Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

HCAP
(HEALTH CARE ASSOCIATED PNEUMONIA)

Oleh:
Ardian Pratiaksa G99151064
Derajat Fauzan N G99151065
Erlimia Eka Noor Yuliana G99151066

Pembimbing

Dhani Redhono H., dr., Sp.PD-KPTI, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Referat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:


HCAP
(HEALTH CARE ASSOCIATED PNEUMONIA)

Oleh:
Ardian Pratiaksa G99151064
Derajat Fauzan N G99151065
Erlimia Eka Noor Yuliana G99151066

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

Dhani Redhono H., dr., Sp.PD-KPTI, FINASIM

2
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut di parenkim paru


yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) kecuali bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Pneumonia dapat dikategorikan sesuai dengan lokasi
kondisi tersebut berkembang yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP), Health
Care Associated Pneumonia (HCAP), Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dan
Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Istilah Health Care Associated Pneumonia
(HCAP), pertama kali diperkenalkan oleh American Thoracic Society (ATS)/
Infectious Diseases Society of America (IDSA) pada tahun 2005. HCAP merupakan
pneumonia yang didapat karena adanya riwayat rawat inap, mendapatkan terapi
intravena dan kontak dengan pelayanan kesehatan.
Pneumonia merupakan penyebab kematian ke 8 yang tertinggi di Amerika
Serikat (Herron et al, 2012), dengan tingkat fatalitas kasus antara 4-10% (Venditti et
al, 2009). Pada pasien HCAP risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien CAP sekitar 10-25 % (Caratalla et al, 2007). Pasien HCAP memiliki risiko
yang lebih tinggi terjadinya Multidrug Resistant Organisms (MDRO). MDRO yang
diidentifikasikan pada pasien HCAP diantarnya MRSA sebanyak 30% dan spesies
Pseudomonas sebanyak 10-26% (Park et al, 2010).
Pemahaman akan perbedaan HCAP dengan jenis pneumonia yang lain sangat
penting karena meskipun pasien tersebut mengalami pneumonia ketika tinggal di
masyarakat, namun etiologi maupun akibat yang ditimbulkan lebih menyerupai HAP
atau VAP dari pada CAP, dan dianjurkan untuk diterapi secara empiris untuk infeksi
MDR (Kollef et al, 2015).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003, pneumonia
difinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Peradangan paru dengan penyebab selain
mikroorganisme disebut pneumonitis. Menurut tempat ditemukannya pathogen
penyebab infeksi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas dan pneumonia
nosocomial. Termasuk di antara pneumonia nosocomial adalah Health Care
Associated Pneumonia (HCAP).
Istilah Health Care Associated Pneumonia (HCAP), pertama kali diperkenalkan
oleh American Thoracic Society (ATS) / Infectious Diseases Society of America
(IDSA) pada tahun 2005. Definisi HCAP adalah pneumonia yang didapat dengan
adanya riwayat rawat inap selama minimal dua hari dalam 90 hari terakhir, tinggal di
panti jompo atau fasilitas kesehatan lanjutan lain, penggunaan terapi infus (termasuk
antibiotik) di rumah, melakukan hemodialisis dalam 30 hari terakhir, perawatan luka
di rumah atau ada riwayat infeksi patogen resisten dalam anggota keluarga (Komiya
et al., 2015).
Pasien dengan HCAP biasanya ditandai dengan usia yang lebih tua,
peningkatan faktor risiko infeksi yang resistan terhadap obat patogen dan prognosis
yang lebih buruk dibandingkan dengan pneumonia komunitas atau CAP (Komiya et
al., 2015).

B. Klasifikasi
Pneumonia menurut tempat terjadinya infeksi pathogen dibagi menjadi

4
1. Pneumonia Nosocomial, antara lain Hospital Acquired Pneumonia (HAP),
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP), dan Health Care-Associated
Pneumonia (HCAP). HAP didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi 48
jam atau lebih setelah masuk, yang tidak dilakukan intubasi pada saat masuk.
HAP dapat terjadi di bangsal rumah sakit atau di ICU. VAP mengacu
pneumonia yang timbul lebih dari 48-72 jam setelah intubasi endotrakeal.
HCAP termasuk setiap pasien yang dirawat di rumah sakit perawatan akut
selama dua hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari infeksi; tinggal di
sebuah panti jompo atau fasilitas perawatan jangka panjang; menerima baru-
baru ini. Terapi, kemoterapi, atau perawatan luka antibiotik intravena dalam
30 hari terakhir dari infeksi saat ini; atau menghadiri rumah sakit atau klinik
hemodialisis (ATS, 2005).
2. Pneumonia Komunitas atau Community Acquired Pneumonia (CAP).
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang didapat saat berada di
lingkungan masyarakat. Pneumonia komunitas memiliki kriteria di luar
kriteria yang ada pada pneumonia nosocomial.

C. Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak
menyebabkan kematian di Amerika Serikat pada tahun 2011 yaitu sebanyak 50 ribu
kasus. Hospital acquired pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri dan
merupakan infeksi nosokomial kedua tersering di AS dengan mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Insidensnya berkisar antara 5 10 kasus per 1.000 pasien
rawat inap dan pada pasien yang menggunakan ventilator, meningkat antara 6 20
kali lipat (Gross et al, 2014).
Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak
diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya
berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat
bervariasi. Berdasarkan hasil studi beberapa rumah sakit di Asia, infeksi saluran

5
napas yang didapat di ICU berkisar antara 9 23 % dari total infeksi saluran napas.
90 % muncul saat penggunaan ventilasi mekanik (PERDICI, 2009).

D. Etiologi
Patogen penyebab HCAP berbeda dengan CAP. HCAP dapat disebabkan oleh
kuman multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H.Influenzae,
Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya
Pseudomonas aeurigunosa, Escherciia coli, Klebsiella pneumoniae. Acinetobacter
spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).
Pada pasien imunokompeten, HAP, VAP dan HCAP dapat disebabkan oleh spektrum
bakteri yang luas dan bersifat polimikrobial, namun jarang oleh virus atau jamur.
Patogen yang sering ditemukan adalah basil aerobic gram negative (contoh : P.
aeruginosa, E. coli, K. pneumonia, Acinetobacter Sp.) dan kokus gram negative
seperti S.aureus (PDPI, 2003)
Methicillin resistant S. aureus (MRSA) diidentifikasi terdeteksi secara
signifikan lebih sering pada kelompok HCAP (18,3%) daripada CAP (6,2%) atau
VAP (11,8%), tetapi frekuensi deteksi MRSA tidak berbeda secara signifikan dari
yang di HAP (16,8%). Terjadinya Pseudomonas aeruginosa secara signifikan lebih
tinggi pada kelompok HCAP (25,3%), dibandingkan dengan CAP (17,1%) dan HAP
(18,4%), tetapi tidak berbeda secara signifikan dari tingkat terjadinya di VAP yang
kelompok (21,2%). Secara umum patogen lebih sering didapatkan pada pasien yang
diklasifikasikan sebagai HCAP dibandingkan pada pasien dengan CAP (Peahota et
al., 2015).

E. Patogenesis
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia
komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah.
Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah
yaitu :
1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut

6
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung
Setelah masuknya mikroba agen infeksi ke saluran nafas, terjadi inokulasi di
saluran nafas dan penyebaran ke jaringan paru- paru. Perkembangan agen infeksi
pada pneumonia nosocomial ini terjadi jika terjadi ketidakseimbangan antara imunitas
host dan kemampuan mikroorganisme tersebut untuk berkembang (Cunha, 2015).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan
tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi E : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag (PDPI, 2003).

7
Prinsip utama pathogenesis pneumonia nosocomial menurut guideline
ATS/IDSA tahun 2005 adalah
1. Sumber patogen untuk HAP adalah alat-alat perawatan kesehatan,
lingkungan (udara, air) dan transfer patogen antara pasien dan staf medis
atau antar pasien. (level II).
2. Kolonisasi berkaitan dengan keadaan hospes dan pengobatan (level II).
3. Aspirasi patogen orofaring atau tumpahnya secret yang mengandung bakteri
di sekitar cuff pipa endotrakeal merupakan rute utama masuknya bakteri
(level II).
4. Inhalasi atau inokulasi, penyebaran hematogen melalui kateter intravena dan
translokasi kuman traktus gastrointestinal merupakan mekanisme
patogenesis yang jarang terjadi (level II).
5. Lambung dan sinus paranasal dapat menjadi reservoir potensial dan
berkontribusi terhadap kolonisasi bakteri orofaring. (level II).
Mikroba agen infeksi

8
9
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari HCAP tidak spesifik, serta tidak ada
tanda patognomonik atau tanda khas. Kumpulan tanda yang
terdapat pada HCAP terdiri dari, demam, nafas yang dangkal, nyeri
dada, perubahan purulensi pada batuk berdahak, hipoksia, dan
leukositosis. Selain itu dapat muncul juga keadaan klinis lain seperti
emboli paru, gagal jantung kongestif dan ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome). Foto thorak untuk melihat adanya infiltrat pun
tidak memberikan kepastian adanya HCAP. (Rotstein et al, 2008)
Manifestasi klinis dari HCAP dapat menyerupai penyakit
asimtomatis hingga sindrom sepsis disertai kegagalan multi organ.
Gejala lain seperti hipotensi, gangguan elektrolit, asidosis laktat,
dan disfungsi ginjal serta hepar dapat juga muncul sebagai
manifestasi klinis HCAP, sedangkan sindrom sepsis yang mucul
dapat diakibatkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.
(Rotstein et al, 2008)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa manifestasi
klinis dari HCAP bervariasi dari tanda yang mucul secara tiba-tiba
hingga tanda yang muncul secara bertahap. Tanda yang muncul
secara tiba-tiba merupakan pertanda sindrom sepsis disertai
dengan progresivitas infiltrat pada paru dan kegagalan multi organ.
Kumpulan gejala yang terdapat pada HCAP yang tidak spesifik dan
dapat muncul pada penyakit lain sehingga perlu dilakukan
pendekatan diagnosis yang tepat. (Rotstein et al, 2008)

G. Diagnosis
Secara garis besar, saat ini kecurigaan pada HCAP didasarkan
pada gejala klinis yang ada pada pasien serta adanya infiltrat pada

10
paru. Hal tersebut menyebabkan overestimasi dari kasus HCAP,
padahal banyak penyakit lain memiliki gejala yang serupa. Dengan
semakin banyak nya bakteri yang resisten terhadap pemberian
antibiotik, penegakan diagnosis untuk pemberian antibiotik harus
dilakukan dengan benar. (Rotstein et al, 2008)
Secara klinis dan laboratoris pasien dapat dicurigai menderita
HCAP bila terdapat gambaran infiltrat pada hasil radiografi serta
memiliki dua dari tiga gejala berikut: 1) demam, 2) leukositosis atau
leukopenia, 3) purulensi dahak. Kombinasi klinis dan laboratoris
tersebut dapat dijadikan dasar untuk dilakukan pemberian terapi
empiris. (ATS, 2005)
Untuk menegakkan etiologi dari HCAP dapat dengan
pewarnaan gram dan kultur dahak. Hasil positif dari kultur dahak
dapat dijadikan pertimbangan untuk pemberian antibiotik yang
sesuai. Apabila fasilitas memadai dapat dilakuan pemeriksaan
semikuantitatif atau kuantitatif, dan dianggap bermakna bila
ditemukan 106 colony forming units/ml dari sputum, 105 106

colony forming units/ml dari aspirasi endotrakeal tube, 104 105

colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL), 103

colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 10 2


colony-forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur
darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri
dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri
patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat
penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua
pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur
darah. (PDPI, 2003)

11
Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap
pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan
kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan cara
bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan
bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi
transtorakal (PDPI, 2003)

12
Gambar 2. Rangkuman strategi manajemen pasien dengan
kecurigaan HAP, VAP atau HCAP (ATS, 2005)

H. Penatalaksanaan
Terapi Antibiotik
Setelah keputusan klinis mengarah kepada HCAP, untuk memulai terapi
dilakukan pendekatan keseluruhan seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.
Tersangka HCAP

Late onset (>5 hari)atau


memiliki faktor resiko
patogen MDR

Tidak Ya
13
Terapi antibiotik broad
Terapi antibiotik limited
spectrum untuk patogen
spectrumm (Tabel 1)
MDR (Tabel 2)
Gambar 3. Alogaritma untuk memulai terapi antibiotic empiris (ATS dan
IDSA,2005)

