeksi virus dengue bersifat suportif dan simtomatis. Terapi suportif
berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana.
Indikasi pemberian cairan IV :
- Ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan oral yang memadai atau muntah
- Ketika HCT terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral
- Syok / impending syok.4

Warning signs
 Tidak ada perbaikan klinis atau situasi yang memburuk tepat
sebelum atau selama transisi ke fase afebril atau ketika penyakit
berkembang
 Muntah yang persisten
 Nyeri perut hebat
 Kelesuan dan / atau gelisah, perubahan perilaku yang tiba-tiba
 Pendarahan: epistaksis, tinja hitam, hematemesis, perdarahan
menstruasi berlebihan, urin berwarna gelap (hemoglobinuria) atau
hematuria
 Pusing
 Tangan dan kaki pucat, dingin dan lembab
 Sedikit / tidak ada keluaran urin selama 4-6 jam

a) Tatalaksana Demam Dengue


Pengobatan demam dengue bersifat konservatif/simtomatis, perbanyak intake cairan,
diet tinggi kalori tinggi protein, dan bed rest total.

15
b) Tatalaksana DBD grade I dan II (non-syok)
Tatalaksana yang tepat dan segera mengurangi morbiditas dan mortalitas DBD, terapi
yang berlebihan seperti kelebihan cairan bisa memperparah penyakit. Pengobatan DBD
bersifat suportif dan simtomatis, terapi suportif berupa penggantian cairan yang merupakan
pokok utama dalam tatalaksana DBD.4
- Jenis cairan
Larutan kristaloid isotonik harus digunakan selama periode kritis kecuali pada bayi
yang masih sangat muda <6 bulan di mana NaCl 0,45% dapat digunakan. Larutan koloid
hiper-onkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 atau larutan HES dapat
digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma masif, ditunjukkan dengan nilai
hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberikan caira
kristaloid yang adekuat, atau pada keadaan syok yang tidak teratasi dengan pemberian
bolus cairan kristaloid yang kedua. Cairan koloid iso-onkotik seperti plasma dan
hemaccel kurang efektif.
- Jumlah cairan
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis, dan
temuan laboratorium. Pasien dengan obesitas harus berhati-hati dalam pemberian jumlah
cairan karena mudah terjadi kelebihan cairan. Perhitungan cairan sebaiknya berdasarkan
berat badan ideal.
Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma ≥ 20%, oleh karena itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance) +
perkiraan defisit cairan 5% untuk mempertahankan volume dan sirkulasi intravaskuler
yang “cukup memadai”. Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga
48 jam untuk mereka yang syok. Namun, untuk pasien yang tidak mengalami syok,
durasi terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 hingga
72 jam. Ini karena kelompok pasien yang tidak mengalami syok baru saja memasuki
periode kebocoran plasma sementara pasien syok telah mengalami durasi kebocoran
plasma yang lebih lama sebelum terapi intravena dimulai.4
Secara umum, kadar cairan yang menunjang (oral + IV) adalah tentang maintenance
(untuk satu hari) + defisit 5% (cairan oral dan IV bersamaan), untuk diberikan selama 48
jam. Misalnya, pada anak dengan berat 20 kg, defisit 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000
ml. Pemeliharaannya 1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah
2500 ml. Volume ini akan diberikan lebih dari 48 jam pada pasien non-syok.6

16
- Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan apabila suhu >38 oC dengan interval 4-6
jam. Hindari pemberian aspirin, NSAID dan ibuprofen. Berikan kompres hangat.
- Nutrisi
Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang cukup, terutama cairan
yang mengandung elektrolit.4

