Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

I.

DASAR TEORI

1. DEFINISI
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001).
2.

ETIOLOGI
Alasan terbanyak dilakukan histerektomi karena Mioma uteri. Selain itu

adanya perdarahan uterus abnormal, endometriosis, prolaps uteri (relaksasi


pelvis) juga dilakukan histerektomi. Hanya 10 % dari kasus histerektomi
dilakukan pada pasien dengan karsinoma. Fibrosis uteri (dikenal juga leiomioma)
merupakan alasan terbanyak dilakukannya histerektomi. Leiomioma merupakan
suatu perkembangan jinak (benigna) dari sel-sel otot uterus, namun etiologinya
belum diketahui. Meskipun jinak dimana artinya tidak menyebabkan/berubah
menjadi kanker, leiomioma ini dapat menyebabkan masalah secara medis,
seperti perdarahan yang banyak, yang mana kadang-kadang diperlukan tindakan
histerektomi. Relaksasi pelvis adalah kondisi lain yang menentukan tindakan
histerektomi. Pada kondisi ini wanita mengalami pengendoran dari otot-otot
penyokong dan jaringan disekitar area pelvik. pengendoran ini dapat mengarah
ke gejala-gejala seperti inkontensia urine (Unintensional Loss of Urine) dan
mempengaruhi kemampuan seksual. Kehilangan urine ini dapat dicetuskan juga
oleh bersin, batuk atau tertawa. Kehamilan mungkin melibatkan peningkatan
resiko dari relaksasi pelvis, meskipun tidak ada alasan yang tepat untuk
menjelaskan hal tersebut.
Histerektomi juga dilakukan untuk kasus-kasus karsinoma uteri/beberapa
pre karsinoma (displasia). Histerektomi untuk karsinoma uteri merupakan tujuan
yang tepat, dimana menghilangkan jaringan kanker dari tubuh. Prosedur ini
merupakan prosedur dasar untuk penatalaksanaan karsinoma pada uterus.Untuk

kasus-kasus nyeri pelvis, wanita biasanya tidak dianjurkan untuk di histerektomi.


Namun penggunaan laparaskopi atau prosedur invasif lainnya digunakan untuk
mencari penyebab dari nyeri tersebut. Pada kasus-kasus perdarahan abnormal
uterus, bila dibutuhkan tindakan histerektomi, wanita/ pasien tersebut dibutuhkan
suatu sample dari jaringan uterus (biopsi endometrium). Untuk mengetahui ada
tidaknya jaringan karsinoma/ pre karsinoma dari uterus tersebut. Prosedur ini
sering disebut sample endometriae. Pada wanita nyeri panggul/ perdarahan
percobaan pemberian terapi secara medikamentosa sering diberikan sebelum
dipikirkan dilaksanakan histerektomi.Maka dari itu wanita pada stadium pre
menopause (masih punya periode menstrual reguler) yang mempunyai
leiomioma dan menyebabkan perdarahan namun tidak menyebabkan nyeri,
terapi Hormonal lebih sering dianjurkan daripada tindakan histerektomi. Jika
wanita tersebut mempunyai perdarahan yang banyak sehingga menyebabkan
gangguan pada aktifitas sehari-hari, berlanjut menyebabkan anemia, dan tidak
mempunyai kelainan pada sampel endometriae, ia bisa dipertimbangkan untuk
dilakukan histerektomi.
Pada wanita menopause (yang tidak mengalami periode menstrual
secara

permanen)

dimana

ia

tidak

ditemukan

kelainan

pada

sample

endometriumnya namun ia mempunyai perdarahan abnormal yang persisten,


setelah

pemberian

terapi

hormonal

dapat

dipertimbangkan

dilakukan

histerektomi. Penyesuaian dosis/tipe dari hormon juga dibutuhkan saat


diputuskan penggunaan terapi secara optimal pada beberapa wanita.

3. INDIKASI
Histerektomi memang sesuatu yang sangat tidak diharapkan, terutama
bagi wanita yang masih mendambakan memiliki anak. Namun demikian,
seringkali dokter tidak memiliki pilihan lain untuk menangani penyakit secara
permanen selain dengan mengangkat rahim. Beberapa jenis penyakit yang
mungkin mengharuskan histerektomi antara lain:
a. Fibroids (tumor jinak yang tumbuh di dalam dinding otot rahim)
b. Kanker serviks, rahim atau ovarium

c. Endometriosis, kondisi berupa pertumbuhan sel endometrium di bagian


lain dari rahim
d. Adenomyosis, kelainan di mana sel endometrium tumbuh hingga ke
dalam dinding rahim (sering juga disebut endometriosis interna)
e. Prolapsis uterus, kondisi di mana rahim turun ke vagina karena ligamen
yang kendur atau kerusakan pada otot panggul bawah
f.

