DISUSUN OLEH:
2. Etiologi
a. Lemahnya dinding rongga perut dapat ada sejak lahir atau didapat
kemudian dalam hidup.
b. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
c. Peningkatan tekanan intra abdominal akibat dari mengangkat
beban berat
d. Congenital
e. Obesitas
f. Mengejan
a. Hernia Inguinalis
1) Umumnya terjadi pada pria.
2) Insiden tinggi pada bayi dan anak kecil.
3) Dapat menjadi sangat besar, terdapat benjolan di selangkangan.
4) Sering turun ke srotum disebut turun berok, burut, kelingsir.
5) Pasien mengeluh nyeri tekan.
6) Hernianya tegang dan tidak direduksi
7) Terdapat gambaran hipovolemi
b. Hernia Femoralis
1) Umumnya terjadi pada wanita.
2) Terdapat di Kanalis Femoralis.
3) Membesar secara bertahap.
4) Biasanya kandung kemih masuk kedalam kantung
5) Benjolan pada lipat paha.
c. Hernia Umbilikalis
1) Sering terjadi pada bayi prematur.
2) Terdapat penonjolan isi rongga perut
3) Umumnya tidak menimbulkan nyeri.
4) Jarang terjadi insakerasi (Diyono & Mulyanti, 2013).
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke
dalam abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi
dilakukan pada pasien dengan Hernia Reponibilis dengan cara
memakai dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada Rernia
Inguinalis Strangulate kecuali pada anak – anak.
2) Suntikan
3) Sabuk Hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak
dilakukan operasi.
b. Penatalaksanaan Operatif
1) Herniotomy
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia,
memasukkan kembali isi kantong hernia ke rongga abdomen,
serta mengikat dan memotong kantong hernia. Herniotomi
dilakukan pada anak-anak dikarenakan penyebabnya adalah
proses kongenital dimana prossesus vaginalis tidak menutup.
2) Hernioraphy
Herniorafi adalah membuang kantong hernia di sertai tindakan
bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di
belakang kanalis inguinalis. Herniorafi dilakukan pada orang
dewasa karena adanya kelemahan otot atau fasia dinding
belakang abdomen
3) Hernioplasty
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
a. General Anestesi
b. Regional Anestesi
c. Lokal Anestesi
3. Teknik Anestesi
a. General Anestesi
1) Anestesi Umum Intravena
Dilakukan dengan menyuntikan obat anesthesia parenteral
langsung ke dalam pembuluh darah vena. Teknik anestesi umum
intravena terdiri atas: anesthesia intravena klasik, anesthesia
intravena total, dan anestesi-analgesia neurolept.
b. Regional Anestesi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.
1) Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dankaudal. Tindakan ini sering di kerjakan.
2) Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi
lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.
c. Lokal Anestesi
Teknik anesthesia yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat
anestetik lokal pada daerah atau di sekitar lokasi pembedahan yang
menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
sementara.
Jenis Anestesi Lokal:
1) Anesthesia Topikal: menempatkan obat anestetik dengan cara di
oles, semprot, atau tetes pada permukaan jaringan atau mukosa.
2) Anesthesia Infiltrasi Lokal: infiltrasi atau suntikan obat anesthesia
local pada daerah yang akan dieksplorasi
3) Blok Lapangan: obat anesthesia lokal disuntikan mengelilingi
area yang akan dieksplorasi
4. Rumatan Anestesi
a. General Anestesi
1) Inhalasi
a) NitrousOxide (NO2)
Disebut juga gas gelak, NO2 merupakan satu-satunya gas
anorganik yang dipergunakan sebagai anatetikum. Gas ini
memiliki baud an rasa manis, densitasnya lebih besar dari pada
udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi, dan tidak mudah
terbakar. Bila dikombinasikan dengan anatetikum yang mudah
terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya
campuran eter dan nitrogen oksida.
b) Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan.
Baunya yang enak dan tidak merangsang jalan nafas, maka seing
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasidengan NO2.
Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya
tida dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%.
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,
asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesia semprot lidokain 4% sekitar atau 10%s
sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja,
umumnya laringoskopi intubasi dapat dikerjakan dengan mudah,
karena relaksasi otot cukup baik.
Pada nafas spontan rumjutan anestasi sekitar 1-2 vol% dan pada
nafas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan
dengan respon klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi
serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan
dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga tidak disukai
untuk bedah otak.
c) Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat
populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh
halotan pada penggunaan berulang. Pada EEG menunjukkan
tanda-tanda epileptic, apalagi disertai hipokapnia, karena itu
hindari penggunaanya pada pasien dengan riwayat epilepsy,
walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk
dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsy. Kombinasi dengan
adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan. Vasodilatasi
serebral antara halotan dan isofluran.
d) Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada
dosis anestetik atau sub anastetik menurunkan laju metabolisme
otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intracranial. Peninggian alira darah otak dan tekanan
intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk
bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curaj jantung
minimal,
sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak
digunakan pada pasien dengan ganguan koroner, isofluran
dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang respontif jika diantisipasi dengan oksitosin,
sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika
menggunakan isofluran.
e) Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan
pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping
halotan.
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap system saraf pusat seperti isofluran dan
belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun
dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralyme) tetapi belum ada
laporan membehayakan terhadap tubuh manusia
2) Anestesi Intravena
a) Barbiturat
- Blockade system stimulasi di formasi retikularis.
- Hambat pernafasan di medulla oblongata.
- Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap ketekolamin.
- Dosis anestesi: ransang SSP; dosis >=depresi SSP.
- Dosis induksi: 2 mg/kgBB (iv) dalam 60 detik; maintenance
=1/2 dosis induksi.
b) Thiopental
- Dewas: 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 detik.
c) Ketamin
- Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
- Analgesic kuat untuk somatic, lemah untuk system visceral
- Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
- Tingkatkan TD, nadi, cursh jsntung
- Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan
mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
- Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis
0,1 mg/kg intravena untuk mengurangi salivasi deberikan
sulfas atropin 0.001 mg/kg.
- Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan
untuk intramuscular 3-10 mg.
d) Fentanil
- Analgesic dan anestesi neuroleptik
- Kombinasi tetap
- Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan
anestesi umum lain
- Fentanil: masa kerja pendek, mula kerja cepat
- Droperidol: masa kerja lama dan mula kerja lambat
e) Propofol
- Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg)
- Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg
intravena
- Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumutan untuk
anestasi intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg
- Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%
- Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak lebih dari 3
tahun dan oada wanita hamil tidak dianjurkan
f) Diazepam
- Analgesic (-)
- Sedasi basal pada anestesi regional, endoskopi, dental
prosedur, induksi anesthesia pada pasien kardiovaskuler
- Efek anesthesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama
- Untuk premedikasi ( neurolepanalgesia) dan atasi konvulsi ok
anestesi lokal
- ESO: henti nafas, flebitis dan thrombosis (+) rute IV
- Dosis : induksi, 0,1-0,5 mg/kgBB
b. Anestesi Lokal dan Regional
1). Lidokaine (xylocaine, lignokain)
2% Dosis 20-100 mg (2-5ml)
2). Lidokaine (xylocaine, lignokain)
Dosis 20-50 mg (1-2 ml)
3). Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam air
Dosis 5-20 mg (1-4ml)
4). Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam dextrose
Dosis 5-15 mg (1-3ml)
5. Resiko
a. Pernafasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia
sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi.
Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah
sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot
yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh
kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini
menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat
menyebabkan apnea.
b. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal
ini disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak
cukup diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal
dalam sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir
pembedahan.
c. Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
d. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu
juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga
memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen
input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons
eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta
mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu
menggeser batas ambang untuk respons proses vasokonstriksi,
menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
e. Gangguan Fatal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh
kerja anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena
penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga
sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah.
A. Web of Caution (WOC)
Hernia Inguinal
Penatalaksanaan Operatif
Lateralis Penatalaksanaan Konservatif
Herniotomy
Penggeseran Gangguan
Inguinalis Nyeri Akut
Jaringan
Pemajanan
Prosedur Suhu RK Disfungsi
Operasi Dingin Termoregulasi
Ruangan
Kelemahan
Regional Anggota Resiko Jatuh
Anestesi Gerak
Pasca
Anestesi
Pasca Prosedur
Resiko Infeksi
Bedah Invasif
B. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Data yang didapat oleh pencatat dari pasien atau keluarga dan dapat
diukur dengan menggunakan standar yang diakui.
b. Data Objektif
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur
dengan menggunakan standar yang diakui.
3. Rencana
Intervensi Pre
Anestesi
a. Nyeri Akut
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tidakan kepenataan anestesi selama ...
diharapkan nyeri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a) Pasien mengatakan nyeri dapat di toleransi
b) Pasien tampak rileks
c) Skala nyeri ringan (1-3)
d) Tekanan darah dan nadi pasien dalam rentang normal
e) TD: 110-120/70-80 mmHg
f) Nadi: 60-100 x/menit
2) Rencana Intervensi
a) Observasi tekanan darah dan nadi pasien
b) Kaji nyeri pasien secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
predisposisi
c) Berikan pasien posisi nyaman
d) Ajarkan pasien Teknik distraksi dan relaksasi
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
farmakologi
b. Ansietas
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan Tindakan kepenataan anestesi selama …
diharapkan ansietas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a) Pasien bersedia dilakukan tindakan herniotomy
b) Pasien tampak tenang
c) Pasien mengerti tentang tindakan yang akan dilakukan
d) Pasien bersedia dilakukan Tindakan anestesi
e) Tekanan darah dan nadi pasien dalam rentang normal
dengan
f) TD: 110-120/70-80 mmHg
g) Nadi: 60-100 x/menit
2) Rencana Intervensi
a) Obervasi tekanan darah dan nadi pasien
b) Bantu pasien mengekspresikan perasaan untk
mengatasi kecemasan
c) Berikan pasien penjelasan tentang tindakan anestesi yang
akan diberikan
d) Ajarkan pasien Teknik relaksasi
e) Delegasi dalam pemberian terapi farmakologi
c. Resiko Cidera Agen Anestesi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan Tindakan kepenataan anestesi selama …
diharapkan tidak terjadi cidera agen anestesi dengan kriteria
hasil:
a) Alat-alat anestesi, mesin anestesi, siap digunakan dan
salam kondisi baik
b) Obat-obat sudah siap
c) Pasien siap dilakukan tindakan anestesi
d) Pemilihan Teknik anestesi sesuai dengan kondisi pasien
2) Rencana Intervensi
a) Observasi status nutrisi pasien (timbang BB pasien)
b) Anjurkan pasien puasa selama 8 jam
c) Lepaskan asesoris yang digunakan pasien
d) siapkan mesin anestesi, alat-alat anestesi regional, dan
STATICS
e) Persiapan obat-obat anestesi regional dan umum
f) Persiapan obat live saving
g) Tentukan status ASA pasien
h) Kolaborasi dalam penentuan teknik anestesi
i) Delegasi dalam pemberian obat premedikasi
Intra Anestesi
a. Resiko Jatuh
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan resiko
jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a) Pasien dalam keadaan aman
b) Bedside rail terpasang
2) Rencana Intervensi
a) Pasang bedside rail pasien
b) Anjurkan pasisi yang nyaman pada pasien
c) Konsultasikan dengan dr, Sp.An apabila kondisi memburuk
b. Resiko Infeksi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan resiko
infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a) Tanda-tanda infeksi tidak terjadi (kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolesa)
b) Suhu tubuh normal 36,5-37ºC
2) Rencana Intervensi
a) Observasi tanda-tanda vital
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptic
c) KIE pasien untuk menjaga lukanya agar tetap bersih
d) Delegasi dalam pemberian antibiotic sesuai indikasi
4. Implementasi
1) Keterampilan kognitif
2) Keterampilan interpersonal
3) Keterampilan psikomotor
5. Evaluasi
c. Ventilasi spontan
d. Sirkulasi spontan
e. Termogulasi efektif
h. Nyeri ditoleransi
A. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur :67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Golongan Darah :O
Alamat : Desa Bondalem
No. CM 229590
Diagnosa Medis : HIL Bilateral
Tindakan Operasi : Herniotomy
Tanggal MRS : 13 juni 2022
Tanggal Pengkajian : 15 juni 2022 Jam Pengkajian: 7.50
Jaminan : BPJS
1) Keluhan Utama
b. Saat Pengkajian
5) Riwayat Kesehatan
7) Riwayat Alergi
8) Kebiasaan
2) Air/Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 2.000 cc sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : oral
- Minum Terakhir :-
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 1.500 cc sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : oral
- Minum Terakhir : 2 jam sebelum operasi
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
3) Nutrisi atau
Makanan Sebelum
Sakit
- Frekuensi : 3x sehari
- Jenis : nasi, sayur, lauk
- Porsi : 1 porsi dihabiskan
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : ayam goreng
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir :-
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 3x sehari
- Jenis : nasi, sayur, lauk
- Porsi : 1 porsi dihabiskan
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : ayam goreng
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : pukul 24.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 1x sehari
- Konsistensi : lembek
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feces
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1x sehari
- Konsistensi : lembek
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feces
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
b) BAK
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 1.500 cc sehari
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : amoniak
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1.000 cc sehari
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : amoniak
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : baik
- Rasa Nyaman : baik
- Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan : baik
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis
GCS : Verbal 5, Motorik 6, Mata 4
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-Tanda Vital: Nadi = 80x/menit, Suhu = 36ºC, TD = 110/80
mmHg, RR = 20x/menit, Skala nyeri = 3.
BB: 68 kg, TB: 175 cm, BMI: 22,2.
b. Pemeriksaan Kepala
1) Inspeksi
Bentuk kepala bulat simetris, tidak mengalami hydrocephalus,
tidak terdapat luka, darah, trepanasi, dan juga keluhan lainnya
2) Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan keluhan lainnya.
c. Pemeriksaan Wajah
1) Inspeksi
Ekspresi wajah tampak rileks, dagu tidak kecil, tidak terdapat
edema, tidak mengalami kelumpuhan otot-otot facialis, tidak
terdapat sikatrik, micrognathia, rambut wajah, dan keluhan
lainnya.
d. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi
Pasien mempunyai mata yang lengkap dan simetris, tidak
terdapat ekssoftalmus dan endofthalmus. Pada kelopak mata
atau palpebra tidak terdapat oedem, ptosis, peradangan, luka,
dan benjolan. Bulu mata tidak rontok. Konjungtiva dan sclera
tidak mengalami perubahan warna. Reaksi pupil terhadap
cahaya midriasis dan isokor. Kornea berwarna coklat gelap.
Tidak terdapat nigtasmus, strabismus. Ketajaman penglihatan
baik. Tidak menggunakan kontak lensa, dan tidak menggunakan
kaca mata.
2) Palpasi
Tekanan bola mata normal dan tidak ada keluhan lainnya
e. Pemeriksaan Telinga
1) Inspeksi dan Palpasi
Pasien mempunyai bentuk telinga yang simetris, tidak terdapat
lesi, nyeri tekan, peradangan, penumpukan serumen, perdarahan,
perforasi dan keluhan lainnya.
f. Pemeriksaan Hidung
1) Inspeksi dan Palpasi
Posisi septup nasi tidak terdapat pembengkakan. Pada meatus
tidak terdapat kotoran, pembengkakan, dan polip. Tidak terdapat
pernapasan cuping hidung dan keluhan lainnya.
g. Pemeriksaan Mulut dan Faring
1) Inspeksi dan Palpasi
- Tidak terdapat kelainan kongenital, warna bibir merah
muda gelap, tidak terdapat lesi dan bibir tidak pecah.
- Tidak terdapat caries gigi, kotoran, gingivitis, gigi palsu,
gigi goyang, dan gigi maju.
- Kemampuan membuka mulut <3 cm (+)
- Warna lidah merah muda, tidak terdapat perdarahan, abses
dan ukuran lidah normal.
- Bau mulut normal, uvula simetris, dan tidak ada benda
asing
- Tonsil T1, Mallampati II
- Suara pasien tidak berubah dan tidak ada keluhan lainnya
h. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi dan Amati dan Rasakan
- Bentuk leher simetris, tidak terdapat peradangan, jaringan
parut, perubahan warna, dan massa
- Kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
- Vena jugularis tidak mengalami pembesaran
- Kelenjar limfe tidak mengalami pembesaran, posisi trakea
simetris
- Dapat menggerakan rahang kedepan, ekstensi, fleksi, dan
tidak menggunakan collar
- Leher tidak pendek
2) Palpasi
- Kelenjar tiroid : ukuran normal
- Vena jugularis : tekanan normal
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( + )
- Dapat menggerakan rahang kedepan, ekstensi, fleksi, dan
tidak menggunakan collar
i. Pemeriksaan Ketiak
1) Inspeksi dan Palpasi
Bentuk ketiak simetris, tidak terdapat pembengkakan, benjolan/
massa, dan nyeri tekan.
j. Pemeriksaan Torak
1) Pemeriksaan Thorak dan Paru
1) Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit
kecokelatan, tanpa lesi
- Retrasksi otot bantu pernafasan: Tidak terdapat retraksi
intercosta, retraksi suprasternal, dan sternomastoid
- Pola nafas: Eupnea
- Tidak ada batuk
2) Palpasi
- Pemeriksaan taktil / vocal fremitus: getaran antara
kanan dan kiri teraba sama dan bergetar simetris
- Lainnya: tidak ada
3) Perkusi
- Area paru terdengar bunyi sonor
- Lainnya: tidak ada
4) Auskultasi
- Suara nafas
- Area Vesikuler: bersih
- Area Bronchial: bersih
- Area Bronkovesikuler: bersih
- Suara Ucapan
- Tidak terdengar suara Bronkophoni, Egophoni,
Pectoriloqy
- Suara tambahan
- Tidak terdengar suara Rales, Ronchi, Wheezing,
Pleural fricion rub
2) Pemeriksaan Jantung
5) Inspeksi
Tidak terdapat Ictus cordis dan pelebaran
Lainnya: tidak ada
6) Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba kuat
Lainnya: tidak ada
7) Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah:
Batas atas : ( N = ICS II )
Batas bawah : (N = ICS V)
Batas Kiri : (N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : (N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
Lainnya: tidak ada
8) Auskultasi
BJ I terdengar regular, BJ II terdengar regular,
Tidak terdapat bunyi jantung tambahan seperti BJ III,
Gallop Rhythm, dan Murmur
Lainnya: tidak ada
k. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
- Bentuk abdomen: cembung
- Abdomen simetris dan tidak terdapat massa
- Bayangan pembuluh darah vena tidak ada
- Lainnya: tidak ada
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus: 15 x/menit (N: 5 – 35 x/menit)
Lainnya: tidak ada
3) Perkusi
Terdengar suara tympani dan tidak ada dullnes
4) Palpasi
Tidak mengalami Distensi dan Difans muskular
Palpasi Hepar:
Tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran, teraba lunak,
permukaan halus, tepi hepar tumpul. (N = hepar tidak teraba).
Palpasi Lien: Pembesaran lien tidak ada
Palpasi Appendik:
- Titik Mc. Burney: tidak terdapat nyeri tekan, nyeri lepas,
nyeri menjalar kontralateral
- Acites atau tidak: tidak terdapat Shiffing Dullnes dan
Undulasi
Palpasi Ginjal:
Tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran. (N = ginjal tidak
teraba). Lainnya: tidak ada
m. Pemeriksaan
Genetalia Genetalia
Pria
1) Inspeksi :
Rambut pubis bersih, tidak terdapat lesi dan benjolan
Lubang uretra: tidak terdapat penyumbatan, hipospadia, dan
epispadia
Tidak terpasang kateter.
2) Palpasi
Penis: tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan
Scrotum dan testis: tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum: tidak terdapat
kelainan pada scrotum
3) Inspeksi dan palpasi Hernia:
Inguinal hernia ( + ) terdapat penonjolan di kiri
n. Pemeriksaan Anus
1) Inspeksi
Tidak terdapat atresia ani, tumor, haemorroid, dan perdarahan
Perineum: tidak terdapat jahitan dan benjolan
2) Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus tidak ada
o. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
1) Inspeksi
- Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
deformitas
- Tidak terdapat fraktur dan benjolan
- Tidak terdapat fraksi dan atropi otot
- IV line: terpasang di tangan kanan ukuran abocatch:
18G tetesan: 20 tpm
2) Palpasi
- Perfusi baik
- CRT: < 2’, normal
- Edema: 0 ( 1 – 4), tidak didapatkan edema
- Kekuatan otot: 5 ( 1 – 5 ), tidak didapatkan
kelumpuhan, atau kondisi normal
- Lainnya: tidak ada
b) Ekstremitas Bawah
1) Inspeksi
- Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
deformitas
- Fraktur tidak ada
- Tidak terpasang gips, dan tidak ada traksi dan atropi
otot
- ROM: aktif
- IV line tidak ada
2) Palpasi
- Perfusi: baik
- CRT: < 2’, normal
- Edema : 0 (1 – 4 ), tidak didapatkan edema
- Kekuatan otot: 5 ( 1 – 5 ), tidak didapatkan
kelumpuhan, atau kondisi normal
3) Edema: tidak terdapat edema
00
00
555555
555555
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Jenis
Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
Neutrofit 73 39,3-73,3
Monosit 54 4,4-12,7
Ureum 27 10-50
b. Pemeriksaan Radiologi
- USG
a. Pre-Medikasi
Ondansentron 4 mg
Dexketoprofen2mg
b. Obat Anestesi
Bupivacaine 0,5% 15 mg
c. Obat Analgetik
IVFD Drip RL + Petidine
No Symptom Etiologi Problem
I. PRE ANESTESI
Resiko Jatuh
B. PROBLEM ( MASALAH )
I. PRE ANESTESI
1. Prioritas tinggi ( mengancam nyawa )
2. Prioritas sedang ( mengganggu status kesehatan )
Ansietas
3. Prioritas rendah ( situasi yang mempengaruhi perilaku )
Risiko Cedera Agen Anestesi
Alasan prioritas:
Ansietas sebagai prioritas sedang karena masalah aktual yang
mengancam status kesehatan. Risiko Cedera Agen Anestesi sebagai
prioritas rendah
karena bukan merupakan masalah aktual dan kemungkinan tidak terjadi
pada pasien.
I. Pra Anestesi
Nama : Tn. A No. CM : 229590
Umur : 67 tahun Dx : HIL Bilateral
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : OK 3
P: Hentikan
intervensi
2. RK Disfungsi Setelah 1. Monitor TTV pasien 10.10 1. Memonitor TTV pasien 10.30 S: -
Kardiovaskuler dilakukan 2. Berikan terapi cairan 10.15 2. Memberikan terapi 10.30 O:
(Hipotensi) tindakan
3. Anjurkan pasien untuk cairan Ringer Laktat - Pasien tampak
kepenataan
anestesi selama mengatur posisi yang 200cc nyaman
10.20
1 jam, nyaman 3. Menganjurkan pasien terbaring
diharapkan RK
4. Kolaborasi dalam untuk mengatur posisi dalamm posisi
Disfungsi
Kardiovaskuler pemberian Pethidine 10.30 yang nyaman supine
tidak terjadi 4. Berkolaborasi dalam - Nadi
dengan kriteria 10.40
pemberian pethidine 61x/menit
hasil:
A: Masalah tidak
- TD: 110 – 120 10.45
terjadi
/ 70 –
80mmhg P: Pertahankan
- -Nadi: 70 – kondisi pasien
120 x/menit
III. Pasca Anestesi
No Problem(Masalah) Nama
Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi
& Paraf
Tujuan Intervensi Jam Jam
1. Resiko Jatuh Setelah 1. Pasang bedside rail pasien 11.15 1. Memasang bedside rail 11.30 S: -
dilakukan 2. Anjurkan pasisi yang pasien
asuhan viona
nyaman pada pasien 11.20 2. Menganjurkan pasisi 11.35 O:
kepenataan
anestesi 3. Konsultasikan dengan dr, yang nyaman pada - Pasien tampak
diharapkan
Sp.An apabila kondisi pasien dalam keadaan
resiko jatuh
tidak terjadi memburuk 11.25 3. Mengkonsultasikan aman
dengan kriteria dengan dr, Sp.An - Bedside rail sudah
hasil:
apabila kondisi terpasang
- Pasien 11.40 A: masalah teratasi
dalam memburuk
keadaan
aman 11.45 P: Hentikan intervensi
- Bedside rail
terpasang
PASCA ANESTESI
Frekuensi nadi
Tekanan darah
S S
SKALA C C
ALDRETTE
NYERI O STEWARD O
SCORE BROMAGE SCORE
SCORE R R
(Lingkar)
E E
28 220
Saturasi Gerakan penuh dar
20 200 0 Pergerakan
O2 tungkai
1
26 180
2
12 160
3
8 180 140 Tak mampu
Pernapasan Pernafasan
4 ekstensi tungkai
160 120 v v v v v v 5
140 100 6
Pukul keluar dar RR : Pk. 12.00 ke ruang: rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:
SCORE ALDRETTE :
SCORE STEWARD:
SCORE BROMAGE: I
Lainya
Antibiotika :
Obat-obatan lain :
lain :
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien) yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :