Oleh Kelompok 3 :
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Transurethral Resection of the Prostate
(TURP)””
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari bapak. I Ketut Setiabudi, S.ST.,M.Si.,M.Kes
pada mata kuliah ASKAN pembedahan Umum di Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang asuhan kepenataan anestesi dalam pelayanannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak, bagi kami
khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa Institut Teknologi dan Kesehatan Bali pada
umumnya. Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan masih memiliki banyak
kekurangan.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca.
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
A. Definisi......................................................................................................................................4
B. Tanda Dan Gejala....................................................................................................................4
C. Tindakan BHP.........................................................................................................................5
D. Pertimbangan Anestesi............................................................................................................7
E. Masalah Kesehatan................................................................................................................15
1. Analisa Data...........................................................................................................................15
2. Rencana Intervensi, implementasi, evaluasi........................................................................17
F. Critical Point..........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19
3
PEMBAHASAN
A. Definisi
4
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
C. Tindakan BHP
1. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu :
- Retensi urin berulang
- Hematuri
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
- Ada batu saluran kemih
d. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang
kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil
dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan
disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena
pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan
cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan
5
melalui uretra.
f. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan
pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
g. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan
spingter kandung kemih lebih sedikit. Pembedahan seperti prostatektomi
dilakukan untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplasi.
Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan,
infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan
disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi,
meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat
kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat
dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik
telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam
kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada
uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
D. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
7
(Morgan, 2011)
Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan
bahwa Anestesi merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat
pembedahan atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit dengan cara trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.
2. Teknik Anestesi
a. Anestesi General
Anestesi umum atau general anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2017)
dapat dilakukan dengan 3 teknk, yaitu:
1) General Anestesi Intravena, teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2) General Anestesi Inhalasi, teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan
yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi.
3) Balance Anesthesia Merupakan teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi
obat-obatan baik anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal dan berimbang
b. Regional Anestesi
8
2011).
2) Tujuan Spinal Anestesi
- Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada
besarnya diameter dan bentuk jarum spinal yang digunakan.
9
Lidocain sangat popular dan digunakan untuk blok saraf, infitrasi dan
anestesi regional intravena begitu juga topical, epidural dan itratekal.
Bagaimanapun juga ini termasuk antiaritmik kelas 1B dan dapat
digunakan untuk terapi takikardi.
(b) Bupivakain
(c). Tetrakain
Tetrakain (pantocaine), suatu ester amino kerja – panjang, secara signifikan
lebih paten dan mempunyai durasi kerja lebih panjang daripada anestetik
lokal jenis ester lain yang umum digunakan. Obat ini banyak digunakan pada
spinal anestesi ketika durasi kerja obat yang panjang diperlukan. Tetrakain
juga ditambahkan pada beberapa sediaan anestetik topikal. Tetrakain jarang
digunakan pada blokade saraf perifer karena sering diperlukan dosis yang
besar, onsetnya yang lambat, dan berpotensi menimbulkan toksisitas
(Brunton, dkk, 2011).
10
3. Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di
atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
(1) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
(2) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medula spinalis.
(3) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
(4) Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-
3ml
(5) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (QuinckeBabcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang
semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan- pelan (0,5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter
11
b) Komplikasi tindakan anestesi spinal
(1) Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid
500ml sebelum tindakan.
(2) Bradikardia Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat
blok sampai T-2.
(3) Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
(4) Trauma pembuluh saraf
3. Teknik anestesi
12
pertama akan mneyebabkan menyebarnya obat.
Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi decubitus lateral.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah
teraba. Posisi lain ialah duduk.
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-
3, L3-4, atau L4-5. tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
Beri Anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1,2%
2-3 ml.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23
G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G
atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (intoducer), yaitu
jarum suntik biasa sepmrit 10 cc. tusukkan introdusr sedalam kirakira 2 cm
agak sedikit kearah sefal, kemudian masukan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
durameter, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke
bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi mengilang, mandrin
jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat
dapat dimasukkan pelan-pelan (0.5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung
jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah
jarum 90° biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukkan kateter.
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik, jarak kulit ligamentum
flavum dewasa ± 6 cm.