c) Tatalaksana syok: DBD grade III


DSS adalah syok hipovolemik yang disebabkan oleh kebocoran plasma dan ditandai
oleh peningkatan resistensi vaskular sistemik, dimanifestasikan oleh tekanan nadi yang
menyempit.6 Fase awal berupa syok terkompensasi dan selanjutnya fase dekompensasi.
Diagnosis dini fase syok terkompensasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan kasus yang sudah jatuh kedalam syok
dekompensasi. Prinsip utama tatalaksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dan
adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
 Berikan oksigen 2-4 L/menit
 Berikan resusitasi cairan dengan kristaloid isotonic secara intravena dengan
jumlah cairan 10 ml/kgbb/jam dalam waktu 1-2 jam. Periksa hematokrit.
 Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7, 5, 3, 1,5 ml/kgbb/jam. Pada umumnya, setelah 24-48 jam pasca
resusitasi, cairan intravena sudah tidak diperlukan.
 Bila syok tidak teratasi, segera periksa ABCS dan lakukan koreksi bila ada
kelainan.
 Apabila hematokrit masih tetap tinggi atau meningkat, berikan bolus larutan
koloid (dextran 40) dengan jumlah cairan 10-20 ml/kgbb dalam waktu 10-20
menit.
 Bila hematokrit turun, pertimbangkan pemberian transfusi whole blood cell 10
ml/kgbb atau packed red cell 5 ml/kgbb.
 Apabila syok teratasi, pertahankan jumlah cairan 10 ml/kgbb/jam selama 1-2
jam, setelah itu jenis cairan diganti menggunakan kristaloid dan jumlah cairan
dapat dikurangi bertahap menjadi 7, 5, 3, 1,5 ml/kgbb/jam. Pada umumnya
dalam waktu 24-48 jam setelah syok teratasi, pemberian cairan intravena
sudah tidak diperlukan lagi.4

17
Pemeriksaan
Singkatan Keterangan
laboratorium
A – Acidosis Analisa gas Indikasi apabila terjadi prolonged shock. Apabila
darah terdapat keterlibatan organ, periksa: fungsi hati dan
BUN, kreatinin
B – Bleeding Hematokrit Apabila hct menurun atau tidak meningkat
dibandingkan sebelumnya, segera periksa golongan
darah untuk persiapan transfusi
C – Calcium Elektrolit, Hipokalsemia terjadi pada hampir semua pasien
Ca++ DBD, namun asimtomatik. Pemberian Ca diperlukan
pada kasus berat atau dengan komplikasi. Dosis 1
mg/kgbb dilarutkan dua kali, diberikan secara iv
perlahan (dapat diulang setiap 6 jam, max. 10 ml)
S –blood Sugar Gula darah, Kasus DBD berat, nafsu makan hilang dan muntah
dextrostix dapat menyebabkan hipoglikemia

d) Tatalaksana prolonged / profound shock: DBD grade IV


Resusitasi cairan awal pada DBD grade 4 harus lebih kuat untuk mengembalikan tekanan
darah dengan cepat dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera mungkin untuk
ABCS dan juga keterlibatan organ.
 Beri oksigen 2-4 L /menit
 Lakukan pemasangan akses vena, apabila dua kali gagal atau selama 2-5 menit,
berikan cairan melalui prosedur intraosseus
 Bolus cairan kristaloid dan / atau koloid 10-20 ml/kgbb dalam waktu 10-20
menit. Pada saat yang sama, usahakan lakukan pemeriksaan ABCS
 Apabila syok teratasi, berikan cairan kristaloid sesuai dengan tatalaksana DBD
grade III
 Apabila syok belum teratasi, periksa ulang hematokrit. Bila hematokrit tetap
tinggi berikan bolus kedua. Koreksi bila ada kelainan ABCS. Bila hematokrit
rendah atau normal dan ditemukan tanda perdarahan massif, berikan transfusi
darah segar (fresh whole blood) dengan dosis 10 ml/kgbb atau fresh packed red
cell dengan dosis 5 ml/kgbb. Bila hematokrit rendah atau turun namun tidak
ditemukan tanda perdarahan, berikan bolus kedua. Bila tidak ada perbaikan,
pertimbangkan transfusi darah.4

Tanda-tanda pemulihan
- Frekuensi nadi, tekanan darah dan frekuensi pernapasan stabil
- Suhu badan normal

18
- Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal
- Nafsu makan membaik
- Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
- Volume urin cukup
- Kadar hematokrit stabil pada kadar basal
- Ruam konvalesen (biasanya gatal) terutama pada ekstremitas, dijumpai pada 20%-
30% kasus