Salah satu dasar pemilihan antibiotik untuk setiap pasien harus adalah ada atau
tidaknya faktor risiko patogen MDR seperti dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Faktor Risiko untuk Patogen MDR (Multi Resistent Drugs)
Mendapat terapi antimikroba sebelumnya dalam 90 hari
Menjalani rawat inap 5 hari atau lebih
Frekuensi resistensi antibiotik yang tinggi di masyarakat atau di unit rumah
sakit khusus
Adanya faktor risiko HCAP:
1. Rawat inap selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari sebelumnya
2. Tinggal di sebuah panti jompo atau fasilitas perawatan jangka panjang
3. Menjalani terapi infus di rumah (termasuk antibiotik)
4. Dialisis kronis dalam waktu 30 hari terakhir
5. Perawatan luka di rumah
6. Terdapat anggota keluarga dengan patogen MDR
Penyakit imunosupresif dan atau terapi immunosupresan
Algoritma yang ditunjukkan pada Gambar 2 memberikan petunjuk untuk
pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengelolaan awal HCAP berdasarkan onset
penyakit dan risiko patogen MDR, seperti diuraikan di Tabel 2 dan 3. Sedangkan
petunjuk pemakaian dosis antibiotik yang adekuat untuk terapi empiris patogen MDR
diringkas dalam Tabel 4.
Tabel 2. Terapi awal antibiotik empiris HCAP pada pasien dengan faktor
risikon MDR yang tidak diketahui dan early onset
Patogen potensial Rekomendasi antibiotik
Streptococcus pneumoniae Ceftriaxone

14
Haemophilus influenzae or or
Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus Levofloxacin, moxifloxacin,
Antibiotic-sensitive enteric gram-negative or
bacilli ciprofloxacin
Escherichia coli or
Klebsiella pneumoniae Ampicillin/sulbactam
Enterobacter species Or
Proteus species Ertapenem
Serratia marcescens
(ATS, 2005)
Tabel 3. Terapi awal antibiotik empiris HCAP pada pasien dengan faktor
risikon MDR dan late onset
Patogen potensial Rekomendasi antibiotic kombinasi
Pathogens listed in Table 3 and MDR Antipseudomonal cephalosporin
pathogens (cefepime, ceftazidime)
Pseudomonas aeruginosa or
Klebsiella pneumoniae (ESBL) Antipseudomonal carbepenem
Acinetobacter species (imipenem or meropenem)
Methicillin-resistant Staphylococcus or
aureus (MRSA) -Lactam/- lactamase inhibitor
Legionella pneumophila (piperacillintazobactam)
plus
Antipseudomonal fluoroquinolone
(ciprofloxacin or levofloxacin)
or
Aminoglycoside
(amikacin, gentamicin, or tobramycin)
plus
Linezolid or vancomycin

15
*Dosis didasarkan pada fungsi ginjal dan hati yang normal (ATS, 2005)
Jika pathogen yang dicurigai merupakan strain ESBL, seperti K. pneumoniae
atau spesies Acinetobacter, carbepenem merupakan pilihan yang dapat diandalkan.
Jika pathogen L. pneumophila dicurigai, pilahan kombinasi antibiotic yang lebih baik
adalah macolide (misalnya, azitromisin) atau fluorokuinolon (misalnya, ciprofloxacin
atau levofloksasin) dibandingan golongan aminoglikosida.
Tabel 4. Inisial dosis intravena antibiotic empiris untuk HCAP pada
pasien dengan faktor risikon MDR dan late onset
Antibiotik Dosis
Antipseudomonal cephalosporin
Cefepime 1-2 gr tiap 8-12 jam
Ceftazidime 2 gr tiap 8 jam
Carbepenem
Imipenem 500 mg tiap 6 jam atau 1 gr tiap8 am
Meropenem 1 gram tiap 8 jam
-Lactam/- lactamase inhibitor 4,5 gr tiap 6 jam
(piperacillintazobactam)
Antipseudomonal fluoroquinolone
Ciprofloxacin 400 mg tiap 8 jam
Levofloxacin) 750 mg tiap 24 jam
Aminoglycoside
Amikacin 20 mg/kg/hari
Gentamicin 7 mg/kg/hari
Tobramycin 7 mg/kg/hari
Linezolid 600 mg tiap 12 jam
Vancomycin 15 mg/kg tiap 12 jam
(ATS, 2005)
Inisial terapi empiris tersebut dapat di modifikasi berdasarkan pengetahuan
tentang patogen dominan di beberapa tempat yang spesifik dan pola lokal antibiotic