4. Rumatan Anestesi
13
Rumatan anestesi yang digunakan sebagai berikut:
5. Resiko
Pernapasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia
sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab
yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa anastesi
(penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum
dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang
menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia,
hal ini disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak
cukup diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam
sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
a. Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
b. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain
itu juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga
memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input
aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain
itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu
mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas
ambang untuk respons proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan
juga berkeringat.
14
c. Gangguan Faal Lain
2) Atonia Uteri
E. Masalah Kesehatan
1. Analisa Data
15
Efek obat RA
RK Trauma pembedahan
16
Risiko jatuh
17
2. Rencana Intervensi, Implementasi Evaluasi
Pre Anestesi
18
batas infus jika perlu puasa yang cairan telah
normal 5. Anjurkan pasien 17.13 dilakukan tersiapkan
melepaskan asesoris pasien, dan Pemeriksaan lab
- TD :
yang digunakan mengganti (didapatkan data
120/
6. Cek personal hygine cairan infus abnormal
80
(kebersihan diri dan 5. Menganjurkan diantaranya) :
mm
termasuk kuku) pasien atau
Hg - HGB = 10.5
7. Anjurkan pasien keluarga
- RR : g/dL (12-16)
17. 15
untuk mengganti menanggalkan
16- - HCT = 31.3%
pakaian dengan aksesoris yang
20x/ (dari rentang
pakaian operasi dan digunakan
meni normal 35-47 )
bantu pasien jika (anting, kalung,
t - PLT =107
diperlukan jam tangan)
- N: ribu/uL(150-
8. Hitung kebutuhan 6. Mengecek
60- 440)
cairan dan cairan personal
100x - RBC =3.04
puasa hygine pasien
/men 17.17 juta/uL(3.6-5.8)
9. Persiapan set spinal 7. Mengganti
it - PDW= 13.6 fL
10. Persiapan mesin pakaian dengan
- SpO (9-13)
anestesi baju operasi
2: - RDW-SD =
11. Persiapan STATICS 17.18 8. Menghitung
90- 49.7 fL (37-49)
12. Persiapan obat- kebutuhan
100 - MCV = 103.0
obatan : cairan dan
19
% - Obat anestesi cairan puasa fL
- S: local (40x56)/24 (80-100)
36- (bupivacain) (746cc/8 jam) MCH = 34.7 pg
37o - anestesi (induksi, 9. Persiapan set (26-34)
C inhalasi obat spinal (spinal - Large imm cell
2. Mampu parenteral, needle, spuit, = 2,1% (0-2)
menentu volatile agen, dan bupivacain,kas - % netrofil 73%
kan gas anestesi) a steril, (50-70)
status - obat emergensi korentang, - % limfosit 16.8
fisik (golongan betadin dan %(30-45)
ASA vasopresor) alkohol) - %
pasien - obat live saving 10. Menyiapkan A : Masalah resiko
dengan (golongan agonis mesin anestesi cedera agen anestesi
tepat alpha) 11. Menyiapkan tidak terjadi
3. Mampu - obat-obat anti STATICS
P : Pertahankan kondisi
menentu alergi, 12. Menyiapkan
pasien, lengkapi data
kan jenis antikoagulan, dan obat-obatan :
pasien, dan siapkan
atau antiemetik - Obat
pasien untuk diantar ke
teknik - obat pelumpuh anestesi
OK
anestesi otot dan local
yang antagonisnya (bupivicain
tepat 13. Persiapan
20
4. Mampu cairan( kristaloid, )
mempre koloid, darah) - anestesi
diksi 14. Meramalkan penyulit (Ketamin
adanya yang mungkin terjadi 1-2
penyulit (ex. Sulit intubasi, mg/kgBB
selama hipotensi dan IV :
proses hipertensi dan propofol ;
perianes aspirasi ) N2O).