Kriteria pemulangan pasien


- Tidak demam selama minimal 24 jam tanpa penggunaan antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Perbaikan klinis yang jelas
- Volume urin cukup
- Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
- Tidak ada distress pernapasan akibat efusi pleura dan asites
- Jumlah trombosit lebih dari 50.000 / mm3. Apabila masih rendah namun klinis
membaik, pasien diperbolehkan pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas
yang memudahkan trauma selama minimal 1-2 minggu (sampai trombosit normal).
Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain (misalnya idiopatic
trombositopenia purpura), trombosit akan kembali normal dalam waktu 3-5 hari.6

2.9 Diagnosis Banding


a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis
chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh
anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet
positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.

19
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada
hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas
terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP
demam cepat 12 menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder.7

2.10 Komplikasi

Komplikasi dari infeksi dengue berupa :


- Asidosis metabolik
- Imbalance elektrolit
- Efusi pleura dan asites
- Edema pulmonal
- ARDS
- Ko-infeksi dan infeksi nasokomial

2.11 Prognosis

20
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan diberikan,
umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III
dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada
syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik
bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa
umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi
sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.7

BAB III
LAPORAN KASUS

21
PORTOFOLIO KASUS
Nama Peserta : dr. Wulandari Dj Bumulo
Nama Wahana : RSUD Kota Kotamobagu
Topik : Pediatri
Tanggal (kasus) : 20 April 2020
Nama Pasien : An. A.D (Perempuan) No. RM : 082270
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
- dr. Felicia Halim, Sp.A
- dr. Wydia Potabuga
- dr. Safri Tegema
Tempat Presentasi : RSUD Kota Kotamobagu
Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


v
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien datang ke RSUD Kotamobagu dibawa orang tuanya dengan keluhan demam sejak 1 hari
SMRS, demam timbul mendadak, bersifat terus menerus. Muntah sejak 1 hari SMRS. Frekuensi
muntah >5 kali/hari, volume ± 1/8 aqua gelas, isi cairan dan sisa makanan. Pasien malas makan
tetapi masih mau minum. Perdarahan (-). Buang air kecil dalam batas normal.
Tujuan :
 Untuk menegakkan diagnosis
 Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos

LAPORAN KASUS

22
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A.D.R
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17 November 2012
Umur : 7 tahun
Alamat: Tutuyan
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Tanggal masuk rumah sakit : 20 April 2020
Jam masuk rumah sakit : 22.35 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 20 April 2020

2. IDENTITAS ORANGTUA
Nama ayah : Tn. Muhamad Rahmat Amin
Usia :-
Pekerjaan : Karyawan BUMN
Nama ibu : Ny. Handayani Mokodompit
Usia : 32 Tahun
Pekerjaan :-
Telepom/HP : 082296086202

3. ANAMNESIS
Keluhan utama
Demam sejak 1 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD Kotamobagu dibawa orang tuanya dengan keluhan demam
sejak 1 hari SMRS, demam timbul mendadak, bersifat terus menerus. Muntah sejak 1 hari
SMRS. Frekuensi muntah >5 kali/hari, volume ± 1/8 aqua gelas, isi cairan dan sisa makanan.
Pasien malas makan tetapi masih mau minum. Perdarahan (-). Buang air kecil dalam batas
normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

23
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat asma dan
alergi makanan/obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
4. RIWAYAT PERSALINAN DAN IMUNISASI
Pasien lahir normal di rumah sakit dari ibu P1A0, kehamilan cukup bulan, berat lahir
3000 g, panjang badan ibu pasien lupa. Riwayat ANC teratur di dokter spesialis obgyn.
Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
5. RIWAYAT NUTRISI DAN PERKEMBANGAN
a. Riwayat Nutrisi
ASI sampai usia 6 bulan. Asupan makanan sehari dengan kualitas dan kuantitas
makanan cukup
b. Riwayat Perkembangan
• Tengkurap :-
• Duduk :-
• Merangkak :-
• Berdiri :-
• Berjalan :-
• Kesan : tumbuh kembang sesuai usia

6. PEMERIKSAANFISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat badan : 21 kg
Tinggi badan :-
Nadi : 135 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit, reguler, napas cuping hidung (-)
Suhu : 39,3℃ (axilla)

Kepala

24
Rambut : Lurus, kuantitas tebal, warna hitam, distribusi merata, tekstur lembut, tidak mudah
rontok
Kepala : Dismorfik tidak ada, deformitas tidak ada, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada
Wajah : Simetris, bentuk oval, pergerakan involunter tidak ada, massa tidak ada, edema tidak
ada
Mata : Oculi Dextra Sinistra: Konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik
Telinga : Auris Dextra Sinistra: Deformitas tak ada, benjolan tak ada, hiperemis tak ada,
sekret tak ada.
Hidung : Bentuk simetris, pernafasan cuping hidung tidak ada, mukosa tenang, sekret tidak
ada, perdarahan tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa mulut basah, lidah simetris, tonsil T1-T1
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk dan gerak simetris, tidak ada jejas
Pulmo : Inspeksi : Retraksi (-), gerak dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor dikedua hemi thoraks
Auskultasi : Vesikuler, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Cor : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time< 2 detik, edema (-/-)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

25
Tanggal pemeriksaan: 20 April 2020
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
RBC 4.78 1012/l 3.50 – 5.50
MCV 76.4 Fl 75.0 – 100
RDW % 13.0 % 11.0 – 16.0
HCT 36.5 % 35.0 – 55.0
PLT 195 109/l 100 – 400
MPV 7.8 Fl 8.0 – 11.0
WBC 6.700 109/l 3.5 – 10.0
HGB 13.1 g/dl 11.5 – 16.5
MCH 27.3 Pg 25.0 – 35.0
MCHC 35.8 g/dl 31.0 – 38.0
LYM 0.5DB 109/l 0.5 – 5.0
GRAN 5.6DB 109/l 1.2 – 8.0
MID 0.6DB 109/l 0.1 – 1.5
LYM% 8.2DB % 15.0 – 50.0
GRA% 82.9DB % 35.0 – 80.0
MID% 8.9DB % 2.0 – 15.0

8. DIAGNOSA
Observasi febris H1 et causa suspect viral infection dd/ bacterial infection

9. TATALAKSANA
• Pro rawat inap
• IVFD RL 63-64 gtt/m mikro
• Inj. Ondansetron 3x2 mg/8 jam IV
• Paracetamol 3x ½ Tab
• Cefixime syr 2x1 cth
• Dumin rectal 250 mg ekstra (kp)

10. FOLLOW UP

26
Selasa, 21 April 2020
S : Demam, muntah (+)
0:
KU: sedang. Kes: compos mentis
HR 100 x/menit. RR 20 x/menit. T 39,1℃
Kep : Conj.Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Tho : cor : SI-SII reg. Bising (-)
Pulmo : Sp.Ves. Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abd : datar,lemas, BU (+). NT (-). H/L : ttb
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik.
A:
Obs febris H2 et causa suspect viral infection dd/
bacterial infection
P:
IVFD RL 63-64 gtt/m mikro
Inj. Ondansetron 3x2 mg/8 jam IV
Paracetamol 3x250 mg ½ tab
Cefixime syr 2x1 cth
Dumin rectal 250 mg ekstra (kp)
Domperidon syr 3x1 cth

Rabu, 22 April 2020 Pemeriksaan Laboratorium


S : Demam (+), muntah (+) 1x PLT 63
0: HCT 42.3
KU: sedang. Kes: compos mentis HB 14.9
RBC 5.47
HR 114 x/menit. RR 24 x/menit. T 37,6℃
WBC 3.500
Kep : Conj.Anemis -/-, Sklera Ikterik -/- RDW % 13.4
Tho : cor : SI-SII reg. Bising (-) MCV 77.3
Pulmo : Sp.Ves. Ronkhi -/-, Wheezing -/- MCH 27.1
Abd : datar,lemas, BU (+). NTE (+). H/L : ttb MCHC 35.1
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik.
A:
Obat Febris H3 et causa suspect viral infection
dd/ bacterial infection
P:
IVFD RL 63-64 gtt/m mikro
Paracetamol 3x 250 mg ½ Tab
Cefixime syr 2x1 cth
Dumin rectal 250 mg ekstra (kp)
Domperidon syr 3x1 cth
Pro: Widal test, DL kontrol
Kamis, 23 April 2020 Pemeriksaan Laboratorium
S : Nyeri Perut (+) Pukul 07:07:32

27
0:
KU: sedang. Kes: compos mentis PLT 27
HR 122 x/menit. RR 24 x/menit. T 36℃ HCT 49.6
Kep : Conj.Anemis -/-, Sklera Ikterik -/- HB 17.6
Tho : cor : SI-SII reg. Bising (-) RBC 6.51
Pulmo : Sp.Ves. Ronkhi -/-, Wheezing -/- WBC 5.700
Abd : datar, lemas, BU (+). NTE (+). H/L : ttb RDW % 14.0
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik. MCV 76.3
Tanda-tanda perdarahan (-) MCH 27.1
A : Obat Febris H3 et causa susp. Demam Dengue MCHC 35.5
P:
IVFD RL 25 gtt/m makro Anti Dengue : IgG (+), IgM
Inj. Cetriaxone 1 mg/12 jam IV (H1) (+)
Inj.Ranitidin 25 mg/12 jam IV
Antasida syr 3x 1 cth Pukul 22:23:57
Paracetamol 4 x ½ Tab
Psidii syr 4 x C I PLT 12
Pedialyte ad lib HCT 45.3
Dumin rectal 250 mg ekstra (kp) HB 16.6
Domperidon syr 3x1 cth (kp) RBC 6.03
WBC 8.300
Pro: DL kontrol/12 jam RDW % 13.6
IgG, IgM Anti dengue MCV 75.0
MCH 27.5
MCHC 36.7

Jumat, 24 April 2020 Pemeriksaan Laboratorium


S : Nyeri Perut (+) Pukul 08:31:57
0:
KU: sedang. Kes: compos mentis PLT14
HR 110 x/menit. RR 24 x/menit. T 36,3℃ HCT41.6
Kep : Conj.Anemis -/-, Sklera Ikterik -/- HB 15.1
Tho : cor : SI-SII reg. Bising (-) RBC5.55
Pulmo : Sp.Ves. Ronkhi -/-, Wheezing -/- WBC10.600
Abd :datar, lemas, BU (+). NTE (+). H/L : ttb RDW % 13.3
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik. MCV 74.9
A : Demam Dengue MCH 27.3
P: MCHC 36.4
IVFD RL 30 gtt/m makro
Inj. Cetriaxone 1 gr/12 jam IV (H2) Pukul 22:22:41
Inj.Ranitidin 25 mg/12 jam IV

28
Antasida syr 3x 1 cth
Paracetamol 4x ½ Tab
Psidii syr 4x C I
Pedialyte ad lib
Dumin Rectal 250 mg (kp)
PLT15
Domperidon syr 3x1 cth (kp)
HCT 35.0
Cek DR/hari
HB 12.8
RBC4.64
WBC10.100

Sabtu, 25 April 2020 Pemeriksaan Laboratorium


S : Nyeri Perut (+) berkurang, Batuk (+)
0:
KU: sedang. Kes: compos mentis
HR 110 x/menit. RR 24 x/menit. T 36,5℃
Kep : Conj.Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Tho : cor : SI-SII reg. Bising (-)
Pulmo : Sp.Ves. Ronkhi -/-, Wheezing -/- PLT 37
Abd : datar, lemas, BU (+). NTE (+). H/L : ttb HCT 38.4
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik. HB 13.8
A: RBC 5.06
Demam Dengue WBC 8.600
P: RDW % 13.3
IVFD RL 30 gtt/m mikro MCV 76.0
Inj. Cetriaxone 1 gr /12 jam IV (H3) MCH 27.4
Inj.Ranitidin 25 mg/12 jam IV MCHC 36.0
Antasida syr 3x1 cth
Paracetamol 4x ½ Tab
Psidii syr 4x C I
Pedialyte ad lib
Domperidon syr 3x1 cth (kp)
Dumin rectal 250 mg ekstra (kp)
Ambroxol syr 3x ¾ cth