Inflamasi Pelvis karena infeksi

Setelah menjalani histerektomi, seorang wanita tidak lagi mendapatkan


ovulasi dan menstruasi. Hal ini juga berarti berkurangnya produksi hormon
estrogen dan progesteron yang dapat menyebabkan kekeringan pada vagina,
keringat berlebihan, dan gejala-gejala lain yang umumnya terjadi pada
menopause normal. Wanita yang menjalani salpingo-oporektomi bilateral atau
pengangkatan kedua ovarium biasanya juga diberi terapi pengganti hormon
untuk menjaga tingkat hormon mereka.

4. KLASIFIKASI
a. Histerektomi Abdominal Totalis
Ini merupakan suatu tipe Histerektomi yang sangat dan sering
dilakukan. Selama histerektomi abdominalis totalis, dokter-dokter sering
mengangkat uterus bersama servik sekaligus. Parut yang dihasilkan
dapat berbentuk horizontal atau vertikal, tergantung dari alasan prosedur
tersebut dilakukan dan ukuran atau luasnya area yang ingin di terapi.
Karsinoma ovarium dan uterus, endometriosis, dan mioma uteri yang
besar dapat dilakukan histerektomi jenis ini. Selain itu histerektomi jenis
ini dapat dilakukan pada kasus-kasus nyeri panggul, setelah melalui suatu
pemeriksaan serta evaluasi penyebab dari nyeri tersebut, serta kegagalan
terapi secara medikamentosa. Setelah dilakukan prosedur ini wanita tidak
dapat mengandung seorang anak. Maka dari itu metode ini tidak
dilakukan pada wanita usia reproduksi, kecuali pada kondisi-kondisi yang
sangat

serius

seperti

karsinoma.

Histerektomi

abdominal

totalis

memperbolehkan operator mengevaluasi seluruh kavum abdomen serta


panggul, dimana sangat berguna pada wanita-wanita dengan karsinoma

atau penyebab yang tidak jelas. Dokter juga perlu melihat kembali
keadaan medis untuk memastikan tidak terjadinya resiko yang diinginkan
saat metode ini dilakukan, seperti jaringan parut yang luas (adhesi). Jika
wanita tersebut mempunyai resiko adhesi, atau ia mempunyai suatu
massa panggul yang besar, histerektomi secara abdominal sangatlah
cocok.
b. ADHESIOLISIS (PEMBEBASAN PERLENGKETAN)
Perlengketan pada organ kelamin wanita dapat disebabkan oleh
tiga hal,yakni infeksi, endometriosis, dan riwayat operasi organ perut.
Perlengketan ini sesungguhnya merupakan proses penyembuhan alami
tubuh untuk memperbaiki jaringan yang cedera atau terluka. Cedera atau
luka akibat operasi, infeksi maupun endometriosis ini diperbaiki dengan
membentuk jaringan baru di permukaan jaringan yang rusak. Jaringan
baru yang terbentuk inilah yang dapat menyebebkan lengketnya organ
tersebut dengan luka sayatan operasi atau dengan organ lain
disekitarnya. Pada sebagian orang perlengketan ini tidak menimbulkan
gejala. Apabila perlengketan ini menyebabkan tarikan, puntiran Atau
perubahan posisi dapat menimbulkan berbagai keluhan terutama nyeri.
Pada wanita, selain nyeri, Perlengketan ini dapat pula menimbulkan
infertility,terutama apabila perlengketan terjadi pada organ saluran telur.
Diagnosis perlengketan organ kelamin dalam wanita ini didasarkan pada
adanya factor resiko riwayat operasi perut (open surgery), infeksi,keluhan
nyeri serta pemeriksaan dalam yang mendukung adanya perlengketan
organ kelamin dalam. Namun demikian, seringkali perlengketan ini
dijumpai

tanpa

sengaja

diagnostik.Perlengketan
fisioterapi(misalnya

ini

Wurn

saat
dapat

dilakukan

tindakan

dihilangkan

technique)untuk

laparoskopi

dengan

melakukan

perlengketan

ringan,dan

tindakan operatif untuk perlengketan yang lebih hebat.


