Pembimbing :
dr Alfred Daniel,SpA
Disusun Oleh :
Randy Valentino Alfons
0761050144
Penyakit Membran Hialin (PMH) disebut juga Sindrom Gangguan Pernapasan (SGP),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang lahir dengan masa gestasi kurang. Penyebab terbanyak dari angka morbiditas dan
mortalitas pada bayi prematur adalah PMH. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang
bulan, 50% pada bayi dengan berat badan lahir 501-1500 gram (Lemons et al,2001). PMH
merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi selama periode baru lahir.7,10
Penyakit ini terjadi pada bayi kurang bulan karena pematangan parunya yang belum
sempurna. Pada PMH tingkat pematangan paru lebih berperan terhadap timbulnya penyakit
bila dibandingkan dengan masalah kurang bulan sehingga dengan pengelolaan yang baik bayi
dengan PMH dapat diselamatkan sehingga angka kematian dapat ditekan. Keberhasilan ini
dapat dicapai dengan memperbaiki keadaan surfaktan paru yang belum sempurna dengan
ventilasi mekanik, pemberian surfaktan dari luar tubuh, asuhan antenatal yang baik serta
pemberian steroid pada ibu kehamilan kurang bulan dengan janin yang mengalami stres
pernapasan. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959
sebagai faktor penyebab terjadinya PMH. Penemuan surfaktan untuk PMH termasuk salah
satu kemajuan di bidang kedokteran karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan
tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Surfaktan dapat
diberikan sebagai pencegahan PMH maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi
yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.7,10
Penyakit membran hialin biasanya muncul dalam beberapa menit setelah bayi lahir
yang ditandai dengan pernapasan cepat , frekuensi lebih dari 60x/menit, pernapasan cuping
hidung, retraksi interkostal, suprasternal, dan epigastrium. Manifestasi dari PMH disebabkan
adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Faktor yang
mempermudah terjadinya PMH adalah persalinan kurang bulan, asfiksia intrauterin, tindakan
seksio caesaria, diabetes melitus dan ibu dengan riwayat persalinan kurang bulan
sebelumnya, kelahiran yang dipercepat setelah perdarahan antepartum, serta riwayat
sebelumnya dengan penyakit membran hialin.7,10
2.1 DEFINISI
Penyakit Membran Hialin (PMH) adalah nama lain untuk Sindrom Gangguan
Pernafasan (SGP) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) dalam bahasa Ingris. Ini adalah
diagnosis klinis pada bayi baru lahir prematur dengan kesulitan pernapasan, termasuk
takipnea (> 60 napas/menit), retraksi dada, dan sianosis di ruangan biasa yang menetap atau
berlangsung selama 48-96 jam pertama kehidupan, dan gambaran foto rontgen dada yang
karakteristik (pola retikulogranular seragam dan bronkogram udara perifer).2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian PMH ini berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat lahir. Di
Amerika Serikat, PMH telah diperkirakan terjadi pada 20,000-30,000 bayi baru lahir setiap
tahun dan merupakan komplikasi pada sekitar 1% kehamilan. Sekitar 50% dari neonatus yang
lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu terjadi PMH, sedangkan kurang dari 30% dari
neonatus prematur lahir pada usia kehamilan 30-31 minggu terjadi kondisi tersebut.8
Dalam satu laporan, tingkat kejadian PMH adalah 42% pada bayi dengan berat 501-
1500 g, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat 501-750 g, 54% dilaporkan pada bayi
dengan berat 751-1000 g, 36% dilaporkan pada bayi dengan berat 1001 - 1250g, dan 22%
dilaporkan pada bayi dengan berat 1251-1500g, di antara 12 rumah sakit universitas yang
berpartisipasi dalam National Institute of Child Health and Human Development (NICHD)
Neonatal Research Network. PMH terjadi pada ~ 50% dari bayi dengan berat lahir antara 501
dan 1500 g (Lemon et al, 2001).2,8
Resiko terjadi PMH meningkat pada ibu dengan diabetes, kelahiran kembar,
persalinan secara sectio caesar , persalinan terjal, asfiksia, stres dingin, dan riwayat bayi
prematur sebelumnya. Di sisi lain, risiko PMH berkurang pada ibu dengan hipertensi kronis
atau terkait-kehamilan dan rupture membran yang berkepanjangan, dan profilaksis
kortikosteroid antenatal. Kelangsungan hidup telah meningkat secara signifikan, terutama
setelah adanya surfaktan eksogen (Malloy & Freeman, 2000) dan sekarang angka
kelangsungan hidup menjadi > 90%. Saat ini, PMH menyumbang <6% dari semua kematian
neonatus.1,2,4,7
2.3 ETIOLOGI
Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari
PMH. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin),
phosphatidylglycerol, apoprotein (protein surfaktan SP-A,-B,-C,-D), dan kolesterol. Dengan
pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan disimpan
dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif-permukaan ini akan dilepaskan ke dalam alveoli, di
mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan
stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi.