Minggu, 26 April 2020 Pemeriksaan Laboratorium


S:- PLT 50

29
0: HCT 38.9
KU: sedang. Kes: compos mentis HB 13.8
HR: 100 x/menit. RR: 24 x/menit. T: 35,5℃ RBC 5.08
A: WBC 6.400
Demam Dengue RDW % 13.4
P: MCV 76.5
IVFD RL 24ggt/m mikro MCH 27.2
Inj. Cetriaxone 1 mg /12 jam IV MCHC 35.6
Inj.Ranitidin 25 mg/12 jam IV
Antasida syr 3x1 cth
Paracetamol 4x ½ Tab
Psidii syr 4x C I
Oralit ad lib
Domperidon syr 3x1 cth
Ambroxol syr 3x ¾ cth

Sabtu, 27 April 2020 Pemeriksaan Laboratorium


S : Demam (-), nyeri perut (-), batuk (+) PLT 169
0: HCT 39.7
KU: cukup. Kes: compos mentis HB 14.0
HR 109 x/menit. RR 23 x/menit. T 36,2℃ RBC 5.16
Kep : Conj.Anemis -/-, Sklera Ikterik -/- WBC 7.100
Tho : cor : SI-SII reg. Bising (-) RDW % 13.7
Pulmo : Sp.Ves. Ronkhi -/-, Wheezing -/- MCV 76.9
Abd : datar, lemas, BU (+). NT (-). H/L : ttb MCH 27.1
Ext : Akral hangat, CRT < 2 detik. MCHC 35.2
A : Demam Dengue
P:
Cefixime syr 2x1 cth
Psidii syr 4x1 cth
Sanadryl syr 3x1 cth
Paracetamol 3x ½ tab (kp)

Pasien diperbolehkan rawat jalan.

11. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

30
Infeksi virus dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe
1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan
atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit
kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit lebih dari nilai normal.
Dari anamnesis didapatkan An. Usia 7 tahun mengalami demam sejak 1 hari SMRS,
demam timbul mendadak, bersifat terus menerus. Muntah sejak 1 hari SMRS. Frekuensi
muntah >5 kali/hari, volume ± 1/8 aqua gelas, isi cairan dan sisa makanan. Pasien malas
makan tetapi masih mau minum. Perdarahan (-). Buang air kecil dalam batas normal. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 39,3℃ serta terdapat nyeri tekan epigastrium, tidak
dItemukan ruam dan/atau manifestasi perdarahan. Dari pemeiksaan laboratorium didapatkan
hasil trombositopenia < 100.000, hemokonsentrasi < 15%, dan pemeriksaan IgG IgM
Antidengue positif.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium diatas
telah memenuhi kriteria diagnosis demam dengue menurut WHO 2011 sebagaimana
dilampirkan dalam tabel berikut :
DD/ Derajat Gejala Laboratorium
DBD
DD Demam disertai ≥ 2 tanda : Leukopenia (<5.000/µL)
 Sakit kepala Trombositopenia ringan (100.000-
 Nyeri retro-orbital 150.000/µL)
 Mialgia Peningkatan hematokrit ringan (5-10%)
 Artralgia Tak ada bukti kebocoran plasma

DBD I Gejala DD disertai: Trombositopenia (<100.000/µL)


 uji bendung positif Peningkatan hematokrit ≥20%
Ada tanda kebocoran plasma

DBD II Gejala DBD derajat I disertai: Trombositopenia (<100.000/µL)


• perdarahan spontan Peningkatan hematokrit ≥20%
Ada tanda kebocoran plasma

DBD III Gejala DBD derajat II disertai: Trombositopenia (<100.000/µL)


• kegagalan sirkulasi (akral Peningkatan hematokrit ≥20%
dingin, lembab dan gelisah) Ada tanda kebocoran plasma

DBD IV Syok berat ditandai dengan Trombositopenia (<100.000/µL)


tekanan darah dan nadi tidak Peningkatan hematokrit ≥20%
terukur Ada tanda kebocoran plasma

Pengobatan infeksi virus dengue bersifat suportif dan simtomatis. Terapi suportif
berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana, diet tinggi kalori
tinggi protein, bed rest total, dan farmakologi simtomatis.

