Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hidrosefalus telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Saat itu hidrosefalus


dianggap sebagai penyebab epilepsi. Pengobatan hidrosefalus semula dilakukan
dengan mengiris kulit kepala. Baru pada tahun 1879 dilakukan operasi oleh Hilton1.
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS
yangberlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid.
Hidrosefalus kongenital pada umumnya mudah diketahui secara klinik dengan
tanda – tanda yang khas. Sementara itu, hidrosefalus akuisita, terutama pada orang
dewasa dan tua, tidak mudah diketahui secara klinik 1.
Klasifikasi hidrosefalus terbagi berdasarkan gambaran klinik, waktu
pembentukan, proses terbentuknya hidrosefalus, sirkulasi cairan serebrospinal dan
berdasarkan pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal 1.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1.1. Anatomi
Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang
subaraknoid dan vili araknoidea.2
a. Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus.
Pada saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada
daerah mielensefalon selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu
ke-7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal
dan ditutupi oleh sel-sel ependimal.2 Cairan cerebrospinal dibentuk terutama
oleh pelksus koroideus
b. Sistem ventrikulus
1. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara
anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu
anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis menjadi
dasar dari septum pelusida.2
2. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh
hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius
berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii.2
3. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior
(bagian dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan
inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel
3

ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian
superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii.2 Ventrikulus quartus berakhir pada dua
foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di tengah.3
c. Spatium/Ruang Subaraknoid

Gambar 3. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid.2

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings yang terdiri dari tiga
lapisan. Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid dan piamater.2
Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria
cranii, kemudian lapisan kedua adalah araknoid. Dan selaput otak (menings) yang
langsung melekat pada girus otak adalah piamater. Antara araknoid dan piamater
terdapat spatium subaraknoid. Spatium subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri
utama yang memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan
membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.2
d. Granulatio dan vili araknoidea
4

Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting
dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.2

2.1.2. Fisiologi aliran CSS


Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus koroideus yang
terletak di dalam sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis. Sejumlah kecil
cairan tambahan disekresikan oleh permukaan ependim ventrikel dan membran
arakhnoid, dan sebagian kecil berasal dari otak itu sendiri melalui ruang perivaskular
yang mengelilingi pembuluh darah yang masuk kedalam otak.3 Produksi CSS normal
adalah 0,20-0,35 mL / menit; atau sekitar 300-500 ml/hari. Melalui proses
pembentukan, sirkulasi, dan reabsorpsi yang terus-menerus, keseluruhan volume CSS
pada orang dewasa adalah 120 -160 mL.2
Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada ventrikulus
lateralis, mula-mula mengalir kedalam ventrikulus tertius melalui foramen
interventrikular (foramen Monroe), kemudian setelah mendapat sejumlah kecil cairan
dari ventikulus tertius, cairan tersebut mengalir kebawah disepanjang aquaductus sylvii
kedalam ventrikulus quartus, tempat sejumlah kecil cairan ditambahkan. Akhirnya,
cairan ini keluar dari ventrikulus quartus melalui tiga pintu kecil, yaitu dua foramen
5

Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna
yaitu suatu rongga cairan yang terletak dibelakang medula dan dibawah cerebellum.3
Sisterna magna berhubungan dengan ruang subarakhnoid yang mengelilingi
seluruh otak dan medulla spinalis. Hampir seluruh CSS kemudian mengalir keatas dari
sisterna magna melalui ruang subarakhnoid yang mengelilingi cerebrum.dari sini,
cairan mengalir kedalam vili arakhnoidalis yang menjorok kedalam sistem sinus
venosus.3

Gambar 5. Tanda panah memperlihtakan aliran cairan serebrospinal dari


ventrikulus lateralis ke villi arachnoidea.3

2.2. HIDROSEFALUS
6

2.2.1. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terjadi ketidak seimbangan antara produksi, absorbsi, dan
gangguan sirkulasi CSS.1

2.2.2. Epidemiologi
Frekuensi hidrosefalus lebih kurang 2 kasus per 1.000 kelahiran. Frekuensi
hidrosefalus dan spina bifida adalah 9.7% diantara kelainan perkembangan sistem
saraf. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Juga tidak ada perbedaan ras. Pada
remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.1
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas
prekembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, kurang dari
4% akibat tumor fossa posterior.1
Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup
sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak diketahui
secara pasti karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya, Insiden
hidrosefalus adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-
Adams, X-linked hydrocephalus ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki.
Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus.1

2.2.3 Etiologi
Apapun sebab dan faktor resikonya, hidrosefalus terjadi sebagai akibat
obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan produksi CSS. Tempat predileksi
obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvii, foramen Luschka, foramen
7

Magendi dan vili araknoid.1 Hidrosefalus secara umum dapat disebabkan oleh banyak
hal seperti tumor, infeksi, peradangan dan perdarahan.
Obstruksi CSS disebabkan oleh faktor-faktor intraventrikular, ekstraventrikular
dan kelainan kongenital. Faktor intraventrikular meliputi stenosis herediter, stenosis
intraventrikular, ventrikulitis, papiloma pleksus koroideus atau neoplasma lain.1 Faktor
ekstraventrikular meliputi stenosis kompresi akibat tumor dekat ventrikulus, tumor di
fossa posterior atau tumor cerebellum. Kelainan kongenital meliputi malformasi
Arnold-Chairi dan sindrom Dandy Walker.1

2.2.4 Klasifikasi
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain:
1. Bedasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS
a. Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (Gangguan di dalam atau pada sistem
ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel
otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis akuaduktus
Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel
IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang agak jarang ditemukan
sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia
foramen Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang (Eksudat,
infeksi meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam
sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa
posterior).4
b. Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel).
 Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu
menimbulkan blockade villi arachnoid.
 Radang meningeal
8

 Kongenital:
- Perlekatan arachnoid/sisterna karena gangguan pembentukan
- Gangguan pembentukan villi arachnoid
- Papilloma plexus choroideus
2. Bedasarkan etiologi
a. Kongenital
 Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi
atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati adalah sangat
jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles, X-linked
hidrosefalus).
 Malformasi Dandy Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.
Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV
dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh
hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak
adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya
tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan
dengan anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis,
anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
 Malformasi Arnold Chiari
Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang otak
dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol
keluar menuju canalis spinalis
 Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara
normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi
9

karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan


membentuk kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.4
b. Didapat / Akuisita
 Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada selaput
(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika
jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang
subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau
mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
 Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
 Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah
mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis.
Kemungkinan hidrosefalus berkembang disebabkan oleh penyumbatan atau
penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS.
 Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun.
70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa posterior. Jenis
lain dari tumor otak yang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor
intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus
(termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di bagian belakang
otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV.
 Abses / granuloma
 Kista arachnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika
terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan
pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan
berada pada ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid
10

dapat menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat


aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III.4
3. Bedasarkan Gambaran Klinik
a. Hidrosefalus Manifes (overt hydrocephalus) : Hidrosefalus yang tampak
tanda-tanda klinis yang khas
b. Hindrosefalus Tersembunyi (occult hydrocephalus) : Hidrosefalus dengan
ukuran kepala yang normal.1
4. Berdasarkan proses terbentuknya
a. Hidrosefalus Akut : terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau
gangguan absorbsi CSS
b. Hidrosefalus Kronik : apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran
CSS mengalami obstruksi beberapa minggu.1

Hidrosefalus Normotensif

Hidrosefalus yang terjadi tanpa disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial


yang berarti, merupakan suatu tipe hidrosefalus kronik dimana tekanan intracranial
berangsur-angsur berubah stabil dan terjadi pembesaran dari ventrikel otak. Penderita
dengan NPH tidak menunjukkan gejala-gejala klasik dari peninggian tekanan
intracranial seperti sakit kepala, mual, muntah, atau penurunan kesadaran sehingga
sering kali salah terdiagnosis sebagai penyakit Parkinson, Alzheimer, atau degenerative
berhubung sifat kronisnya dan gejala-gejala yang menyertainya.

Kriteria diagnostic klinis yang saat ini dibuat sebagai patokan adalah sindrom
yang terdiri dari trias gejala: gangguan berjalan, demensia (melambatnya daya pikir
dan bereaksi) dan inkontinensia urine.4
11

2.2.5. Patofisiologi
Patogenesis hidrosefalus dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu sebagai berikut:1
a. Bentuk hidrosefalus akut, didasari oleh faktor mekanik. Perdarahan otak,
tumor/infeksi/abses otak, stenosis akuaduktus cerebri Sylvii, hematoma
ekstradural dan edema otak akut akan mengganggu aliran dan absorbsi CSS
sehingga terjadi peningkatan TIK. Akibatnya tekanan intraventrikular
meningkat, sehingga kornu anterior ventrikulus lateral melebar.1
b. Kemudian diikuti oleh pelebaran seluruh ventrikulus lateralis. Dalam waktu
singkat diikuti penipisan lapisan ependim ventrikulus. Hal ini akan
mengakibatkan permeabilitas ventrikulus meningkat sehingga memungkinkan
absorbsi CSS dan akan menimbulkan edema substantia alba di dekatnya.1
c. Apabila peningkatan absorbsi ini dapat mengimbangi produksinya yang
berlebihan maka tekanannya secara bertahap akan menurun sampai normal,
meskipun penderita masih memeperlihatkan tanda-tanda hidrosefalus. Keadaan
demikian ini disebut hidrosefalus tekanan normal. Namun biasanya
peningkatan absorbsi ini gagal mengimbangi kapasitas produksinya. Sehingga
terjadi pelebaran ventrikulus berkelanjutan dengan tekanan yang juga tetap
meningkat.1
d. Hidrosefalus kronik terjadi beberapa minggu setelah aliaran CSS mengalami
sumbatan atau mengalami gangguan absorbsi, apabila sumbatan dapat
dikendalikan atau dihilangkan, tekanan intraventrikular akan menjadi progresif
normotensif karena adanya resorbsi transependimal parenkim paraventrikular.
Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular mengakibatkan sistem
venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliaran darah, sehingga terjadi
hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim (kehilangan lipid dan protein).
Akibat lebih jauh adalah terjadinya dilatasi ventrikulus karena jaringan
periventrikular menjadi atrofi.1

2.2.6. Diagnosis
12

2.2.6.1. Gambaran Klinik


Gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita,
penyebab, lokasi obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala
yang menonjol merupakan refleksi dari peningkatan TIK. Rincian gambaran
klinik adalah sebagai berikut :
1. Neonatus
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun kearah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang
yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum
tampak, sehingga apabila dijumpai gejala-gejala sepeti diatas, perlu dicurigai
hidrosefalus.1
2. Anak umur kurang dari 6 tahun
Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi
peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang muntah di pagi
hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan Visus.
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara
berjalan. Hal ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks
parietal sebagai akaibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang
medial lebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang
khas. Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses
belajar. Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik akan terlihat adanya
labilitas emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi..
Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang dan
padat. Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti tidak ada
hidrosefalus. Pada umur satu tahun, fontanela anterior sudah menutup atau
oleh karena rongga tengkorak yang melebar maka TIK secara relatif akan
mengalami dekompresi.
13

Perkusi pada kepala anak memberi sensai yang khas. Pada hidrosefalus
akan terdengar suara yang sangat mirip dengan suara ketuk pada semangka
masak. Pada anak lebih tua akan terdengar suara kendi retak (cracked-pot).
Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan letak lesi,
sering dijumpai pada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa.
Kadang-kadang terlihat nistagmus dan strabismus. Pada hidrosefalus
yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil1.
3. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara
itu gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang terjadi pada 1/3
kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologi pada umumnya
tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan atau paralisis
nervus abdusens.1
4. Hidrosefalus tekanan normal
Hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan berjalan
dan inkontinensia urin. Hal ini terutama pada penderita dewasa. Gangguan
berjalan dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan pengurangan
ketinggian langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di permukaan jalan
dengan kekuatan yang bervarisasi. Pada saat mata tertutupakan tampak jelas
ketidakstabilan postur tubuh. Tremor dan gangguan gerakan halus jari-jari
tangan akan mengganggu tulisan tangan penderita.1

2.2.6.2. Gambaran Radiologi


a. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala dapat memberikan informasi penting seperti ukuran
tengkorak, tanda peningkatan TIK, massa pada fossa cranii serta kalsifikasi abnormal.
14

Hidrosefalus pada foto polos kepala akan memberikan gambaran ukuran kepala yang
lebih besar dari orang normal, pelebaran sutura, erosi dari sella tursica, gambaran vena-
vena kepala tidak terlihat dan memperlihatkan jarak antara tabula eksterna dan interna
menyempit. Selain itu, untuk kasus yang sudah lama sering ditemukan
gambaran impressiones digitate akibat peningkatan TIK.

Gambar 8. Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus.Tampak kepala yang


membesar kesemua arah. Namun, tidak terlihat vena-vena kepala pada foto
diatas.

b. USG
Pada 6-12 bulan pertama kehidupan, diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan
degan USG. Pada USG akan tampak dilatasi dari ventrikel tetapi USG sangat jarang
digunakan dalam mendiagnosis hidrosefalus.5
15

(a)

(b)

Gambar 9a & b. Foto USG kepala fetus pada trimester ketiga. Tampak dilatasi
bilateral dari kedua ventrikel lateralis (gambar a) dan penipisan jaringan otak
(gambar b).5

c. CT Scan
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari ventrikel.
Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor
16

tersebut. Pada pasien dengan hidrosefalus akan tampak dilatasi dari ventrikel pada foto
CT Scan serta dapat melihat posisi sumbatan yang menyebabkan terjadinya
hidrosefalus. Dengan CT-Scan saja hidrosefalus sudah bisa ditegakkan.

Gambar 10. CT Scan kepala potongan axial pada pasien hifrosefalus, dimana
tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis.

d. MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat adanya
dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari hidrosefalus tersebut. Jika
terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor
17

tersebut. Selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat penipisan dari korpus
kalosum.

Gambar 11. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat


obstruksi pada foramen Luschka dan magendie.Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis dan quartus serta peregangan korpus kalosum.

2.2.7. Diagnosis Banding


Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang hampir
sama dengan holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi cerebri.

1. Holoprosencephaly
Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari jaringan
otak untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat dari
18

holoprosencephaly adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh kelainan


wajah, ventrikel lateralis, septum pelusida dan atrofi nervus optikus. Bentuk
lain dari holoprosencephaly adalah semilobaris holoprosencephaly dimana otak
cenderung untuk berproliferasi menjadi dua hemisfer. Karena terdapat
hubungan antara pembentukan wajah dan proliferasi saraf, maka kelainan pada
wajah biasanya ditemukan pada pasien holoprosencephaly.
2. Hydranencephaly
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi arteri
karotis interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena itu,
sebagian besar dari hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx cerebri
membedakan antara hydranencephaly dengan holoprosencephaly. Jika kejadian
ini muncul lebih dini pada masa kehamilan maka hilangnya jaringan otak juga
semakin besar.
Biasanya korteks serebri tidak terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala
kecil tetapi karena CSS terus di produksi dan tidak diabsorbsi sempurna maka
terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan ukuran kepala bertambah dan
terjadi ruptur dari falx serebri.
3. Atrofi Serebri
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan
dilatasi ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan sebagai
hilangnya sel atau jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai
hilangnya jaringan otak (neuron dan sambungan antarneuron). Biasanya
disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti multiple sklerosis, korea
huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul tergantung pada bagian otak
yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak
meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.

2.2.8. Pengobatan
19

a. Secara Medikamentosa:
 Pengobatan dengan farmakologi dilakukan untuk menunda operasi. Biasa
dilakukan pada bayi premature dengan hidrosefalus post perdarahan.
 Pengobatan dengan farmakologi tidak efektif untuk jangka waktu yang
lama.
 Pengobatan secara farmakologi bekerja dengan mengurangi produksi CSS
(Acetazolamide atau furosemide) dan meningkatkan penyerapan CSS.
 Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi tidak
memerlukan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50
mg/kgBB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretik dan
kortikosteroid dapat diberikan walaupun hasinya kurang memuaskan.1
b. Operasi
Operasi merupakan terapi yang banyak dilakukan pada kebanyakan
orang. Hanya 25% pasien dapat diobati tanpa melakukan shunt. Operasi berupa
upaya menghubungkan ventrikulus otak dengan rongga peritoneal, yang
disebut ventriculo-peritoneal shunt. Tindakan ini pada umumnya ditujukan
untuk hidrosefalus non-komunikans dan hidrosefalus yang progresif.
Pasien dengan hidrosefalus komunikans, termasuk orang dewasa
hidrosefalus tekanan normal, terutama diobati dengan operasi shunt. Tujuan
dari shunt pada pasien hidrosefalus adalah untuk mengalihkan aliran CSS ke
daerah lain dari tubuh, di mana ia dapat diserap. Tekanan intrakranial ini untuk
kembali ke tingkat normal dan meningkatkan gejala klinis. Prosedur ini
melibatkan menempatkan kateter proksimal dalam ventrikel melalui otak atau
ruang subaraknoid lumbal, untuk mengalirkan CSS. Kateter ini terhubung ke
satu arah katup yang mengontrol CSS drainase dan biasanya ditempatkan
terhadap tengkorak, di bawah kulit. Cairan kemudian mengalir melalui kateter
distal yang mengumpulkan kelebihan cairan dan mengalir ke dalam rongga
20

peritoneum (shunt ventriculoperitoneal), atrium kanan (shunt ventriculoatrial),


atau rongga pleura.

2.2.9. Prognosis
A. Kelangsungan Hidup
Prognosis atau keberlangsungan penyakit sangat ditentukan oleh adanya
kelainan neural dan ekstraneural yang menetap. Pada sebagaian besar kasus, 50
% kasus meninggal saat masih dalam uterus atau dilakukan terminasi pada
kehamilan karena adanya ketidak normalan yang terdeteksi. Dan 50% sisanya
berkembang menjadi ventricolomegaly yang progresif1.
B. Kelangsungan Organ
Pada anak-anak dengan hidrosefalus terjadi peningkatan ketidakmampuan
mental dan kognitif. Kemampuan atau pengetahuan umum sangat berkurang
bila dibandingkan dengan populasi anak-anak pada umumnya, kebanyakan
anak mengalami keterbelakangan mental, verbal dan ingatan. Selain itu juga
menyebabkan kelainan pada mata1.

2.3 HERNIASI SEREBRAL/HERNIASI OTAK


21

2.3.1 Definisi

Herniasi atau juga dikenali sebagai ‘cistern obliteration’ adalah kondisi medis
yang sangat berbahaya dimana adanya peningkatan tekanan intracranial yang dapat
menyebabkan pergeseran dari jaringan otak menuju ke area yang lebih rendah tekanan
intrakranialnya. Dalam beberapa kasus, herniasi dapat diobati, tetapi dalam kasus lain
hal ini pada akhirnya menyebabkan koma atau kematian6

2.3.2 Epidemiologi

Insidens terjadinya hernia otak adalah berdasarkan insidens dari penyebab


hernia itu sendiri.Di Amerik, sebanyak 42% kasus dilaporkan pada tahun 2000-2003.
Di Asia, insidensi terjadinya hernia otak malah lebih tinggi yaitu 76,3% pada tahun
2002. Tingginya angka kejadian ini disebabkan oleh tingginya insidens trauma kapitis
dan tumor otak di Asia. Dari salah satu sumber penelitian pada tahun 1999,
mendapatkan bahwa tingginya angka kejadian hernia otak disebabkan oleh penanganan
peningkatan tekanan intracranial yang lambat dan kurang adekuat.6

2.3.3 Etiologi

Hernia otak terjadi apabila ada sesuatu di dalam otak yang mendorong jaringan
otak. Termasuklah edema otak akibat dari trauma kapitis. Hernia otak sering
disebabkan adanya tumor dalam otak termasuklah tumor otak yang bermetastasis dan
tumor otak primer. Selain itu, hernia otak juga bisa terjadi akibat dari7

 Abses otak
 Adanya perdarahan dalam otak
 Hidrosefalus (akumulasi cairan dalam otak) serta
 Stroke yang menyebabkan edema otak.

Hernia otak sendiri juga sering menyebabkan strok masif. Hal ini menyebabkan
suplai darah yang berkurang pada bagian otak tertentu dan kompresi pada struktur vital
22

yang mengontrol pernapasan dan sirkulasi. Hal ini akan menyebabkan kematian atau
kematian otak. Walau bagaimanapun penyebab tersering dari hernia otak adalah akibat
adanya tekanan massa dalam otak yang mendorong otak itu sendiri.8

2.3.4 Klasifikasi

Gambar 11 : 1) Hernia singulata dimana otak terjepit di bawah falx serebri. 2) Herniasi
batang otak ke caudal. 3) Herniasi uncus dangirus hippocampal kedalam celah
tentorium. 4) Herniasi tonsil serebellar ke dalam foramen magnum.6

Otak dapat ditekan ke struktur seperti falx serebri, tentorium serebelli, dan bahkan
melalui lubang yang disebut foramen magnum di dasar tengkorak melalui sumsum
tulang belakang berhubungan dengan otak.
Ada dua kelompok utama herniasi: supratentorial dan infratentorial.
23

Herniasi Supratentorial adalah struktur biasanya terdapat di atas pakik tentorial


sedangkan infratentorial adalah struktur di bawahnya.7,9
• Supratentorial herniasi :
1. Uncal
2. Central (transtentorial)
3. Cingulate (subfalcine)
4. Transcalvarial
• Infratentorial herniasi :
1. Upward (upward cerebellar or upward transtentorial)
2. Tonsillar (downward cerebellar

1. Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal terjadi pergeseran aspek median lobus temporal otak
melalui tentorium sehingga dengan demikian dapat menekan batang otak bagian atas.
Uncus juga dapat menekan saraf kranial ketiga, yang dapat mengganggu input
parasimpatis mata pada sisi dari saraf yang terkena sehingga menyebabkanpupil mata
mengalami dilatasi dan gagal untuk konstriksi pada tes respon cahaya.
Dilatasi pupil sering menunjukkan adanya kompresi pada saraf kranial III yang
disebabkan oleh karena hilangnya persarafan untuk semua pergerakan otot mata
kecuali untuk rektus lateral (diinnervasi oleh VI saraf kranial) dan oblik superior
(diinnervasi oleh saraf kranial IV). 6,8,9
Kompresi pada arteri serebral posterior ipsilateral akan mengakibatkan iskemia
dari korteks vsual primer ipsilateral dan defisit lapangan pandang kontralateral pada
kedua mata (kontralateral hemianopia homonymous).
Temuan penting lainnya adalah False localizing sign, yang disebabkan karena
adanya kompresi dari otak kruris kontralateral yang terdiri dari descending
corticospinal dan beberapa serat kortikobulbar. Hal ini dapat menyebabkan
hemiparesis ipsilateral pada sisi yang sama dengan herniasi. Karena traktus
kortikospinal secara dominan menginervasi otot flexor, ekstensi dari kaki dapat
24

dijumpai. Dengan adanya peningkatan tekanan dan perkembangan hernia akan


menyebabkan adanya distorsi dari batang otak yang menyebabkan perdarahan Duret,
yaitu robekan pada pembuluh darah kecil di parenkim seperti pada bagian median dan
zona paramedian dari mesencephalon dan pons.
Gangguan pada batang otak dapat menyebabkan postur dekortikasi, depresi
pusat pernapasan dan kematian. Kemungkinan lain yang dihasilkan dari distorsi batang
otak meliputi kelesuan, denyut jantung lambat, dan pelebaran pupil. Herniasi uncal
dapat berkembang menjadi herniasi sentral. 3,6

2. Herniasi Sentral/Transtentorial
Herniasi sentral, (juga disebut "herniasi transtentorial") diencephalon dan
bagian lobus temporal dari kedua hemisfer otak ditekan melalui celah di cerebelli
tentorium. Herniasi Transtentorial dapat terjadi saat otak bergeser baik atas atau ke
bawah melewati tentorium, yang masing-masing disebut herniasi transtentorial
ascending dan descending.

Herniasi descending dapat melebarkan cabang arteri basilar (arteri pontine)


yang nantinya menyebabkan arteri tersebut robek dan berdarah. Hal tersebut dikenal
sebagai pendarahan Duret. Hal tersebut mempunyai efek yang fatal. Secara
radiografis, downward herniasi ditandai dengan tidak terlihatnya suprasellar cistern
dari herniasi lobus temporal ke hiatus tentorial. Hal ini terkait dengan adanya kompresi
pada peduncles otak.

3. Herniasi Cingulata (Subfalcine)


Pada herniasi cingulata atau subfalcine, bagian terdalam dari lobus
frontalis terjepit pada bagian bawah dari falx serebri, yang merupakan dura mater pada
bagian atas kepala dan berada diantara dua hemisfer otak. herniasi cingulate dapat
disebabkan ketika salah satu hemisfer membengkak dan mendorong cingulate
25

gyrus pada falx serebri. Hal ini tidak banyak memberi tekanan pada batang otak
seperrti herniasi jenis lain, tetapi dapat mengganggu pembuluh darah di lobus frontal
yang dekat dengan tempat cedera (arteri serebral anterior) dan hal ini dapat menuju
ke arah herniasi sentral.
Keterlibatan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intra cranial yang nantinya dapat menyebabkan bentuk-bentuk herniasi yang lebih
berbahaya. Gejala untuk herniasi cingulate tidak dapat dijelaskan secara jelas. Biasanya
selain pada herniasi uncal, herniasi cingulate dapat menyebabkan abnormal posturing
dan koma .6,7

4. Herniasi Transcalvarial
Pada herniasi transcalvarial, otak tergeser melalui fraktur atau adanya
pembedahan di dalam tengkorak atau juga biasa disebut herniasi eksternal. Jenis
herniasi ini mungkin terjadi selama kraniotomi.9

5. Upward Herniation (herniasi ke atas)


Peningkatan tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil
bergerak naik melalui pembukaan tentorial atau disebut herniasi cerebellar. Otak
tengah didorong melalui celah tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke bagian
bawah.6

6. Herniasi Tonsillar
Pada herniasi tonsillar yang juga disebut herniasi downward cerebellar atau
"coning", cerebellar tonsil bergerak ke bawah melalui foramen magnum yang mungkin
dapat menyebabkan kompresi batang otak yang lebih bawah dan kompresi
korda spinalis servikal bagian atas pada saat mereka melewati foramen magnum.
Peningkatan tekanan pada batang otak bisa mengakibatkan disfungsi pada pusat di
otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi
pernafasan dan jantung.
26

Herniasi tonsilar dari otak kecil juga dikenal sebagai Malformasi Chiari atau
sebelumnya disebut Arnold Chiari Malformation (ACM). Setidaknya ada tiga jenis
malformasi Chiari yang diakui secara luas, dan mereka mewakili proses penyakit yang
sangat berbeda dengan gejala dan prognosis yang berbeda-beda. Kondisi ini dapat
ditemukan pada pasien tanpa gejala atau malah dapat juga terjadi pada pasien dengan
gejala klinis yang begitu parah dan membahayakan hidup. Kondisi ini sekarang lebih
sering didiagnosis oleh ahli radiologi karena semakin banyaknya pasien yang
menjalani CT scan kepala maupun MRI. Cerebellar ectopia adalah istilah yang
digunakan oleh ahli radiologi untuk menggambarkan cerebellar tonsil yang “low
lying” tapi yang tidak memenuhi kriteria radiografi untuk dianggap sebagai
malformasi Chiari. Gambaran radiografi saat ini yang dianggap untuk suatu
malformasi Chiari adalah bahwa adanya cerebellar tonsil setidaknya 5mm di bawah
tingkat foramen magnum. 6,7
Ada banyak hal yang diduga menyebabkan herniasi tonsillar termasuk
penurunan dan perubahan bentuk dari fossa posterior. Perubahan tersebut
menyebabkan tidak cukupnya rongga untuk cerebellum Pada hidrosefalus atau
abnormal volume CSF akan mendorong tonsil keluar.6

2.3.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang ditimbulkan dapat menunjukkan kerusakan otak
parah. Misalnya seperti penurunan kesadaran dengan GCS mulai dari tiga sampai lima.
Dijumpai dilatasi dan konstriksi pada salah satu atau kedua pupil tetapi gagal dalam
merespon terhadap cahaya. Muntah juga dapat terjadi karena kompresi dari muntah
pusat di medula oblongata.
Gejala-gejala yang dapat juga dijumpain :
a. Henti jantung (tanpa denyut nadi)
b. Pernafasan Irregular
c. Nadi Irregular
27

d. Hilangnya semua refleks batang otak (berkedip-kedip, tersedak, respon pupil


terhadap cahaya tidak ada)
e. Respiratory arrest (no breathing). 8,9

2.3.6 Diagnosis6
Pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya perubahan dalam kesadaran
pasien tersebut. Hal ini tergantung pada beratnya herniasi tersebut sehingga akan ada
masalah pada satu atau lebih reflex yang berhubungan dengan fungsi saraf cranial.
Pasien dengan herniasi otak memiliki ritme jantung yang tidak teratur dan kesulitan
bernafas secara konsisten.

Untuk herniasi transtentorial, computed tomography (CT) scanning atau


Magnetic Resonance Imaging (MRI) berguna untuk evaluasi. MRI dapat
memberikan pandangan aksial, serta sagital dan koronal. Untuk subfalcine / cingulate
herniasi, CT scan atau MRI lebih berguna untuk evaluasi, dengan MRI mampu
memberikan aksial, sagital, dan pandangan koronal.

