Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI DENGAN TINDAKAN OPERASI HISTERECTOMY


MENGGUNAKAN REGIONAL ANASTESI

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2020
FORMAT

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI DENGAN TINDAKAN


HISTERECTOMY MENGGUNAKAN REGIONAL ANESTESI

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal
dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul,
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus
genitalia wanita,terutama wanita usai produktif. Walaupun tidak sering,
disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas,
abortus spontan, persalinan prematur, dan malpresentasi (Crum, 2003).
2. Etiologi

a. Etiologi pasti belum diketahui


b. Peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma
uteri mempengarui pertumbuhan tumor
c. Faktor predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi
kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh
pada pertumbuhan fibroid. Sebagian ahli mengatakan bahwa fibroid
uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
d. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke (Crum, 2005).
Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:

a. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid).
Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%
(Joedosaputro, 2005).
b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada
jaringan miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
c. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
(Parker, 2007)
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
e. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden mioma uteri (Parker, 2007).
f. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal
ini mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
g. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi
melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali (Khashaeva, 1992).
3. Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya


tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul
diantaranya:

a. Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia.


Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
1) Terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma
endometrium karena pengaruh ovarium
2) Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
3) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma
di antara serabut miometrium
b. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri
terutama saat menstruasi.
c. Pembesaran perut bagian bawah
d. Uterus membesar merata
e. Infertilitas
f. Perdarahan setelah bersenggama
g. Dismenore
h. Abortus berulang
i. Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri
panggul. (Chelmow, 2005)

4. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang terkait

a. Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,


ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis.
Mioma juga dapat dideteksi dengan Computerized Tomografi Scanning
(CT scan) ataupun Magnetic Resonance Image ( MRI), tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal.
b. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
c. Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
d. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
e. Laboratorium: hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai
kadar hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
f. Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic
gonadotropin, karena bisa membantu dalam mengevaluasi suatu
pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan atau oleh karena
adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus
menyerupai kehamilan.

5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
1) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
2) Pemberian zat besi.
3) Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-
3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat
ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula
diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan
dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun obat ini
menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis
pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan
mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau
diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin

b. Penatalaksanaan Operatif

1) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.


2) Pertumbuhan tumor cepat.
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
5) Hipermenorea pada mioma submukosa.
6) Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :


1) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan
anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.
Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan
terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan
terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi
pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat
dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang
menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan
berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians
Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
a) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.

2) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang
sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai
berikut:
a) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang
dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
b) Perdarahan uterus berlebihan :
- Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang
ulang selama lebih dari 8 hari.
- Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
c) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
- Nyeri hebat dan akut.
- Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah
yang kronis.
- Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-
ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
3) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan
dapat hamil sekitar 30 – 50%. Dan perlu disadari oleh penderita
bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan
histerektomi.
Lama perawatan :
- 1 hari pasca diagnosa keperawatan.
- 7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
Masa pemulihan :
- 2 minggu pasca diagnosa perawatan.
- 6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi.

B. PertimbanganAnestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan menahan rasa sakit ketika meelakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.Istilah anestesi pertama kali di gunakan pertama kali oleh Oliver
Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Ada beberapa anestesi yang
menyebabkan hilangnya kesadaran sedangkan jenis yang lain hanya
menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakaianya tetap
sadar. Dan pembiusan lokal adalah suatu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tampa menyebabkan manusia
kehilangan kesadaran

2. Jenis Anestesi
-General anestesi
-Regional anestesi
Anestesi regional dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara terhadap impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh dibloki runtuk sementara (reversible),fungsi motoric dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi
regional terdiri dari blok sentral (blokneuroaksial) dan blok perifer
(bloksaraf).
3. Teknik Anestesi
- SAB (Sub Arachnoid Block).
Spinal Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang
intratekal, secara langsung ke dalam cairan serebrospinalis sekitar region
lumbal di bawah level L1/2 dimana medulla spinalis berakhir (Keat, dkk,
2013). Spinal anestesi merupakan anestesia yang dilakukan pada pasien
yang masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses konduktifitas
pada ujung atau serabut saraf sensori di bagian tubuh tertentu.

