Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

CASE STUDY ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA


PASIEN G1P1A0 H36 MINGGU INDIKASI PLASENTA PREVIA
TOTALIS DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI SECTIO CAESAREA
DENGAN TINDAKAN ANESTESI REGIONAL (SAB)
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD EKAPATA
PADA TANGGAL 7 MARET 2021

OLEH:
KELOMPOK V

1. AFRIZAL 7. MARIA MARLINES KLERUK


2. ALFRIANTO KAE 8. MUHAMMAD IQBAL
3. ANDRIYAS MATAYANI 9. MUHAMMAD MASRURI
4. CHAERUL 10. TEUKU NAZARUDIN DIWARNA
5. ERIVAI ADNAN HARYADI 11. YULIANTI TILAR
6. HERMANTO HUTABARAT 12. YUSUF RIFAI SITUMO

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
A. KONSEP TEORI PENYAKIT
1. Definisi
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan ostium uteri internal (OUI). (FK Unpad, 2012).
Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik
sepenuhnya atau sebagian atau yang meluas cukup dekat dengan leher rahim yang
menyebabkan pendarahan saat serviks berdilatasi (Hull dkk., 2014).
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan
diatas 28 minggu (Manuaba, 2014). Hal ini menyebabkan perdarahan vagina tanpa
rasa sakit dan beberapa mengarah ke perdarahan. Dalam plasenta previa, perdarahan
lebih mungkin terjadi selama trimester ketiga, sebagai konsekuensi dari perkembangan
segmen bawah rahim dan pelebaran leher rahim yang disebabkan oleh kontraksi
uterus, pemeriksaan vagina juga dapat menyebabkan perdarahan antepartum.

Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):


a. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan
secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
b. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya
janin tetap tidak dilahirkan secara normal.
c. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
d. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri

2
internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko
perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara
normal asal tetap berhati-hati.

2. Etiologi
Etiologi plasenta belum diketahui secara pasti, menurut Trianingsih (2015) ada
beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya plasenta
previa yaitu:
a. Umur dan Paritas
Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada umur dibawah 25
tahun. Usia optimal yang aman bagi ibu untuk hamil dan melahirkan adalah
diantara 20-35 tahun. Pada usia <20 tahun organ reproduksi seorang wanita belum
siap untuk menerima kehamilan demikian juga dengan jaringan endometriumnya.
Ketidaksiapan jaringan endometrium inilah yang dapat mengakibatkan jaringan
plasenta akan melebar diri untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin, sehingga
menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum.
Lebih sering paritas tinggi dari pada paritas rendah. Hipoplasia endometrium: bila
menikah dan hamil pada umur muda. Paritas lebih dari satu mempertinggi resiko
terjadinya plasenta previa karena dalam kehamilan plasenta mencari tempat yang
paling subur untuk berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus merupakan
tempat yang subur dan tempat favorit untuk plasenta berimplantasi, tetapi seiring
bertambahnya frekuensi kehamilan kesuburan pada fundus akan semakin
berkurang. Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman bila di tinjau dari kasus
kematian ibu. Paritas lebih dari 3 dapat menyebabkan angka kematian ibu tinggi
(Herawati dkk., 2010).
b. Endometrium cacat dan bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, bekas
kuretase, dan manual plasenta. Pada operasi seksio caesarea dilakukan sayatan
pada dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan perubahan atropi pada desidua
dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan aliran
darah ke janin tidak cukup dan mengakibatkan plasenta mencari tempat yang
lebih luas dan endometrium yang masih baik untuk berimplantasi yaitu di segmen
bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum, demikian pula dengan bekas operasi, kuretase dan manual plasenta.

3
c. Korpus leteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
d. Tumor, seperti tumor mioma uteri, polip dan endometrium
Plasenta previa dapat disebabkan oleh tumor dalam hal ini mioma uteri dan polip
endometrium karena basanya mioma dan polip tersebut tumbuh pada fundus uteri
sehingga dalam kehamilan plasenta akan mencari tempat yang masih tersedia
untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga menutupi ostium uteri
internum. Di samping itu tumor yang membesar dalam uterus dapat menekan
plasenta sehingga bergeser dan menutupi ostium uteri internum.

3. Tanda dan Gejala


Gambaran klinik plasenta previa adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan pervaginam
Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal
trimestesr ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan pertama
biasanya tidak banyak sehingga tidak akan berakibat fatal, tetapi perdarahan
berikutnya hamper selalu lebih banyak dari perdarahan sebelumnya.
b. Tanpa alasan dan tanpa nyeri
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri yang
biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester kedua atau
sesudahnya.
c. Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang. Perdarahan
yang sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat dapat
menimbulkan anemia sampai syok.
d. Pada janin, turunnya bagian bawah janin ke dalam pintu atas panggul (PAP) akan
terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim dan dapat
menimbulkan aspiksia sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2014).

4. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang Terkait


Menurut Asrinah, dkk (2010) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
ibu hamil tersebut ialah:
a. Urinalis
Pemeriksaan urinalis dilakukan setiap kali pemeriksaan untuk mengetahui adanya
abnormalitas.

4
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah tersebut diperlukan untuk mengetahui golongan darah ibu
apabila di perlukan transfusi darah saat persalinan. Pemeriksaan darah perifer
lengkap, bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu
pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan lainnya
dilakukan atas indikasi medis.
c. Ultrasnografi (USG)
USG adalah suatu pemeriksaan yang menggunakan gelombang ultrasonik untuk
mendapatkan gambaran dari janin, plasenta dan uterus.
d. Kardiotokografi (KTG)
Kardiotokografi (KTG): Kardiotokografi dalam Persalinan adalah suatu metoda
elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam
persalinan. Dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.

5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Terapi ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir prematur, pasien
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara
ketat dan baik. Syarat pemberian terapi ekspektatif :
a) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b) Belum ada tanda-tanda in partu.
c) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d) Janin masih hidup.
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain:
a) Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
b) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
c) Berikan tokolitik bila ada kontriksi:
(1) MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
(2) Nifedipin 3 x 20 mg/hari
(3) Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin

5
d) Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari test
amniosentesis.
e) Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih berada di
sekitar ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas
sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat.
f) Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu masih lama,
pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di
luar kota dan jarak untuk mencapai RS lebih dari 2 jam) dengan pesan
segera kembali ke RS apabila terjadi perdarahan ulang.
Penatalaksanaan ekspektatif (konservatif) dilakukan bila perdarahan sedikit,
keadaan ibu dan janin baik, berat janin <2500 gram atau usia gestasi <36
minggu. Bila terjadi perdarahan banyak atau gawat janin, dilakukan tindakan
aktif. Pemberian tokolitik hanya pada kasus terpilih.

2) Terapi aktif (tindakan segera)


Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas
janin. Untuk diagnosis placenta previa dan menentukan cara menyelesaikan
persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDOM jika:
a) Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
b) Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan inpartu
c) Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal:
anensefali)
d) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati PAP (2/5
atau 3/5 pada palpasi luar)
Penatalaksanaan aktif dilakukan bila TBJ 2500 gram atau usia gestasi 36
minggu. Bila terjadi perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi anemia
(transfusi), dan PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari OUI
merupakan indikasi kontra persalinan per vaginam (RCOG Evidence Base
Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan klinik disesuaikan
dengan fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan kemungkinan terjadi plasenta
akreta, sebaiknya didampingi spesialis obstetri dan ginekologi senior.

6
b. Penatalaksanaan Operatif
1) Seksio Cesaria (SC)
Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap
dilakukan.Tujuan SC antara lain:
a) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi
dan menghentikan perdarahan
b) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga
cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek.
Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi sumber
perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot
dengan korpus uteri. Pada saat melakukan SC siapkan darah pengganti
untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan lakukan perawatan lanjut
pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan
cairan dan elektrolit.

2) Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Amniotomi dan akselerasi
b) Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan
pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
placent akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin.
Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus
oksitosin.
c) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade
placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup.
d) Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk

7
menekan placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan yang tidak aktif.

B. PERTIMBANGAN ANESTESI
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya dibagi
menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi
regional dan anestesi local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa
menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011).
Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan
atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit dengan cara
trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.

2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi umum
dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui inhalasi (Royal
College of Physicians (UK), 2011).
Anestesi umum meliputi:
1) Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile
Induction and Maintenance of Anesthesia)
2) Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total
Intravenous Anesthesia)
Anestesi umum merupakan suatu cara menghilangkan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.

8
Pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang
membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.

b. Regional Anestesi
1) Pengertian Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang intratekal, secara
langsung ke dalam cairan serebrospinalis sekitar region lumbal di bawah level
L1/2 dimana medulla spinalis berakhir (Keat, dkk, 2013).
Spinal anestesi merupakan anestesia yang dilakukan pada pasien yang masih
dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses konduktifitas pada ujung atau
serabut saraf sensori di bagian tubuh tertentu. (Rochimah, dkk, 2011)
2) Tujuan Anestesi Spinal
Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi spinal dapat digunakan
untuk prosedur pembedahan, persalinan, penanganan nyeri akut maupun kronik.
3) Kontraindikasi Anestesi Spinal
Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi regional yang luas
seperti spinal anestesi tidak boleh diberikan pada kondisi hipovolemia yang
belum terkontrol karena dapat mengakibatkan hipotensi berat.
Komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi menurut Sjamsuhidayat &
De Jong tahun 2010, ialah:
a) Hipotensi terutama jika pasien tidak prahidrasi yang cukup;
b) Blokade saraf spinal tinggi, berupa lumpuhnya pernapasan dan
memerlukan bantuan napas dan jalan napas segera;
c) Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada
besarnya diameter dan bentuk jarum spinal yang digunakan.
4) Jenis – Jenis Obat Spinal Anestesi
Lidokain, Bupivakain, dan tetrakain adalah agen anestesi lokal yang utama
digunakan untuk blockade spinal. Lidokain efektif untuk 1 jam, dan
bupivacaine serta tetrakain efektif untuk 2 jam sampai 4 jam (Reeder, S., 2011).

3. Teknik Anestesi
Sebelum memilih teknik anestesi yang digunakan, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan diantaranya keselamatan dari ibu, keselamatan bayi, kenyamanan
ibu serta kemampuan operator di dalam melakukan operasi pada penggunaan anestesi

9
tersebut. Menurut Mangku G & Senapathi T tahun 2018 pada sectio caesarea terdapat
dua kategori umum anestesi diantaranya Generał Anesthesia (GA) dan Regional
Anesthesia (RA) dimana pada RA termasuk dua teknik yakni teknik spinal dan teknik
epidural. Teknik anestesi dengan GA biasanya digunakan untuk operasi yang
emergensi dimana tindakan tersebut memerlukan anestesi segera dan secepat mungkin.
Teknik anestesi GA juga diperlukan apabila terdapat kontraindikasi pada teknik
anestesi RA, misalnya terdapat peningkatan pada tekanan intrakranial dan adanya
penyebaran infeksi di sekitar vertebra.
Terdapat beberapa resiko dari GA yang dapat dihindari dengan menggunakan
teknik RA, oleh karena itu lebih disarankan penggunaan teknik anestesi RA apabila
waktu bukan menupakan suatu prioritas. Penggunaan RA spinal dan RA epidural lebih
disarankan untuk digunakan dibandingkan dengan teknik GA pada sebagian kasus
sectio caesarea. Salah satu alasan utama pemilihan teknik anestesi RA dibandingkan
dengan GA adalah adanya resiko gagalnya intubasi trakea serta aspirasi dari isi
lambung pada teknik anestesi GA. Selain itu, GA juga meningkatkan kebutuhan
resusitasi pada neonatus (Fyneface, S. O 2thed).
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk teknik spinal anestesi, yaitu:
a. Pre Block Preparations
Induksi spinal anestesia seringkali menimbulkan perubahan hemodinamik, oleh
karena itu pasien harus dimonitor secara kontinyu, obat-obat resusitasi dan
peralatan harus dapat disediakan dengan segera. Sedasi (analgetik dan anxiolitik)
seringkali diberikan sebelum melakukan anestesi spinal untuk mengurangi rasa
tidak nyaman dan kecemasan. Penting untuk mengingat bahwa tidak semua spinal
anestesia sukses dan spinal anestesia itu sendiri bisa mengakibatkan gangguan
respirasi. Sehingga, setiap anestesia spinal potensial memerlukan perubahan yang
cepat ke general anestesia.Obat-obat dan peralatan untuk airway management
yang tepat harus bisa disediakan dengan cepat.
b. Patient Positioning
Lateral dekubitus, duduk dan prone posisi, semuanya dapat digunakan untuk
melakukan anestesia spinal. Tiap posisi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Lateral dekubitus adalah posisi yang paling sering dipakai. Pasien biasanya
merasa nyaman dengan posisi ini dan lebih sedikit menelungkup dalam bergerak,
dibandingkan posisi duduk. Sinkop lebih jarang terjadi daripada posisi duduk.

10
Pasien diposisikan pada pinggir meja operasi dengan pinggul dan bahu
diposisikan vertikal.
Posisi duduk, rutin dipilih oleh beberapa praktisi dan seringkali dipilih saat
dilakukan pada pasien obese. Pada populasi obese, palpasi dimidline processus
spinosus seringkali sulit / tidak memungkinkan. Pada kasus ini, posisi midline
dapat diperkirakan dengan menghubungkan garis imaginer antara vertebra
cervical yang paling menonjol (C7) dan cekungan intergluteal dan hal ini lebih
mudah dilakukan saat pasien duduk.
Posisi telungkup kadangkala dipilih untuk melakukan spinal anestesia pada pasien
yang akan dilakukan anal surgery dengan posis jack-knife. Pasien diposisikan
sesuai pembedahan lalu dilakukan lumbal punksi. Anestesi lokal hipobarik
dipergunakan untuk membatasi efek anestesi pada dermatom sakral dan lumbal
bawah.
c. Puncture Site
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari spinal cord yang
berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari masing-masing individu,
sebuah garis yang melalui Krista iliaca biasanya akan melalui ruang diantara L4-
L5. Teknik aseptik sangat penting, termasuk melapisi regio lumbal dengan iodine
dan atau larutan alkohol dan memakai penutup steril.
d. Midline atau Paramedian Approach
Dua pendekatan ke ruang subarachnoid seringkali dipakai yaitu midline dan
paramedian. Keduanya simpel dan efektif. Praktisi harus familiar dengan kedua
pendekatan ini, sehingga mereka memiliki teknik alternatif pada saat pendekatan
pertama gagal dilakukan.

4. Rumatan Anestesi
a. Regional Anestesi
1) Oksigen nasal 2 Liter/menit;
2) Obat Analgetik;
3) Obat Hipnotik Sedatif;
4) Obat Antiemetik;
5) Obat untuk merangsang kontraksi uterus (Oxytocin dan Metylergometrine);
6) Obat Vasokonstriktor.

11
b. General Anestesi
1) Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile
Induction and Maintenance of Anesthesia);
2) Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total
Intravenous Anesthesia);
3) Obat Pelumpuh Otot;
4) Obat Analgetik;
5) Obat Hipnotik Sedatif;
6) Obat untuk merangsang kontraksi uterus (Oxytocin dan Metylergometrine)
7) Obat Antiemetik.

5. Risiko
a. Gangguan kardiovaskuler : Penurunan curah jantung
b. Gangguan respirasi : Pola nafas tidak efektif
c. Gangguan termoregulasi : Hipotermi
d. Gastrointestinal : Rasa mual dan muntah
e. Resiko infeksi : Luka insisi post operasi
f. Nyeri : Proses kontraksi, terputusnya kontinuitas jaringan kulit
g. Resiko Jatuh : Efek obat anestesi, Blok pada saraf motorik
h. Ansietas : Ketakutan akan tindakan pembedahan

12
C. WEB OF CAUTION (WOC)

13
14
D. TINJAUAN TEORI ASKAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan serta
masalahnya. Data pengkajian yang secara umum ditemukan pada pasien SC dengan
regional anestesi meliputi:
a. Data Subjektif
1) Pasien mengatakan takut di operasi;
2) Pasien mengatakan sering kencing;
3) Pasien merasa tidak dapat rileks;
4) Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi;
5) Pasien mengeluh mual dan pusing;
6) Pasien mengatakan pusing;
7) Pasien mengatakan kedinginan;
8) Pasien merasa badan lemas;
9) Pasien mengatakan kaki sulit digerakkan.
b. Data obyektif
1) Pasien tampak gelisah;
2) Terdapat benjolan di leher bagian kanan;
3) Nadi, TD, RR meningkat;
4) SaO2 <95%
5) Perdarahan >15%
6) Pasien tampak lemas dan pucat
7) TD dibawah batas normal
8) Akral teraba dingin
9) CRT >3 detik
10) Pasien tampak lemah
11) Pasien tampak menggigil
12) Bromage score >1