Untuk foramen magnum / herniasi tonsillar, MRI memberikan visualisasi


terbaik di pandangan sagital dan koronal. Namun, karena pasien dengan jenis herniasi
ini sering terjadi akut, CT scan aksial lebih memungkinkan untuk visualisasi
dari kondisi ini.

Untuk sphenoid/herniasi Alar, MRI memberikan visualisasi terbaik pada


gambar parasagittal. Namun CT scan aksial atau MRI bisa menunjukkan
perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang merupakan
perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang merupakan tanda
herniasi sphenoid tidak langsung.

Untuk herniasi ekstrakranial, CT scan atau MRI berguna untuk evaluasi.7,9

2.3.7 Penatalaksanaan
28

Hernia otak merupakan suatu kasus gawat darurat. Penanganan utama haruslah
menyelamatkan nyawa pasien. Untuk mencegah dari terjadinya kekambuhan dari
hernia otak, maka penanganan haruslah bertujuan untuk menurunkan peningkatan
tekanan intrkranial dan menurunkan edema otak. Hal ini dapat ditangani dengan cara
berikut6,7 :
Penatalaksanaan Awal Sindroma Herniasi
• Tujuan : menjaga TIK <20 mmHg, CPP >60-70 mmHg
Segera:
• Elevasi kepala di tempat tidur (15-30 derajat, atau 30-45 derajat –> guna
meningkatkan aliran keluar vena dari intrakranial
• Cegah hipotensi dengan cairan, Normal saline (0.9%) dengan kecepatan 80–
100 cc/jam (hindari cairan hipotonis)
• Intubasi (jika memungkinkan) dan lakukan ventilasi sehingga terjadi
normocarbia (PC02 35-40 mmHg) atau kalau bisa PCO2 = 28–32 mm Hg –>
cegah vasodilatasi serebri o (cat: jika kadar CO2 lebih besar dari 45 mm Hg,
maka akan timbul cerebral vasodilation.)
• Berikan oxygen prn untuk mempertahankan p02 >60 mmHg –> mencegah
hypoxic brain injury
• Berikan Mannitol 20% 1–1.5 g/kg melalui infus IV secara cepat, pertahankan
Tekanan Darah >90 mmHg dan pemberian diuretik lain.
• Pasang Foley catheter
• Segera konsul ke bedah saraf

Hal lain yang bisa dilakukan


• Sedasi (“ringan” misal dengan codeine hingga “berat” misal dengan
fentanyl/MgS04 ± muscle relaksan dengan vecuronium –> dapat mengurangi
tonus simpatis dan hipertensi akibat kontraksi otot)
• Kortikosteroid o Mengurangi edema, setelah beberapa hari, disekitar tumor
otak, abses, darah
29

• Pemberian kortikosteroid pada kasus cedera kepala dan stroke belum dapat
dibuktikan menguntungkan secara klinis.
• Kortikosteroid seperti deksametason, terutama untuk menurunkan udem otak.
• Drainase pada otak dengan tujuan untuk mengeluarkan cairan berlebihan dari
otak, terutama pada kasus obstruksi mekanikal yag menyebabkan hernia.
• Pengaliran darah keluar pada kasus perdarahan masif yang menyebabkan
herniasi, walaupun prognosis pada kasus begini jelek.
• Pemasangan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilasi untuk menurunkan
kadar karbon dioksida dalam darah.
• Operasi dengan mengangkat massa tumor yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial atau drain kateter ventrikuler eksterna dengan tujuan untuk
pengaliran LCS keluar pada kasus akut atau dengan cara VP-shunt

2.3.8 Prognosis
Sekiranya hernia otak terjadi pada daerah lobus temporalis atau serebellum,
maka prognosisnya adalah jelek yaitu kematian. Namun pada hernia otak di daerah lain
memberikan prognosis yang berbagai tergantung derajat beratnya dan penyebab
hernia.(9)

BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

IDENTITAS PRIBADI
30

Nama : Siti Aro Nasution


Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Batak
Agama : Islam
Alamat : Jl. Langgar Lr. Makmur No.11. Medan
Status : Cerai
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 23 Februari 2019. 13.00 wib

ANAMNESIS(Allo dan Auto anamnesa)


Keluhan Utama : Nyeri Kepala

Telaah :

Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dibawa oleh keluarganya dengan
keluhan nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu dan memberat 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan diseluruh bagian kepala. Nyeri berlangsung terus
menerus sepanjang hari, nyeri kepala dirasakan seperti diikat dan bertambah berat jika
pasien melakukan aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan mata kabur, sesak nafas, batuk, mual dan muntah. Keluhan demam,
riwayat kejang dan pingsan disangkal. Pasien tidak pernah mengalami trauma atau
cedera kepala.

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada

Riwayat penggunaan Obat


- Simvastatin
- Neurodex
- Curcuma
31

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Hipertensi (-), DM (-)
Traktus Respiratorius : Sesak nafas (+) Batuk (+)
Traktus Digestivus : Mual (+) muntah (+)
Traktus Urogenitalis : Miksi (+) Defekasi (-)
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak Ada
Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak Ada
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak Ada
Faktor Familier : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak ingat
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Perkawinan dan Anak : Menikah, 3 Anak
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/i
Frekuensi Nafas : 20x/i
Temperatur : 35,8 oC
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal
Persendian : Dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER


Bentuk dan Posisi :Normochepali, Medial
32

Pergerakan : Dalam batas normal


Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai
Rongga mulut dan Gigi : Dalam batas normal
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak dijumpai
Dan lain-lain : Tidak ada kelainan
RONGGA DADA DAN ABDOMEN
RONGGA DADA

Inspeksi : Simetris kanan = kiri


Palpasi : Stem fremitus normal
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler dikedua lapangan paru

RONGGA ABDOMEN

Inspeksi : Simetris, Datar


Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-) Hepar dan Lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus dalam batas normal