16
yang sesuai. Selain itu, setelah hasil kultur darah dan saluran pernapasan tersedia,
terapi dapat difokuskan (de-eskalasi) berdasarkan jenis patogen tertentu dan kepekaan
terhadap antibiotik tertentu. Algoritma yang ditunjukkan pada Gambar 1 akan
menyebabkan banyak pasien menerima terapi awal dengan antibiotic spektrum luas,
karena faktor-faktor risiko untuk patogen MDR yang umum, dengan demikian
penting untuk melakukan evauasi klinis berkala dan mengumpulkan data
mikrobiologis untuk deeskalasi terapi ketika memungkinkan.
Perbaikan yang signifikan dapat diamati pada semua parameter klinis, dalam 6
hari pertama dimulainya pemberian antibiotik. Rekomendasi pemberian terapi
antibiotic pada HCAP dengan respon klinis yaitu selama 7 hari. Konsekuensi dari
pemberian terapi berkepanjangan sampai 14 hari atau lebih adalah adanya kolonisasi
baru, terutama P. aeruginosa dan Enterobacteriaceae yang biasanya terjadi pada
terapi minggu kedua (Kollef et al, 2015).
Respon Terapi
Resolusi HCAP dapat didefinisikan secara klinis atau mikrobiologis. Titik akhir
klinis seperti perbaikan, resolusi, resolusi tertunda, kambuh, gagal, dan kematian
dapat didefinisikan. Menggunakan pendekatan ini, perbaikan klinis biasanya terjadi
setelah 48-72 jam pertama pemberian terapi. Oleh karena itu,
antimikroba yang dipilih tidak diubah selama ini kecuali adanya kerusakan progresif
atau bukti studi mikrobiologis yang kuat (Luna et al, 2002).
Resolusi mikrobiologis dapat diketahui dengan kultur serial, seperti eradikasi
bakteri, superinfeksi (infeksi dengan organisme baru), infeksi berulang (eliminasi lalu
kembali organisme asli), atau resisten mikrobiologis. Hasil evaluasi mikrobiologis ini
dibandingkan dengan hasil klinis. Ketika sampel menunjukkan tidak ada
pertumbuhan atau kurang dari 103 cfu / ml, kegagalan terapi yang terjadi hanya 7%,
sedangkan jika ditemukkan hasil yang lebih besar dari 10 3 cfu / ml (kegagalan
eradikasi) dikaitkan dengan kegagalan klinis sebanyak 55,8% dari pasien.
Parameter klinis termasuk jumlah sel darah putih, laju pernafasan dan suhu
telah digunakan dalam beberapa penelitian untuk menentukan pola resolusi HCAP.

17
Pasien yang diobati dengan terapi antibiotik awal yang tepat, peningkatan klinis pada
parameter ini terjadi secara progresif dalam minggu pertama pengobatan antibiotik
(Singh, 2000).
Ada beberapa kemungkinan penyebab kegagalan terapi HCAP. Ini termasuk
kemungkinan bahwa proses tersebut bukan pneumonia atau faktor host tertentu,
bakteri,dan terapi (antibiotik) yang belum diperhatikan.

Gambar 4. Asesmen penyebab kegagalan terapi antibiotic awal (ATS, 2005)


Kebutuhan Hospitalisasi
Pedoman ATS-IDSA menyarankan bahwa pada pasien HCAP diperlakukan
seperti pasien HAP, dengan fokus pada patogen MDR. Namun, HCAP juga termasuk
pasien yang tidak terlalu sakit untuk memerlukan perawatan di rumah sakit, mereka
yang tidak beresiko untuk terinfeksi patogen MDR, mereka yang mendapat terapi
oral, dan mereka yang lebih memilih untuk dirawat di rumah, terlepas dari tingkat
keparahan penyakit.

18
Gambar 5. Manajemen strategi hospitalisasi pada HCAP (Loeb M et al, 2006)
Pada Gambar 5 pasien dengan HCAP dapat diterapi oral dengan pilihan
pertama levofloxacin 500 mg tanpa dirawat di rumah sakit selama pasien mampu
untuk makan dan minum, memiliki saturasi oksigen 92%, nadi 100 denyut/menit,
laju pernapasan <30 napas/menit, dan tekanan darah sistolik 90 mmHg (Kollef et al,
2015)

