Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT

MAKALAH PENATALAKSANAAN TRAUMA ABDOMEN

OLEH KELOMPOK 4 :

Ayu Annisa Salsabila (2014301056)


Euvemia Kristianti Grace Stavita (2014301058)
Irfan Saputra Musa (2014301071)
Muh. Nur Setiawan (2014301083)
Rizky Nabillah Putra (2014301096)
Sayyid Miftahul Huda (2014301097)

KELAS B
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPENATAAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAAN BALI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas asuhan
kepenataan anestesi kegawatdaruratan dan meningkatkan pemahaman
penulis maupun pembaca mengenai trauma abdomen.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.
b. Untuk mengetahui etiologi dari trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis untuk trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui tatalaksana anestesi dan reanimasi pada
laparatomi.
2. Manfaat
1. Manfaat Akademis
Meningkatkan pengetahuan dibidang ilmu traumatologi, khususnya
manajemen trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil. Dan
meningkatkan pengetahuan dibidang anestesi dan reanimasi,
khususnya pada operasi laparotomy.
2. Manfaat Klinis
Memberikan masukan dalam membuat protokol diagnostik adanya
cedera intraabdomen pada pasien trauma tumpul abdomen dan
memberikan masukan tentang penatalaksanaan anestesi dan reanimasi
pada operasi laparotomy.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Trauma Abdomen


Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan
ruptur abdomen (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
2. Etiologi Trauma Abdomen
Penyebab trauma abdomen secara umum adalah kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Menurut
Sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
1) Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2) Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olahraga
3. Klasifikasi Trauma Abdomen
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a. Trauma Tajam
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan
luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum
yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam
dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus
scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan
tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap

2
organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation,
dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau
organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke
dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
b. Trauma Tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan
daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera
kompresi, peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga,
kontusi atau laserasi jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya
deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan
(non complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal. Secara umum
mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1) Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya
organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah,
khususnya pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta
distal yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada
aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada
pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2) Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan columna
vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan ruptur,
biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan ginjal.
3) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan
ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan
luas permukaan organ yang terkena cedera.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri
dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum

3
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
3) Cedera thorak abdomen
4. Patofisiologi Trauma Abdomen
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada
akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler. Cedera avulsi yang
diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan kecepatan tinggi
atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi deselerasi
horizontal dan deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi peregangan
pada struktur-struktur organ yang terfiksir seperti pedikel dan ligamen
yang dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik (Guillion, 2009).
4) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya
menyebabkan cedera organ berongga. Berat ringannya perforasi
tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera

4
PATOFISIOLOGI
1)

Jatuh, pukulan benda Terkena benda tajam : Definisi pengetahuan


tumpul, kompresi, dll pisau, peluru, ledakan, dll

Gaya predisposisi trauma Ketahanan jaringan tidak Trauma Abdomen


>elastisitas & viskositas mampu mengkompensasi

Nyeri tekan, spontan, lepas Trauma Tajam Trauma Tumpul

m
Nyeri Kompensasi organ
abdomen

Kerusakan organ abdomen Kerusakan jaringan kulit


Perdarahan intra abdomen

Tindakan operasi
Penghitung sel darah
merah & iritasi
Ansietas
resiko infeksi
Syok hemoragik

Merangsang free nerve Kerusakan integritas kulit


Luka terbuka
ending

Peningkatan resiko invasi Resiko infeksi


Nyeri
bakteri patogen

Perdarahan masif Perdarahan

Kehilangan cairan fisiologis Penurunan aliran balik Pesuplai O2 kejaringan


tubuh vena

Syok hipovolemik Pengisian sekuncup jantung Hipoksia

Pengaliran darah ke otak Ketidakefektifan pola


napas

Penurunan kesadaran

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

5
5. Manifestasi Klinis Trauma Abdomen
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam
setelah trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma

6
4. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
5. Mual dan muntah
6. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.
6. Komplikasi Trauma Abdomen
Komplikasi yang kemungkinan dapat terjadi akibat trauma abdomen yaitu:
a) Syok hemoragik
Syok hemoragik adalah suatu kondisi kehilangan volume intravaskular
secara cepat dan signifikan yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan
sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan tidak adekuat.
b) Kerusakan organ di dalam perut
Berdasaran jenis organ yang cedera, organ intraabdomen dapat dibagi
menjadi dua yaitu organ padat dan organ berongga. Yang termasuk dalam
organ padat yaitu: hati, mesenterium, ginjal, limpa, pankreas, buli buli, organ
genetalia interna pada wanita, dan diafragma, sedangkan yang termasuk organ
berongga yaitu usus (gaster, duodenum, jejunum, ileum, colon, rectum),
ureter, dan saluran empedu.
c) Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi
secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus,
misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon, maupun non infeksi,
misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster, keluarnya
asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada wanita peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium
d) Obstruksi usus
Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus, baik usus
halus maupun usus besar.
e) Sindrom kompartemen perut

7
Suatu kondisi yang disebabkan oleh peningkatan tekanan abnormal di dalam
perut. Sindroma kompartemen perut ( ACS ) terjadi ketika perut mengalami
peningkatan tekanan yang mencapai titik hipertensi intra-abdominal
(IAH). ACS muncul saat tekanan intraabdomen meningkat dan dipertahankan
pada> 20 mmHg dan ada disfungsi atau kegagalan organ baru.
7. Pemeriksaan Medis Untuk Trauma Abdomen
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan
adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro
perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). Indikasi untuk
melakukan DPL adalah sebagai berikut:
a. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

8
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
f. Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:

a. Hamil
b. Pernah operasi abdominal
c. Operator tidak berpengalaman
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disindikasikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.
8. Pemeriksaan khusus
a. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
8. Penatalaksanaan Trauma Abdomen
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :

1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga


peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi

9
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma
tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat
yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan
abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung.
Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah
tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu
sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan
bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin
setelah perdarahan teratasi.

Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001). penatalaksanaannya adalah :

1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman,
luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
b. Breathing

10
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2
(30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
d. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):
1) Stop makanan dan minuman
2) Imobilisasi
3) Kirim kerumah sakit
e. Penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila
ada verban steril.
4) Imobilisasi pasien.
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
7) Kirim ke rumah sakit.

11
9. Penatalaksanaan Anestesi dan Reanimasi pada Laparatomi
1) Evaluasi Preoperasi
Evaluasi preoperasi yang efektif meliputi anamnesis, yang harus meliputi
segala pengobatan yang pernah didapatkan oleh pasien, alergi terhadap obat-
obatan, bagaimana respon tubuh pasien terhadap obat-obatan anestesi apabila
pasien pernah mendapatkan tindakan operasi sebelumnya. Pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan tambahan sesuai indikasi, pemeriksaan penunjang untuk
mencegah terjadinya komplikasi anestesi
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
c. Menentukan Prognosis Pasien Preoperatif (American Society of
Anesthesiologist (ASA))
ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.
ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan
sampai sedang.
ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat
yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam
nyawa.
ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat
yang secara langsung mengancam kehidupannya.
ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik
berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi maupun tidak
dalam 24 jam pasien akan meninggal.
ASA 6 : pasien dengan mati batang otak dan donor organ .
E : bila kasus emergensi, status pasien ditambahkan dengan E.
2) Persiapan Pre-operatif
a. Persiapan rutin
b. Persiapan khusus
1. Kanulasi vena sentral (khusus bedah digestif dengan reseksi usus)
2. Persiapan donor

12
3) Premedikasi
Premedikasi diberikan secara intramuscular 30 – 45 menit pra induksi dengan
obat-obatan sebagai berikut :
a. Petidin : 1 – 2 mg/kgBB
b. Midazolam : 0,04 -0,1 mg/kgBB
c. Atropine : 0,01 mg/kgBB
4) Pilihan Anestesi
Anestesi umum inhalasi (imbang) dengan pemasangan pipa endotrakea dan
nafas kendali. Pada operasi daerah abdominal bawah dan inguinal, sering
digunakan blok epidural lumbal.
5) Pemeliharaan Selama Anestesi dan Reanimasi
a. Rutin : sesuai dengan standar pemantauan dasar.
b. Khusus :
(1) Waspadai kemungkinan terjadinya reflex vagal akibat manipulasi
organ visceral.
(2) Kalau perlu dilakukan pemantauan tekanan vena sentral.
(3) Pemantauan TTV, EKG, dan oksigenasi.
6) Terapi Cairan
Terapi cairan perioperatif meliputi terapi cairan pemeliharaan, terapi defisit
cairan, serta penggantian cairan akibat pendarahan.
a. Cairan pemeliharaan
Cairan peeliharaan bertujuan untuk mengganti kehilangan air tubuh
akibat produksi urin, sekresi gastrointestinal, keringat, dan kehilangan
cairan akibat proses penguapan dari pernapasan dan kulit. Jumlah terapi
cairan disesuikan dengan umur :
Dewasa : 1,5-2ml/kg/jam
Anak-anak : 2-4ml/kg//jam
Bayi : 4-6ml/kg/jam
Neonatus : 3ml/kg/jam
b. Cairan pengganti selama operasi

13
Pada perdarahan yang terjadi <20% dari perkiraan volume darah pasien,
berikan cairan pengganti kristaloid atau koloid, tetapi bila perdarahan
>20% dari perkiraan volume pasien, berikan transfuse darah.
c. Cairan untuk tujuan khusus
Misalnya cairan untuk koreksi terhadap gangguan keseimbangan
elektrolit, seperti natrium bikarbonat, kalsium glukonas.
7) Pemulihan Anestesi
a. Segera setelah operasi selesai, hentikan aliran obat anesthesia, berikan
oksigen 100%
b. Berikan obat penawar pelumpuh otot seperi neostigmine secara
bertahap mulai dosis 0,5 mg iv dan dapat diulang hingga dosis total 5
mg
c. Bersihkan jalan nafas
d. Ekstubasi dilakukan setelah nafas spontan dan adekuat serta jalan napas
bersih
8) Pasca bedah
a. Pasien dirawat di ruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca
anesthesia
b. Pada pasien yang akan diantisipasi akan mengalami depresi nafas,
langsung dikirim ke ruang terapi intensif
c. Masalah pasca bedah, khususnya kasus bedah digestif adalah nyeri
abdomen dan nutrisi
d. Nyeri pasca laparotomy tinggi akan mengganggu mekanisme batuk dan
menurunkan kapasitas vital paru diatasi dengan cara:
(1) Pada pasien tanpa problem pernapasan praoperatif, berikan
analgesia epidural dengan morfin atau dengan analgesia balans
melalui infus tetes kontinyu
(2) Pada kasus dengan problem pernapasan praoperatif, diberikan
ventilasi emkani disertai obat sedative dan analgetik yang adekuat
e. Nutrisi diberikan secara parenteral sesuai dengan pedoman nutrisi
parenteral di Unit Terapi Intensif.

14
f. Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, atelectasis
(biasanyapada lobus inferior sistra), PONV(Post operative nausea and
vomiting), VTE(Venous thromboembolism).

15
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah
abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen (Temuh Ilmiah Perawat
Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma badomen dapat disebabkan karena adanya trauma non-
penetrasi dan penetrasi. Jenis trauma abdomen ada 2 yaitu, trauma tajam
dan trauma tumpul. Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala
trauma abdomen yaitu nyeri, adanya darah dan cairan, adanya cairan atau
udara di bawah diafragma, mual muntah dan penurunan kesadaran.
Komplikasi yang kemungkinan dapat terjadi akibat trauma
abdomen yaitu Syok hemoragik, Kerusakan organ di dalam perut,
Peritonitis, Obstruksi usus, dan Sindrom kompartemen perut.
Pilihan anestesi pada laparotomy adalah anestesi umum inhalasi (imbang)
dengan pemasangan pipa endotrakea dan nafas kendali. Pada operasi
daerah abdominal bawah dan inguinal, sering digunakan blok epidural
lumbal.
2. Saran
Dari adanya makalah ini, diharapkan untuk mahasiswa, calon
penata anestasi ataupun penata anestesi mampu memahami trauma
abdomen dan penatalaksanaan anestesi dan reanimasi pada operasi
laparatomi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, N. I. (2017). Tatalaksana anestesi dan reanimasi pada abdomen bawah,


inguinal dan tungkai. fakultas kedokteran universitas udayana (pp. 2-16).
Denpasar: Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

Cika. (2003, Oktober 1). Patofisiologi Trauma Abdomen. diakses November 17,
2022, from Academia:
https://www.academia.edu/36410262/Patofisiologi_Trauma_Abdomen

Mangku, S. A. (2018). Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta Barat: PT. Indeks.

Fahlevie, E. R. (2017). Tatalaksana anestesi dan reanimasi pada operasi


laparotomi. fakultas kedokteran universitas udayana (pp. 4-17). Denpasar:
Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

Kurdani, R. A. (2016, Oktober 10). Askep Trauma Abdomen. diakses November


16, 2022, from Academia:
https://www.academia.edu/31108352/askep_trauma_abdomen

Umboh, I.J., Sapan H.B., & Lampus, H. (2016). Hubungan penatalaksanaan


operatif trauma abdomen dan kejadian laparotomi negatif di rsup prof. dr.
r. d. kandou manado. diakses November 16, 2022, from google scoolar.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/12702

Sander, M.A. (2013). Kasus serial ruptur lien akibat trauma abdomen:
bagaimana pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya. diakses
November 16, 2022, from google scoolar.
https://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2377

17

Anda mungkin juga menyukai