Disusun oleh :
Disusun oleh :
Mengetahui,
B. Rumusan Masalah
Pada bagian ini, penulis mengambil kasus pada pasien pada pasien Ny. F
dengan diagnosa medis G2P1A0 dengan Serotinus 40 minggu yang akan di lakukan
tindakan sectio caesaria di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Ambarawa.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan anestesi ini adalah untuk
mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
anestesi mulai dari pre operasi, intra operasi atau durante operasi dan post
operasi, pada klien yang dilakukan sectio caesaria dengan regional anestesi sub
arachnoid block.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai pengkajian asuhan keperawatan
perianestesia pada pasien sectio caesaria dengan regional anestesi sub
arachnoid block.
b. Memberikan gambaran mengenai diagnosa keperawatan yang timbul pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien sectio caesaria dengan
regional anestesi sub arachnoid block.
c. Memberikan gambaran mengenai perencanaan keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien sectio caesaria dengan regional
anestesi sub arachnoid block.
d. Memberikan gambaran mengenai implementasi keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien sectio caesaria dengan regional
anestesi sub arachnoid block.
e. Memberikan gambaran mengenai evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien sectio caesaria dengan regional
anestesi sub arachnoid block.
Sumber : Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi.2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC 2013. Yogyakarta : Mediaction
6. Teknik Penatalaksanaan
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih
1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi
janin dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diiris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersaria (Caesarea Hysterectomy)
1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera
no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut
(no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi serta eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht
bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial
Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.Yang sering terjadi pada ibu bayi adalah kematian
perinatal
9. Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
2) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit pada 4 jam kemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
3) Mobilisasi Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah
dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
4) Pemulangan Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada
hari kelima setelah operasi
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan,
tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
1) Dx : Komplikasi potensial syok kardiogenik b/d sekunder obat anestesi
(RA).
Tujuan : Pompa jantung dan sirkulasi kardiovaskuler dapat efektif.
Kriteria hasil :
- Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam batas normal.
- Denyut jantung dalam batas normal
- Hipotensi aorta statis tidak ada.
- Pasien menyatakan tidak pusing.
- Denyut nadi perifer kuat dan teratur.
- Rencana tindakan:
- Atur posisi pasien.
- Kaji toleransi aktifitas : awal napas pendek, nyeri, palpitasi.
- Kaji tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan.
- Beri oksigen.
- Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen.
- Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
- Komplikasi syok kardiogeniktidak terjadi
- Tekanan darah stabil atau normal
- Warna kulit normal.
- Tidak pusing.
- Tidak mual muntah.
2) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh sekunder obat
anestesi.
Tujuan : Mual muntah berkurang.
Kriteria hasil :
- Pasien menyatakan mual berkurang.
- Pasien tidak muntah.
- Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
- Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
- Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
- Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
- Pantau turgor kulit.
- Pantau masukan dan keluaran cairan.
- Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
- Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
- Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
- Nadi teratur dan kuat
- Status hemodinamik stabil.
3) Dx : Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan dingin.
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
- Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
- Perubahan warna kulit tidak ada.
- Pasien tidak menggigil kedinginan.
Rencana tindakan:
- Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi sesuai yang
diharapkan.
- Pantau tanda-tanda vital.
- Beri penghangat.
Evaluasi :
- Suhu tubuh normal.
- Tanda-tanda vital stabil.
- Pasien tidak menggigil.
- Warna kulit tidak ada perubahan.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Umur : 37 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Plereng, 002/004 Tuntang, Ambarawa
No RM : 1459XXX
Diagosa pre operasi : G2P1A0 serotinus 40minggu
Tindakan operasi : Sectio Caesaria
Tanggal operasi : 16 April 2018
Dokter bedah : dr. Hary Sp. OG
Dokter anestesi : dr. Ferra Sp. An
2. Anamnesa
a. Keluhan utama : Pasien mengatakan perut terasa mules mules, cemas karena akan
dilakukan tindakan operasi, pasien mengatakan ini baru pertama kalinya ia
dioperasi.
b. Riwayat penyakir sekarang : Pasien dengan G2P1A0 serotinus 40minggu. Pasien
mengatakan tidak ada keluhan, gerak janin aktif dan sudah merasakan ada
kenceng-kenceng dan pasien dianjurkan untuk operasi. Pasien menyatakkan
dirujuk dari bidan karena bayinya tak kunjung lahir dan sudah lewat dari HPL
tanggal 4 April 2018.
c. Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan tidak menderita DM, Hipertensi,
ataupun asma saat kehamilan
d. Riwayat penyakit keluarga : pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit hipertensi, asma dan DM.
e. Riwayat kehamilan :
Anak Jenis Lahir BB Lahir Usia Tahun Lahir
Kelamin Sekarang
1 Laki-laki Spontan 3100grm 12tahun 2006
4. Psikologis
Pasien mengatakan belum pernah dilakukanoperasi sebelumnya. Pasien
menyatakkan cemas. Pasien terlihat gelisah dan terus bertanya-tanya tentang prosedur
operasi maupun pembiusan kepada perawat.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: tanggal 15 April 2018
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,6 12,0-15,6 g/dl
Hematokrit 35 33-45%
Leukosit 9,4 3,6-11,0ribu/ul
Trombosit 176 150-450ribu/ul
Eritrosit 3,9 3,80-5,20juta/ul
Gol darah B
Masa perdarahan 2.00 1-3 menit
Masa Pembekuaan 3.00 2-6 menit
GDS 77 70-200 mg/dl
SGOT 17 0-35 u/l
SGPT 27 0-45 u/l
Albumin 3,2 2,5-3,5 g/dl
Kreatinin 0,32 0,6-11 mg/dl
Ureum 21 <50 mg/dl
b. USG
Pemeriksaan USG tanggal 26 Mei 2018, kesan:
- TBJ: 3250 gr (UK 40 minggu)
- Presentasi kepala, placenta letak rendah, AK cukup
6. Diagnosis Anestesi
Perempuan 24 tahun, diagnosa medis G2P1A0 dengan PLR Riwayat SC
direncanakan dilakukan Sectio Caesaria status fisik ASA II direncanakan regional
anestesi dengan teknik SAB. Saran : informed consent, puasa 8 jam, premedikasi di OK,
pasang IV line no 20.
7. Pengakhiran Anestesi
a. Operasi selesai jam 10.40 wib, napas spontan
b. Pasien menggunakan nasal kanul dengan oksigen 3 lt/mnt
c. Monitor tanda vital sebelum pasien di bawa ke ruang pemulihan TD: 120/82
mmHg; N:84 x/mnt; SPO2 : 98 %; RR: 20 x/mnt.
d. Pasien dipindahkan ke recovery room dan dilakukan monitor selama 30 menit
lalu dipindahkan ke ruangan.
8. Pemantauan di Recovery Room
Pasien di RR dilakukan pemantauan tanda vital dan pengawasan post operasi
apakah ada tanda-tanda perdarahan, perubahan hemodinamik akibat operasi dan
anestesi, keluhan pasien post operasi dan pengawasan terhadap alat kesehatan yang
terpasang pada pasien (infus, kateter, drain dan irigasi).
Jam JAM
TD N SPO2 O2 Respirasi Tindakan
Pasien tiba di RR dilakukan
10.00 118/75 85 99% 3 lt/mnt 22
monitor tanda vital
10.05 123/74 80 99% 3 lt/mnt 19
10.10 126/65 77 99% 3 lt/mnt 20
10.15 119/74 88 99% 3 lt/mnt 18
10.20 120/65 88 99% 3 lt/mnt 22
3 lt/mnt Pemberian Infus RL 500cc/drip
10.25 121/75 90 99% 20
Tramadol 100mg (15tpm)
3 lt/mnt Pasien di pindahkan ke ruang
10.30 120/85 87 99% 18
bangsal
C. Analisa Data
No Tgl/Jam Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1 16/04/2018 S : Pasien mengatakan cemas Cemas Kurang
08.30 karena pertama kalinya ia pengetahuan
diperasi.
O : Pasien tampak gelisah,
keringat dingin, pasien terus
bertanya-tanya tentang
pembedahan
TD : 140/83 mmHg;
N : 90 x/mnt; SpO2 : 99%;
RR : 20 x/mnt
Intra Operasi
2 16/04/2018 S : Pasien menyatakkan agak Resiko Syok Pengaruh
09.10 pusing Kardiogenik Sekunder Obat
O: anestesi
TD : 98/60 mmHg regional
N : 98 x/ mnt
SpO2 : 99%
RR: 18
Post Anestesi
16/04/2018 S : Pasien mengatakan kedua Hambatan Pengaruh
4 10.00 kaki terasa lemas mobilitas sekunder obat
O : Pasien post anestesi ekstremitas anestesi
Pasien, pasien belum mampu bawah
menggerakan ekstremitas bawah.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Anestesi
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah keadaan post operasi
2. Intra Anestesi
Resiko syok kardiogenik berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi
regional
Hipotermi berhubungan dengan berada atau terpapar dengan udara dingin
3. Post Anestesi
Hambatan mobilitas ekstremitas bawah berhubungan dengan efek anestesi (RA)
A. Perencanaan Keperawatan
Eka
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
2 Resiko syok kardiogenik Setelah dilakukan tindakan Atur posisi pasien Posisi yang tepat membuat pasien
berhubungan dengan obat keperawatan selama intra Monitor tekanan darah, nadi dan menjadi lebih nyaman
anestesi (RA) operasi pompa jantung dan pernapasan Tekanan darah, nadi dan
sirkulasi efektif, dengan Beri oksigenasi pernapasan menunjukan
kriteria : Evaluasi repon pasien terhadap perubahan hemodinamik pasien
Tekanan darah sistolik, terapi oksigen Oksigenasi yang cukup
diastolik dalam batas Kolaborasi dalam pemberian mengurangi beban jantung
normal oksigenasi dan cairan Respon pasien terhadap terapi
(100/60-150/100 mmHg) menentukan tindakan
Nadi dalam batas normal keperawatan selanjutya
(60-100x/mnt) Mona Pemberian cairan dan oksigenasi
Pasien menyatakan tidak mencegah terjadinya syok
pusing
Denyut nadi perifer kuat
dan teratur
Mona
Mona
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
3 Hipotermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Mempertahankan suhu ruangan Suhu ruangan yang sesuai
dengan berada atau keperawatan selama 10 selama pembiusan atau operasi meminimalkan pasien terpapar
terpapar dengan udara menit pasien menunjukan sesuai yang diharapkan udara yang terlalu dingin
dingin termoregulasi, dengan Pantau tanda vital Tanda-tanda vital menunjukan
kriteria : Beri pengahangat perubahan termoregulasi pasien
Kulit hangat Pengahangat membantu pasien
Perubahan warna kulit Ega mencapai termoregulasi
tidak ada
Pasien tidak mengigil
Ega
Ega
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
4 Hambatan mobilitas Pasien aman selama proses Atur posisi pasien Posisi yang aman dan nyaman
ekstremitas bawah anestesi dan post anestesi Bantu pergerakan ekstremitas meminimalkan pasien dari cidera
berhubungan dengan efek dengan kriteria : bawah Pergerakan ekstremitas bawah
anestesi (RA) Pasien tenang Ajarkan dan dukung pasien akan mempercepat penyembuhan
Pasien aman tidak jatuh dalam latihan pergerakan dari pengaruh anestesi
Pasien mampu untuk Ajarkan teknik pergerakan yang Pergerakan ekstremitas bawah
bergerak yang bertujuan aman akan mempercepat penyembuhan
dan berkomunikasi Latihan mengangkat atau dari pengaruh anestesi
menggerakan ekstremitas bawah Pergerakan yang aman akan
Lakukan penilaian bromage mengurangi resiko cedera
Eka skor Bromage skor menentukan pasien
bisa dipindah ke ruangan atau
belum
Mona
Ega
B. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Intra Operasi
Dx : Resiko Potensial Syok Kardiogenik b.d pengaruh obat-obat RA S : Pasien mengatakan pusing
09.00 Mengatur posisi pasien di meja operasi O : KU sedang kesadaran CM
Memonitor keluhan, TD,Nadi, SpO2, dan Respirasi pasien serta TD: 126/66 mmHg; N: 80x/mnt; RR: 22x/mnt
mencatat dalam catatan monitor pasien di lembar rekam medis pasien SpO2 : 99%,
TANGGAL IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI
WAKTU
Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian oksigen dan cairan Pasien terpasang infus di tangan kiri RL 20-30
pada pasien tpm
Memberikan ephedrine 10mg sesuai anjuran dokter Denyut nadi perifer kuat dan teratur
A : masalah teratasi sebagian, potensial syok
kardiogenik masih bisa terjadi selama tindakan
Ega operasi
P : Lanjutkan intervensi sampai dengan pasien
selesai dilakukan tindakan di kamar operasi
Eka
Dx : Hipotermi b.d terpapar udara dingin S : Pasien mengatakan sudah tidak terlalu dingin
09.25 Mengatur suhu ruangan dengan menurunkan suhu AC di kamar operasi O : warna kulit pasien tidak tampak ada
menjadi 250 C perubahan, kulit teraba hangat, pasien tidak
Memantau tanda vital menggigil
Memberikan selimut penghagat disekitar leher dan kedua tangan TD: 124/79 mmHg; N: 88x/mnt; RR: 20x/mnt
SpO2 : 99%
Mona A : masalah teratasi sebagian, resiko hipotermi
masih ada selama pasien menjalani tindakan di
TANGGAL IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI
WAKTU
kamar operasi
P : lanjutkan intervensi sampai dengan pasien
selesai tindakan di kamar operasi
Ega
Post Operasi
Dx : Hambatan Mobilitas Fisik b.d efek obat anestesi S : Pasien mengatakan kedua kaki masih terasa
10.00 Pasien selesai tindakan di meja operasi, memindahkan pasien lemas, belum bisa digerakan
menggunakan tempat tidur kemudian dibawa ke RR O: KU sedang kesadaran CM, pasien tampak
Memposisikan pasien di tempat tidur tenang, ekspresi wajah rileks, pengaman tempat
Membantu pergerakan ekstremitas bawah tidur terpasang dengan baik dan benar
Melakukan penilaian bromage skor TD: 119/74 mmHg; N: 88x/mnt; RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
Nilai bromage 2
Ega A : masalah teratasi sebagian,mobilitas fisik belum
maksimal karena masih ada efek anestesi
P : Lanjutkan intervensi di ruang perawatan
sampai dengan ekstremitas bawah bergerak
maksimal.
Mona
JURNAL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Efek Pemberian Cairan Koloid dan Kristaloid
Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Seksio Sesarea Dengan Anestesi Spinal di RSUD
Ulin Banjarmasin” didapatkan kesimpulan bahwa dari hasil uji statistik, cairan
kristaloid dan koloid sama efektifnya dalam mempertahankan tekanan darah pada
pasien seksio caesarea dengan anestesi spinal.
Kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid hingga saat ini
terus terjadi. Pendukung cairan koloid berpendapat bahwa dengan menjaga tekanan
onkotik plasma, koloid akan lebih efektif dalam mengembalikan volume intravaskular
dan curah jantung. Disisi lain, para pendukung kristaloid mempertahankan bahwa cairan
kristaloid sebenarnya sama efektifnya dengan cairan koloid. Pendapat ini dipertahankan
mengingat efek samping dan biaya yang dikeluarkan untuk cairan koloid sangat besar.
Hasil penelitian tersebut mendukung penggunaan cairan kristaloid karena terbukti sama
efektifnya dengan cairan koloid dalam mempertahankan tekanan darah pada pasien
seksio caesarea dengan anestesi spinal.
Penatalaksanaan anestesi di IBS RSUD Ambarawa pada pasien seksio caesarea
dengan anestesi spinal dilakukan preloading cairan menggunakan cairan kristaloid.
Cairan tersebut efektif dalam mempertahankan hemodinamik pasien. Sedangkan cairan
koloid hanya digunakan saat durante operasi pada pasien yang mengalami
ketidakstabilan hemodinamik. Ekspansi volume plasma dalam bentuk koloid atau
kristaloid akan bekerja untuk mengembalikan volume intravaskular dengan
meningkatkan tekanan onkotik pada ruang intravaskular. Dimana air akan berpindah ke
dalam ruang intravaskular yang menyebabkan peningkatan sirkulasi volume. Hal
tersebut akan meningkatkan tekanan vena sentral, cardiac output, stroke volume (SV),
tekanan darah, pengeluaran urin, dan perfusi kapiler. Sehingga, penatalaksanaan
anestesi pada pasien seksio caesarea dengan anestesi spinal di IBS RSUD Ambarawa
telah sejalan dengan penelitian tersebut.