2.4 PATOFISIOLOGI
Temuan fisik konsisten dengan maturitas bayi yang dinilai dengan menggunakan
pemeriksaan Dubowitz atau modifikasi dengan Ballard. Tanda-tanda gangguan pernafasan
progresif dicatat segera setelah lahir dan termasuk yang berikut8:
Takipnea
Ekspirasi merintih (dari penutupan sebagian glotis)
Retraksi subcostal dan interkostal
Sianosis
Napas cuping hidung
Pada neonatus yang sangat immatur dapat terjadi apnea dan/atau hipotermia.
Tanda-tanda PMH biasanya muncul dalam beberapa menit selepas lahir, meskipun
mereka mungkin tidak disadari untuk beberapa jam pada bayi prematur lebih besar sampai
pernapasan yang cepat dan dangkal telah meningkat menjadi 60 kali/menit atau lebih. Sebuah
onset terlambat dari takipnea harus menunjukkan kondisi lain. Beberapa pasien
membutuhkan resusitasi pada saat lahir karena asfiksia intrapartum atau gangguan
Perjalanan alami PMH yang tidak diobati ditandai dengan memburuknya sianosis secara
progresif dan dyspnea. Jika kondisi ini tidak diobati, tekanan darah bisa turun, kelelahan,
sianosis, dan kepucatan meningkat, dan rintihan berkurang atau hilang seiring dengan kondisi
yang memburuk. Apnea dan respirasi tidak teratur terjadi karena bayi kelelahan dan
merupakan tanda buruk yang memerlukan intervensi segera. Pasien juga mungkin memiliki
asidosis metabolik-respiratorik campuran, edema, ileus, dan oliguria. Kegagalan pernapasan
dapat terjadi pada bayi dengan perkembangan penyakit yang cepat. Dalam kebanyakan kasus,
gejala dan tanda-tanda mencapai puncaknya dalam waktu 3 hari, setelah itu membaik secara
bertahap. Perbaikan sering dikatakan oleh diuresis spontan dan kemampuan untuk
mengoksigenisasi bayi pada kadar oksigen inspirasi yang rendah atau ventilator dengan
tekanan rendah. Kematian jarang pada hari pertama penyakit, biasanya terjadi antara hari ke 2
dan 7, dan berhubungan dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial,
pneumotoraks), perdarahan paru, atau intraventricular hemorrhage (IVH). Kematian
mungkin tertunda beberapa minggu atau bulan jika BPD berkembang pada bayi dengan PMH
yang parah yang dipasang ventilasi mekanik.1
Pemeriksaan Laboratorium2:
1. Pengambilan sampel gas darah penting dalam pengelolaan PMH. Biasanya, pengambilan
sampel arteri secara intermiten dilakukan. Meskipun tidak ada konsensus, sebagian besar
ahli neonatologi setuju bahwa tekanan oksigen arteri 50-70 mm Hg dan tekanan karbon
dioksida arteri 45-60 mm Hg dapat diterima. Sebagian besar akan mempertahankan pH
pada atau di atas 7,25 dan saturasi oksigen arteri pada 88 - 95%. Selain itu, oksigen
transkutaneus secara kontinu dan pemantauan karbon dioksida atau pemantauan saturasi
2. Pemeriksaan Sepsis. Sebuah pemeriksaan sepsis parsial, termasuk hitung sel darah
lengkap dan kultur darah, harus dipertimbangkan untuk setiap bayi dengan diagnosis
PMH, karena sepsis yang berlangsung awal (Misalnya, infeksi streptokokus grup B atau
Haemophilus influenzae) sudah dapat dibedakan dari PMH atas dasar klinis saja.
3. Kadar glukosa serum dapat menjadi tinggi atau rendah pada awalnya dan harus dipantau
secara ketat untuk menilai kecukupan infus dekstrosa. Hipoglikemia saja dapat
menyebabkan takipnea dan gangguan pernapasan.
