Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 1 ayat (1)
yang menyatakan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan tersebut diselenggarakan dengan berdasarkan kepada Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah satu sistem
dimaksud yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
JKN merupakan aset untuk menyelamatkan financial risk dari penduduk Indonesia akibat sakit
sehingga tidak ada lagi istilah orang miskin karena sakit.. Jaminan ini terwujud dalam rangka
mengimplementasikan amanat UUD 1945 pasal 25 H ayat 1, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kemenkes RI, 2013).
JKN harus diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelalaian dalam meliput dan atau melayani jaminan kesehatan bagi
penduduk miskin, termasuk warga tak mampu, merupakan pelanggaran terhadap asas kemanusiaan.
Kemudian, asas manfaat jaminan sosial yang didesain harus memberikan manfaat yang berarti bagi peserta,
paling tidak memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi peserta termasuk layanan kesehatan
secara komprehensif, sedangkan asas keadilan dalam penyelenggaraan SJSN berlaku untuk seluruh lapisan
masyarakat baik kaya, menengah atau miskin agar tercipta prinsip kegotong-royongan (Purwoko, 2012).
Dalam JKN ini, fasilitas pelayanan kesehatan terbagi atas 3 tingkatan: Penyedia Pelayanan
Kesehatan (PPK) 1, 2 dan 3. Puskesmas, Klinik swasta dan Dokter Layanan Primer tergolong PPK 1.
Rumah sakit terbagi atas PPK 2 (rujukan tingkat pertama) dan PPK 3 (rujukan tingkat lanjut).
Kualifikasinya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing rumah sakit. Dalam kondisi gawat darurat,
semua pasien bisa langsung dilayani di PPK 2 maupun PPK 3. Tetapi dalam kondisi lain, pelayanan
dilakukan dengan rujukan berjenjang dari PPK 1 ke PPK2 kemudian ke PPK 3 (Perpres 12/2013 dan
Permenkes 71/2013).
Rumah Sakit sebagai PPK 2 dan 3 yang sudah menjalin kerjasama dengan BPJS harus benar-benar
siap dalam memberikan pelayanan kepada seluruh pasien JKN. Menurut Ady (2014), dengan
disosialisasikannya JKN melalui BPJS kepada manajemen, dokter dan karyawan merupakan salah satu
bentuk kesiapan rumah sakit di era baru layanan kesehatan di Indonesia. Seluruh jajaran Rumah Sakit perlu
menyiapkan diri dalam menyongsong era JKN ini. Rumah sakit merupakan unsur paling utama pada sistem
pembagunan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting, sekaligus sebagai kunci dari pembangunan
kesehatan itu sendiri.
Untuk menuju kepada peningkatan efektivitas, produktivitas dan mutu pelayanan khususnya di era
JKN, rumah sakit harus meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan termasuk fasilitas
peralatan (sarana) dan infrastruktur gedung (prasarana) yang memadai dan sesuai perkembangan jaman,
teknologi dan ilmu kesehatan.
Menurut Djatmiko (2014) JKN adalah wadah yang tepat untuk memulai pembangunan manusia
Indonesia. Namun harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, melibatkan semua elemen dan dengan spirit
membangun manusia seutuhnya agar dapat memberikan manfaat bagi semua pemangku kepentingan.
Bukan sekedar reaktif dan populis saja tanpa disain yang baik dan persiapan yang matang.
Penelitian Fajrin tahun 2013 tentang implementasi Kebijakan Pelayanan Jaminan Kesehatan Kota
(Jamkesko), yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dengan hasil penelitian bahwa implementasi
kebijaksan program pelayanan Jaminan Kesehatan Kota (Jamkesko) di Kecamatan Pontianak Selatan
belum berlangsung efektif dan cenderung lambat. Belum efektif dan lambatnya implementasi kebijakan
program pelayanan jaminan kesehatan Kota tersebut, tercermin dari aspek isi kebijakan yang menyangkut
dengan aspek perubahan yang diinginkan, minimnya jumlah pelaksana yang terlibat, serta sumber daya
yang kurang berkomitmen.
Penelitian Geswar tahun 2014 tentang kesiapan stakeholder dalam pelaksanaan program JKN di
Kabupaten Gowa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data dengan
teknik indepth interview, observasi, dan telaah dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
implementasi kebijakan JKN belum optimal.
Salah satu provider pelayanan kesehatan program JKN di Kota Kotamobagu yaitu Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kotamobagu yang merupakan rumah sakit tipe C. Rumah sakit ini berupaya
memberikan pelayanan kesehatan yang semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas dan sarana yang
tersedia terhadap pasien JKN. Berdasarkan survey awal, persentasi masyarakat untuk datang berobat ke
RSUD Kota Kotamobagu sudah tinggi termasuk pasien JKN. Namun dilihat dari aspek kesiapan rumah
sakit dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien JKN masih ditemui permasalahan diantaranya
infrastruktur yaitu kamar rawat inap bagi pasien JKN yang masih kurang. Hal ini diindikasikan dari pasien
JKN terpaksa mengeluarkan biaya tambahan untuk menempati kamar lain yang bukan jatah pasien JKN.
Juga belum maksimalnya pelayanan medis spesialis serta pelayanan asuhan keperawatan karena
ketersediaan tenaga kesehatan belum mencukupi.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah:
1. Bagaimana ketersediaan tenaga kesehatan untuk kesiapan dalam menghadapi era JKN di RSUD Kota
Kotamobagu?
2. Bagaimana kecukupan infrastruktur untuk kesiapan dalam menghadapi era JKN di RSUD Kota
Kotamobagu?

Anda mungkin juga menyukai