19
BAB III
PENUTUP

Definisi HCAP adalah pneumonia yang didapat dengan adanya riwayat rawat
inap selama minimal dua hari dalam 90 hari terakhir, tinggal di panti jompo atau
fasilitas kesehatan lanjutan lain, penggunaan terapi infus (termasuk antibiotik) di
rumah, melakukan hemodialisis dalam 30 hari terakhir, perawatan luka di rumah,
pasien dengan immunosupresi atau ada riwayat infeksi patogen resisten dalam
anggota keluarga. Pada HCAP pasien lebih berisiko terinfeksi MDRO dibanding
dengan pasien CAP. Secara klinis dan laboratoris pasien dapat dicurigai menderita
HCAP bila terdapat gambaran infiltrat pada hasil radiografi serta memiliki dua dari
tiga gejala berikut: 1) demam, 2) leukositosis atau leukopenia, 3) purulensi dahak.
Untuk menegakkan etiologi dari HCAP dapat dengan pewarnaan gram dan kultur
dahak. Hasil positif dari kultur dahak dapat dijadikan pertimbangan untuk pemberian
antibiotik yang sesuai. Pemilihan antibiotik yang tepat untuk terapi empiris HCAP
didasarkan pada onset penyakit dan adanya risiko patogen MDR

20
Daftar Pustaka

American Thoracic Society (ATS), 2005. Guidelines for the management of adults
with hospital-acquired, ventilator-associated, and healthcare-associated
pneumonia. American Journal Respiratory Critical Care Medicine. Vol 171.
pp 388416.
Carratala J, Mykietiuk A, Fernandez-Sabe N , Suarez C, Dorca J , Verdaguer R , et al.
2007. Health care-associated pneumonia requiring hospital admission:
epidemiology, antibiotic therapy, and clinical outcomes . Arch Intern Med;
167 : 1393 9 .
Cunha BA. 2015. Nosocomial pneumonia and health care-associated pneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/234753-overview -Diakses Juli 2016
Gross AE, Van Schooneveld TC, Olsen KM, Rupp ME, Bui TH, Forsung E, Kalil AC.
Epidemiology and predictors of multidrug-resistant community- acquired and
health care-associated pneumonia. America Society of Microbiology. Volume
58 Number 9. 2014.
Heron, M. 2012. Deaths: leading causes for 2009. Division of Vital Statistics: Centers
for Disease Control.
Kollef MH, Morrow L, Baughman RP, et al. 20015. Health careassociated
pneumonia (hcap): a critical appraisal to improve identification, management,
and outcomesproceedings of the hcap summit. Clinical Infectious Diseases;
46:S296334
Komiya K, Ishii H, Kadota J. 2015. Healthcare-associated Pneumonia and Aspiration
Pneumonia. Journal Aging and Disease. Vol 6, Num 1; 27-37.
Loeb M, Carusone SC, Goeree R, et al.2006. Effect of a clinical pathway to reduce
hospitalizations in nursing home residents with pneumonia: a randomized
controlled trial. JAMA; 295:250310.
Luna CM, Niederman MS. 2002. What is the natural history of resolution of
nosocomial pneumonia. Semin Respir Crit Care Med;23:471479.

21
PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti. Perhimpunan Dokter Paru. Indonesia: Jakarta.
Park HK, Song JU, Um SW, Koh WJ, Suh GY, Chung MP, et al. 2010. Clinical
characteristics of health care-associated pneumonia in a Korean teaching
hospital . Respir Med 2010 ; 104 : 1729 35 .
Peahota M, Shah BM, El-Beyrouty C, Schafer JJ. 2015. Healthcare-associated
pneumonia: Who is truly at risk for multidrug-resistant pathogens?. American
Journal Health-System Pharmacy; 72:e65-72.
PERDICI. 2009. Panduan Tata Kelola Hospital Aquired Pneumonia, Ventilator
associated Pneumonia dan HealthCare associated Pneumonia Pasien
Dewasa. Jakarta : Centra Communications.
Rotstein C, G Evans, A Born, et al. 2008. Clinical practice guidelines
for hospital-acquired pneumonia and ventilator-associated
pneumonia in adults. J Infect Dis Med Microbiol;19(1):19-53
Singh N, Rogers P, Atwood CW, Wagener MM, Yu VL. 2000. Short-course empiric
antibiotic therapy for patients with pulmonary infiltrates in the intensive care
unit: a proposed solution for indiscriminate antibiotic prescription. Am J
Respir Crit Care Med;162:505511.
Venditti M, Falcone M, Corrao S, et al. 2009. Outcomes of patients hospitalized with
community-acquired, health care-associated, and hospital-acquired
pneumonia. Ann Intern Med. Jan 6; 2009 150(1):1926.

22

Anda mungkin juga menyukai