31
DAFTAR PUSTAKA

32
1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India.
2. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018
3. World Health Organization. 2020
4. Hadinegoro, S.R., Moedjito, I., Chairulfalah, A. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Unit Kerja Koordinasi (UUK) Infeksi dan
Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Hadinegroho, S.R. 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
6. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever
7. Hadinegoro, S.R., Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Lampiran 1

DISKUSI KASUS

33
1. Apa indikasi pemberian cairan intravena pada pasien demam dengue?
Indikasi pemberian cairan intravena pada pasien demam dengue yaitu:
a. Ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan oral yang memadai atau muntah
b. Ketika HCT terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral
c. Syok / impending syok.

2. Apa saja tanda bahaya yang harus diperhatikan pada kasus dengue?
Tanda-tanda bahaya (warning signs), yaitu berupa tidak ada perbaikan klinis atau
situasi yang memburuk tepat sebelum atau selama transisi ke fase afebril atau ketika penyakit
berkembang, Muntah yang persisten, Nyeri perut hebat, Kelesuan dan / atau gelisah,
perubahan perilaku yang tiba-tiba, Pendarahan: epistaksis, tinja hitam, hematemesis,
perdarahan menstruasi berlebihan, urin berwarna gelap (hemoglobinuria) atau hematuria,
pusing, Tangan dan kaki pucat, dingin dan lembab, Sedikit / tidak ada keluaran urin selama 4-
6 jam.

3. Bagaimana patofisiologi terjadinya trombositopenia?


Patofisiologi trombositopenia pada pasien DBD masih merupakan bahan perdebatan,
diantaranya adalah (1) penurunan produksi trombosit; (2) meningkatnya destruksi trombosit;
dan (3) pemakaian jumlah trombosit berlebih. Penurunan produksi terjadi akibat adanya
supresi sumsum tulang. Hal ini dijelaskan dengan ditemukan infeksi virus langsung pada sel
hematopoietik progenitor dan sel stromal, yang mengakibatkan perubahan patologi pada
sistem megakariosit, eritroblast, dan precursor mieloid. Peningkatan destruksi trombosit
akibat reaksi silang antara antibodi virus dengue dengan platelet. Reaksi tersebut
mengaktifkan komplemen yang pada akhirnya meningkatkan lisis platelet. Pasien DBD
mengalami keruskan vascular yang menimbulkan kebocoran plasma sehingga diperlukan
fungsi homeostasis platelet dengan meningkatkan pemakaian dari platelet.

4. Apa saja kriteria pemulangan pasien?

34
Pertama dapat dilihat dari tanda-tanda pemulihan pasien selama perawatan seperti
frekuensi nadi, tekanan darah dan frekuensi pernapasan stabil, suhu badan normal, dan tidak
ada bukti perdarahan eksternal atau internal. Selanjutnya untuk kriteria pemulangan pasien
yaitu:
- Tidak demam selama minimal 24 jam tanpa penggunaan antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Perbaikan klinis yang jelas
- Volume urin cukup
- Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
- Tidak ada distress pernapasan akibat efusi pleura dan asites
- Jumlah trombosit lebih dari 50.000 / mm3. Apabila masih rendah namun klinis
membaik, pasien diperbolehkan pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas
yang memudahkan trauma selama minimal 1-2 minggu (sampai trombosit normal).
Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain (misalnya idiopatic
trombositopenia purpura), trombosit akan kembali normal dalam waktu 3-5 hari.

5. Bagaimana prognosis pasien demam dengue pada kasus?


Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien
saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital
pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan.
Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada DD ataupun DBD hanya dapat
terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus dengue.

Lampiran 2

35
DOKUMENTASI

36

Anda mungkin juga menyukai