4. Rumatan Anestesi
-Premedikasi
a. Sedatif
b. Analgetik
c. Antiemetik
-Induksi
-Obat Anestesi Regional (Bupivakain)
-Analgetik post operasi
-Obat Emergency

Resiko
Kardiovaskuler : hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi
Pulmonal : Depresi napas, apnea
SSP : nyeri kepala, pusing
Gastrointestinal : mual, muntah, kram abdomen
C. Web of caution (WOC)

Faktor predisposisi yang Faktor lain


Peningkatan reseptor estrogen
bersifat herediter

MIOMA UTERI

Manifestasi klinis:
- nyeri
- Gelisah
- Mual muntah

Histerectomy Pre Anestesi

Trauma Pembedahan 1. Nyeri Akut


2. Ansietas
3. Risiko Cedera
PK. Cedera Pembedahan Anestesi

Tindakan Anestesi

Jenis Anestesi:
Regional anestesi

Teknik Anestesi:
SAB

Intra Anestesi: Efek/Risiko Anestesi


1. RK Disfungsi Respirasi
2. RK Disfungsi Kardiovaskular
Pasca Anestesi:
3. RK Disfungsi Sirkulasi
1. RK Disfungsi Respirasi
4. RK Disfungsi Termoregulasi
2. RK Disfungsi Kardiovaskular
5. Risiko Trauma Fisik
Pembedahan 3. RK Disfungsi Sirkulasi
6. Risiko cidera posisi operatif 4. RK Disfungsi Termoregulasi
D. Tinjauan Teori Askan Pre Intra Pasca Anestesi dan Pembedahan Umum

1. Pengkajian
DS : Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi, Pasien mengatakan ada
perdarahan abnormal, Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah,
Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB, Pasien merasa
haidnya tidak teratur. Pasien mengatakan tidak ada alergi, tidak ada
penggunaan obat steroid dan kortikosteroid, tidak ada penyakit penyerta, 8
jam puasa,

- DO : Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan
tumor rata serta adanya pergerakan tumor, pemeriksaan ginekologi dengan
pemeriksaan bimanual di dapat tumor menyatu dengan rahim atau mengisi
kavum douglas, Infertilitas atau abortus. Pasien akan dilakukan pembiusan
menggunakan Regional Anestesi SAB dengan tindakan operasi
hysterectomy.

2. Masalah Kesehatan Anestesi


Pre Anestesi
a. Nyeri Akut
b. Ansietas
c. Risiko Cedera Anestesi
Intra Anestesi
a. RK Disfungsi Respirasi
b. RK Disfungsi Kardiovaskular
c. RK Disfungsi Sirkulasi
d. RK Disfungsi Termoregulasi
e. RK Disfungsi Neuromuskular
f. Risiko cidera posisi operatif
g. Risiko Trauma Pembedahan
Pasca Anestesi
a. RK Disfungsi Respirasi
b. RK Disfungsi Kardiovaskular
c. RK Disfungsi Sirkulasi
d. RK Disfungsi Termoregulasi
3. Rencana Intervensi
Pre Anestesi
a. Nyeri Kronis
1) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan pasien mampu
mentoleransi nyeri (VAS ≤ 4)
2) Kriteria hasil
- Wajah pasien tidak tampak meringis
- Skala nyeri ringan (1-3), VAS ≤ 4.
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit
- RR dalam batas normal: 16-20 x/menit
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi dan napas
dalam