4. Kadar elektrolit serum termasuk kalsium harus dipantau setiap 12-24 jam untuk
pengelolaan cairan parenteral. Hipokalsemia dapat berkontribusi lebih banyak pada gejala
pernafasan dan sering pada bayi sakit, asupan gizi kurang, bayi prematur, atau bayi yang
asfiksia.
Pada bayi dengan PMH ringan sampai sedang, hipoaerasi dan opasitas
retikulogranular menetap selama 3-5 hari. Penurunan opasitas terjadi dari perifer ke daerah
medial dan dari lobus superior ke lobus inferior dimulai pada akhir minggu pertama. Bayi
dengan PMH berat tmengalami hipoaerasi progresif dan opasitas bilateral yang difus.
Perdarahan parenkim yang jelas juga didapatkan. Jenis PMH yang parah dan progresif sering
menyebabkan kematian, biasanya dalam waktu 72 jam. Temuan radiografi dari PMH
tergantung waktu pemberian surfaktan. Jika awal, meskipun pencegahan dengan surfaktan,
paru-paru sudah mengalami hipoaerasi dan memiliki pola retikulogranular karena cairan
interstitial dan alveoli yang atelectatik. Administrasi surfaktan biasanya menghasilkan sedikit
perbaikan, yang mungkin simetris atau asimetris; yang asimetri biasanya menghilang dalam
2-5 hari.
Bayi yang sedang diberikan ventilasi dengan tekanan positif intermiten dengan
tekanan akhir-ekspirasi positif mungkin memiliki paru-paru yang mempunyai aerasi baik
tanpa bronkogram udara. Bayi dengan penyakit yang berat mungkin tidak
dapatmengembangkan paru-paru mereka, mereka memiliki radiograf yang opak total. Pada
Pada bayi dengan PMH biasanya mengalami hipoksia karena duktus arteriosus
mungkin masih tetap paten. Pada peringkat awal penyakit, shunting adalah dari kanan ke kiri.
Pada akhir minggu pertama, shunting menjadi kiri ke kanan disebabkan tekanan arteri
pulmonalis yang menurun karena peningkatan komplians dari paru-paru sedang dalam fase
penyembuhan. Edema paru interstisial dapat berkembang. Karena itu, ketika pola granular
dari penyakit membran hialin berubah ke gambaran opak yang homogen, edema paru terjadi
akibat duktus arteriosus yang paten (patent ductus arteriosus [PDA]) atau awal dari
perubahan paru kronis harus dicurigai. Jika foto dada pada bayi prematur menunjukkan
opasitas retikulogranular, PMH boleh didiagnosa dengan keyakinan sehingga 90%.
Ultrasonografi8
Opaksifikasi yang homogen pada paru-paru adalah karena konsolidasi lobus inferior
yang boleh dilihat pada ultrasonografi abdominal bagian atas. Selain itu, ultrasonografi
sangat berguna dalam mendiagnosa atau menyingkirkan efusi pleura yang timbul bersamaan
atau sebagai komplikasi.
2.7 DIAGNOSIS1,4,6
Diagnosis gangguan napas dapat ditegakkan secara klinis maupun dengan analisa gas
darah (blood gas analysis). Perhitungan indeks oksigenisasi akan menggambarkan beratnya
hipoksemia. Bila mengevaluasi bayi dengan gangguan napas harus hati-hati atau waspada
karena dapat terjadi bayi dengan gejala pernapasan yang menonjol, tetapi tidak menderita
gangguan napas (misalnya asidosis metabolic, DKA = diabetic ketoasidosis) dan sebaliknya
gangguan napas berat dapat juga terjadi pada bayi tanpa gejala distress respirasi
(hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obat atau infeksi). Penilaian yang hati-hati
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat
menjelaskan tentang diagnosis. Penilaian secara serial tentang kesadaran, gejala respirasi,
Analisis Gas Darah dan respons terhadap terapi merupakan kunci berarti untuk menentukan
perlunya intervensi selanjutnya.
2. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan radiologik dada
b. Analisa gas darah
c. Septic work up dan mencari kemungkinan penyebab karena pneumonia: minimal
kultur darah dan jumlah sel.
d. Status metabolik: dilakukan pemeriksaan analisa gas darah, skrining kadar glukosa
darah.
Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum sangat diperlukan,
antara lain tentang hal:
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gangguan napas seperti:
Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan gejala
menonjol.
Sianosis
Retraksi
Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresia koana, ditandai kesulitan
memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung.
Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau-kekuningan pada tali pusat.
Abdomen mengempis (scaphoid abdomen).
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis gas darah (AGD):
Dilakukan untuk untuk menentukan adanya gagal napas akut yang ditandai
dengan: PaCO2 > 50 mmHg, PaO2 < 60mmHg, atau saturasi oksigen arterial <
90%.
Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih dari 20 menit.
darah arterial lebih dianjurkan.
Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah dari arteri
umbilikalis atau pungsi arteri.
Menggambarkan gambaran asidosis metabolic atau asidosi respiratorik dan
keadaan hipoksia.
2. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologi toraks pada bayi dengan PMH, menunjukkan gambaran
retikulogranular yang difus bilateral atau gambaran bronkogram udara (air
bronchogram) dan paru tidak berkembang.
Gambaran air bronchogram yang menonjol menunjukkan bronkious yang menutup
latar belakang alveoli yang kolaps.
Gambaran jantung yang samar mungkin normal atau membesar.
Kardiomegali mungkin merupakan akibat asfiksia prenatal, maternal diabetes, PDA,
berhubungan dengan kelainan jantung bawaan atau pengambangan paru yang buruk.
Gambaran ini mungkin akan berubah dengan pemberian terapi surfaktan secara dini
atau terapi indometasin dengan ventilator mekanik.
Gambaran radiologik PMH ini kadang tidak dapat dibedakan secara nyata dengan
pneumonia.
Pemeriksaan transiluminasi toraks dilakukan dengan cara memberi iluminasi atau
sinar yang terang menembus dinding dada untuk mendeteksi adanya penumpukan
abnormal misalnya pneumotoraks. Pemeriksaan radiologik toraks ini berguna untuk
membantu konfirmasi ada tidaknya pneumotoraks dan gangguan parenkimal seperti
pneumonia atau PMH.
Di samping itu pemeriksaan radiologi toraks juga berguna untuk:
Evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan segera misalnya: malposisi
pipa endotrakeal, adanya pneumotoraks.
Gambar 5. Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada PMH menurut kriteria Bomsel.
Kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari penyakit membran
hialin adalah sebagai berikut:
Kelainan metabolik
Kelainan hematologik
Kebocoran udara paru
Anomali kongenital dari paru-paru
2.9 KOMPLIKASI8
Ruptur alveolar
Diduga terjadi kebocoran udara (misalnya, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema interstisial, pneumotoraks) ketika bayi dengan penyakit membrane hialin tiba-tiba
memburuk dengan hipotensi, apnea, atau bradikardia atau ketika asidosis metabolik menjadi
persisten.
Infeksi
Infeksi dapat mempersulit penatalaksanaan penyakit membrane hialin dan dapat
bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk kegagalan untuk memperbaiki, pemburukan
secara tiba-tiba, atau perubahan jumlah sel darah putih atau trombositopenia. Juga, prosedur
invasif (misalnya, venipuncture, insersi kateter, penggunaan peralatan pernapasan) dan
penggunaan steroid pasca kelahiran memberi akses untuk organisme menyerang hos dengan
kekebalan tubuh yang sudah terkompromi.Dengan munculnya terapi surfaktan, bayi kecil dan
sakit dapat bertahan, dengan peningkatan insiden terjadi septikemia sekunder bagi
staphylococcal epidermidis dan / atau infeksi candida. Ketika septicaemia dicurigai, dapatkan
kultur darah dari 2 lokasi dan mulakan pemberian antibiotik yang tepat sampai hasil kultur
diperoleh.
Perdarahan paru
Kejadian perdarahan paru meningkat pada bayi prematur kecil, terutama setelah terapi
surfaktan. Tingkatkan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) pada ventilator dan berikan
epinefrin intratrakeal untuk mengelola perdarahan paru. Pada beberapa pasien, perdarahan
paru mungkin terkait dengan PDA; perdarahan paru pada individu tersebut harus segera
mengobati.
Apnea prematuritas
Apnea prematuritas adalah umum pada bayi belum matang, dan insiden telah meningkat
dengan terapi surfaktan, mungkin karena ekstubasi dini. Tatalaksana apnea prematuritas
dengan metilxantin (kafein) dan / atau tekanan aliran udara yang positif melalui nasal (CPAP)
atau dengan ventilasi yang dibantu pada insiden yang refraktori. Septikemia, kejang, refluks
gastroesophageal, dan penyebab metabolik dan lainnya harus disingkirkan pada bayi
prematur dengan apnea.