c. HISTEREKTOMI VAGINALIS
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengangkat uterus melalui
vagina. Vaginal histerektomi ini merupakan suatu metode yang cocok
hanya

pada

kondisi-kondisi

seperti

prolaps

uteri,

hiperplasi

endometrium, atau displasia servikal. Kondisi ini dapat dilakukan


apabila uterus tidak terlalu besar, dan tidak membutuhkan suatu
prosedur evaluasi operatif yang luas. Wanita diposisikan dengan
kedua kaki terangkat pada meja litotomi. wanita yang belum pernah
mempunyai anak mungkin tidak mempunyai kanalis vaginalis yang
cukup lebar, sehingga tidak cocok dilakukan prosedur ini. Jika wanita
tersebut mempunyai uterus yang sangat besar, ia tidak dapat
mengangkat kakinya pada meja litotomi dalam waktu yang lama atau
alasan lain mengapa hal tersebut terjadi, dokter-dokter biasanya
mengusulkan histerektomi secara abdominalis. Secara keseluruhan
histerektomi vaginal secara laparaskopi lebih mahal dan mempunyai
komplikasi

yang

sangat

tinggi

dibanding

histerektomi

secara

abdominal.
d. HISTEREKTOMI VAGINAL DENGAN BANTUAN LAPAROSKOPI
Metode jenis ini sangat mirip dengan metode histerektomi secara
vaginal hanya saja ditambah dengan alat berupa laparoskopi. Sebuah
laparoskopi adalah suatu tabung yang sangat tipis dimana kita dapat
melihat didalamnya dengan suatu kaca pembesar di ujungnya. Pada
wanita-wanita tertentu penggunaan laparaskopi ini selama histerektomi
vaginal sangat membantu untuk memeriksa secara teliti kavum abdomen
selama operasi. Penggunaan laparoskopi pada pasien-pasien karsinoma
sangat baik bila dilakukan pada stadium awal dari kanker tersebut untuk
mengurangi
oovorektomi.

adanya

penyebaran

Dibandingkan

atau

dengan

jika

vaginalis

direncanakan
Histerektomi

suatu
atau

abdominal, metode ini lebih mahal dan lebih riskan terjadinya komplikasi,
pengerjaannya lama dan berhubungan dengan lamanya perawatan di
Rumah Sakit seperti pada vaginal histerektomi uterus tidak boleh terlalu
besar.
e. HISTEREKTOMI SUPRASERVIKAL
Supraservikal Histerektomi digunakan untuk mengangkat uterus
sementara serviks ditinggal. Serviks ini adalah suatu area yang dibentuk
oleh suatu bagian paling dasar dari uterus, dan berada di bagian akhir

(atas) dari kanalis vaginalis. Prosedur ini kemungkinan tidak berkembang


menjadi karsinoma endometrium terutama pada bagian serviks yang
ditinggal. Wanita yang mempunyai hasil papsmear abnormal atau kanker
pada daerah serviks tidak cocok dilakukan prosedur ini. Wanita lain dapat
melakukan prosedur ini jika tidak ada alasan yang jelas untuk
mengangkat serviks. Pada beberapa kasus serviks lebih baik ditinggal
seperti pada kasus-kasus endometriosis. Prosedur ini merupakan
prosedur yang sangat simple dan membutuhkan waktu yang singkat. Hal
ini dapat memberikan suatu keuntungan tambahan terhadap vagina, juga
menurunkan resiko terjadinya suatu protrusi lumen vagina (Vaginal
prolaps).
f.

HISTEREKTOMI RADIKAL
Prosedur ini melibatkan operasi yang luas dari pada histerektomi
abdominal totalis, karena prosedur ini juga mengikut sertakan
pengangkatan jaringan lunak yang mengelilingi uterus serta mengangkat
bagian atas dari vagina. Radikal histerektomi ini sering dilakukan pada
kasus-kasus karsinoma serviks stadium dini. Komplikasi lebih sering
terjadi pada histerektomi jenis ini dibandingkan pada histerektomi tipe
abdominal. Hal ini juga menyangkut perlukaan pada usus dan sistem
urinarius.