GENITALIA

Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan


STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : CM, E:4, V:5, M:6 = 15
KRANIUM
Bentuk : Normocephali
Fontanella : Tertutup, Keras
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
33

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan


Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : Tidak dijumpai
Tanda Kernig : Tidak dijumpai
Tanda Lasegue : Tidak dijumpai
Tanda Brudzinski I : Tidak dijumpai
Tanda Brudzinski II : Tidak dijumpai

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL


Muntah :+
Sakit Kepala :+
Kejang :-
SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sinstra
Normosmia : + +
Anosmia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Parosmia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Hiposmia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus : TDP TDP
Lapangan Pandang : Menyempit Menyempit
Normal :
Menyempit : + +
Hemianopsia : Tidak dijumpai Tidakdijumpai
Scotoma : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Refleks Ancaman : + +
34

Fundus Oculi: Papil edema Papil edema


Warna : TDP TDP
Batas : TDP TDP
Ekstavasio : TDP TDP

Arteri : TDP TDP


Vena : TDP TDP

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata :Melihat ke Segala Arah Melihat ke Segala Arah
Nistagmus : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Pupil : Isokor (3mm) Isokor (3mm)
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung :+ +
Refleks cahaya tak langsung : + +
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate :Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP


Strabismus : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
NERVUS V Dextra Sinistra
Motorik
 Membuka dan Menutup Mulut : DBN DBN
 Palpasi otot maseter&temporal : DBN DBN
 Kekuatan gigitan : + +
Sensorik
 Kulit : Dalam batas normal
 Selaput lendir : Dalam batas normal
Refleks kornea
 Langsung : normal
35

 Tidak Langsung : normal


Refleks maseter : normal
Refleks bersin :normal
NERVUS VII Dextra Sinistra
Motorik
Mimik : Simetris Simetris
Kerut kening : + +
Menutup mata : + +
Meniup sekuatnya : + +
Memperlihatkan gigi : DBN
Tertawa : DBN
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah :Tidak dilakukan pemeriksaan

Produksi kelenjar ludah : Dalam batas normal

Hiperakusis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks stapedial : Tidak dilakukan pemeriksaan

NERVUS VIII Dextra Sinistra


Auditorius
 Pendengaran : DBN DBN
 Test Rinne : TDP TDP
 Test Weber : TDP TDP
 Test Schwabach : TDP TDP
Vestibularis
 Nistagmus : Tidak dijumpai
 Reaksi Kalori : TDP
 Vertigo : Tidak dijumpai
36

 Tinnitus : Tidak dijumpai

NERVUS IX, X (glossopharyngeus, vagus)


Pallatum mole : Simetris
Uvula : Medial
Disfagia : Tidak dijumpai
Disartria : Tidak dijumpai
Disfonia : Tidak dijumpai
Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan 1/3 belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan
NERVUS XI (aksesorius) Dekstra Sinistra
Mengangkat bahu :+ -
Fungsi otot Sternokleidomastoideus : DBN DBN
NERVUS XII (Hipoglosus)
Tremor : Tidak dijumpai
Atrofi : Tidak dijumpai
Fasikulasi : Tidak dijumpai
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Medial
SISTEM MOTORIK Dextra Sinistra
Trofi : Normotrofi Normotrofi
Tonus : Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot :
ESD : 5/5/5/5/5 ESS : 5/5/5/5/5
5/5/5/5/5 5/5/5/5/5
EID : 5/5/5/5/5 EIS : 5/5/5/5/5
5/5/5/5/5 5/5/5/5/5
Sikap : duduk - ; Berbaring + ; berdiri -
37

Gerakan Spontan Abnormal


Tremor : Tidak dijumpai
Khorea : Tidak dijumpai
Ballismus : Tidak dijumpai
Mioklonus : Tidak dijumpai
Atetosis : Tidak dijumpai
Distonia : Tidak dijumpai
Spasme : Tidak dijumpai
Tic : Tidak dijumpai
Dan lain-lain : Tidak dijumpai
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Nyeri (+) Raba (+) suhu (+)
Propioseptif : Gerak (+) posisi (+) getar (+) tekan (+)
Fungsi kortikal untuk sensibilatas
Sterognosis : TDP
Pengenalan 2 titik : TDP
Grafestesia : TDP
Barognosis : TDP
REFLEKS
Refleks Fisiologis Dextra Sinistra
 Biceps : ++ ++
 Tricep : ++ ++
 Radioperiost : ++ ++
 APR : ++ ++
 KPR : ++ ++
Refleks Patologis Dextra Sinistra
Babinsky : - -
Oppenheim : - -
38

Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaeffer : - -
Hoffman – Tromner : - -
Klonus Lutut : - -
Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
KOORDINASI
Lenggang
Bicara : Dengan pemahaman
Menulis : TDP
Percobaan Apraksia : DBN
Mimik
Test Telunjuk-telunjuk : Normal
Tes Telunjuk-hidung : (+) Normal
Tes Tumit-lutut : sulit dinilai
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
VEGETATIF
Vasomotorik : (+)
Sudomotorik : (+)
Pilo-erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : (+) Normal
Defekasi : (+) Normal
Potensi dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
VERTEBRA
Bentuk
 Normal : Dalam batas normal
 Scoliosis : Tidak dijumpai
39

 Hiperlordosis : Tidak dijumpai


Pergerakan
 Leher : Dalam batas normal
 Pinggang : Dalam batas normal
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER Dekstra sinistra
Laseque : - -
Cross Laseque : TDP TDP
Tes Lhermitte : TDP TDP
Test Naffziger : TDP TDP
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia : Tidak dijumpai
Disartria : Tidak dijumpai
Tremor : Tidak dijumpai
Nistagmus : Tidak dijumpai
Fenomena Rebound : Tidak dijumpai
Vertigo : Tidak dijumpai
Dan lain-lain : Tidak dijumpai
GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor : Tidak dijumpai
Rigiditas : Tidak dijumpai
Bradikinesia : Tidak dijumpai
Dan lain-lain : Tidak ada
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif
Ingatan Baru : Dalam Batas Normal
Ingatan Lama : Dalam Batas Normal
Orientasi
Diri : Dalam Batas Normal
40

Tempat : Dalam Batas Normal


Waktu : Dalam Batas Normal
Situasi : Dalam Batas Normal
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya Pertimbangan : Sulit dinilai
Reaksi Emosi : Sulit dinilai
Afasia : Tidak dijumpai
Apraksia : Tidak dijumpai
Agnosia
Agnosia visual : Tidak dijumpai
Agnosia jari-jari : Tidak dijumpai
Akalkulia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Disorientasi Kanan-Kiri : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

JenisPemeriksaan Hasil Satuan NilaiRujukan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 12. 5 g/dL 13.2 – 17.3
Hitung Eritrosit 4.1 10^6/uL 3.8 – 5.2
Hitung Leukosit 9560 /uL 4,000 – 11,000
Hematokrit 39.4 % 35 - 47
Hitung Trombosit 262.000 /uL 150.000 – 440.000
Index Eritrosit
MCV 95.3 fL 80 – 100
MCH 30.2 pg 26 – 24
MCHC 31.6 % 32 - 36
41

Hitung jenis leukosit


Eosinofil 1 % 1–3
Basofil 1 % 0–1
N.stab 0 % 2–6
N.seg 68 % 53 - 75
Limfosit 27 % 20 – 45
Monosit 4 % 4–8
Fungsi Hati
Bilirubin total 0.76 mg/dL 0.3 - 1
Bilirubin direk 0.19 mg/dL <0.25
AST (SGOT) 45 /µL <40
ALT (SGPT) 10 /µL <40
Protein total 5.10 g/dL 6.7 - 8.7
Albumin 2.40 g/dL 3.2 - 5.2
Globulin 2.70 g/dL 1.9 – 3.2
Fungsi Ginjal
Ureum 42 mg/dL 20 - 40
Kreatinin 0.89 mg/dL 0.6 – 1.1
Elektrolit
Natrium (Na) 142 mmol/L 135 - 155
Kalium (K) 4.2 mmol/L 3.5 – 5.5
Chlorida (Cl) 99 mmol/L 98 - 106

HASIL CT SCAN
42

KESAN : Obstruktif Hydrocephalus

FOTO THORAX

Kesimpulan : TB paru

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Keluhan Utama :

Telaah :
43

Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dibawa oleh keluarganya dengan
keluhan nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu dan memberat 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan diseluruh bagian kepala. Nyeri berlangsung terus
menerus sepanjang hari, nyeri kepala dirasakan seperti diikat dan bertambah berat jika
pasien melakukan aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan mata kabur, sesak nafas, batuk, mual dan muntah. Keluhan demam,
riwayat kejang dan pingsan disangkal. Pasien tidak pernah mengalami trauma atau
cedera kepala.

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada

Riwayat penggunaan Obat :


- Simvastatin
- Neurodex
- Curcuma

PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/i
Frekuensi Nafas : 20x/i
Temperatur : 35.8oC
STATUS NEUROLOGI
Sensorium : Compos Mentis, GCS : E=4, V=5, M=6 =15
Sistem Motorik : Dalam batas normal
REFLEKS FISIOLOGIS Dextra Sinistra
Biseps : ++ ++
Triceps : ++ ++
Radioperiost : ++ ++
APR : ++ ++
KPR : ++ ++
Strumple : ++ ++
44

REFLEKS PATOLOGIS Dextra Sinistra


Babisnki : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schuffner : - -
Gonda : - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
AST (SGOT) : 45 U/l
Protein Total : 5.10 g/dL
Albumin : 2.40 g/dL
Ureum : 42 mg/dL
CT-Scan : Obstruktif Hydrocephalus
Foto thorax : TB paru
DIAGNOSA DIFERENSIAL : a. Meningitis TB
b. Space Occupying Lesion
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Cephalgia
DIAGNOSA ANATOMI : Supratentorial ventrikel III dan ventrikel
lateral dextra et sinistra
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Hydrocephalus + Edema Cerebri
DIAGNOSA KERJA : Cephalgia Akut ec Hydrocephalus

PENATALAKSANAAN
1. Tirah Baring
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. inj. Citicolin 250mg/12jam
4. inj. Ranitidine 50 mg/12jam
5. Na. Diclofenac 50mg 3x1
45

6. Ambroxol Syr 3xC1


7. Neurodex 2x1
8. Glaucon 2x1

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono, Editor. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus: Buku Ajar
Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press; 2005. Hal. 209-16.
46

2. Barker RA, Barasi S, Neal MJ. Meninges and Cerebrospinal Fluid. In:Neuroscience at a
glance. United states of America: Blackwell Science; 2000. p. 40-1.
3. Guyton AC, Hall JE. Cerebral Blood Flow, Cerebrospinal Fluid, and Brain Metabolism.
In: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 761-8.
4. Satyanegara. Hidrosefalus. Dalam: Satyanegara, Hasan R Y, Abubakar S, Maulanan A J,
et al. Ilmu bedah saraf edisi IV. Jakarta: Gramedia;2013.p345-57
5. Sjair Z. Tomografi Komputer Kepala. Dalam: Ekayuda I, Editor. Radiologi Diagnostik
FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p 387-91.
6. Nasution, Iskandar., 2017. Herniasi Otak.Medan : Departemen Neurologi FK USU/RSUP
H. Adam Malik.[diakses 09 Maret 2019]
7. Taufik, M., 2017. Peningkatan Tekanan Intrakranial. Dalam : Buku Ajar Neurologi . Edisi
1. Jakarta : Kedokteran Indonesia. 36 – 44.
8. Mardjono, M., Sidharta, P., 2011. Koma supratentorial diensefalik. Dalam: Neurologi
Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 193-195.
9. Kumar, V., Cotran, R., Robbins, S.L, 2013. Herniasi serebral. Dalam:Buku ajar Patologi.
Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 906-90

Anda mungkin juga menyukai