Bronkopulmonary displasia
BPD adalah penyakit paru-paru kronis yang didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen pada
usia kehamilan 36 minggu yang sudah dikoreksi. BPD terkait langsung dengan volume tinggi
dan / atau tekanan yang digunakan untuk ventilasi mekanis atau untuk mengelola infeksi,
Gangguan neurologis
Gangguan neurologis terjadi pada sekitar 10-70% dari bayi dan berhubungan dengan usia
kehamilan bayi, tingkat dan jenis patologi intrakranial, dan apa adanya hipoksia dan infeksi.
Cacat pendengaran dan penglihatan dapat menganggu perkembangan pada bayi yang
menderita penyakit tersebut. Pasien dapat mengembangkan ketidakmampuan belajar yang
spesifik dan perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, bayi ini harus ditindaklanjuti secara
berkala untuk mendeteksi bayi yang mempunyai gangguan neurologis, dan dapat dilakukan
intervensi yang tepat.
Pencegahan
1. Kortikosteroid antenatal. National Institutes of Health Consensus Development
Conference pada tahun 1994 tentang efek kortikosteroid untuk pematangan janin pada
hasil perinatal menyimpulkan bahwa kortikosteroid antenatal mengurangi risiko
kematian, PMH, dan intraventricular hemorrhage (IVH). Penggunaan betametason
antenatal untuk meningkatkan kematangan paru janin sekarang telah dilaksanakan dan
umumnya dianggap sebagai standar perawatan. Regimen glukokortikoid yang
direkomendasikan terdiri dari pemberian dua dosis betametason 12 mg yang diberikan
intramuskuler 24 jam secara terpisah kepada ibu. Deksametason tidak lagi dianjurkan
karena peningkatan risiko leukomalacia periventrikular kistik pada bayi yang sangat
prematur yang mengalami efek obat sebelum lahir (Baud et al, 1999).
Saat ini, penelitian tindak lanjut jangka panjang tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara pasien yang diobati surfaktan dan kelompok kontrol yang tidak diobati
sehubungan dengan PDA, IVH, RBP, NEC, dan BPD. Ada bukti menunjukkan bahwa
lamanya penggunaan ventilasi mekanik dan ventilator total telah berkurang dengan
penggunaan surfaktan pada semua tingkat usia kehamilan, walaupun dengan peningkatan
bayi berat badan lahir sangat rendah. Sebuah kejatuhan dramatis pada kematian akibat PMH
dimulai pada tahun 1991. Ini mungkin mencerminkan pengenalan terapi surfaktan pengganti
di negara-negara tentang. Dalam tindak lanjut studi jangka panjang, tidak ada efek samping
disebabkan terapi surfaktan telah diidentifikasi.
Dukungan Pernapasan
1. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik adalah terapi andalan untuk bayi dengan PMH
yang mengalami antaranya apnea atau hipoksemia dengan asidosis respiratorik yang
berkembang. Ventilasi mekanis biasanya dimulai dengan kadar 30-60 napas/menit dan
2. CPAP dan nasal synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV). Nasal CPAP
(NCPAP) atau nasopharyngeal CPAP (NPCPAP) dapat digunakan dini untuk menunda
atau mencegah kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Untuk meminimalkan cedera paru-
paru berhubungan dengan intubasi dan ventilasi mekanis, telah ada minat baru dalam
menggunakan CPAP sebagai strategi pengobatan awal untuk mengobati PMH bahkan
pada bayi berat badan lahir sangat rendah. Di beberapa pusat, praktik ini telah telah
digunakan dengan sukses dan menghasilkan penurunan insiden BPD (Aly, 2001; De
Klerk & De Klerk, 2001; Van Marter et al, 2000). Selain itu, pengobatan dini dengan
surfaktan, yang dikelola selama periode singkat intubasi diikuti oleh ekstubasi dan
penerapan NCPAP semakin sedang digunakan di Eropa. Pendekatan ini telah digunakan
pada bayi prematur usia kehamilan <30 minggu kehamilan dan secara signifikan
mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik selanjutnya (Kamper, 1999; Verder et al, 1999).
NCPAP dan NPCPAP dapat digunakan pada ekstubasi dan dapat mengurangi
kemungkinan diintubasi lagi.