g. OOFOREKTOMI DAN SALPINGOOFOREKTOMI (PENGANGKATAN


OVARIUM DAN ATAU TUBA FALOPII)
Ooforektomi merupakan suatu tindakan operatif mengangkat
ovarium, sedangkan salpingooforektomi adalah pengangkatan ovarium.
Kedua metode ini dilakukan pada kasus-kasus : kanker ovarium, curiga
tumor ovarium atau kanker tuba falopii (jarang). Kedua metode ini juga
dapat dilakukan pada kasus-kasus infeksi atau digabungkan dengan
histerektomi. Kadang-kadang wanita dengan kanker ovarium atau
payudara tipe lanjut dilakukan suatu ooforektomi sebagai tindakan
preventif atau profilaksis untuk mengurangi resiko penyebaran dari sel-sel
kanker tersebut. Jarang sekali terjadi kelainan secara familial.

5. TINGKATAN HISTEREKTOMI
Histerektomi adalah bedah pengangkatan rahim (uterus) yang
sangat umum dilakukan. Ada beberapa tingkatan histerektomi, yaitu:
a.

isterektomi total: pengangkatan rahim dan serviks, tanpa ovarium


dan tuba falopi

b.

Histerektomi subtotal: pengangkatan rahim saja, serviks, ovarium


dan tuba falopi tetap dibiarkan.

c.

Histerektomi total dan salpingo-oporektomi bilateral atau dikenal


dengan

nama

BILATERAL

TOTAL

ABDOMINAL

SALPHINGO

HISTEREKTOMY

OOPHORECTOMY

AND

(TAH-BSO):

pengangkatan rahim, serviks, ovarium dan tuba falopi.


d.

TAH

BSO

merupakan

suatu

tindakan

pembedahan

untuk

mengangkat uterus,serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan


melakukan insisi pada dinding, perut pada malignant neoplasmatic
desease, leymyoma dan chronic endrometriosisTAH-BSO adalah
suatu tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding
perut untuk mengangkat uterus, serviks,kedua tuba falopii dan
ovarium pada malignant neoplastic diseas, leymiomas dan chronic
endometriosis.
6.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Begitu banyak teknik-teknik operasi pada tindakan histerektomi.
Prosedur operatif ideal pada wanita bergantung pada kondisi mereka
masing-masing. Namun jenis-jenis dari histerektomi ini dibicarakan pada
setiap pertemuan mengenai teknik apa yang dilakukan dengan
pertimbangan situasi yang bagaimana. Namun keputusan terakhir
dilakukan dengan diskusi secara individu antara pasien dengan dokterdokter yang mengerti keadaan pasien tersebut. Perlu diingat aturan
utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui
beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan :

a. Pemeriksaan

panggul

lengkap

(Antropometri)

termasuk

mengevaluasi uterus di ovarium.


b. Papsmear terbaru.
c. USG panggul, tergantung pada temuan diatas.

7. PROSEDUR HISTEREKTOMI
Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian
bawah atau vagina, dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat
perut dilakukan melalui sayatan melintang seperti yang dilakukan pada
operasi sesar. Histerektomi lewat vagina dilakukan dengan sayatan pada
vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut laparoskop mungkin
dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk membantu pengangkatan
rahim lewat vagina. Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan
histerektomi perut karena lebih kecil risikonya dan lebih cepat
pemulihannnya. Namun demikian, keputusan melakukan histerektomi
lewat perut atau vagina tidak didasarkan hanya pada indikasi penyakit
tetapi juga pada pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.
Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti halnya
bedah besar lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa diantaranya
adalah pendarahan dan penggumpalan darah (hemorrgage/hematoma)
pos operasi, infeksi dan reaksi abnormal terhadap anestesi.

8.

PEMULIHAN DAN DIET PASCA OPERASI


Pemulihan dari operasi histerektomi biasanya berlangsung dua
hingga enam minggu. Selama masa pemulihan, pasien dianjurkan untuk
tidak banyak bergerak yang dapat memperlambat penyembuhan bekas
luka operasi. Dari segi makanan, disarankan untuk menghindari makanan
yang menimbulkan gas seperti kacang buncis, kacang panjang, brokoli,
kubis dan makanan yang terlalu pedas. Seperti setelah operasi lainnya,
makan makanan yang kaya protein dan meminum cukup air akan
membantu proses pemulihan.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehatan
b. Pemeriksaan Fisik dan Pelvis
c. Data dasar pengkajian pasien
d. Data tergantung pada proses penyakit dasar/kebutuhan untuk
intervensi

pembedahan

(contoh,

kanker,

prolaps,

disfungsi

perdarahan uteri, endometriosis berat/infeksi pelviks yang tidak


sembuh terhadap penanganan medik).
e. Respon Psikososial Pasien
Keharusan

menjalani

histerektomi

dapat

menunjukkan

reaksi

emosional yang kuat dan adanya ketakutan.


f.

Ansietas
Jika histerektomi dilakukan untuk mengangkat tumor maligna ,
ansietas yang berhubungan dengan ketakutan adanya kanker dan
kematian menambah stres pada pasien dan keluarganya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas,
fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
c. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
d. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis
saraf.
e. Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor
fisik (bedah abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot
abdominal), nyeri/ketidaknyamanan abdomen atau area perineal,
perubahan masukan diet.
f. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan hipovolemia, penurunan/penghentian aliran darah (kongesti
pelvis,

inflamasi

jaringan

pascaoperasi,

stasis

vena),

trauma

intraoperasi/tekanan pada pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama


histerektomi vagina.
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan
perubahan struktur tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal;
perubahan kadar hormon, penurunan libido), kemungkinan perubahan
pola respon seksual (contoh,tak adanya irama kontraksi uterus selama
orgasme; ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C. PERENCANAAN (INTERVENSI)
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi :
a) Berikan penjelasan tentang persiapan fisik sepanjang periode praoperatif.
b) Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaannya pada seseorang yang
dapatmemahami dan membantunya.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas,
fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
Intervensi :
a) Berikan waku untuk mendengar masalah ketakutan pasien dan orang
terdekat. Diskusiakan persepsi dari pasien sehubungan dengan antisipasi
perubahan dan pola hidup khusus.
b) Kaji stres emosi pasien. Identifikasi kehilangan pada pasien/orang
terdekat. Dorong pasien untuk mengekspresikan dengan tepat.
c) Berikan informasi akurat, kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya.
d) Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping positif
sebelumnya.

e) Berikan lingkungan terbuka kepada pasien untuk mendiskusikan masalah


seksualitas.
f) Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan
penolakan, atau terlalu memasalahkan perubahan aktual/yang ada.
g) Kolaborasi dengan rujuk konseling profesional sesuai kebutuhan.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Intervensi :
a) Pemberian analgesik sesuai yang d resepkan untuk mrnghilangkan nyeri
dan meningkatkan pergerakan dan ambulasi.
b) Pantau cairan dan makanan selama 1 atau 2 hari dalam periode pasca
operatif.
c) Pasang selang rektal, pemasangan penghambat pada abdomen jika
pasien menglami distensi abdomen atau flatus.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
Intervensi :
a) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluarnya urine.
b) Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyamanan, penuh,
ketidakmampuan berkemih.
c) Berikan tindakan berkemih rutin, contoh vrivasi, posisi normal, aliran air
pada baskom, penyiraman air hangat pada perineum.
d) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada).
e) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau.
f) Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan/per protokol bila pasien
tidak mampu berkemih atau tidak nyaman.

g) Kolaborasi dalam dekompresi kandung kemih dengan perlahan.


h) Pertahankan patensis kateter tak menetap; pertahankan drainase selang
bebas lipatan.
i) Periksa residu volume urine setelah berkemih bila diindikasikan.

5. Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor fisik


(bedah abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal),
nyeri/ketidaknyamanan abdomen atau area perineal, perubahan masukan
diet.
Intervensi :
a)

Auskultasi

bising

usus.

Perhatikan

distensi

abdomen,

adanya

mual/muntah.
b) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
c) Dorong pemasukan cairan adekuat; termasuk sari buah, bila pemasukan
per oral dimulai.
d) Berikan rendam duduk.
e) Kolaborasi dalam membatasi pemasukan oral sesuai indikasi.
f) Kolaborasi dalam pemberikan selang NG bila ada.
g) Kolaborasi pemberian cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi
makanan halus sesuai toleransi.
h) Gunakan selang rektal; lakukan kompres hangat pada perut, bila tepat.
i) Berikan obat, contok pelumas feses, minyak mineral, laksatif sesuai
indikasi.
6. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemia,

penurunan/penghentian

aliran

darah

(kongesti

pelvis,

inflamasi jaringan pascaoperasi, stasis vena), trauma intraoperasi/tekanan


pada pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama histerektomi vagina.
Intervensi :
a) Pantau tanda vital; palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler;
kaji keluaran/karakteristik urine. Evaluasi perubahan mental.
b) Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan warna, jumlah, dan
bau drainase. Timbang pembalut dan bandingkan dengan berat kering, bila
pasien mengalami perdarahan hebat.
c) Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan napas dalam.
d) Hindari posisi Fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau menyilangkan
kaki.
e) Bantu/instruksikan latihan kaki dan telapak dan ambulasi sesegera
mungkin.
f) Bantu/dorong penggunaan spirometri insentif.
g) Berikan cairan IV, produk darah sesuai indikasi.
h) Pakaikan stoking antiemboli.
i) Periksa tanda Homan. Perhatikan eritema, pembengkakan ekstremitas,
atau keluhan nyeri dada tiba-tiba pada dispnea.
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan
struktur tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal; perubahan
kadar hormon, penurunan libido), kemungkinan perubahan pola respon
seksual (contoh,tak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme;
ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
Intervensi :
a) Mendengarkan pernyataan pasien/orang terdekat.

b) Kaji informasi pasien/orang terdekat tentang anatomi fungsi seksual dan


pengaruh prosedur pembedahan.
c) Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
d) Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahap berduka.
e) Dorong pasien untuk berbagi pikiran /masalah dengan teman.
f) Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial; contoh menunda
koitus seksual saat kelelahan, melanjutkannya dengan ekspresi alternative,
posisi yang menghindari tekanan pada insisi abdomen, menggunakan
minyak vagina.
g) Diskusikan sensasi/ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respon
seperti individu biasanya.
h) Rujuk ke konselor/ahli seksual sesuai kebutuhan.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi :
a)

Diskusikan

degan

lengkap

masalah

yang

diantisipasi

selama

penyembuhan, contoh labilitas emosi dan harapan perasaan depresi/


kesedihan; kelemahan berat, gangguan tidur, masalah berkemih.
b) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa datang;
contoh, pasien perlu mengetahui bahwa ia tak akan menstruasi atau
melahirkan anak, apakah menopause pembedahan akan terjadi dan
kemungkinan kebutuhan untuk penambahan hormon.
c) Diskusikan melakukan kembali aktivitas. Dorong aktivitas pertama dengan
periode istirahat yang sering dan meningkatkan aktivitas/latihan sesuai
toleransi. Tekankan pentingnya respon individu dalam penyembuhan.

d) Identifikasi keterbatasan individu, contoh menghindari mengangkat berat


(seperti pengosongan dan mengejan saat defekasi); duduk/menyetir lama.
Hindari mandi di bak/pancuran sampai dokter mengizinkan.
e) Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual. (Rujuk DK: Risiko tinggi
disfungsi

seksual

berhubungan

dengan

perubahan

struktur

tubuh/fungsi(contoh: memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar


hormon, penurunan libido), Kemungkinan perubahan pola respon seksual
(contoh:

tak

adanya

irama

kontraksi

uterus

selama

orgasme;

ketidaknyamana/nyeri vagina (dispareunia))).


f) Identifikasi kebutuhan diet, contoh protein tinggi, tambahan besi.
g) Kaji ulang terapi penambahan hormon. Diskusikan kemungkinan hot
flash meskipun ovarium masih ada.
h) Dorong minum obat yang diresepkan secara rutin (contoh, dengan
makan).
i) Diskusikan potensial efek samping, contoh peningkatan berat badan,
peningkatan pigmentasi kulit atau jerawat, nyeri tekan payudara, sakit
kepala, fotosensitivitas.
.
9. PELAKSANAAN (IMPLEMENTASI)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.
10. EVALUASI
a) Mengalami penurunan ansietas.
b) Menerima perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pembedahan:
1) Membicarakan perubahan yang dihasilkan dari pembedahan dengan
pasangannya.
2) Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan yang ia alami dan
rencana pengobatannya.

3) Menunjukkan kesediaan atau depresi minimal.


c) Mengalami nyeri dan ketidaknyamanan minimal
1) Melaporkan peredaan nyeri dan ketidaknyamanan abdomen.
2) Melakukan ambulasi tanpa rasa nyeri.

DAFTAR PUSTAKA
Hacker dan Moore, Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2, Jakarta:
Hipokrates,2001.
Manuaba, Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi, Jakarta: EGC,2004.
Marilynn, Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC,
1999.
Brunner and Suddarth, Buku Ajar keperawatan Medical bedah, Edisi 8, Jakarta:
EGC,2002

Anda mungkin juga menyukai