3) Rencana intervensi
- Observasi TTV
- Observasi lokasi, karakteristik, awitan, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri atau keparahan dan faktor presipitasi
nyeri.
- Ajarkan teknik distraksi relaksasi dan napas dalam
- Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat
apa bila pereda nyeri tidak dapat dicapai.
- Kolaborasi pemberian analgesik dengan ahli anestesi
4) Evaluasi
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O:
- Skala nyeri ringan (1 – 3)
- TD: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi: 60-100 x/menit
- RR : 16-20 x/menit

b. Ansietas
1) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan kecemasan pasien dapat
teratasi
2) Kriteria Hasil
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit
- Pasien mau menjalani operasi
- Pasien tidak gelisah
- Menjelaskan ansietas dan pola kopingnya
- Menggunakan mekanisme koping yang efektif
- Pasien tidak takut
- pasien mengerti dengan prosedur operasi
3) Rencana Intervensi
- Kunjungan pra operatif
- Observasi TTV
- Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan
kekhawatiran untuk mengurangi kecemasan.
- Jelaskan tentang prosedur pembedahan dan prosedur anestesi
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- Berikan posisi semi fowler
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi dalam pemberian
ansiolitik
4) Evaluasi
S : Pasien mengerti tentang prosedur operasi dan mau menjalani
operasi
O:
- Pasien tampak tidak gelisah lagi
- TD: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi: 60-100 x/menit

c. Risiko Cedera Anestesi


1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan risiko cedera
anestesi tidak terjadi
2. Kriteria Hasil
- RR: 16-20 x/menit
- Suhu: 36,5oC-37,5oC
- SpO2: 95-100 %
- Haemodinamik dalam batas normal:
- TD: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi: 60-100 x/menit
- Gambaran EKG: Sinus Rhytm
- Irama jantung: Reguler
- MAP: > 70
- Tidak terjadi aspirasi
- Tidak terjadi hipotensi akibat vasodilatasi pembuluh
darah
- Pasien tidak mengalami cedera yang serius
3. Rencana Intervensi
 Persiapan Pre Operasi
- Puasa 8 Jam (dewasa)
- Melepaskan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak, dan
asesoris lainnya
- Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi)
- Lakukan pengosongan kandung kemih: pemasangan
catheter urin
- Kaji status nutrisi: Timbang BB (Berat Badan)
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
 Balance cairan
 Pemeriksaan kadar elektrolit serum
 Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait fungsi
ginjal

- Pengkajian ABCDE Anestesi


a) A (Alergi)
b) B (Bleeding Tendencies)
c) C (Cortison or Steroid use)
d) D (Diabetes Mellitus)
e) E (Emboli)

- Pemeriksaan ukuran tonsil (menurut Brodsky):


 T1: Tonsil menempati < 25 % dari orofaring
 T2: Tonsil menempati 26 - 50 % dari orofaring
 T3: Tonsil menempati 51 - > 75 % % dari orofaring
 T4: Tonsil menempati > 75 % dari orofaring

- Pengkajian B6
1. Breathing
- Kaji ada atau tidak sumbatan jalan napas
- Kaji obstruksi jalan napas:
 Snoring: Lidah jatuh/mendengkur
 Gurgling: Cairan/darah (berkumur)
 Stridor: Serak/parau/suara bernada tinggi
 Wheezing: Mengik
- Auskultasi suara napas:
 Trakeobronkhial: Suara normal terdengar pada
trakea
 Bronkhovesikuler: Suara normal pada daerah
bronkhus/bronchi (Thorakal 3-4)
 Vesikuler: Suara normal di jaringan paru
(inspirasi dan ekspirasi terdengar sama)
 Paseien Dapat membuka mulut 2-3 jari

- Pemeriksaan Tyromentalis:
 < 3 jari atau < 6 cm: sangat sulit intubasi
 6 – 6,5 cm: sedikit sulit intubasi
 > 6,5 cm: Normal (tidak ada kesulitan intubasi)
- Pemeriksaan Mallampati:
 Kelas 1: Pallatum Durum, Pallatum Mole, Uvula,
Tonsil
 Kelas 2: Pallatum Durum, Pallatum Mole, Uvula
 Kelas 3: Pallatum Durum, Pallatum Mole
 Kelas 4: Pallatum Durum

