Anda di halaman 1dari 1

Anestesi dalam Bedah Ginekologi

Dalam bedah ginekologi terdapat sejumlah masalah utama. Wanita yang cenderung muntah pasca
bedah lebih banyak dibandingkan pada laki-laki, terutama jika sedang mengalami pembedahan
dengan peregangan serviks; dan obat-obat yang diperlukan adalah yang juga merupakan agen
emetik poten (sebagai contoh ergometrin atau pesarium prostaglandin, yang diberikan sebelum
terminasi kehamilan pervaginam atau retensi hasil konsepsi). Blok spinal, epidura lumbalis, atau
kaudal baik yang disertai atau yang tidak disertai dengan sedasi atau anestesi umum, disukai
pada tindakan ginekologi, karena cara-cara tersebut mengurangi angka thrombosis vena
profundus pascabedah, perdarahan, dan ileus. Penderita dapat juga merasakan hilangnya rasa
nyeri pascabedah tanpa efek merugikan dari analgesik narkotik. Uterus gravidarum kontraksinya
kurang efisien jika terpapar oleh agen anestetik terhalogenasi, sehingga mengurangi penggunaan
halotan, enfluran, atau isofluran pada evakuasi retensi hasil konsepsi. Masalah yang terjadi
karena anestesi yang tidak adekuat bila agen-agen tersebut tidak digunakan, mungkin lebih besar
daripada bahaya kehilangan darah berlebihan yang mengancam selama anestesi yang singkat.
Halotan 0,5%, isofluran 0,75% atau enfluran 1,0% merupakan kadar pemeliharan yang dapat
diterima, dan kadar yang lebih tinggi dapat digunakan selama induksi, tetapi tiopenton
intermitten atau propofol dengan fentanil atau alfentanil dan nitrogen oksida dan oksigen
merupakan teknik pilihan yang memuaskan. ( Boulton dan Colin, 2004)
Boulton dan Colin. 2004. Anestesiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai