Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN TN. A


DENGAN HERNIA INGUINALIS BILATERAL DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI HERNIOTOMY
DENGAN TINDAKAN ANESTESI REGIONAL ANESTESI (SAB)
DI RUANG INTALASI BEDAH SENTRAL RSUD KLUNGKUNG
PADA TANGGAL 15 JUNI 2022

DISUSUN OLEH:

I GEDE BAGUS PUTRA JAYA


2014301012

PRODI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2022
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi

Kata hernia mempunyai arti penonjolan suatu kantong peritoneum,


suatu organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau
akuisita (dapatan). Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia
(Amrizal, 2015).
Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan Muskulo-aponeurotik dinding perut (Nurarif, 2015). Hernia
adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian suatu
organ melalui lubang (aperture) pada struktur disekitarnya, umumnya
protusia organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen. Hernia
adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga
dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal
tertutup. (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012). Berdasarkan letaknya,
hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia
diafragma, inguinal, umbilikalis, fermonalis.
Hernia merupakan penonjolan sebuah organ jaringan atau struktur,
dinding rongga yang berisi bagian-bagian tersebut yang bersangkutan.
Hernia Inguinalis Lateralis adalah hernia yang paling umum terjadi dan
muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis
terjadi ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke
bawah melalui celah. (Nurarif, 2015).

2. Etiologi

Menurut Diyono, 2013; Nurarif, 2015 hal-hal yang dapat menyebabkan


terjadinya hernia adalah:

a. Lemahnya dinding rongga perut dapat ada sejak lahir atau didapat
kemudian dalam hidup.
b. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
c. Peningkatan tekanan intra abdominal akibat dari mengangkat
beban berat
d. Congenital
e. Obesitas
f. Mengejan

3. Tanda dan Gejala

a. Hernia Inguinalis
1) Umumnya terjadi pada pria.
2) Insiden tinggi pada bayi dan anak kecil.
3) Dapat menjadi sangat besar, terdapat benjolan di selangkangan.
4) Sering turun ke srotum disebut turun berok, burut, kelingsir.
5) Pasien mengeluh nyeri tekan.
6) Hernianya tegang dan tidak direduksi
7) Terdapat gambaran hipovolemi
b. Hernia Femoralis
1) Umumnya terjadi pada wanita.
2) Terdapat di Kanalis Femoralis.
3) Membesar secara bertahap.
4) Biasanya kandung kemih masuk kedalam kantung
5) Benjolan pada lipat paha.
c. Hernia Umbilikalis
1) Sering terjadi pada bayi prematur.
2) Terdapat penonjolan isi rongga perut
3) Umumnya tidak menimbulkan nyeri.
4) Jarang terjadi insakerasi (Diyono & Mulyanti, 2013).

4. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan Penunjang Terkait

Pemeriksaan penunjang pada hernia inguinalis menurut Nurarif (2015)


antara lain:
a. Hitungan darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, peningkatan sel darah
putih dan ketidakseimbangan elektrolit pada hernia.
b. Sinar X abdomen dapat menunjukan abnormalnya kadar gas dalam
usus atau obstruksi usus.

5. Penatalaksanaan Medis

a. Penatalaksanaan Terapi

Pengobatan Konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi


dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan
isi hernia yang telah di reposisi.

1) Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke
dalam abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi
dilakukan pada pasien dengan Hernia Reponibilis dengan cara
memakai dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada Rernia
Inguinalis Strangulate kecuali pada anak – anak.
2) Suntikan

Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau


kinin didaerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia
mengalami sklerosis atau penyempitan sehingga isi hernia
keluar dari cavum peritoni.

3) Sabuk Hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak
dilakukan operasi.
b. Penatalaksanaan Operatif

Operasi hernia dilakukan dengan 3 tahap:

1) Herniotomy
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia,
memasukkan kembali isi kantong hernia ke rongga abdomen,
serta mengikat dan memotong kantong hernia. Herniotomi
dilakukan pada anak-anak dikarenakan penyebabnya adalah
proses kongenital dimana prossesus vaginalis tidak menutup.
2) Hernioraphy
Herniorafi adalah membuang kantong hernia di sertai tindakan
bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di
belakang kanalis inguinalis. Herniorafi dilakukan pada orang
dewasa karena adanya kelemahan otot atau fasia dinding
belakang abdomen
3) Hernioplasty

Hernioplasti adalah tindakan memperkecil anulus inguinalis


internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis
(Amrizal, 2015).

B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi

Anestesi merupakan suatu indakan untuk menghilangkan rasa sakit


ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan
untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan
(Sabiston, 2011).
Anestesi digolongkan dalam tiga jenis yaitu anestesi lokal,
regional, dan umum. Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan
menurut jenis kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai
hilangnya kesadaran, sedangkan anestesi regional dan anestesi lokal
menghilangnya rasa nyeri di satu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya
kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
2. Jenis Anestesi

a. General Anestesi

Anestesi umum merupakan tindakan medis yang memanfaatkan obat


bius untuk menimbulkan analgesia (menghilangkan perasaan nyeri),
hipnosis (hilangnya kesadaran) dan relaksasi (terjadinya relaksasi
otot) kepada pasien yang akan dilakukan pembedahan. Anestesi
Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di system saraf pusat
yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran
ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan. Obat bius
yang dimasukkan secara inhalasi atau parenteral akan membuat
aliran listrik yang menuju otak terhambat sehingga memori tidak
akan tersimpan oleh sel otak dan secara bersamaan otak juga tidak
akan mengenali impuls rasa nyeri sehingga tubuh akan mengalami
loss ofconsciousness atau kondisi tidak sadar secara total.

b. Regional Anestesi

Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat


sebagai analgesik. Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri
tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik ini
tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi
nyeri saja (Pramono, 2017). Anestesi regional adalah anestesi lokal
dengan menyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang subara
chnoid dan ekstradural epidural di lakukan suntikan kedalam ekstra
dural, untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan
relaksasi otot rangka.

c. Lokal Anestesi

Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat


yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible penerusan
impuls saraf ke system saraf pusat dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas
atau dingin. Anestesi
lokal adalah Teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi
di bagian tubuh tertentu.

3. Teknik Anestesi

a. General Anestesi
1) Anestesi Umum Intravena
Dilakukan dengan menyuntikan obat anesthesia parenteral
langsung ke dalam pembuluh darah vena. Teknik anestesi umum
intravena terdiri atas: anesthesia intravena klasik, anesthesia
intravena total, dan anestesi-analgesia neurolept.

a) Anestesi Intravena Klasik


- Pemakaian kombinasi obat Ketamin dengan Sedatif
(Diazepam, Midazolam)
- Komponen trias anestesi yang dipenuhi: hipnotik &
anesthesia
- Indikasi: pada operasi kecil dan sedang yang tidak
memerlukan relaksasi lapangan operasi yang optimal
dan berlangsung singkat
b) Anestesi Intravena Total
- Pemakaian kombinasi obat anastesia intravena yang
berkhasiat hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot
secara berimbang.
- Komponen trias anestesi yang dipenuhi: hipnotik,
analgesia, dan relaksasi otot
- Indikasi: pada operasi yang memerlukan relaksasi
lapangan operasi yang optimal
- Kontraindikasi: tidak ada kontraindikasi yang absolut,
pilihan obat disesuaikan dengan penyakit pasien.
c) Anestesi-Analgesia Neurolept
- Pemakaian kombinasi obat neuroleptic dengan dengan
nalgetik opiate secara intravena
- Komponen trias anestesi yang dipenuhi: sedasi atau
hipnotik ringan dan analgesia ringan
- Indikasi: Tindakan diagnostik endoskopi misalnya
laringoskopi, bronkoskopi, esofagoskopi, dll dan
sebagai suplemen tindakan anesthesia lokal
- Kontraindikasi: penderita Parkinson, penderita
penyakit paru obstruktif, bayi dan anak
(kontraindikasi relative).
2) Anestesi Inhalasi
Anestesi yang di berikan melalui udara pernafasan dengan
menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap.
Gas anestesi bisa dikombinasikan dengan nitrogen oksida yang
terdapat pada suhu dan tekanan ruangan secara stabil. Zat cair
yang telah terbukti sangat mudah menguap yakni Halotan,
enfluran, isofluran, desfluran, dan metoksifluran. Kloroform
merupakan anestesi inhalasi yang pemakaiannya telah di batasi
karena bersifat toksik terhadap fungsi hati. Sedangkan anestesi
inhalasi yang di batasi selanjutnya yakni eter dan siklopropan
karena mudah terbakar.
3) Anestesi Imbang (balanced anesthesia)
Dilakukan dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik
obat anesthesia intravena maupun obat anesthesia inhalasi atau
kombinasi teknik anesthesia umum dengan anesthesia regional
untuk mencapai trias anesthesia secara optimal dan berimbang.

b. Regional Anestesi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.
1) Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dankaudal. Tindakan ini sering di kerjakan.
2) Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi
lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.

c. Lokal Anestesi
Teknik anesthesia yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat
anestetik lokal pada daerah atau di sekitar lokasi pembedahan yang
menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
sementara.
Jenis Anestesi Lokal:
1) Anesthesia Topikal: menempatkan obat anestetik dengan cara di
oles, semprot, atau tetes pada permukaan jaringan atau mukosa.
2) Anesthesia Infiltrasi Lokal: infiltrasi atau suntikan obat anesthesia
local pada daerah yang akan dieksplorasi
3) Blok Lapangan: obat anesthesia lokal disuntikan mengelilingi
area yang akan dieksplorasi

4. Rumatan Anestesi

a. General Anestesi
1) Inhalasi
a) NitrousOxide (NO2)
Disebut juga gas gelak, NO2 merupakan satu-satunya gas
anorganik yang dipergunakan sebagai anatetikum. Gas ini
memiliki baud an rasa manis, densitasnya lebih besar dari pada
udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi, dan tidak mudah
terbakar. Bila dikombinasikan dengan anatetikum yang mudah
terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya
campuran eter dan nitrogen oksida.
b) Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan.
Baunya yang enak dan tidak merangsang jalan nafas, maka seing
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasidengan NO2.
Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya
tida dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%.
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,
asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesia semprot lidokain 4% sekitar atau 10%s
sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja,
umumnya laringoskopi intubasi dapat dikerjakan dengan mudah,
karena relaksasi otot cukup baik.
Pada nafas spontan rumjutan anestasi sekitar 1-2 vol% dan pada
nafas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan
dengan respon klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi
serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan
dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga tidak disukai
untuk bedah otak.
c) Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat
populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh
halotan pada penggunaan berulang. Pada EEG menunjukkan
tanda-tanda epileptic, apalagi disertai hipokapnia, karena itu
hindari penggunaanya pada pasien dengan riwayat epilepsy,
walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk
dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsy. Kombinasi dengan
adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan. Vasodilatasi
serebral antara halotan dan isofluran.
d) Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada
dosis anestetik atau sub anastetik menurunkan laju metabolisme
otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intracranial. Peninggian alira darah otak dan tekanan
intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk
bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curaj jantung
minimal,
sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak
digunakan pada pasien dengan ganguan koroner, isofluran
dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang respontif jika diantisipasi dengan oksitosin,
sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika
menggunakan isofluran.
e) Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan
pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping
halotan.
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap system saraf pusat seperti isofluran dan
belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun
dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralyme) tetapi belum ada
laporan membehayakan terhadap tubuh manusia
2) Anestesi Intravena
a) Barbiturat
- Blockade system stimulasi di formasi retikularis.
- Hambat pernafasan di medulla oblongata.
- Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap ketekolamin.
- Dosis anestesi: ransang SSP; dosis >=depresi SSP.
- Dosis induksi: 2 mg/kgBB (iv) dalam 60 detik; maintenance
=1/2 dosis induksi.
b) Thiopental
- Dewas: 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 detik.
c) Ketamin
- Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
- Analgesic kuat untuk somatic, lemah untuk system visceral
- Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
- Tingkatkan TD, nadi, cursh jsntung
- Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan
mual muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
- Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis
0,1 mg/kg intravena untuk mengurangi salivasi deberikan
sulfas atropin 0.001 mg/kg.
- Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan
untuk intramuscular 3-10 mg.
d) Fentanil
- Analgesic dan anestesi neuroleptik
- Kombinasi tetap
- Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan
anestesi umum lain
- Fentanil: masa kerja pendek, mula kerja cepat
- Droperidol: masa kerja lama dan mula kerja lambat
e) Propofol
- Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg)
- Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg
intravena
- Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumutan untuk
anestasi intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg
- Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%
- Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak lebih dari 3
tahun dan oada wanita hamil tidak dianjurkan
f) Diazepam
- Analgesic (-)
- Sedasi basal pada anestesi regional, endoskopi, dental
prosedur, induksi anesthesia pada pasien kardiovaskuler
- Efek anesthesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama
- Untuk premedikasi ( neurolepanalgesia) dan atasi konvulsi ok
anestesi lokal
- ESO: henti nafas, flebitis dan thrombosis (+) rute IV
- Dosis : induksi, 0,1-0,5 mg/kgBB
b. Anestesi Lokal dan Regional
1). Lidokaine (xylocaine, lignokain)
2% Dosis 20-100 mg (2-5ml)
2). Lidokaine (xylocaine, lignokain)
Dosis 20-50 mg (1-2 ml)
3). Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam air
Dosis 5-20 mg (1-4ml)
4). Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam dextrose
Dosis 5-15 mg (1-3ml)

5. Resiko

a. Pernafasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia
sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi.
Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah
sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot
yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh
kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini
menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat
menyebabkan apnea.
b. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal
ini disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak
cukup diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal
dalam sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir
pembedahan.
c. Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
d. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu
juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga
memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen
input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons
eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta
mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu
menggeser batas ambang untuk respons proses vasokonstriksi,
menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
e. Gangguan Fatal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh
kerja anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena
penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga
sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah.
A. Web of Caution (WOC)

Kelemahan Dinding Abdominal,


Tekanan Intraabdominal Tinggi

Hernia Inguinal
Penatalaksanaan Operatif
Lateralis Penatalaksanaan Konservatif

Herniotomy

Penggeseran Gangguan
Inguinalis Nyeri Akut
Jaringan

Kurangnya Takut dengan


Pre
Anestesi Informasi dan Tindakan yang Ansietas
Pengetahuan akan dilakukan

Evaluasi Pra- Resiko Cedera


Pasien
Anestesi Kurang Agen Anestesi
Belum Siap
Maksimal

Tindakan Resiko Cedera


Herniotomy Trauma
Operasi
Pembedahan

Intra Regional Efek Obat RK Disfungsi


Anestesi Anestesi Anestesi Kardiovaskuler

Pemajanan
Prosedur Suhu RK Disfungsi
Operasi Dingin Termoregulasi
Ruangan
Kelemahan
Regional Anggota Resiko Jatuh
Anestesi Gerak
Pasca
Anestesi

Pasca Prosedur
Resiko Infeksi
Bedah Invasif
B. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan pemikiran dasar dalam proses


keperawatan anestesiologi. Pada pasien dengan diagnosa hernia
pengkajian data fisik dilakukan berdasarkan pada pengkajian abdomen
yang dapat menunjukan benjolan pada lipat paha atau area umbilikal.
Keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran benjolan. Benjolan
mungkin ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat
benda berat atau defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan dialami
karena tegangan yang meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti
batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi. Nyeri menandakan
strangulasi dan kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu,
manifestasi usus obstruksi dapat dideteksi seperti bising usus, nada
tinggi, sampai tidak ada mual atau muntah.

a. Data Subjektif

Data yang didapat oleh pencatat dari pasien atau keluarga dan dapat
diukur dengan menggunakan standar yang diakui.

b. Data Objektif

Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur
dengan menggunakan standar yang diakui.

2. Masalah Kesehatan Anestesi

Masalah kesehatan merupakan suatu keadaan yang dapat terjadi pada


pasien dari pre, intra, dan pasca anestesi.
a. Pre Anestesi
1) Nyeri Akut
2) Ansietas
3) Resiko Cedera Agen Anestesi
b. Intra Anestesi
1) Risiko Cedera Trauma Pembedahan
2) RK Disfungsi Kardiovaskuler
3) RK Disfungsi Termoregulasi
c. Post Anestesi
1) Risiko Jatuh
2) Risiko Infeksi

3. Rencana

Intervensi Pre

Anestesi

a. Nyeri Akut
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tidakan kepenataan anestesi selama ...
diharapkan nyeri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a) Pasien mengatakan nyeri dapat di toleransi
b) Pasien tampak rileks
c) Skala nyeri ringan (1-3)
d) Tekanan darah dan nadi pasien dalam rentang normal
e) TD: 110-120/70-80 mmHg
f) Nadi: 60-100 x/menit
2) Rencana Intervensi
a) Observasi tekanan darah dan nadi pasien
b) Kaji nyeri pasien secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
predisposisi
c) Berikan pasien posisi nyaman
d) Ajarkan pasien Teknik distraksi dan relaksasi
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
farmakologi
b. Ansietas
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan Tindakan kepenataan anestesi selama …
diharapkan ansietas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a) Pasien bersedia dilakukan tindakan herniotomy
b) Pasien tampak tenang
c) Pasien mengerti tentang tindakan yang akan dilakukan
d) Pasien bersedia dilakukan Tindakan anestesi
e) Tekanan darah dan nadi pasien dalam rentang normal
dengan
f) TD: 110-120/70-80 mmHg
g) Nadi: 60-100 x/menit
2) Rencana Intervensi
a) Obervasi tekanan darah dan nadi pasien
b) Bantu pasien mengekspresikan perasaan untk
mengatasi kecemasan
c) Berikan pasien penjelasan tentang tindakan anestesi yang
akan diberikan
d) Ajarkan pasien Teknik relaksasi
e) Delegasi dalam pemberian terapi farmakologi
c. Resiko Cidera Agen Anestesi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan Tindakan kepenataan anestesi selama …
diharapkan tidak terjadi cidera agen anestesi dengan kriteria
hasil:
a) Alat-alat anestesi, mesin anestesi, siap digunakan dan
salam kondisi baik
b) Obat-obat sudah siap
c) Pasien siap dilakukan tindakan anestesi
d) Pemilihan Teknik anestesi sesuai dengan kondisi pasien
2) Rencana Intervensi
a) Observasi status nutrisi pasien (timbang BB pasien)
b) Anjurkan pasien puasa selama 8 jam
c) Lepaskan asesoris yang digunakan pasien
d) siapkan mesin anestesi, alat-alat anestesi regional, dan
STATICS
e) Persiapan obat-obat anestesi regional dan umum
f) Persiapan obat live saving
g) Tentukan status ASA pasien
h) Kolaborasi dalam penentuan teknik anestesi
i) Delegasi dalam pemberian obat premedikasi
Intra Anestesi

a. Resiko Cidera Trauma Pembedahan


1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 60 menit
diharapkan tidak terjadi cedera trauma fisik. Dengan kriteria
hasil:
a) Tidak adanya tanda-tanda trauma pembedahan
b) Pasien tampak rileks selama operasi berlangsung
c) TTV dalam batas normal:
TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi: 60 – 100 x/menit
Suhu: 36-37°C
RR: 16 – 20 x/menit
d) Saturasi oksigen >95%
e) Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi
berlangsung
2) Rencana Intervensi
a) Monitor TTV
b) Monitor intra anestesi (airway, oksigen, ventilasi)
c) Atur posisi pasien
d) Lakukan preloading cairan
e) Pasang alat monitor non invasive
b. RK Disfungsi Kardiovaskuler
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 2 jam 30
menit, diharapkan RK Disfungsi Kardiovaskuler tidak terjadi
dengan kriteria hasil:
a) TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg
b) Nadi: 60 – 100 x/menit
c) Akral hangat
d) Irama EKG sinus rhtym atau tidak ada disritmia yang
mengancam nyawa
2) Rencana Intervensi
a) Monitor tekanan darah dan nadi pasien
b) Berikan terapi cairan
c) Anjurkan pasien untuk mengatur posisi yang nyaman
d) Kolaborasi pemberian terapi farmakologi
c. RK Disfungsi Termoregulasi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan RK
Disfungsi Termoregulasi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a) Akral hangat
b) Pasien tidak menggigil
c) Tidak adanya tanda-tanda sianosis
2) Rencana Intervensi
a) Atur suhu kamar operasi
b) Berikan selimut hangat
c) Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian obat
pethidin
Pasca Anestesi

a. Resiko Jatuh
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan resiko
jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a) Pasien dalam keadaan aman
b) Bedside rail terpasang
2) Rencana Intervensi
a) Pasang bedside rail pasien
b) Anjurkan pasisi yang nyaman pada pasien
c) Konsultasikan dengan dr, Sp.An apabila kondisi memburuk
b. Resiko Infeksi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan resiko
infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a) Tanda-tanda infeksi tidak terjadi (kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolesa)
b) Suhu tubuh normal 36,5-37ºC
2) Rencana Intervensi
a) Observasi tanda-tanda vital
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptic
c) KIE pasien untuk menjaga lukanya agar tetap bersih
d) Delegasi dalam pemberian antibiotic sesuai indikasi

4. Implementasi

Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari intervensi


yang telah disusun. Fokus dari intervensi keperawatan anestesi adalah:

1) Mempertahankan daya tahan tubuh


2) Mencegah komplikasi
3) Menemukan perubahan sistem tubuh
4) Menetapkan pasien dengan lingkungan
5) Implementasi pesan dokter. (Setiadi, 2012)

Implementasi adalah realisasi rencanan tindakan untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien, selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Nikmatur, 2012). Keterampilan yang dibutuhksn dalam pelaksanaan:

1) Keterampilan kognitif
2) Keterampilan interpersonal
3) Keterampilan psikomotor

5. Evaluasi

Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian


hasil yg diinginkan dan respon pasien dan keefektifan intervensi
kemudian mengganti rencana keperawatan jika dipperlukan.Tahap akhir
dari proses keperawatan anestesi yaitu mengevaluasi kemampun pasien
kearah pencapian hasil.Mengevaluasi akan masalah yang diatasi antara
lain:

a. Patensi jalan napas tidak efektif

b. Tidak terjadi aspirasi

c. Ventilasi spontan

d. Sirkulasi spontan

e. Termogulasi efektif

f. Hidrasi cairan terpenuhi

g. Tidak terjadi perdarahan

h. Nyeri ditoleransi

i. Tidak terjadinya bahaya jatuh


C. Daftar Pustaka

Amrizal, A. (2015). Hernia Inguinalis. Syifa' MEDIKA: Jurnal Kedokteran


dan Kesehatan, 1-12.
Ilunanda, Y. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Post Op Hernioraphy Atas
Indikasi Hernia Inguinalis Lateralis Dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Akut Di Ruang 3a Bedah Rsud Dr. Soekardjo Tasikmalaya
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN TN. A
DENGAN HERNIA INGUINALIS BILATERAL DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI HERNIOTOMY
DENGAN TINDAKAN ANESTESI REGIONAL ANESTESI (SAB)
DI RUANG INTALASI BEDAH SENTRAL RSUD KLUNGKUNG

PADA TANGGAL 15 JUNI 2022

A. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur :67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Golongan Darah :O
Alamat : Desa Bondalem
No. CM 229590
Diagnosa Medis : HIL Bilateral
Tindakan Operasi : Herniotomy
Tanggal MRS : 13 juni 2022
Tanggal Pengkajian : 15 juni 2022 Jam Pengkajian: 7.50
Jaminan : BPJS

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : ny. A
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dg Pasien : Istri
Alamat : Thopati
b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

a. Saat Masuk Rumah Sakit

Pasien mengatakan datang ke RSUD Klungkung


dengan keluhan benjolan pada lipatan paha sebelah kiri
dam kanan

b. Saat Pengkajian

Pasien mengatakan terdapat benjolan disertai nyeri tekan di


selangkangan paha sebelah kiri dan kanan

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD klungkung pada


tanggal 13 juni 2022 pukul 15.29 WITA. Pasien mengatakan
terdapat benjolan yang disertai nyeri tekan di lipatan paha
sebelah kiridan kanan sejak 1 bulan yang lalu kemudian pasien
dirawat di ruang rawat inap apel dan direncanakan operasi pada
hari selasa 15 juni 2022 Pukul 09.00 WITA.Saat di ruang
operasi pasien tampak tegang dan gelisah. Pasien kemudian
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil: TD:
173/101 mmHg, Nadi: 80x/menit, Suhu: 37ºC, RR: 18x/menit,
SPO2: 99%. Saat dilakukan operasi pasien dibius menggunakan
regional anestesi (SAB) yang mengakibatkan terjadinya
penurunan kekuatan ekstremitas bawah. Saat operasi selesai
pasien tampak keluar dalam keadaan sadar dan tampak tenang.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit diabetes


mellitus, hipertensi, kardiovaskuler, perdarahan tidak normal,
asma, anemia, pingsan, merokok.
4) Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga


seperti diabetes mellitus, hipertensi, kardiovaskuler, perdarahan
tidak normal, asma, anemia, pingsan, merokok.

5) Riwayat Kesehatan

Pasien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit, dioperasi


dan mendapatkan transfusi darah.

6) Riwayat Pengobatan/Konsumsi Obat

Pasien mengatakan tidak sedang mengkonsumsi obat.

7) Riwayat Alergi

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi.

8) Kebiasaan

Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, alcohol, maupun


konsumsi kopi, the dan soda.

c. Pola Kebutuhan Dasar

1) Udara atau Oksigenasi


Sebelum Sakit
- Gangguan Pernapasan : tidak ada
- Alat Bantu Pernapasan : tidak ada
- Sirkulasi Udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Gangguan Pernapasan : tidak ada
- Alat Bantu Pernapasan : tidak ada
- Sirkulasi Udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

2) Air/Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 2.000 cc sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : oral
- Minum Terakhir :-
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 1.500 cc sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : oral
- Minum Terakhir : 2 jam sebelum operasi
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

3) Nutrisi atau
Makanan Sebelum
Sakit
- Frekuensi : 3x sehari
- Jenis : nasi, sayur, lauk
- Porsi : 1 porsi dihabiskan
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : ayam goreng
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir :-
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 3x sehari
- Jenis : nasi, sayur, lauk
- Porsi : 1 porsi dihabiskan
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : ayam goreng
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : pukul 24.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 1x sehari
- Konsistensi : lembek
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feces
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1x sehari
- Konsistensi : lembek
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feces
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

b) BAK

Sebelum Sakit
- Frekuensi : 1.500 cc sehari
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : amoniak
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1.000 cc sehari
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : amoniak
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

5) Pola Aktivitas dan Istirahat


a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan
0 1 2 3 4
Diri
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu


orang lain dan alat, 4: tergantung total

b) Istirahat dan Tidur


Sebelum sakit pasien tidak pernah mengalami insomnia dan
tidur kurang lebih selama 7-8 jam pada malam hari dan
tidur siang kurang lebih selama 30-40 menit.
Saat sakit pasien mengalami susah tidur sehingga tidur pada
malam hari kurang lebih 5-6 jam dan tidak tidur siang.
6) Interaksi Sosial
Pasien menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan
masyarakat, keluarga, kelompok, dan teman.

7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : baik
- Rasa Nyaman : baik
- Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan : baik

8) Peningkatan Fungsi Tubuh dan Pengimbangan Manusia Dalam


Kelompok Sosial Sesuai dengan Potensinya
- Konsumsi Vitamin : jarang
- Imunisasi :-
- Olahraga : jarang
- Upaya keharmonisan keluarga: baik
- Stress dan adaptasi : baik

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis
GCS : Verbal 5, Motorik 6, Mata 4
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-Tanda Vital: Nadi = 80x/menit, Suhu = 36ºC, TD = 110/80
mmHg, RR = 20x/menit, Skala nyeri = 3.
BB: 68 kg, TB: 175 cm, BMI: 22,2.

b. Pemeriksaan Kepala
1) Inspeksi
Bentuk kepala bulat simetris, tidak mengalami hydrocephalus,
tidak terdapat luka, darah, trepanasi, dan juga keluhan lainnya
2) Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan keluhan lainnya.
c. Pemeriksaan Wajah
1) Inspeksi
Ekspresi wajah tampak rileks, dagu tidak kecil, tidak terdapat
edema, tidak mengalami kelumpuhan otot-otot facialis, tidak
terdapat sikatrik, micrognathia, rambut wajah, dan keluhan
lainnya.

d. Pemeriksaan Mata
1) Inspeksi
Pasien mempunyai mata yang lengkap dan simetris, tidak
terdapat ekssoftalmus dan endofthalmus. Pada kelopak mata
atau palpebra tidak terdapat oedem, ptosis, peradangan, luka,
dan benjolan. Bulu mata tidak rontok. Konjungtiva dan sclera
tidak mengalami perubahan warna. Reaksi pupil terhadap
cahaya midriasis dan isokor. Kornea berwarna coklat gelap.
Tidak terdapat nigtasmus, strabismus. Ketajaman penglihatan
baik. Tidak menggunakan kontak lensa, dan tidak menggunakan
kaca mata.
2) Palpasi
Tekanan bola mata normal dan tidak ada keluhan lainnya

e. Pemeriksaan Telinga
1) Inspeksi dan Palpasi
Pasien mempunyai bentuk telinga yang simetris, tidak terdapat
lesi, nyeri tekan, peradangan, penumpukan serumen, perdarahan,
perforasi dan keluhan lainnya.

f. Pemeriksaan Hidung
1) Inspeksi dan Palpasi
Posisi septup nasi tidak terdapat pembengkakan. Pada meatus
tidak terdapat kotoran, pembengkakan, dan polip. Tidak terdapat
pernapasan cuping hidung dan keluhan lainnya.
g. Pemeriksaan Mulut dan Faring
1) Inspeksi dan Palpasi
- Tidak terdapat kelainan kongenital, warna bibir merah
muda gelap, tidak terdapat lesi dan bibir tidak pecah.
- Tidak terdapat caries gigi, kotoran, gingivitis, gigi palsu,
gigi goyang, dan gigi maju.
- Kemampuan membuka mulut <3 cm (+)
- Warna lidah merah muda, tidak terdapat perdarahan, abses
dan ukuran lidah normal.
- Bau mulut normal, uvula simetris, dan tidak ada benda
asing
- Tonsil T1, Mallampati II
- Suara pasien tidak berubah dan tidak ada keluhan lainnya

h. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi dan Amati dan Rasakan
- Bentuk leher simetris, tidak terdapat peradangan, jaringan
parut, perubahan warna, dan massa
- Kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
- Vena jugularis tidak mengalami pembesaran
- Kelenjar limfe tidak mengalami pembesaran, posisi trakea
simetris
- Dapat menggerakan rahang kedepan, ekstensi, fleksi, dan
tidak menggunakan collar
- Leher tidak pendek
2) Palpasi
- Kelenjar tiroid : ukuran normal
- Vena jugularis : tekanan normal
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( + )
- Dapat menggerakan rahang kedepan, ekstensi, fleksi, dan
tidak menggunakan collar
i. Pemeriksaan Ketiak
1) Inspeksi dan Palpasi
Bentuk ketiak simetris, tidak terdapat pembengkakan, benjolan/
massa, dan nyeri tekan.

j. Pemeriksaan Torak
1) Pemeriksaan Thorak dan Paru
1) Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit
kecokelatan, tanpa lesi
- Retrasksi otot bantu pernafasan: Tidak terdapat retraksi
intercosta, retraksi suprasternal, dan sternomastoid
- Pola nafas: Eupnea
- Tidak ada batuk
2) Palpasi
- Pemeriksaan taktil / vocal fremitus: getaran antara
kanan dan kiri teraba sama dan bergetar simetris
- Lainnya: tidak ada
3) Perkusi
- Area paru terdengar bunyi sonor
- Lainnya: tidak ada
4) Auskultasi
- Suara nafas
- Area Vesikuler: bersih
- Area Bronchial: bersih
- Area Bronkovesikuler: bersih
- Suara Ucapan
- Tidak terdengar suara Bronkophoni, Egophoni,
Pectoriloqy
- Suara tambahan
- Tidak terdengar suara Rales, Ronchi, Wheezing,
Pleural fricion rub
2) Pemeriksaan Jantung
5) Inspeksi
Tidak terdapat Ictus cordis dan pelebaran
Lainnya: tidak ada
6) Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba kuat
Lainnya: tidak ada
7) Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah:
Batas atas : ( N = ICS II )
Batas bawah : (N = ICS V)
Batas Kiri : (N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : (N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
Lainnya: tidak ada
8) Auskultasi
BJ I terdengar regular, BJ II terdengar regular,
Tidak terdapat bunyi jantung tambahan seperti BJ III,
Gallop Rhythm, dan Murmur
Lainnya: tidak ada

k. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
- Bentuk abdomen: cembung
- Abdomen simetris dan tidak terdapat massa
- Bayangan pembuluh darah vena tidak ada
- Lainnya: tidak ada
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus: 15 x/menit (N: 5 – 35 x/menit)
Lainnya: tidak ada
3) Perkusi
Terdengar suara tympani dan tidak ada dullnes
4) Palpasi
Tidak mengalami Distensi dan Difans muskular
Palpasi Hepar:
Tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran, teraba lunak,
permukaan halus, tepi hepar tumpul. (N = hepar tidak teraba).
Palpasi Lien: Pembesaran lien tidak ada
Palpasi Appendik:
- Titik Mc. Burney: tidak terdapat nyeri tekan, nyeri lepas,
nyeri menjalar kontralateral
- Acites atau tidak: tidak terdapat Shiffing Dullnes dan
Undulasi
Palpasi Ginjal:
Tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran. (N = ginjal tidak
teraba). Lainnya: tidak ada

l. Pemeriksaan Tulang Belakang:


1) Inspeksi
Tidak terdapat kelainan tulang belakang seperti Kyposis,
Scoliosis, Lordosis. Tidak terdapat Perlukaan dan infeksi.
Mobilitas leluasa
Lainnya: tidak ada
2) Palpasi
- Tidak terdapat fibrosis dan HNP
- Lainnya: tidak ada

m. Pemeriksaan
Genetalia Genetalia
Pria
1) Inspeksi :
Rambut pubis bersih, tidak terdapat lesi dan benjolan
Lubang uretra: tidak terdapat penyumbatan, hipospadia, dan
epispadia
Tidak terpasang kateter.
2) Palpasi
Penis: tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan
Scrotum dan testis: tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum: tidak terdapat
kelainan pada scrotum
3) Inspeksi dan palpasi Hernia:
Inguinal hernia ( + ) terdapat penonjolan di kiri

n. Pemeriksaan Anus
1) Inspeksi
Tidak terdapat atresia ani, tumor, haemorroid, dan perdarahan
Perineum: tidak terdapat jahitan dan benjolan
2) Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus tidak ada

o. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
1) Inspeksi
- Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
deformitas
- Tidak terdapat fraktur dan benjolan
- Tidak terdapat fraksi dan atropi otot
- IV line: terpasang di tangan kanan ukuran abocatch:
18G tetesan: 20 tpm
2) Palpasi
- Perfusi baik
- CRT: < 2’, normal
- Edema: 0 ( 1 – 4), tidak didapatkan edema
- Kekuatan otot: 5 ( 1 – 5 ), tidak didapatkan
kelumpuhan, atau kondisi normal
- Lainnya: tidak ada
b) Ekstremitas Bawah
1) Inspeksi
- Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
deformitas
- Fraktur tidak ada
- Tidak terpasang gips, dan tidak ada traksi dan atropi
otot
- ROM: aktif
- IV line tidak ada
2) Palpasi
- Perfusi: baik
- CRT: < 2’, normal
- Edema : 0 (1 – 4 ), tidak didapatkan edema
- Kekuatan otot: 5 ( 1 – 5 ), tidak didapatkan
kelumpuhan, atau kondisi normal
3) Edema: tidak terdapat edema

00

00

4) Uji Kekuatan Otot: tidak didapatkan kelumpuhan, atau


kondisi normal

555555

555555

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. Memeriksa Tanda-Tanda Rangsangan Otak


Pasien tidak mengalami penigkatan suhu tubuh. Tidak mengalami
nyeri kepala, kaku kuduk, mual, dan muntah. Pasien tidak
mempunyai riwayat kejang, penurunan tingkat kesadaran, riwayat
pingsan, dan tanda-tanda TIK lainnya: tidak ada
2. Memeriksa Nervus Cranialis
Nervus I, Olfaktorius (pembau) : tidak ada kelainan
Nervus II, Opticus (penglihatan) : tidak ada kelainan
Nervus III, Ocumulatorius : tidak ada
kelainan Nervus IV, Throclearis : tidak ada
kelainan Nervus V, Thrigeminus:
- Cabang optalmicus : tidak ada kelainan
- Cabang maxilaris : tidak ada kelainan
- Cabang Mandibularis : tidak ada
kelainan Nervus VI, Abdusen : tidak ada
kelainan
Nervus VII, Facialis : tidak ada kelainan
Nervus VIII, Auditorius : tidak ada
kelainan Nervus IX, Glosopharingeal : tidak ada
kelainan Nervus X, Vagus : tidak ada
kelainan
Nervus XI, Accessorius : tidak ada kelainan
Nervus XII, Hypoglosal : tidak ada kelainan

3. Memeriksa Fungsi Motorik


Ukuran otot simetris, tidak terdapat atropi, kekuatan otot: 5 (tidak
didapatkan kelumpuhan, atau kondisi normal)

4. Memeriksa Fungsi Sensorik


Kepekaan saraf perifer: benda tumpul: baik, benda tajam: baik
Menguji sensasi panas/dingin: mampu membedakan, kapas halus:
mampu membedakan, minyak wangi: mampu membedakan.

5. Memeriksa Reflek Kedalaman Tendon


1) Reflek Fisiologis
a) Reflek bisep ( + )
b) Reflek trisep ( + )
c) Reflek brachiradialis ( + )
d) Reflek patella ( + )
e) Reflek achiles ( + )
2) Reflek Pathologis
a) Reflek babinski ( - )
b) Reflek chaddok ( - )
c) Reflek schaeffer ( - )
d) Reflek oppenheim ( - )
e) Reflek gordon ( - )
3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis
Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan

HB 14,3 10,8 – 16,5

Lekosit 7,78 3,5 – 10

Neutrofit 73 39,3-73,3

Limfosit 17,9 18,0 – 48,3

Monosit 54 4,4-12,7

Eritrosit 5,3 3.5 – 5.5

MCHC 30,8 31,5-35,0

Ureum 27 10-50

Kreatinin 0,3 0,6-1.2

b. Pemeriksaan Radiologi

- USG

4. Therapi Saat Ini:

IVFD Ringer Laktat 20 tpm

5. Kesimpulan Status Fisik (ASA)

ASA II karena pasien mempunyai riwayat penyakit sistemik ringan –


sedang
6. Pertimbangan Anestesi

a. Faktor Penyulit : Tidak terdapat faktor penyulit

b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

Indikasi: Lokasi pembedahan dilakukan pada daerah abdomen


bawah

c. Teknik Anestesi : SAB (Sub Arachnoid Block)

Indikasi: Lokasi pembedahan dilakukan pada daerah abdomen


bawah dengan durasi kurang lebih 2 jam

d. Penjelasan Pertimbangan Anestesi terhadap Kasus Pembedahan

Pembedahan dilakukan pada daerah abdomen bawah pasien


dengan durasi yang cukup singkat yaitu kurang lebih 2 jam
sehingga dapat menggunakan jenis anestesi regional anestesi
dengan teknik SAB.

7. Pertimbangan Obat Anestesi

a. Pre-Medikasi
Ondansentron 4 mg
Dexketoprofen2mg
b. Obat Anestesi
Bupivacaine 0,5% 15 mg
c. Obat Analgetik
IVFD Drip RL + Petidine
No Symptom Etiologi Problem

I. PRE ANESTESI

1 DS: Kurangnya informasi prosedur Ansietas


- Pasien mengatakan pembedahan
sedikit takut dengan
tindakan yang akan
dilakukan
Takut dengan Tindakan yang
DO: akan dilakukan

- Pasien tampak sedikit


gelisah
Nyeri Akut
- TD: 160/94 mmHg
- RR: 22x/menit
- SPO2: 94%
2 FR: Evaluasi Pra Anestesi Kurang Risiko Cedera Agen
- Pasien akan dilakukan Maksimal Anestesi
regional anestesi dengan
teknik SAB dengan obat
Bupivacaine 15 mg
Pasien Belum Siap

Resiko Cedera Agen Anestesi

II. INTRA ANESTESI

1 FR: Tindakan Operasi Risiko Cedera Trauma


- Pasien akan dianestesi Pembedahan
dengan teknik SAB
- Tidak ada aktivitas
Herniotomy

Risiko Cedera Trauma


Pembedahan
2 FR: Regional Anestesi RK Disfungsi
- Pasien dianestesi Kardiovaskuler
dengan teknik SAB
yang beresiko Efek Obat Anestesi
menurunkan tekanan
darah
- Efek Bupivacaine yang
dapat menurunkan RK Disfungsi Kardiovaskuler
hemodinamik

III. PASCA ANESTESI

1 FR: Prosedur Operasi Risiko Jatuh


- Pasien masih dalam
pengaruh obat anestesi
- Pasien post operasi
herniotomy Regional Anestesi

Kelemahan ekstremitas bawah


bawah

Resiko Jatuh

B. PROBLEM ( MASALAH )
I. PRE ANESTESI
1. Prioritas tinggi ( mengancam nyawa )
2. Prioritas sedang ( mengganggu status kesehatan )
Ansietas
3. Prioritas rendah ( situasi yang mempengaruhi perilaku )
Risiko Cedera Agen Anestesi
Alasan prioritas:
Ansietas sebagai prioritas sedang karena masalah aktual yang
mengancam status kesehatan. Risiko Cedera Agen Anestesi sebagai
prioritas rendah
karena bukan merupakan masalah aktual dan kemungkinan tidak terjadi
pada pasien.

II. INTRA ANESTESI


1. Prioritas tinggi ( mengancam nyawa )
RK Disfungsi Kardiovaskuler (Hipotensi)
2. Prioritas sedang ( mengganggu status kesehatan )
Risiko Cedera Trauma Pembedahan
3. Prioritas rendah ( situasi yang mempengaruhi perilaku )
Alasan prioritas:
RK Disfungsi Kardiovaskuler (Hipotensi) sebagai prioritas tinggi
karena dapat terjadi pada semua tindakan pembedahan dan anestesi serta
dapat mengancam nyawa pasien.dan Risiko Trauma Pembedahan
sebagai prioritas sedang karena apabila terjadi maka akan mengganggu
status kesehatan

III. PASCA ANESTESI


1. Prioritas tinggi ( mengancam nyawa )
2. Prioritas sedang ( mengganggu status kesehatan )
Risiko Jatuh
3. Prioritas rendah ( situasi yang mempengaruhi perilaku )
Alasan prioritas:
Risiko Jatuh sebagai prioritas sedang karena apabila pasien jatuh maka
akan menambah cedera pada pasien sehingga dapat mengancam status
kesehatan.
C. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

I. Pra Anestesi
Nama : Tn. A No. CM : 229590
Umur : 67 tahun Dx : HIL Bilateral
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : OK 3

No Problem(Masalah) Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &


Paraf
Tujuan Intervensi Jam Jam
1. Ansietas Setelah 1. Obervasi TTV pasien 09.00 1. Mengobervasi TTV 10.00 S: pasien
dilakukan 2. Bantu pasien pasien mengatakan siap
untuk dilakukan Viona
Tindakan mengekspresikan perasaan 09.10 2. Membantu pasien
operasi
kepenataan untk mengatasi kecemasan mengekspresikan
10.15 O:
anestesi selama 3. Berikan pasien penjelasan perasaan untk mengatasi
- Pasien tampak
1x30 menit tentang tindakan anestesi kecemasan
tenang dan
diharapkan yang akan diberikan 09.15 3. Memberikan pasien tidak gelisah
ansietas pasien 4. Delegasi dalam pemberian penjelasan tentang - Pasien
dapat teratasi terapi farmakologi mengerti
tindakan anestesi yang
dengan kriteria akan diberikan tentang
hasil: tindakan yang
- Pasien 09.20 4. Melaksanakan delegasi akan
bersedia dalam pemberian obat dilakukan
dilakukan Ondansentron 4mg - TTV pasien
tindakan dalam rentang
debridement normal dengan
- Pasien tampak - TD: 160/94
tenang mmHg
- Pasien - Nadi: 80
mengerti x/menit
10.30
tentang
A: Masalah
tindakan yang
10.40 teratasi
akan
P: Hentikan
dilakukan
intervensi
- TTV pasien
dalam rentang
normal dengan
- TD: 80-
110/55-82
mmHg
- Nadi: 70-120
x/menit
2. Resiko Cedera Setelah 1. Observasi status nutrisi 09.20 1. Mengobservasi status 09.50 S: Pasien
Agen Anestesi dilakukan pasien (timbang BB nutrisi pasien (timbang mengatakan Viona
Tindakan pasien) BB pasien) pasien siap untuk
09.25
kepenataan 2. Lepaskan asesoris 2. Melepaskan asesoris dilakukan
anestesi selama yang digunakan pasien yang digunakan tindakan operasi
09.30 09.55
1x30 menit 3. siapkan mesin anestesi, pasien O:
diharapkan tidak alat-alat anestesi 3. Menyiapkan mesin - Alat dan
terjadi cidera regional, dan STATISC 09.35 anestesi, alat-alat mesin anestesi
agen anestesi 4. Persiapan obat-obat anestesi regional, dan sudah siap
dengan kriteria anestesi regional dan umum STATISC dengan
09.40
hasil: 5. Persiapan obat live saving 4. Mempersiapkan obat- kondisi baik
- Alat-alat 6. Tentukan status ASA obat anestesi regional dan siap untuk
09.45
anestesi, pasien dan umum digunakan
mesin 7. Kolaborasi dalam 09.45 5. Mempersiapkan obat - Obat-Obatan
anestesi, siap penentuan teknik anestesi live saving sudah siap
digunakan dan 8. Delegasi dalam pemberian 6. Menentukan status (dexketoprofe
salam kondisi obat premedikasi ASA pasien n,
baik ondansentron,
bupivacaine
- Obat-obat 09.50 7. Berkolaborasi dalam 0,5%,
sudah siap penentuan teknik petidine,
- Pemilihan anestesi ketorolac)
Teknik 8. Melakukan delegasi - Jenis dan
anestesi sesuai dalam pemberian obat teknik anestesi
dengan premedikasi yang dipilih
kondisi pasien dexketoprofen 2mg adalah
dan Ondansentron 4 Regional
mg Anestesi
10.00
(SAB)
A: Masalah
10.05
teratasi

P: Hentikan
intervensi

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN


Tanggal : 15 juni 2022
Kesadaran : Komposmentis Pemasangan IV line :  1 buah □ 2 buah □ ……….
Tekanan darah: 160/94, Nadi: 80x/mnt. RR : Kesiapan mesin anestesi :  Siap/baik □ ………
20.x/mnt, Suhu : 360C Saturasi O2 : Sumber gas medik :  Siap/baik □ ………
100 % Kesiapan obat anestesi :  Siap/baik □ ………
Gambaran EKG : Sinus Rhytim Kesiapan obat life safinng :  Siap/baik □ ………
Kesiapan cairan ifus :  Siap/baik □ ………
Kesiapan darah (sesuai kebutuhan):  Siap/baik □ ………
Penyakit yang diderita : □Tidak ada  Ada, B24
Gigi palsu :  Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi :  Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa :  Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: □ Tidak ada  Ada, ARV
CATATAN LAINNYA: -

II. Intra Anestesi

Nama : Tn. A No. CM : 229590


Umur : 67 tahun Dx : HIL Bilateral
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : OK 3

No Problem(Masalah) Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &


Paraf
Tujuan Intervensi Jam Jam
1. Resiko Cedera Setelah 1. Monitor TTV 09.52 1. Memonitor TTV 10.10 S:-
Trauma dilakukan 2. Monitor intra anestesi 09.55 2. Memonitor intra
Pembedahan asuhan 10.10 O:
kepenataan (airway, oksigen, anestesi (airway, viona
- Tidak tampak
anestesi selama ventilasi) oksigen, ventilasi) adanya tanda-
60 menit 3. Atur posisi pasien 09.53 3. Mengatur posisi pasien
diharapkan tidak
terjadi cedera 4. Lakukan preloading cairan 10.00 4. Meakukan preloading tanda trauma
trauma fisik. 5. Pasang alat monitor non cairan pembedahan
Dengan kriteria - RR: 18x/menit
invasif 10.05 5. Memasang alat monitor
hasil: - TD: 123/79
non invasif - Nadi: 61
- Tidak adanya - Saturasi O2: 99%
tanda-tanda - Tidak tampak
trauma adanya
pembedahan komplikasi
- Pasien tampak anestesi selama
rileks selama operasi
operasi 10.15
berlangsung
berlangsung
10.15
- TTV dalam A: Masalah teratasi
batas normal:
- TD: 110 – 120 P: Hentikan
/ 70 – intervensi
80mmhg
- Nadi: 70 – 120
x/menit
- Suhu : 36-
37°C
- RR: 16 – 20
x/menit
- Saturasi
oksigen >95%
- Tidak adanya
komplikasi
anestesi
selama operasi
berlangsung

2. RK Disfungsi Setelah 1. Monitor TTV pasien 10.10 1. Memonitor TTV pasien 10.30 S: -
Kardiovaskuler dilakukan 2. Berikan terapi cairan 10.15 2. Memberikan terapi 10.30 O:
(Hipotensi) tindakan
3. Anjurkan pasien untuk cairan Ringer Laktat - Pasien tampak
kepenataan
anestesi selama mengatur posisi yang 200cc nyaman
10.20
1 jam, nyaman 3. Menganjurkan pasien terbaring
diharapkan RK
4. Kolaborasi dalam untuk mengatur posisi dalamm posisi
Disfungsi
Kardiovaskuler pemberian Pethidine 10.30 yang nyaman supine
tidak terjadi 4. Berkolaborasi dalam - Nadi
dengan kriteria 10.40
pemberian pethidine 61x/menit
hasil:
A: Masalah tidak
- TD: 110 – 120 10.45
terjadi
/ 70 –
80mmhg P: Pertahankan
- -Nadi: 70 – kondisi pasien
120 x/menit
III. Pasca Anestesi

Nama : Tn. A No. CM : 229590


Umur : 67 Tahun Dx : HIL Bilateral
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : OK 3

No Problem(Masalah) Nama
Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi
& Paraf
Tujuan Intervensi Jam Jam
1. Resiko Jatuh Setelah 1. Pasang bedside rail pasien 11.15 1. Memasang bedside rail 11.30 S: -
dilakukan 2. Anjurkan pasisi yang pasien
asuhan viona
nyaman pada pasien 11.20 2. Menganjurkan pasisi 11.35 O:
kepenataan
anestesi 3. Konsultasikan dengan dr, yang nyaman pada - Pasien tampak
diharapkan
Sp.An apabila kondisi pasien dalam keadaan
resiko jatuh
tidak terjadi memburuk 11.25 3. Mengkonsultasikan aman
dengan kriteria dengan dr, Sp.An - Bedside rail sudah
hasil:
apabila kondisi terpasang
- Pasien 11.40 A: masalah teratasi
dalam memburuk
keadaan
aman 11.45 P: Hentikan intervensi
- Bedside rail
terpasang
PASCA ANESTESI

CATATAN PASIEN DI KAMAR PEMULIHAN :


Waktu masuk RR: Pk. 11.25
Penata anestesi pengirim : Penata A
Penata anestesi penerima : Penata D
Tanda Vital : □TD: 117/76mmHg□Nadi: 90 x/menit □RR:20 x/menit □Temperatur :360C
Kesadaran :  Sadar betul □Belum sadar □Tidur dalam
Pernafasan :  Spontan □Dibantu □VAS
Penyulit Intra operatif : -
Instruksi Khusus : Pemantauan TD, Nadi, dan Napas setiap 15 menit selama 1-2 jam
Frekuensi napas

Frekuensi nadi

Tekanan darah

S S
SKALA C C
ALDRETTE
NYERI O STEWARD O
SCORE BROMAGE SCORE
SCORE R R
(Lingkar)
E E

28 220
Saturasi Gerakan penuh dar
20 200 0 Pergerakan
O2 tungkai
1
26 180
2
12 160
3
8 180 140 Tak mampu
Pernapasan Pernafasan
4 ekstensi tungkai
160 120 v v v v v v 5
140 100 6

120 80 ^ ^ ^ ^ ^ ^ 7 Sirkulasi Kesadaran


Tak mampu fleksi
lutut
8
100 60
9
80 40 • • •• • •
10
Aktifitas Tak mampu fleksi
60 20 motorik pergelangn kaki
0
Kesadaran
Lama Masa Pulih :

Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :

1. Jam : 12.00 Penerima: Perawat C 2. Jam : Penerima : 3. Jam : Penerima :

KELUAR KAMAR PEMULIHAN

Pukul keluar dar RR : Pk. 12.00 ke ruang:  rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:

SCORE ALDRETTE :

SCORE STEWARD:

SCORE BROMAGE: I

SCORE PADSS (untuk rawat jalan): □ not applicable

SCORE SKALA NYERI: 3 □ Wong Baker:

Nyeri : □ tidak  ada

Risiko jatuh : □ tidak beresiko  resiko rendah □ resiko tinggi

Risiko komplikasi respirasi :  tidak □ ada

Rsiko komplikasi kardiosirkulasi  tidak □ ada

Rsiko komplikasi neurolgi :  tidak □ ada

Lainya

INSTRUKSI PASCA BEDAH:

Pengelolaan nyeri : Drip RL + Tramadol 200 mg + Ketorolac 60 mg

Penanganan mual/ muntah :

Antibiotika :

Obat-obatan lain :

Infus :Ringer Laktat 20 tpm

Diet dan nutrisi :

Pemantauan tanda vital : Setiap 15 menit Selama 1-2 jam Lain-

lain :

Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien) yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :

1) Hasil Pemeriksaan Penunjang 2) 3)


Hand Over Ruang Recovery ke Ruang Rawat Inap

Nama : Tn. A No.CM : 229590


Umur : 67 tahun Diagnosa bilateral
Jenis kelamin : Laki-Laki Ruang : OK 3

S (Situation) Nama: Tn. A


Umur: 21 tahun
DPJP: dr. Boyke,Sp.B
Diagnosis: HIL Bilateral
Jenis Operasi: Herniotomy
Jenis Anestesi: Regional Anestesi (SAB)

B (Background) Selama intra anestesi pasien diberikan obat


dexketoprofen 2 mg dan ondansentron 4 mg sebagai
obat pre-medikasi, kemudian mendapat obat anestesi
Bupivacaine 0,5% 15 mg, untuk analgetik pasca
operasi pasien diberikan IVFD drip RL + Pethidine

A (Assestment/Analisa) Masalah yang mungkin muncul saat di ruang rawat


inap yaitu Resiko jatuh.

R (Recommendation) Instruksi pasca anestesi pantau TD, Nadi, dan nafas


setiap 15menit selama 1-2 jam dan pastikan bedside
rail sudah terpasang.

Nama dan Paraf yang


menyerahkan pasien Viona

Nama dan paraf yang


menerima pasien Ana

Anda mungkin juga menyukai