2. Blood
- Cek Tekanan Darah
- Cek Nadi
- Cek CRT (Capillary Refill Time) (Normal: < 2 Detik)
- Auskultasi Bunyi Jantung:
- BJ 1 (Bunyi Jantung): Lup (ICS 2 Mid Sternalis
Sinistra)
- BJ 2: Dup (ICS 5 Mid Klavikula Sinistra)
- BJ 3: Murmur/Thrill (seperti turbulen) (normal:
tidak terdengar)
- Cek MAP
3. Brain
- Pemeriksaan GCS
 Eyes:
- Membuka mata secara spontan: 4
- Membuka mata ketika dipanggil: 3
- Membuka mata ketika diberikan rangsangan
nyeri: 2
- Tidak berespon: 1
 Verbal:
- Menjawab pertanyaan dengan benar: 5
- Menjawab pertanyaan dengan sedikit
bingung: 4
- Menjawab pertanyaan dengan tidak
nyambung: 3
- Menjawab pertanyaan dengan kata-kata tidak
jelas/mengerang: 2
- Tidak berespon: 1

 Motorik:
- Mengikuti perintah: 6
- Melokalisir nyeri: 5
- Menghindari nyeri: 4
- Fleksi abnormal: 3
- Ekstensi abnormal: 2
- Tidak berespon: 1

Compos Mentis 14-15


Apatis 12-13
Delirium 10-11
Somnolen 7-9
Sopor 4-6
Coma 3

4. Bowel
- Kaji peristaltik usus dengan cara auskultasi (normal: 5-
35 x/menit)
- Kaji ada atau tidak jejas, lesi, tumor
- Kaji kebiasaan BAB dan Flatus
- Kaji ada atau tidak nyeri abdomen
- Kaji ada atau tidak acites (penumpukan cairan di rongga
abdomen)
- Kaji ada atau tidak distensi abdomen
- Pemeriksaan turgor kulit

5. Bladder
- Kaji Urin Output
 Dewasa: 0,5-1 ml/kgBB/jam
 Anak: 1 ml/kgBB/jam
 Bayi: 2 ml/kgBB/jam
- Kaji apakah catheter urin telah terpasang atau belum
(jika belum lakukan pemasangan catheter urin)
- Menghitung Balance Cairan
- Kaji karakteristik urin
6. Bone
- Kaji fungsi motorik (kekuatan otot)
 Normal: 5
 Sedang: 4
 Berat (anti gravitasi): 3
 Berat (not gravitasi): 2
 Tidak ada gerakan: 1
- Kaji ada atau tidak ekstremitas yang di “bidai”
- Kaji ada atau tidak “fraktur”

- Latihan Pra Operasi


 Latihan napas dalam/ pernapasan diagfragma
 Latihan batuk efektif
 Latihan gerak sendi
 Latihan berbalik Posisi

• Persiapan Alat dan Mesin Anestesi


- Alat Anestesi (STATICS)
1) Scope
- Stetoskop
- Laringo-scope:
- Blade Lengkung (Macintosh), untuk
dewasa
- Blade Lurus (Miller), untuk anak dan
bayi
2) Tube
- ETT (Endo Trakeal Tube):
- ETT Kinking
- ETT Non-kinking (Spiral/Besi)
 (usia < 5 tahun) ETT tanpa balon
 Gunakan ETT Non-
Kinking/Kinking yang memiliki cuff
(balon) yang dapat dikembangkan
dengan spuit)
 Pipa orang dewasa:
 Laki-laki: diameter 8,0 – 9,0 mm
 Perempuan: diameter 7,5 – 8,5 mm
 (bisa gunakan jari kelingking
pasien dan panjang pipa masuk
20-23 cm)
 Pada anak:
 Diameter (mm) = 4 + umur/4 = tube
diameter (mm)
 Rumus lain: (umur + 2) / 2
 Ukuran panjang ETT = 12 + umur /
2 = Panjang ETT (cm)
 Rumus merupakan perkiraan, harus
sediakan 0,5 mm lebih besar dan lebih
kecil. Atau dengan cara lain memilih
ukuran yang sesuai (ID = Internal
Diameter)
 Dewasa: ID 6,5 – 8,5 mm + sebesar
jari kelingking
3) Airway
- OPA (Oro Pharyngeal
Airway/Guedel/Mayo)
- NPA (Naso Pharyngeal Airway)
 Fungsi: Mencegah obstruksi jalan
napas (lidah jatuh ke hipofaring)
 Pada tonsilectomy tidak
menggunakan OPA/NPA
4) Tape
- Hypafix
- Plester
 Fungsi: Untuk fiksasi ETT
5) Introducer
- Magill forceps (untuk memudahkan
mengambil benda asing yang mengobstruksi
jalan napas)
- Stilet (untuk memudahkan pemasangan ETT
Kinking)
6) Connector
- Penyambung sirkuit napas (Breathing
Circuit) dengan Facemask/ETT/LMA
- Beberapa macam konektor:
 L
 T
 I
 Y