2. Masalah Kesehatan Anestesi


Masalah kesehatan anestesi yang secara umum sering muncul pada pasien SC
dengan spinal anestesi meliputi:

15
Pre Anestesi :
a. Risiko cedera anestesi
b. Cemas/ansietas

Intra Anestesi :
a. Risiko cedera trauma pembedahan
b. RK disfungsi respirasi
c. RK disfungsi kardiovaskuler

Post Anestesi :
a. Risiko jatuh
b. Nyeri pasca operasi

3. Perencanaan Intervensi
Pre Anestesi :
a. Risiko Cedera Anestesi
1) Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi
cedera anestesi.
2) Kriteria Hasil :
a) Pasien siap untuk dilakukan tindakan anestesi
b) Pemilihan teknik anestesi yang tepat sesuai kondisi pasien
3) Rencana Intervensi :
a) Lakukan persiapan sebelum pembedahan
b) Kaji status nutrisi pasien (menimbang BB)
c) Anjurkan pasien untuk berpuasa
d) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum operasi
e) Lakukan balance cairan
f) Lepaskan aksesoris
g) Lakukan latihan pra anestesi
h) Pantau penyulit yang akan terjadi
i) Tetapkan kriteria mallampati
j) Tentukan status fisik menurut ASA
k) Kolaborasi dalam pemberian obat premedikasi

16
l) Kolaborasi penetapan teknik anestesi
m) Lakukan informed consent

b. Cemas/Ansietas
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan ansietas
(kecemasan) teratasi
2) Kriteria Hasil :
a) Pasien bersedia menjalani operasi
b) Pasien tampak tenang dan tidak gelisah
c) TTV dalam batas normal (TD: 100-120/70-80 mmHg, N: 60-100 x/mnt
R: 16-24 x/mnt, S: 36,5-37,5oC)
3) Recana Intervensi:
a) Lakukan kunjungan pra operasi
b) Bantu pasien mengekspresikan perasaan
c) Berikan dukungan pada pasien
d) Jelaskan tentang prosedur pembedahan dan anestesi
e) Jelaskan tentang Latihan aktivitas pasca operasi
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian premedikasi

Intra Anestesi :
a. Risiko Cedera Trauma Pembedahan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi
cedera trauma pembedahan.
2) Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda tanda-tanda trauma pembedahan
2. Pasien tampak rileks selama operasi berlangsung
3. TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt
R : 16-24 x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
4. Saturasi oksigen >95%
5. Pasien telah teranestesi, relaksasi otot cukup, dan tidak menunjukkan
respon nyeri
6. Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung

17
3) Rencana Intervensi :
1. Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik
anestesi
2. Bantu pelaksanaan anestesi (spinal anestesi) sesuai dengan program
kolaboratif spesialis anestesi
3. Bantu pemasangan alat monitoring non invasif
4. Monitoring perianestesi
5. Atasi penyulit yang timbul
6. Lakukan pemeliharaan jalan napas
7. Lakukan pemasangan alat ventilaasi mekanik
8. Lakukan pengakhiran tindakan anestesi

b. RK Disfungsi Respirasi
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi
disfungsi respirasi.
2) Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi high spinal
2. Pasien dapat bernapas dengan rileks
3. RR normal : 16-20 x/menit
4. SaO2 normal : 95-100%
3) Rencana Intervensi :
1. Monitoring TTV
2. Monitoring saturasi oksigen
3. Atur posisi pasien
4. Berikan oksigen
5. Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemasangan alat ventilasi
mekanik

c. RK Disfungsi Kardiovaskuler
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi
disfungsi kardiovaskuler.

18
2) Kriteria Hasil
1. TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R
: 16-24 x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
2. CM = CK
3. Tidak terjadi edema/asites
4. Tidak terjadi sianosis
5. Tidak ada edema paru
3) Rencana Intervensi
1. Observasi TTV
2. Observasi kesadaran
3. Monitoring cairan masuk dan cairan keluar
4. Monitoring efek obat anestesi
5. Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam tindakan perioperative
maintenance cairan intravena dan vasopressor

Post Anestesi :
a. Nyeri Pasca Anestesi
1) Tujuan
Setelah dilakukannya tindakan keperawatan anestesi diharapkan nyeri pasca
operasi teratasi.
2) Kriteri Hasil :
a) TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt
R : 16-24 x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
b) Skala nyeri berkurang 0-3
c) Pasien tampak tenang
3) Rencana Intervensi :
a) Observasi TTV
b) Lakukan pengkajian PQRST
c) Anjurkan pasien mengatur napas
d) Ajarkan teknik distraksi relaksasi
e) Kolaborasi dalam pemberian analgetic

19
b. Risiko Jatuh
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan pasien aman
setelah pembedahan.
2) Kriteria Hasil :
1. TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt
R : 16-24 x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
2. Bromage score <1
3. Pasien mengatakan kaki dapat digerakkan
4. Pasien tampak tidak lemah
3) Rencana Intervensi :
a) Monitoring TTV
b) Lakukan penilaian bromage score
c) Berikan pengaman pada tempat tidur pasien
d) Berikan gelang resiko jatuh
e) Latih angkat atau gerakkan ekstremitas bawah

4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan anestesi merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan anestesi yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

20
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 27 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Katholik
Pendidikan : SMA/Sederajat
Pekerjaan : Tenaga kontrak
Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Golongan darah : A
Alamat : Lamboya
No.CM : 180086
Diagnosa medis : G1P0A0 H36 Minggu a/i PPT
Tindakan operasi : Sectio Caesarea
Tanggal MRS : 8 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 8 Maret 2021 Jam Pengkajian : 10.30 Wita
Jaminan : BPJS

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. Y
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katholik
Pendidikan : SMA/Sederajat
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Indonesia
Hubungan dg Klien : Suami
Alamat : Lamboya

21
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
a) Saat Masuk Rumah Sakit
Keluar darah pervaginam.
b) Saat Pengkajian
Perut mules dan badan lemas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Ekapata pada hari Minggu (8/3/2021 jam 09.30
Wita) dengan keluhan keluar darah pervaginam sejak pukul 06.00 Wita.
Sebelumnya pasien kontrol kehamilan di poli RSUD Ekapta pada tanggal 27
Februari 2021 dan direncanakan SC tanggal 15 Maret 2021. Pasien
mengatakan mules seperti akan melahirkan dan badannya terasa lemas.
Kemudian dilakukan serangkaian pemeriksaan. Pasien di konsulkan ke
spesialis Obgyn dan disarankan untuk operasi SC cito. Pasien mengatakan
takut dan cemas akan dilakukan tindakan operasi karena belum siap dan usia
kehamilannya belum cukup bulan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyalit diabetes melitus,
hipertensi, kardiovaskuler, perdarahan tidak normal, asma, anemia, pingsan,
ataupun mengorok.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler lainnya ataupun asma.
5. Riwayat Kesehatan
a) Sebelumnya pernah masuk rumah sakit? (tidak)
b) Riwayat operasi sebelumnya: tidak ada
c) Riwayat anestesi sebelumnya: tidak ada
d) Apakah pasien pernah mendapat tranfusi darah? (tidak)
e) Apakah pasien pernah didiagnosa penyakit menular? (tidak)
f) Khusus pasien perempuan:
Jumlah kehamilan: 1 kali
Jumlah anak: 0
Menstruasi terakhir: 25/06/2020
Menyusui: (tidak)

22
6. Riwayat Pengobatan / Konsumsi Obat
Vitamin untuk kehamilan dan obat penambah darah
7. Riwayat Alergi
Tidak ada
8. Kebiasaan
a) Merokok : tidak merokok
b) Alkohol : tidak mengkonsumsi alkohol
c) Kopi/teh/soda : tidak mengkonsumsi kopi, teh maupun soda

c. Pola Kebutuhan Dasar


1. Udara atau Oksigenasi
Sebelum sakit
a) Gangguan pernapasan : tidak ada
b) Alat bantu pernapasan : tidak ada
c) Sirkulasi udara : ventilasi tempat tinggal cukup
d) Keluhan : tidak ada
Saat ini
a) Gangguan pernapasan : sedikit sesak
b) Alat bantu pernapasan : nasal kanul (2 L/menit)
c) Sirkulasi udara : ventilasi di ruang perawatan cukup
d) Keluhan : pasien mengatakan merasa sedikit sesak

2. Air / Minum
a) Minum Air Sebelum Sakit
(1)Frekuensi : 5-6 gelas sehari (±200 cc/gelas)
(2)Jenis : air putih
(3)Cara : mandiri
(4)Keluhan : tidak ada keluhan
b) Minum Air Saat Ini
(1)Frekuensi : tidak minum karena puasa (minum terakhir jam 07.00
WITA)
(2)Jenis : (-)
(3)Cara : (-)
(4)Keluhan : tidak ada

23
3. Nutrisi / Makanan
a) Sebelum Sakit
(1) Frekuensi : 2-3 x sehari
(2) Jenis : nasi, sayur, telur, daging
(3) Porsi : 1 porsi dihabiskan
(4) Diet khusus : tidak ada
(5) Makanan yang disukai : ayam goreng
(6) Napsu makan : sangat baik
(7) Keluhan : tidak ada
b) Saat Ini
(1) Frekuensi : tidak makan karena puasa
(2) Jenis : (-)
(3) Porsi : (-)
(4) Diet khusus : (-)
(5) Makanan yang disukai : (-)
(6) Napsu makan : baik
(7) Puasa terakhir : jam 21.00 WIB (7/03/2021)
(8) Keluhan : tidak ada

4. Eliminasi
a) BAB
(1) Sebelum Sakit
(a) Frekuensi : 1-2 x sehari
(b) Konsistensi: padat
(c) Warna : warna khas feses
(d) Bau : bau khas feses
(e) Cara : spontan
(f) Keluhan : tidak ada
(2) Saat Ini
(a) Frekuensi : 1 x sehari
(b) Konsistensi: padat, kadang cair
(c) Warna : warna khas feses
(d) Bau : bau khas feses

24
(e) Cara : spontan
(f) Keluhan : tidak ada
b) BAK
(1) Sebelum Sakit
(a) Frekuensi : 4-5 x sehari
(b) Konsistensi: tidak ada endapan
(c) Warna : kekuningan
(d) Bau : bau khas urin
(e) Cara : spontan
(f) Keluhan : tidak ada
(2) Saat Ini
(a) Frekuensi : 3-4 x sehari
(b) Konsistensi: tidak ada endapan
(c) Warna : kekuningan
(d) Bau : bau khas urin
(e) Cara : spontan
(f) Keluhan : tidak ada

5. Pola Aktivitas dan Istirahat


a) Aktivitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ket : 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat, 4: tergantung total

b) Istirahat dan Tidur


a) Sebelum Sakit
(a) Apakah anda pernah mengalami insomnia? (tidak)
(b) Berapa jam anda tidur : malam (6-8 jam), siang (1-2 jam)

b) Saat Ini

25
(a) Apakah anda pernah mengalami insomnia? (tidak)
(b) Berapa jam anda tidur : malam (6-8 jam), siang (-)

6. Interaksi Sosial
Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman : baik.

7. Pemeliharaan Kesehatan
a) Konsumsi vitamin : vitamin untuk kehamilan
b) Imunisasi : lengkap
c) Olahraga : jarang
d) Upaya keharmonisan keluarga : baik
e) Stress dan adaptasi : adaptasi pasien baik

8. Kesejahteraan dan Peningkatan Fungsi Manusia


a) Rasa aman : pasien mengatakan merasa gelisah
dengan tindakan operasi yang akan dijalani
b) Rasa nyaman : pasien mengatakan perutnya terasa
mules
c) Pemanfaatan pelayanan kesehatan : pasien datang ke puskesmas atau
klinik saat sakit

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : kompos mentis
GCS : Verbal:4, Motorik:6, Mata:5
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital : Nadi=107 x/mnt, Suhu=36,4oC, TD=100/60 mmHg,
RR=22x/mnt, Skala nyeri=5 dari 10
Berat badan : 59 kg
Tinggi Badan : 150 cm

b. Pemeriksaan Kepala

26
1) Inspeksi
Bentuk kepala: (dolicephalus / lonjong), kesimetrisan (+), hidrochepalus
(-), luka (-), darah (-), trepanasi (-), trepanasi (-), persebaran rambut
merata, terdapat rambut rontok (-).
2) Palpasi
Nyeri tekan (-), edema (-).

c. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi
Ekspresi wajah: tegang dan meringis, dagu kecil (-), edema (-),kelumpuhan
otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah (-).

d. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), eksoftalmus (-), endoftalmus (-),
kelopak mata/palpebra : oedem (-), ptosis (-), peradangan (-), lika (-),
benjolan (-), bulu mata (tidak rontok), konjunctiva dan sclera : baik,
reaksi pupil terhadap cahaya : miosis, isokor (+/+), kornea : warna
hitam, nigtasmus (-), strabismus (-).
2) Palpasi
Tidak dikaji.

e. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan Palpasi
Amati bagian telinga luar : bentuk simetris, lesi (-), nyeri tekan (-),
peradangan (-), penumpukan serumen (-), perdarahan (-), perforasi (-).
Tes kepekaan telinga : tidak dikaji.

f. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan Palpasi
Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi : pembengkakan (-),
amati meatus : perdarahan (-), kotoran (-), pembengkakan (-),
pembesaran/polip (-) pernapasan cuping hidung (-).
Hidung pasien tampak simetris dan tidak ada bengkok atau patah. Tidak ada

27
lesi, oedem dan terlihat bersih. Tidak tampak pembengkakan ataupun
perdarahan.

g. Pemeriksaan Mulut dan Faring


Inspeksi dan Palpasi
1) Amati bibir : tidak ada kelainan konginetal, warna bibir merah merata,
lesi (-), bibir pecah (-).
2) Amati gigi, gusi, dan lidah : caries (-), kotoran (-), gigi palsu (-),
gingivitis (-), gigi goyang (-), gigi maju (-).
3) Lidah : Warna lidah : merah muda, perdarahan (-), abses (-), ukuran
(normal).
4) Orofaring atau rongga mulut : bau mulut (-), uvula : simetris, benda asing
tidak ada.
5) Tonsil : T0
6) Mallampati II
7) Perhatikan suara : tidak berubah
8) Buka mulut 3 jari (+)

h. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi dan amati dan rasakan
a) Bentuk leher simetris, peradangan (-), jaringan parut (-), perubahan
warna (-), massa (-)
b) Kelenjar tiroid, pembesaran (-)
c) Vena jugularis : pembesaran (-)
d) Pembesaran kelenjar limfe (-), posisi trakea simetris
e) Mobilitas leher : menggerakkan rahang ke depan (+), ekstensi (+),
fleksi (+), menggunakan collar (-)
f) Leher pendek : tidak
2) Palpasi
a) Kelenjar tiroid : ukuran (normal), intensitas (normal)
b) Vena jugularis : tekanan (normal)
c) Jarak thyromental : 6 cm (+)

i. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak

28
1) Inspeksi
Bentuk simetris, pembengkakan (-), kulit payudara : warna kulit, lesi (-),
areola : perubahan warna (+), putting : colostrum (+), ulkus (-),
pembengkakan (-).
2) Palpasi
Nyeri tekan (-), kekenyalan (+), benjolan massa (-).

j. Pemeriksaan Thorax
1) Pemeriksaan Thorax dan Paru
a) Inspeksi
(1) Bentuk torak normal chest, keadaan kulit normal
(2) Retrasksi otot bantu pernafasan: retraksi intercosta (-), retraksi
suprasternal (-), sternomastoid (-)
(3) Pola nafas : Takipnea
(4) Batuk (-)
b) Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba sama.
c) Perkusi
Area paru : sonor
d) Auskultasi
(1) Suara napas : area veskuler (bersih), area bronchial (bersih), area
bronkovasikuler (bersih)
(2) Suara ucapan : bronkophoni (-), egophony (-), pectoriloqy (-)
(3) Suara tambahan : rales (-), ronchi (-), wheezing (-), pleural
friction rub (-)

2) Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi
Ictus cordis (-), pelebaran (-)
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : tidak teraba

c. Perkusi

29
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas jantung pada ICS II
Batas bawah jantung pada ICS V
Batas kiri jantung pada ICS V mid clavicula sinistra
Batas kanan jantung pada ICS IV mid sternalis dextra
d. Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal), (regular)
BJ II terdengar (tunggal), (regular)
bunyi jantung tambahan : BJ III (-), gallop rhythm (-), murmur (-)

k. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk abdomen cembung, massa/benjolan (-), kesimetrisan (+),
bayangan pembuluh darah vena (+).
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 18 x/menit.
3) Palpasi
a) Distensi (-), defans muskular (-)
b) Palpasi hepar : nyeri tekan (-), pembesaran (-), perabaan (tidak
teraba)
c) Palpasi lien : pembesaran (-)
d) Palpasi apendiks : titik Mc. Burney : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
nyeri menjalar kontralateral (-), acites (-), shiffing dullnes (-),
undulasi (-)
e) Palpasi ginjal : nyeri tekan (-), pembesaran (-)

l. Pemeriksaan Tulang Belakang


1) Inspeksi
Kelainan tulang belakang (-), perlikaan (-), infeksi (-), mobilitas (leluasa)
2) Palpasi
Fibrosis (-), HNP (-)

30
m. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi (-), eritema (-), keputihan (-),
peradangan (-), lubang uretra : stenosis/sumbatan (-), terpasang kateter (+).

n. Pemeriksaan Anus
1) Inspeksi
Atresia ani (-), tumor (-), haemoroid (-), perdarahan (-), perineum :
jahitan (-), benjolan (-).
2) Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus (-)

o. Pemeriksaan Ektremitas
1) Ekstremitas Atas
a) Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-),
terpasang gips (-), traksi (-), atropi otot (-)
IV line : terpasang di tangan kiri, ukuran abocatch (18G), tetesan
(loading cairan),
ROM : aktif
b) Palpasi
Perfusi (+), CRT <2 detik, edema (1), kekuatan otot (4/4).

2) Ekstremitas Bawah
a) Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-),
terpasang gips (-), traksi (-), atropi otot (-)
b) Palpasi
Perfusi (+), CRT <2 detik, edema (3), kekuatan otot (4/4).
Kesimpulan palpasi ekstremitas :
(1) Edema
1 1
3 3

31
(2) Uji Kekuatan Otot
4 4
4 4

3. Pemeriksaan Neurologis
a. Memeriksa Tanda-tanda Rangsangan Otak
Peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual muntah
(-), riwayat kejang (-), penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat pingsan (-)
b. Memeriksa Nervus Cranialis
1) Nervus I , Olfaktorius (pembau ) normal
2) Nervus II, Opticus ( penglihatan ) normal
3) Nervus III, Ocumulatorius normal
4) Nervus IV, Throclearis normal
5) Nervus V, Thrigeminus :
a) Cabang optalmicus : normal
b) Cabang maxilaris : normal
c) Cabang Mandibularis : normal
6) Nervus VI, Abdusen normal
7) Nervus VII, Facialis normal
8) Nervus VIII, Auditorius normal
9) Nervus IX, Glosopharingeal normal
10) Nervus X, Vagus normal
11) Nervus XI, Accessorius normal
12) Nervus XII, Hypoglosal normal
c. Memeriksa Fungsi Sensorik
Tidak dikaji.
d. Memeriksa Reflek Kedalaman Tendon
Tidak dikaji.

32
4. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap
Haemoglobin 8,4 g/dl 12 – 16 g/dl
Leukosit 13,4 ribu/uL 5 – 10 ribu/uL
Hematokrit 33 37 – 43 vol%
Trombosit 364 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL
Golongan Darah A
Haemostatis
BT 1 menit 30 detik 1 – 3 menit
CT 2 menit 30 detik 1 – 6 menit
Rapid Antigen Negatif Negatif
Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium:
Dari hasil laboratorium diatas, ada data yang di luar ambang batas normal,
yaitu Haemoglobin 8,4 g/dl.

b. Pemeriksaan Radiologi : USG


Evaluasi hasil pemeriksaan USG: Tampak plasenta letak rendah.

5. Terapi Saat Ini


Ceftriaxone 2 gr
Asam Tranexamat 1 gr

6. Kesimpulan Status Fisik (ASA)


Dari hasil pemeriksaan diatas disimpulkan bahwa pasien dengan ASA II.

7. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit : (-)
b. Jenis anastesi : Regional Anestesi
Indikasi : operasi pada daerah abdomen
c. Teknik anastesi : SAB
Indikasi : operasi daerah abdomen
d. Persiapan alat
1) Apparatus anestesi (+)
2) STATICS (+)
a) Scope : Stetoskop dan laringoskop

33
b) Tube : ETT ukuran 6.5, 7.0, dan 7.5
c) Airway : OPA 90 mm
d) Tapes : Plester
e) Introducer : Mandrin/stilet
f) Conector
g) Suction
3) Bed site monitor (+)
4) Set regional anestesi (SAB) terdiri :
h) Jarum spinal no 27 G (1 pcs)
i) Spuit 5 cc (1 pcs)
j) Handscoon steril no 7,5 (1 psg)
k) Betadine 50 cc
l) Alkohol 50 cc
m)Plester
n) Duk steril (2 pcs)
o) Kassa steril (5 pcs)
e. Obat-obatan anestesi:
a) Pre-medikasi : Ondansetron 4 mg
b) Obat antiemetik : Ondansetron 4 mg
c) Obat analgetik : ketorolac 30 mg
d) Induksi : Quanocain Spinal 0,5 % Heavy (Bupivacain HCl)
e) Pelumpuh otot : (-)
f) Obat maintenance: Midazolam 2 mg IV
Pethidine 25 mg IV
Ephedrine 10 mg IV
Oxytocin 20 iu drip dalam infus Ringer Lactat
g) Antidotum : (-)
h) Obat live saving : Ephedrine + obat-obatan emergency lainnya
Penjelasan obat-obat anestesi yang digunakan: obat-obatan general
anestesi disiapkan dalam keadaan standby bila sewaktu-waktu diperlukan.
Begitu juga dengan obat emergency nya.
f. Cairan
Kristaloid : Jenis : RL, Jumlah : 500 ml (loading)

34
B. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
I. PRE ANESTESI
1 DS:
 Pasien mengatakan Perdarahan antepartum Risiko Komplikasi
mules seperti akan ↓ Disfungsi Sirkulasi
melahirkan. Penurunan haemoglobin
 Pasien mengatakan ↓
badannya terasa lemas RK Disfungsi Sirkulasi
 Pasien mengatakan
merasa sedikit sesak
DO:
 Pasien tampak sakit
sedang dengan skala 5
(VAS)
 Ekspresi wajah pasien
tampak meringis
 Terpasang oksigen
dengan nasal kanul 2
l/menit
 Hb : 8,4 g/dl
2 DS:
 Pasien mengatakan Tindakan pembedahan dan Ansietas
takut dan cemas dengan anestesi
tindakan operasi yang ↓
akan dijalani Kurangnya pengetahuan tentang
 Pasien mengatakan tujuan dan prosedur tindakan
belum pernah dirawat di ↓
rumah sakit sebelumnya Cemas
 Pasien mengatakan
merasa gelisah
DO:
 Pasien tampak tegang
 TD : 105/67 mmHg

35
N : 105 x/mnt
RR : 18 x/mnt
3 DS:
Pasien mengatakan takut Tindakan SC Risiko Cedera
dan cemas dengan tindakan ↓ Anestesi
operasi yang akan dijalani Tindakan anestesi
DO: ↓
 Pasien tiba di ruang Risiko cedera anestesi
persiapan jam 10.00
WIB
 Pasien tampak masih
menggunakan aksesoris
 Persiapan pasien belum
dilakukan keseluruhan
II. INTRA ANESTESI
4 DS:
Pasien mengatakan takut Efek agen anestesi Risiko Cedera
terasa nyeri ketika operasi ↓ Trauma Pembedahan
dilakukan Farmakokinetik obat

DO: Risiko cedera trauma
 Pasien tampak sedikit pembedahan
tegang
 TD : 108/61 mmHg
N : 112 x/mnt
RR : 18 x/mnt
SaO2 : 99%
5 DS: -
DO: Tindakan anestesi (SAB) RK Disfungsi
 Pasien akan dilakukan ↓ Respirasi
tindakan SC dengan Posisi pasien tidak sesuai
teknik RA (SAB) ↓
 Pasien teranestesi blok Risiko high spinal
spinal setinggi thoracal ↓
6 Oksigenasi tidak adekuat

36
 TD : 103/60 mmHg ↓
N : 106 x/mnt RK disfungsi respirasi
RR : 20 x/mnt
SaO2 : 99%
6 DS:
Pasien mengatakan mual, Tindakan anestesi (SAB) RK Disfungsi
pusing dan lemas ↓ Kardiovaskuler
DO: Vasodilatasi pembuluh darah
 Pasien tampak pucat ↓
 Pasien tampak lemas Intake cairan tidak mencukupi

 TD : 88/42 mmHg ↓

N : 115 x/mnt RK disfungsi kardiovaskuler

RR : 20 x/mnt
SaO2 : 99%
III. POST ANESTESI
7 DS:
 Pasien mengatakan Suhu ruangan dan agent anestesi RK Disfungsi
kedinginan ↓ Termoregulasi
 Pasien meminta perawat Menggigil
menyelimutinya ↓
DO: RK Disfungsi Termoregulasi
 Pasien tampak
gemetaran dan
menggigil
 Akral pasien teraba
dingin
 CRT >3dtk
 TD: 107/54 mmHg
N: 93 x/mnt
RR: 19 x/mnt
S: 35,10C
 Suhu ruangan 190C
8 DS:
 Pasien mengatakan Teknik pembiusan Risiko Jatuh

37
kakinya belum bisa ↓
bergerak Efek obat anestesi
 Pasien mengatakan ↓
kakinya masih terasa Blok saraf motorik
berat ↓
DO: Kelemahan
 Pasien tampak belum ↓
bisa menggerakkan Risiko jatuh
kakinya
 Pasien tampak
menggunakan pin
berwarna kuning pada
gelang identitas
 Pasien tampak
dilindungi oleh bagian
samping brankar
 Bromage score 3
 Risiko jatuh 65

II. PROBLEM (MASALAH)


A. Pre Anestesi
1. RK disfungsi sirkulasi
2. Risiko cedera anestesi
3. Ansietas
Alasan prioritas : masalah disfungsi sirkulasi apabila tidak teratasi akan
menimbulkan komplikasi anestesi mulai dari ringan sampai berat. Sehingga perlu
persiapan yang tepat.
B. Intra Anestesi
1. Risiko cedera trauma pembedahan
2. RK disfungsi kardiovaskuler
3. RK disfungsi respirasi

38
penjahitan dan penutupan luka. Tindakan pembedahan menimbulkan rasa nyeri
karena sayatan pada kulit. Nyeri yang dirasakan saat operasi merupakan suatu
komplikasi cedera pembedahan yang apabila tidak diatasi akan menimbulkan
masalah kesehatan lainnya. Pemilihan teknik anestesi dan pencapaian efek obat
anestesi yang tepat mempengaruhi risiko terjadinya cedera trauma pembedahan.
C. Post Anestesi
1. RK disfungsi termoregulasi
2. Risiko jatuh
Alasan prioritas : termoregulasi merupakan proses yang melibatkan mekanisme
hemostatis yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai
dengan mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh
dan panas yang dikeluarkan. Kedinginan dan menggigil merupakan bentuk dari
kompensasi tubuh pasien terhadap obat anestesi yang diberikan. Jika kedinginan
dan menggigil tidak teratasi maka akan menimbulkan masalah kesehatan lainnya.

III. Rencana Intervensi


Nama : Ny. N No. RM : 180086
Umur : 27 tahun Diagnosa : G2P1A0 H35 Minggu a/i PPT
Jenis Kelamin : Perempuan Ruangan : IBS

N Problem (Masalah) Rencana Intervensi


Tujuan Intervensi
o
Pre Anestesi

39
1 RK Disfungsi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital
Sirkulasi keperawatan anestesi diharapkan 2. Monitoring cairan masuk dan
tidak terjadi disfungsi sirkulasi cairan keluar
dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien mengatur
1. Pasien tidak lemas napas
2. TTV dalam batas normal (TD 4. Berikan terapi IV sesuai
: 100-120/70-80 mmHg, N : kolaborasi dengan dokter
60-100 x/mnt R : 16-24 5. Kolaborasi dengan dokter
x/mnt, S : 36,5-37,5oC) terhadap pemberian transfusi
3. CM = CK darah
3 Risiko Cedera Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan persiapan sebelum
Anestesi keperawatan anestesi diharapkan pembedahan
tidak terjadi cedera anestesi 2. Kaji status nutrisi pasien
dengan kriteria hasil : (menimbang BB)
1. Pasien siap untuk dilakukan 3. Anjurkan pasien untuk
tindakan anestesi berpuasa
2. Pemilihan teknik anestesi 4. Anjurkan pasien untuk
yang tepat sesuai kondisi mengosongkan kadung kemih
pasien sebelum operasi
5. Lakukan balance cairan
6. Lepaskan aksesoris
7. Lakukan latihan pra anestesi
8. Pantau penyulit yang akan
terjadi
9. Tetapkan kriteria mallampati
10. Tentukan status fisik menurut
ASA
11. Kolaborasi dalam pemberian
obat pramedikasi
12. Kolaborasi penetapan teknik
anestesi
13. Lakukan informed consent
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan kunjungan pra operasi
keperawatan anestesi diharapkan 2. Bantu pasien mengekspresikan

40
ansietas (cemas) teratasi dengan perasaan
kriteria hasil : 3. Berikan dukungan pada pasien
1. Pasien bersedia menjalani 4. Jelaskan tentang prosedur
operasi pembedahan dan anestesi
2. Pasien tampak tenang dan 5. Jelaskan tentang latihan
tidak gelisah aktivitas pasca operasi
3. Tanda-tanda vital normal 6. Kolaborasi dengan dokter dalam
(TD : 100-120/70-80 mmHg, pemberian premedikasi
N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
Intra Anestesi
4 Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan 9. Siapkan peralatan dan obat-
Trauma keperawatan anestesi diharapkan obatan sesuai dengan
Pembedahan tidak terjadi sedera trauma perencanaan teknik anestesi
pembedahan dengan kriteria 10. Bantu pelaksanaan
hasil : anestesi (spinal anestesi) sesuai
7. Tidak ada tanda tanda-tanda dengan program kolaboratif
trauma pembedahan spesialis anestesi
8. Pasien tampak rileks selama 11. Bantu pemasangan alat
operasi berlangsung monitoring non invasiv
9. TTV dalam batas normal 12. Monitoring perianestesi
(TD : 100-120/70-80 mmHg, 13. Atasi penyulit yang timbul
N : 60-100 x/mnt R : 16-24 14. Lakukan pemeliharaan
x/mnt, S : 36,5-37,5oC) jalan napas
10. Saturasi oksigen >95% 15. Lakukan pemasangan alat
11. Pasien telah teranestesi, ventilaasi mekanik
relaksasi otot cukup, dan 16. Lakukan pengakhiran
tidak menunjukkan respon tindakan anestesi
nyeri
12. Tidak adanya komplikasi
anestesi selama operasi
berlangsung
5 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 6. Observasi TTV
Kardiovaskuler keperawatan anestesi diharapkan 7. Observasi kesadaran

41
tidak terjadi disfungsi 8. Monitoring cairan masuk dan
kardiovaskuler dengan kriteria cairan keluar
hasil : 9. Monitoring efek obat anestesi
6. TTV dalam batas normal 10. Kolaborasi dengan dokter
(TD : 100-120/70-80 mmHg, anestesi dalam tindakan
N : 60-100 x/mnt R : 16-24 perioperative maintenance
x/mnt, S : 36,5-37,5oC) cairan intravena dan vasopressor
7. CM = CK
8. Tidak terjadi edema/asites
9. Tidak terjadi sianosis
10. Tidak ada edema paru
6 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 6. Monitoring TTV
Respirasi keperawatan anestesi diharapkan 7. Monitoring saturasi oksigen
tidak terjadi disfungsi respirasi 8. Atur posisi pasien
dengan kriteria hasil : 9. Berikan oksigen
5. Tidak terjadi high spinal 10. Kolaborasi dengan dokter
6. Pasien dapat bernapas anestesi dalam pemasangan alat
dengan rileks ventilasi mekanik
7. RR normal : 16-20 x/menit
8. SaO2 normal : 95-100%

Post Anestesi
7 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring TTV
Termoregulasi keperawatan anestesi diharapkan 2. Berikan selimut hangat
pasien menunjukkan 3. Berikan infus hangat
termoregulasi dengan kriteria 4. Kolaborasi pemberian obat
hasil : untuk mencegah/mengurangi
1. Akral hangat menggigil
2. Suhu tubuh dalam batas
normal (36,5-37,5oC)
3. CRT <2 detik
4. Pasien mengatakan tidak
kedinginan
5. Pasien tampak tidak

42
menggigil
8 Risiko Jatuh Setelah dilakukan monitoring 1. Monitoring TTV
selama 2 jam diharapkan pasien 2. Lakukan penilaian bromage
aman setelah pembedahan score
dengan kriteria hasil : 3. Berikan pengaman pada tempat
5. TTV dalam batas normal tidur pasien
(TD : 100-120/70-80 mmHg, 4. Berikan gelang risiko jatuh
N : 60-100 x/mnt R : 16-24 5. Latih angkat atau gerakkan
x/mnt, S : 36,5-37,5oC) ekstremitas bawah
6. Bromage score <1
7. Pasien mengatakan kaki
dapat digerakkan
8. Pasien tampak tidak lemah

43
II. Pelaksanaan
Nama : Ny. N No. RM : 180086
Umur : 27 tahun Diagnosa : G2P1A0 H35 Minggu a/i PPT
Jenis Kelamin : Perempuan Ruangan : IBS

No Hari / Tan Problem Jam Tindakan Evaluasi Paraf


ggal (Masalah)
1 Senin, 8 Risiko 10.30 Mengobservasi tanda-tanda vital DS: KEL V
Maret Komplikasi 10.35 Memonitoring cairan masuk dan cairan Pasien mengatakan merasa lebih segar dan
2021 Disfungsi keluar tidak terlalu lemas
Sirkulasi 10.40 Menganjurkan pasien mengatur napas DO:
10.42 Memberikan terapi IV sesuai kolaborasi  Pasien tampak lebih rileks
dengan dokter  cairan masuk dari infus (500 cc)
10.44 Melakukan kolaborasi dengan dokter  Terpasang kateter urin (100 cc)
terhadap pemberian transfusi darah  Darah sudah disiapkan oleh keluarga i kolf
(±250 cc/kolf)
 Tanda-tanda vital:
TD : 110/62 mmHg
N : 103 x/mnt
R : 19 x/mnt
S : 36,4oC
2 Senin, 8 Risiko Cedera 10.45 Melakukan persiapan sebelum DS : KEL V

44
Maret Anestesi 10.50 pembedahan  Pasien mengatakan siap dan bersedia
2021 Mengkaji status nutrisi pasien (menimbang dilakukan tindakan anestesi
10.50 BB)  Pasien mengatakan telah menjalani semua
10.51 Mengkaji status puasa pasien intruksi dokter anestesi
Menganjurkan pasien
untuk  Pasien mengatakan makan terakhir jam
10.52 mengosongkan kandung kemih sebelum 19.00 (4/01/2021) dan minum terakhir jam
10.53 operasi 09.00 (5/01/2021)
10.54 Melakukan balance cairan  Pasien mangatakan merasa jauh lebih
10.55 Melepaskan aksesoris tenang
10.56 Melakukan latihan pra anestesi DO :
10.58 Memantau penyulit yang akan terjadi  Pasien tidak memakai aksesoris apapun
11.00 Menetapkan kriteria mallampati  BB pasien : 69 kg
Menentukan status fisik menurut ASA
 Loading cairan RL : 500 ml
11.03 Melakukan delegasi dalam pemberian obat
 Pasien tampak mampu melakukan teknik
pramedikasi Ondancetron 4mg (IV)
relaksasi (mengatur napas)
11.05 Melakukan kolaborasi penetapan teknik
 Skor mallampati II
anestesi
 Status fisik ASA II
Melakukan informed consent
 Teknik anestesi yang ditetapkan RA
(SAB)
3 Senin, 8 Ansietas 11.07 Membantu pasien mengekspresikan DS : KEL V
Maret perasaan  Pasien mengatakan bersedia menjalani

45
2021 11.09 Memberikan dukungan pada pasien operasi
11.11 Menjelaskan tentang prosedur pembedahan  Pasien mengatakan merasa jauh lebih
dan anestesi tenang
11.15 Menjelaskan tentang latihan aktivitas pasca  Pasien mengatakan memahami teknik
operasi anestesi dan prosedur operasi yang akan
dilakukan
DO :
 Pasien tampak melakukan teknik relaksasi
dengan baik
 Pasien tampak lebih tenang
 Tanda- tanda vital
TD : 109/65 mmHg
N : 101 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,6oC
4 Senin, 8 Risiko Cedera 11.20 Menyiapkan peralatan dan obat-obatan DS : KEL V
Maret Trauma sesuai dengan perencanaan teknik anestesi  Pasien mengatakan tidak merasakan
2021 Pembedahan 11.25 Mengatur posisi pasien kesakitan
11.27 Membantu pemasangan alat monitoring  Pasien mengatakan merasa tenang dan
invasive berani menjalani operasi
11.30 Monitoring vital sign
11.33 Memantau kecepatan / kelancaran infus DO :

46
11.39 Membantu pelaksanaan anestesi (spinal  Pasien telah teranestesi SAB, relaksasi
anestesi) sesuai dengan program otot cukup, dan tidak menunjukkan respon
kolaboratif spesialis anestesi (dengan nyeri
insersi spinocaine 26G pada L3-L4 dengan  Tidak adanya tanda-tanda trauma
agen anestesi Bunascan 0,5% Heavy 15 pembedahan
mg, LCS (+) jernih)  Pasien tampak rilaks selama operasi
11.40 Mengatur pasien dengan posisi berlangsung
pembedahan  TTV (TD : 103/60 mmHg, N : 106 x/mnt,
11.43 Mengecek tinggi blok spinal RR: 20 x/menit)
11.45 Monitoring intra anestesi  Saturasi oksigen 97%
12.50 Melakukan pengakhiran tindakan anestesi
5 Senin, 8 RK Disfungsi 11.45 Mengobservasi TTV DS : KEL V
Maret Kardiovaskuler 11.49 Mengobservasi kesadaran  Pasien mengeluh merasa mual
2021 11.50 Memonitoring cairan masuk dan cairan  Pasien mengeluh pusing
keluar DO :
11.55 Memonitoring efek obat anestesi  TD : 97/51 mmHg
12.00 Melakukan kolaborasi dengan dokter N : 107 x/mnt
anestesi dalam tindakan perioperative RR : 18 x/mnt
maintenance cairan intravena dan SaO2 : 99%
vasopressor (pemberian ephedrine 10 mg
IV)
6 Senin, 8 RK Disfungsi 11.45 Memonitoring TTV DS : KEL V

47
Maret Respirasi 11.46 Memonitoring saturasi oksigen  Pasien mengatakan dapat bernapas dengan
2021 11.47 Mengatur posisi pasien rileks
11.48 Memberikan oksigen 2 lt/mnt (nasal kanul)  Pasien mengatakan merasa tenang
DO :
 Tidak ada tanda-tanda high spinal
 RR normal : 18 x/mnt
 SaO2 98%
7 Senin, 8 RK Disfungsi 13.10 Memonitoring TTV DS : KEL V
Maret Termoregulasi 13.15 Memberikan selimut hangat  Pasien mengatakan dingin berkurang
2021 13.20 Melakukan kolaborasi pemberian obat  Pasien mengatakan sudah tidak menggigil
untuk mencegah/mengurangi menggigil DO :
(pemberian Pethidine 25 mg IV)  Pasien tampak rileks
 Pasien tampak tidak menggigil
 Tanda- tanda vital
TD : 105/65 mmHg
N : 70 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,5oC
8 Senin, 8 Risiko Jatuh 13.10 Memonitoring TTV DS : KEL V
Maret 13.12 Memberikan pengaman pada tempat tidur  Pasien mengatakan kakinya sudah bisa
2021 pasien digerakkan
13.30 Melakukan penilaian bromage score  Pasien mangatakan kakinya tidak
48
13.35 Melatih angkat atau gerakkan ekstremitas kesemutan
bawah DO :
 Pasien tampak menggeser kakinya
kesamping
 Pasien tempak lebih nyaman
 Bromage score : 1
 Pada pergelangan tangan kanan pasien
tampak terpasang gelang risiko jatuh
 Terpasang pengaman pada tempat tidur
pasien
 Tanda- tanda vital
TD : 110/65 mmHg
N : 71 x/mnt
R : 19 x/mnt
S : 36,5oC

49
III. Evaluasi
Nama : Ny. N No. RM : 180086
Umur : 27 tahun Diagnosa : G2P1A0 H35 Minggu a/i PPT
Jenis Kelamin : Perempuan Ruangan : IBS

No Tanggal Jam Problem Catatan Perkembangan Paraf


(Masalah)
1 Senin, 8 10.45 RK Disfungsi S : KEL V
Maret 2021 Sirkulasi Pasien mengatakan merasa lebih segar dan
tidak terlalu lemas
O:
 Pasien tampak lebih rileks
 cairan masuk dari infus (500 cc)
 Terpasang kateter urin (100 cc)
 Darah sudah dipesan ke PMI 1 labu (±230
cc/labu)
 Tanda-tanda vital:
TD : 110/62 mmHg
N : 103 x/mnt
R : 19 x/mnt
S : 36,4oC
A : RK disfungsi sirkulasi tidak
terjadi, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
2 Senin, 8 11.05 Risiko Cedera S : KEL V
Maret 2021 Anestesi  Pasien mengatakan siap dan bersedia
dilakukan tindakan anestesi
 Pasien mengatakan telah menjalani semua
intruksi dokter anestesi
 Pasien mengatakan makan terakhir jam
19.00 (4/01/2021) dan minum terakhir jam
09.00 (5/01/2021)
 Pasien mengatakan sudah BAK sebelum

50
masuk ke ruang operasi
 Pasien mangatakan merasa jauh lebih
tenang
O:
 Pasien tidak memakai aksesoris apapun
 BB pasien : 69 kg
 Loading cairan RL : 500 ml
 Pasien tampak mampu melakukan teknik
relaksasi (mengatur napas)
 Skor mallampati II
 Status fisik ASA II
 Teknik anestesi yang ditetapkan RA
(SAB)
A : Risiko cedera anestesi tidak
terjadi, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
3 Senin, 8 11.15 Ansietas S: KEL V
Maret 2021  Pasien mengatakan bersedia menjalani
operasi
 Pasien mengatakan merasa jauh lebih
tenang
 Pasien mengatakan memahami teknik
anestesi dan prosedur operasi yang akan
dilakukan
O:
 Pasien tampak melakukan teknik relaksasi
dengan baik
 Pasien tampak lebih tenang
 Tanda- tanda vital
TD : 109/65 mmHg
N : 101 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,6oC

51
A : Masalah ansietas teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
4 Senin, 8 12.50 Risiko Cedera S: KEL V
Maret 2021 Trauma  Pasien mengatakan tidak merasakan
Pembedahan kesakitan
 Pasien mengatakan merasa tenang dan
berani menjalani operasi
O:
 Pasien telah teranestesi SAB, relaksasi
otot cukup, dan tidak menunjukkan respon
nyeri
 Tidak adanya tanda-tanda trauma
pembedahan
 Pasien tampak rilaks selama operasi
berlangsung
 TTV (TD : 103/60 mmHg, N : 106 x/mnt,
RR: 20 x/menit)
 Saturasi oksigen 97%
A : Risiko cedera trauma pembedahan tidak
terjadi, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
5 Senin, 8 12.00 RK Disfungsi S: KEL V
Maret 2021 Kardiovaskuler  Pasien mengeluh merasa mual
 Pasien mengeluh pusing
O:
 TD : 97/51 mmHg
N : 107 x/mnt
RR : 18 x/mnt
SaO2 : 99%
A : RK disfungsi kardiovaskuler
P:
1. Observasi TTV
2. Observasi kesadaran
3. Monitor cairan masuk dan cairan keluar

52
(loading cairan)
4. Monitor efek obat anestesi
5. Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam
tindakan perioperative maintenance
cairan intravena dan vasopressor
(ephedrine 10 mg)
I:
1. Mengobservasi TTV
2. Mengobservasi kesadaran
3. Memonitoring cairan masuk dan cairan
keluar (loading cairan)
4. Memonitoring efek obat anestesi
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter
anestesi dalam tindakan perioperative
maintenance cairan intravena dan
vasopressor (ephedrine 10 mg)
E:
 Pasien mengatakan sudah tidak mual,
 Pasien mengatakan sudah tidak merasa
pusing
 TD : 107/68 mmHg
 N : 97 x/mnt
R : masalah RK disfingsi
kardiovaskuler teratasi
6 Senin, 8 11.48 RK Disfungsi S: KEL V
Maret 2021 Respirasi  Pasien mengatakan dapat bernapas dengan
rileks
 Pasien mengatakan merasa tenang
O:
 Tidak ada tanda-tanda high spinal
 RR normal : 18 x/mnt
 SaO2 98%
A : RK disfungsi respirasi tidak terjadi,

53
masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
7 Senin, 8 13.20 RK Disfungsi S: KEL V
Maret 2021 Termoregulasi  Pasien mengatakan dingin berkurang
 Pasien mengatakan sudah tidak menggigil
O:
 Pasien tampak rileks
 Pasien tampak tidak menggigil
 Tanda- tanda vital
TD : 105/65 mmHg
N : 70 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,5oC
A : Masalah RK disfungsi
termoregulasi teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
8 Senin, 8 13.35 Risiko Jatuh S: KEL V
Maret 2021  Pasien mengatakan kakinya sudah bisa
digerakkan
 Pasien mangatakan kakinya tidak
kesemutan
O:
 Pasien tampak menggeser kakinya
kesamping
 Pasien tempak lebih nyaman
 Bromage score : 1
 Pada pergelangan tangan kanan pasien
tampak terpasang gelang risiko jatuh
 Terpasang pengaman pada tempat tidur
pasien
 Tanda- tanda vital
TD : 110/65 mmHg
N : 71 x/mnt

54
R : 19 x/mnt
S : 36,5oC
A : Masalah risiko jatuh teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA

55
Abdat, A. U. (2015). Hubungan antara Paritas Ibu dengan Kejadiann Plasenta Previa di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Asrinah, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan.Yogyakarta: Graha Ilmu
Brunton, L. L., Lazo, J. S., & Parker, K. L. (2011). Goodman & Gillman's the
pharmacological basis of theurapeutics. New York: McGraw Hill
Carpenito. (2013). “Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi”.
Fyneface, S. O. Anesthesia for Cesarean Section dalam Cesarean Delivery, Dr. Raed Salim
(Ed.2). [Online] InTech. Diperoleh dari
http://www.intechopen.com/books/cesarendelivery/anaesthesia-for-cesarean-delivery.
(6 Januari 2021)
Herawati, T., dkk. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Plasenta
Previa di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2009. Diperoleh dari
http://jurnal.poltekkespalembang.ac.id/wpcontent/uploads/2015/11/1212.pdf. (6 Januari
2021)
Hull AD., & Resnik R (2014). Placenta previa, placenta accreta, abrutio placenta, and vasa
previa. Dalam: Creasy RK, Resnik R, Iamn JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene TR
(eds). Creasy and resnik’s maternal-fetal medicine: Principles an practices. Edisi ke 7.
China: Elsevier, pp: 732-734.
Keat, Sally.(2013). Anaesthesia on the move. Jakarta: indeks
Maesaroh. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Kejadian Plasenta Previa. Kesehatan,
1(1).
Mangku G. (2018). Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Jakarta: Indeks.
Manuaba IAC., Manuaba IBG., Manuaba IBGF., & Manuaba IBG. (2014). Ilmu kebidanan,
penyakit kandungan, dan kb untuk pendidikan bidan (Edisi ke 2). Jakarta: EGC, pp:
247254
Maryunani A. (2016). Buku Praktis Kehamilan dan Persalinan Patologis (Resiko Tinggi dan
Komplikasi). Jakarta: TIM
Miller, D Ronald. 2015. Miller’s Anesthesia eigth edition. San Fransisco California: Elsevier
Saunders.
Morgan GE., Mikhail MS., & Murray MJ. (2011). Clinical Anesthesiology, 4thed. Lange
Medical Books/McGraw-Hill
Oktaviani, Dina Putri. (2017). Asuhan Kebidanan Komprehensif. Fakultas Ilmu Kesehatan
UMP.

56
Trianingsih I., Mardhiyah D., & Duarsa ABS. (2015). Faktor-faktor yang berpengaruh pada
timbulnya kejadian plasenta previa. Jurnal Kedokteran Yarsi, 23(3): 103-113.
Sabiston, D. C. (2011). Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R., & Wim de Jong. (2010). BukuAjar Ilmu Beda ( Edisi 3).

57

Anda mungkin juga menyukai