Terapi antibiotik
Sedasi
Sedasi umumnya digunakan untuk mengontrol ventilasi pada bayi yang sakit. Fenobarbital
sering digunakan untuk menurunkan tingkat aktivitas bayi. Morfin, fentanil, atau lorazepam
dapat digunakan untuk analgesik serta obat penenang. Kelumpuhan otot dengan pankuronium
untuk bayi dengan PMH tetap menjadi kontroversial. Sedasi mungkin diindikasikan untuk
bayi yang "melawan" ventilator dan menghembuskan napas selama inspirasi siklus ventilasi
mekanis. Pola pernapasan dapat meningkat kemungkinan karena komplikasi seperti
kebocoran udara dan seharus dihindari. Sedasi bayi dengan fluktuasi kecepatan aliran darah
otak secara teoritis menurunkn resiko IVH.
Persediaan awal mulai dari pengamatan intensif dan perawatan bayi baru lahir yang
berisiko tinggi secara signifikan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan PMH dan penyakit neonatal akut yang lain. Steroid antenatal, penggunaan surfaktan
postnatal, peningkatan modus ventilasi, dan perawatan sesuai perkembangan penyakit telah
menurunkan mortalitas dari PMH (≈ 10%). Hasil yang optimal tergantung pada ketersediaan
personil yang berpengalaman dan terampil, unit rumah sakit daerah khusus dirancang dan
diselenggarakan, peralatan yang tepat, dan kurangnya komplikasi seperti asfiksia berat,
perdarahan intrakranial, atau malformasi kongenital.
Terapi surfaktan telah mengurangi angka kematian dari PMH sekitar 40%; kejadian
BPD yang mempengaruhi belum terukur. Prognosis untuk bertahan hidup dengan atau tanpa
gejala sisa neurologis pernapasan dan sangat tergantung pada berat badan lahir dan usia
kehamilan. Kematian meningkat dengan menurunnya usia kehamilan. Meskipun 85-90% dari
semua bayi dengan PMH yang masih hidup setelah membutuhkan dukungan ventilasi dengan
respirator adalah normal, prognosis jauh lebih baik bagi mereka dengan berat lebih dari 1.500
Bayi dengan PMH, 80 sampai 90% bertahan hidup, dan sebagian besar korban
memiliki paru-paru normal pada usia 1 bulan. Beberapa terjadi gangguan pernapasan yang
menetap, bagaimanapun mungkin memerlukan konsentrasi oksigen inspirasi tinggi selama
berminggu-minggu. Mereka dengan perjalanan penyakit yang berkepanjangan memiliki
insiden tinggi untuk memiliki penyakit pernafasan dengan mengi pada tahun-tahun pertama
kehidupan. Meskipun sebagian bayi fungsi paru-paru menjadi normal, mereka cenderung
mengalami laju aliran ekspirasi yang berkurang dan di masa kanak-kanak akhir sering
memiliki bronkospasme yang diinduksi aktifitas atau metakolin. Bayi prematur dengan
gangguan pernapasan neonatal lebih cenderung memiliki gangguan perkembangan
dibandingkan bayi yang lahir prematur tanpa gangguan pernapasan neonatal.
BAB III
KESIMPULAN
Penyebab paling umum dari gangguan pernapasan pada bayi prematur adalah
penyakit membran hialin. Insiden meningkat dari 5% bayi lahir di 35-36 minggu usia
kehamilan kepada lebih dari 50% dari bayi yang lahir pada 26-28 minggu kehamilan. Kondisi
ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan di
alveolus selama ekspirasi, yang memungkinkan alveolus untuk tetap sebagian diperluas dan
dengan cara itu mempertahankan kapasitas residual fungsional. Tidak adanya surfaktan
menyebabkab dalam komplians paru-paru yang rendah dan atelektasis. Bayi harus
mengeluarkan banyak upaya untuk memperluas paru-paru dengan setiap napas, dan
kemudian akan terjadi gangguan pernafasan.
1. Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease).
Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders; 2007.
3. Thilo EH. The Newborn Infant. Dalam: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM,
Deterding RR, editors. Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Edisi ke-18.
Colorado: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Hansen TH. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM,
Hostetter, MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph's Pediatrics, Edisi ke-21. New York:
McGraw-Hill Companies; 2003.
6. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A,
Dewi Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2008. h. 126-45.
7. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Available from:
www.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.doc. Accessed Dis 30th,2011.
8. Pramanik AK, dkk. Respiratory Distress Syndrome. Updated: Oct 10th, 2011.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview . Accessed Dis 31th,2011.
9. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Updated: May 25th, 2011.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview. Accessed Dis 31th,2011