7) Suction
- Suction Pump
- Suction Catheter
 Fungsi: Membantu pengisapan
salivasi/lendir dan perdarahan

- Mesin Anestesi
1) Tabung sumber gas anestesi dan alat pengukur
aliran
2) Reservoir O2
3) Vaporizer
4) System pernapasan dan konektor
5) Katup pernapasan
6) Periksa kebocoran sirkuit
7) Periksa canester (soda lime/bara lime, warna
indikator tidak berubah)
8) Yakinkan sudah tersedia:
a) Facemask yang sesuai
b) Pipa Oropharingeal yang sesuai
c) Laringoskop berfungsi dengan baik dan
cadangannya
d) Periksa suction
e) Meja dapat diposisikan dalam keadaan
darurat
f) Obat-obat yang dibutuhkan
g) Alat persiapan lainnya

- Premedikasi
 Anti-emetik
 Analgetik
 Ansiolitik/sedatif/trankuilizer

- Penentuan Status Fisik ASA


 ASA 1: Pasien sehat tanpa penyakit sistemik
 ASA 2: Pasein dengan gangguan sistemik ringan
sampai sedang
 ASA 3: Pasien dengan gangguan sistemik berat
(tidak mengancam jiwa)
 ASA 4: Pasien dengan gangguan sistemik berat
(mengancam jiwa)
 ASA 5: Pasien dengan sakit berat yang mungkin
tidak selamat bila tidak dilakukan operasi
/kemungkinan hidup < 24 jam
 ASA 6: Pasien dinyatakan meninggal/mati batang
otak dan siap menjalani transplantasi organ
 E: ditambahkan untuk “Emergensi”

4. Evaluasi
S: Pasien mengatakan siap untuk dilakukan tindakan operasi
O:
- Pasien tampak tenang
- Informed Consent sudah ditandatangani
- RR: 16-20 x/menit
- Suhu: 36,5oC - 37,5oC
- SpO2: 95-100 %
- Haemodinamik dalam batas normal:
- TD: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi: 60-100 x/menit
- Gambaran EKG: Sinus Rhytm
- Irama jantung: Reguler
- MAP: > 70

Intra Anestesi

a. RK Disfungsi Respirasi
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan tidak terjadi
disfungsi pernapasan pada pasien
2. Kriteria hasil
- Ekspansi dada simetris
- SpO2 dalam batas normal: 95 - 100 %
- RR dalam batas normal: 16-20 x/menit
- Suara napas bersih
- Tidak terdengar suara napas tambahan (wheezing, gurgling,
snoring, stridor)
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- Tidak ada pernapasan cuping hidung atau penggunaan otot
bantu napas
3. Rencana intervensi
- monitoring tanda-tanda vital
- Monitoring Airway, Ventilasi dan Oksigenasi
- lakukan pengkajian pra anestesi meliputi: pemeriksaan
jalan napas dan riwayat batuk lendir, riwayat asma dan
pemeriksaan fungsi paru
- kaji riwayat alergi
- persiapkan alat dan obat anestesi sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
- Pertahankan rumatan Anestesi
- lakukan monitoring pernapasan (prekuensi, irama
pernapasan, saturasi oksigen)
- pertahankan balance anestesi stadium III plana 3
- kolaborasi pemberian rumatan anestesi O2:N2O