tesi 15. Pindahkan pasien ke - obat
5. Mampu OK emergensi
menyiap (Lidocaine
kan obat 2%,
anestesi Efedrine,
yang Adrenaline,
diperluk atrakain)
an - obat live
6. Mampu saving
menyiap ( ephedrine
kan 10 mg)
mesin - obat
anestesi antilergi(de
dan xamethason
21
system e 10 mg),
aliran antikoagua
gasnya n (heparin
5000 unit
SC), dan
obat anti
emetik
(ondancetro
n 4 mg)
- menyiapka
n obat
pelumpuh
otot
(atracurium
o,5-0,6/mg
bb) dan
17.50
antagonisny
a(neostigmi
n)
13. Menyiapkan
cairan
(kristaloid,
22
koloid, darah)
14. Memindahkan
pasien ke OK
INTRA ANESTESI
23
- TD : obat pelan-pelan posisi pasien 3. Pasien tidak
120/ 8. Lakukan tes fungsi 18.00 sesuai posisi menunjukkan
80 keberhasilan anestesi operasi(litotomi) tanda-tanda
mm regional 7. melakukan tarjadinya total
Hg 9. Posisikan pasien monitoring TTV blok
- RR : sesuai posisi operasi dan saturasi 4. TTV pasien
16- 10. Lakukan monitoring oksigen tiap 15 - TD :
20x/ TTV dan saturasi menit 120/80mmHg
meni oksigen tiap 15 menit 8. meminindahkan - N = 97 x/menit
t 11. Kolaborasi dengan pasien ke ruang - RR : 20x/menit
- N: dokkter anestesi terkait recovery - Suhu : 36 derajat
60- hasil monitoring celsius
100x 12. Setelah operasi selesai, - SaO2 : 99%
/men pindahkan pasien ke
it ruang recovery A: masalah RK trauma
- SpO fisik pembedahan tidak
2: terjadi
90-
P: pertahankan kondisi
100
pasien hingga operasi
- S:
selesai dilakukan
36-
37o
24
C
2. Pasien
tetap
dalam
derajat
blo
motorik
4
3. Tidak
terjadi
aktivitas
fungsion
al
motorik
25
anestesi 4. Berikan gelang resiko pasien - TD : 121/75
diharapkan jatuh 3. Memberikan mmHg
pasien aman 5. Anjurkan posisi yang Menganjurkan - MAP : 90
dan nyaman pada pasien pasien untuk
- N : 90 x/menit
terhindar 6. Anjurkan pasien untuk membatasi
dari resiko membatasi geraknya - RR : 20 x/menit
26
Nadi:60
–
100x/me
nit ;
Suhu :
36-37°C
;
RR:16–
20
x/menit
2. Kesadar
an
pasien
Compos
mentis
3. Lingkun
gan
pasien
aman
4. Pasien
tidak
27
pusing
5. Pasien
tidak
jatuh
6. Bromag
e
score<2
7. Pasien
tampak
tidak
lemah
28
F. Critical Point
2. Pre Anestesi – Risiko Cedera Agen Anestesi
Risiko cedera agen anestesi sering kali menimbulkan kondisi dimana pasien bisa saja
mengalami cedera saat operasi berlangsung. Maka dari itu, point penting bagi penata
untuk sangat memerhatikan segala risiko yang berkaitan dengan anestesi pada pre
anestesi. Dengan melakukan segala pengkajian yang ada di awal, baik itu B6 maupun
pemeriksaan Head to toe. Lalu AMPLE, LEMON, puasa, maupun memeriksa status
fisik ASA pasien.
Selain itu, point penting di sini, kita sebagai penata perlu menyiapkan semua
perlengkapan anestesi mulai dari STATICS, kelengkapan mesin anestesi, monitor
anestesi hingga memperhatikan terapi cairan dan obat-obatan yang akan diberikan
pada pasien.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aprina, A., Yowanda, N. I., & Sunarsih, S. (2017). Relaksasi Progresif Terhadap
Intensitas Nyeri Post Operasi BPH (Benigna Prostate Hyperplasia). Jurnal Kesehatan, 8
(2), 289-295.
Arora P. et al. “Care Of Elderly Patients With Chronic Kidney Disease”. Int Urol Nephrol.
38 (2) : 363-70/(2006).
Artyanigsih, L. F. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn.P Dengan Post Operasi BPH
(Benigna Prostate Hipertropi) Hari Kesatu Di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo (Dotoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC
Barbara, K. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Dan Praktik Edisi VII
Volume I. Jakarta : EGC.
Rusdiana, E. (2018). Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien BPH (Benigna
Prostate Hyperplasia) Post TURP (Dotoral dissertation, Universitas Airlangga)
30
31