4. Evaluasi
S:-
O:
- Ekspansi dada simetris
- SpO2 dalam batas normal: 95 - 100 %
- RR dalam batas normal: 16-20 x/menit
- Suara napas pasien bersih
- Tidak terdengar suara napas tambahan (wheezing,
gurgling, snoring, stridor)
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- Tidak ada pernapasan cuping hidung atau penggunaan
otot bantu napas
b. RK Disfungsi Kardiovaskular
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan pasien tidak
mengalami disfungsi kardiovaskular pada pasien
2. Kriteria hasil
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90
mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit
- MAP dalam batas normal: (70-110)
- Gambaran EKG: Sinus Rhytm
- Irama Jantung: Reguler
- Tidak ada distritmia yang mengancam
nyawa/gambaran EKG normal
- Tidak terjadi distensi vena jugularis

3. Rencana Intervensi:
- Lakukan pengkajian pra anestesi meliputi
pemeriksaan : riwayat penyakit jantung, penyakit
hipertensi, riwayat alergi, kelainan sistem
pembekuan darah.
- persiapkan alat monitoring tanda-tanda vital
- persiapkan alat dan obat anestesi sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
- lakukan rehidrasi cairan 1000-1500 cc sesuai dengan
program kolaboratif dengan dokter anestesi
- hindari penggunaan agen anestesi yang
meningkatkan respon saraf simpatik
- lakukan monitoring intra anestesi
- monitoring kardivaskular (tekanan darah,
irama dan frekuensi nadi, MAP)
- monitoring lead EKG
- monitoring balance cairan
- Monitoring Sirkulasi
- lakukan tindakan ekstubasi dalam jika ada kontra
indikasi ekstubasi sadar
- Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan atau darah
- Kolaborasi pemberian obat vassopresor
4. Evaluasi
S: -
O:
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90
mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit
- MAP dalam batas normal: (70-110)
- Gambaran EKG: Sinus Rhytm
- Irama Jantung: Reguler
- Tidak ada distritmia yang mengancam
nyawa/gambaran EKG normal
- Tidak terjadi distensi vena jugularis

c. RK Disfungsi Sirkulasi
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan sirkulasi pasien
tetap terjaga
2. Kriteria hasil
- Tidak terjadi edema dan dehidrasi
- Tidak terjadi kehilangan darah dan membran mukosa bibir
tidak pucat
- CRT < 2 detik
- Akral teraba hangat
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit
3. Rencana Intervensi:
- Observasi TD, Nadi, CRT, Akral, Mukosa bibir
- Observasi kehilangan darah
- Berikan posisi kepala pasien lebih rendah daripada
jantung
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi dalam
pemberian cairan
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi dalam
pemberian terapi haemostatic
- Penggantian untuk pelepasan cairan intra operasi
- Dewasa:
 Bedah mayor: 6 – 8 ml/kgBB
 Bedah sedang: 4 – 6 ml/kgBB
 Bedah minor: 2 – 4 ml/kgBB
-

4. Evaluasi
S: -
O:
- Tidak terdapat edema
- Pasien tidak dehidrasi
- Tidak terjadi kehilangan darah dan membran mukosa
tidak pucat
- Akral teraba hangat
- CRT > 2 detik
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90
mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit

d. RK Disfungsi Termoregulasi
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan termoregulasi
pasien tetap terjaga
2. Kriteria Hasil
- Suhu tubuh dalam batas normal: 36,5OC – 37,5OC
- Permukaan tubuh teraba hangat
- Pasien tidak menggigil
3. Rencana Intervensi:
- Lakukan pengkajian suhu tubuh secara rutin sebelum
pasien di pindahkan ke kamar operasi
- Tingkatkan suhu kamar operasi sebelum melakukan
tindakan
- Selama proses persiapan pembedahan, tutupi seluas
mungkin permukaan tubuh pasien
- Jelaskan kepada pasien tujuan pemberian blanket warmer
- Kolaborasi pemberian penghangat darah jika ada
indikasi transfusi, penghangat cairan intravena atau cairan
irigasi.
- Kolaborasi pemberian Petidin
4. Evaluasi
S: -
O:
- Suhu tubuh dalam batas normal: 36,5OC – 37,5OC
- Permukaan tubuh teraba hangat
- Pasien tidak menggigil
e. Resiko cidera posisi operatif
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi, diharapkan pasien tidak
mengalami kerusakan atau cidera neuromuskular yang berhubungan
dengan posisi operasi, dengan kriteria hasil;
2. Kriteria hasil
- Tidak terjadi blok neuromuskuler
3. Rencana intervensi
- Kaji apakah pasien sebelumnya memiliki faktor risiko
sebelum mengatur posisi pembedahan
- Pindahkan pasien dari brankar ke tempat tidur kamar operasi
sesuai protokol (pasien di angkat; jangan ditarik/diseret)
- Beri bantalan pada area-area yang rentan cidera, bergantung
pada posisi pembedahan
- Ubah posisi pasien secara perlahan untuk mencegah
hipotensi
- Kolaborasi dengan dokter bedah untuk mentukan posisi
pembedahan diatur sebelum atau sesudah dilakukan tindakan
anestesi
4. Evaluasi
S:-
O : pasien tenang, posisi pasien supine, terpasang penyangga
lengan, terpasang tali pengaman, mata terlindungi dengan kasa
lembab, pasien di pindahkan ke tempat tidur dengan cara di
angkat. Pergerakan ekstremitas berlangsung baik.
f. Risiko Trauma Pembedahan
1. Tujuan : Setelah dilakukan implementasi, trauma pembedahan
tidak terjadi dengan kriterian hasil :
2. Kriteria hasil :
- Tercapainya efek obat Regional Anestesi (analgesia,
amnesia dan areflexia)
- pasien terjaga dan aktivitas fungsional motorik tidak terjadi
3. Rencana intervensi :
- Pindahkan pasien ke meja oprasi
- Pasang bed side monitor
- Pasang penyangga lengan
- Lakukan pre oksigenasi
- asistensi regional anestesi SAB
- pengaturan posisi pasien Anestesi spinal,
- administaring obat anestesi
- balut tekan
- tidurkan pasien
- tes nyeri pada area operasi
- Monitoring intra anestei (TTD,HR,RR,Suhu,Saturasi,Nyeri)
- Lakukan terminasi anestesi
- Lakukan oksigenasi
4. Evaluasi
S:-
O:
- Tercapainya efek obat Regional Anestesi (analgesia,
amnesia dan areflexia)
- pasien terjaga dan aktivitas fungsional motorik tidak terjadi
TD: 120/70 mmHg
Nadi:85 x/menit
RR: 19 x/menit
SpO2: 100 %
• irama napas pasien reguler

Pasca Anestesi
a. RK disfungsi respirasi
1. Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi, keefektifan fungsi
pernapasan tetap terjaga
2. Kriteria hasil
- Irama dan Frekuensi napas 16-20 kali/menit
- Saturasi oksigen >95%
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- Tidak ada pernapasan cuping hidung atau penggunaan otot
bantu napas
- Tidak ada suara napas tambahan (gargling, stridor, snoring,
wizing)
3. Rencana intervensi
- monitoring tanda-tanda vital
- Monitoring Airway, ventilasi dan oksigenasi
- lakukan pengkajian post anestesi meliputi :pemeriksaan
jalan napas, suara napas, penggunaan otot bantu napas,
pernapasan cuping hidung, irama dan frekuensi napas
- persiapkan alat dan obat emergensi
- lakukan monitoring pernapasan (prekuensi, irama
pernapasan, saturasi oksigen)
- lakukan manajemen jalan napas (head tilt, chinlift, jawtrust)
- gunakan airway divice untuk membuka jalan napas
- lakukan sucsion jika tidak ada kontra indikasi
- kolaborasi:
- pemberian oksigen sesuai kebutuhan
- pemberian reverse sesuai dosis
4. Evaluasi
S:-
O:
- Tidak terdengar suara napas tambahan
- Tidak ada sekret yang berlebih
- SpO2: 95 – 100 x/menit
- RR:16 - 20 x/menit
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- Tidak ada pernapasan cuping hidung atau penggunaan otot
bantu napas

b. RK Disfungsi Kardiovaskular
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan pasien tidak
mengalami disfungsi kardiovaskular pada pasien
2. Kriteria hasil
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90
mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit
- MAP dalam batas normal: (70-110)
- Gambaran EKG: Sinus Rhytm
- Irama Jantung: Reguler
- Tidak ada distritmia yang mengancam
nyawa/gambaran EKG normal

3. Rencana Intervensi:
- persiapkan alat monitoring tanda-tanda vital
- lakukan monitoring Psot anestesi
- monitoring kardivaskular (tekanan darah,
irama dan frekuensi nadi, MAP)
- monitoring lead EKG
- monitoring balance cairan
- monitoring sirkulasi
- Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan atau darah
- Kolaborasi pemberian obat vassopresor
- Kolaborasi pemberian obat koagulasi
Penggantian untuk pelepasan cairan intra
operasi

c. RK Disfungsi Sirkulasi
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan sirkulasi pasien
tetap terjaga
2. Kriteria hasil
- Tidak terjadi edema dan dehidrasi
- Tidak terjadi kehilangan darah dan membran mukosa bibir
tidak pucat
- CRT < 2 detik
- Akral teraba hangat
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90 mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit

3. Rencana Intervensi:
- Observasi TD, Nadi, CRT, Akral, Mukosa bibir
- Observasi kehilangan darah
- Berikan posisi kepala pasien lebih rendah daripada
jantung
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi dalam
pemberian cairan
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi dalam
pemberian terapi haemostatik

4. Evaluasi
S: -
O:
- Tidak terdapat edema dan pasien tidak dehidrasi
- Tidak terjadi kehilangan darah dan membran mukosa
tidak pucat
- Akral teraba hangat
- CRT > 2 detik
- TD dalam batas normal: > 90/60 mmHg, < 130/90
mmHg
- Nadi dalam batas normal: 60-100 x/menit

d. RK Disfungsi Termoregulasi
1. Tujuan
Setelah dilakukan implementasi diharapkan termoregulasi
pasien tetap terjaga
2. Kriteria Hasil
- Suhu tubuh dalam batas normal: 36,5OC – 37,5OC
- Permukaan tubuh teraba hangat
- Pasien tidak menggigil
3. Rencana Intervensi:
- Observasi Suhu tubuh dan permukaan tubuh
- Berikan blanket warmer
- Atur suhu ruangan: 18OC – 25OC
- Gunakan penghangat cairan
- Kolaboratif pemberian petidin
4. Evaluasi
S: -
O:
- Suhu tubuh dalam batas normal: 36,5OC – 37,5OC
- Permukaan tubuh teraba hangat
- Pasien tidak menggigil

Bromage Score (spinal anestesi)


a) Gerakan penuh dari tungkai : 0
b) Tak mampu ekstensi tungkai : 1
c) Tak mampu fleksi lutut : 2
d) Tak mampu fleksi pergelangan kaki : 3
Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.
.
E. Daftar Pustaka

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC

Latief S.A. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit

FKUI.

Achadiat CM. 2004. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC

Omogoi Sota. 2014. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran: EGC.

Mangku Gde, Tjokorda Gde Agung Senapathi. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia Dan

Reanimasi. Jakarta. Indeks Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai