TRAUMA ABDOMEN
DISUSUN OLEH:
NIM : NS2014901112
MAKASSAR
2020/2021
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Paula Krisanty, dkk (2014).
Trauma abdomen adalah kerusakan rongga abdomen dapat berupa trauma tumpul
dan tembus yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ (Brunner, &
Suddarth, 2013).
Kesimpulan, trauma abdomen adalah kerusakan terhadap struktur abdomen dapat
berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
C. Klasifikasi
Menurut Muhammad Asshiddiqi (2014) klasifikasi trauma abdomen dibagi menjadi :
D. Etiologi
Menurut Brunner, & Suddarth. (2013), Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.Trauma pada abdomen disebabkan
oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar di dalam
abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal
diabdomen.
E. Patofisiologi
Menurut Brunner, & Suddarth. (2013), bila sesuatu kekuatan eksternal
dibenturkan pada tubuh manusia akibat (kecelakaan lalu lintas, penganiayaan,
kecelakaan olahraga, dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil interaksi antara factor-faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh.
Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan objek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi bergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relative terhadap pemukaan
benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya rupture dari organ padat maupun berongga.
2. Terjepitnya organ intraabdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebra atau
struktur tulang dinding thorak.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Barokah, T. (2015) manifestasi klinis pada trauma abdomen dibedakan menjadi:
1. Berdasarkan jenis trauma
a. Trauma tembus abdomen
Perdarahan dan pembekuan darah, takikardi
Respon stress simpatis
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Perforasi dibagian atas (lambung) terjadi perangsangan segera setelah trauma
dan akan terjadi gejala peritonitis hebat dengan gejala mual, muntah,
anoreksia dan BAB hitam (melena). Sedangkan bagian bawah, gejala baru
timbul setelah 24 jam karena mikroorganisme membutuhkan waktu
berkembangbiak setelah 24 jam.
b. Trauma tumpul abdomen
Gejala pada trauma tumpul abdomen merupakan akibat kehilangan darah,
memar atau kerusakan pada organ-organ atau iritasi cairan usus yaitu nyeri
tekan, nyeri ketuk, nyeri lepas, dan kekakuan perut akibat hematoma, demam,
anoreksia, takikardi.
Bising usus biasanya melemah atau hilang.
Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih didaerah bahu terutama
disebelah kiri yang dikenal sebagai reffered pain atau tanda dari KEHR.
Apabila trauma terkena usus, mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, kekakuan otot, dan BAB hitam (melena atau bahkan tidak bias
BAB).
2. Berdasarkan tipe cedera
a. Pada organ padat
Yang paling sering mengalami kerusakan adalah hati dan limfa yang akan
menyebabkan perdarahan dari ringan sampai berat bahkan kematian. Gejala dan
tandanya adalah:
Gejala perdarahan secara umum
- Penderita tampak anemis
- Bila perdarahan hebat akan timbul syok hemoragik, malaise, letargi,
penurunan kesadaran.
Gejala adanya darah intraperitoneal
- Nyeri abdomen dapat bervariasi dari ringan sampai berat.
- Pada auskultasi bisin usus menurun tapi bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya karena bising usus akan menurun pada banyak keadaan lain.
- Adanya nyeri tekan, nyeri lepas, dan kekakuan otot seperti pada peritonitis.
- Perut akan semakin membesar jika ditemukan pada perdarahan hebat dan
pasien tidak gemuk
- Pada perkusi ditemukan pekak pada daerah yang meninggi.
b. Pada rongga abdomen
Akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali.
Penderita akan mengeluh nyeri pada seluruh abdomen
Kadang-kadang ditemukan ada organ intraabdomen yang menonjol keluar
paling sering usus halus atau kolon pada trauma tajam.
Auskultasi bising usus menurun dan adanya kejang otot.
G. Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan fisik secara cermat dengan prosedur diagnostik ketika mengkaji
pasien, khususnya individu yang tidak sadar, terintoksitikasi, dengan penurunan tingkat
kesadaran, atau mempunyai riwayat cedera kepala. Korban yang secara bersamaan
mengalami cedera tulang belakang akan mengalami penurun sensasi yang akan
berpengaruh terhadap pemeriksaan abdomen.
Palpasi area terakhir yang paling nyeri utnuk meminimalkan nyeri yang terdistraksi di
bagian lain dari abdomen palpasi untuk mengetahui :
Nyeri tekan
Kekakuan
nyeri lepas
Melindungi bagian abdomen tanpa disadari merupakan tanda paling nyata dari iritasi
peritoneal
instabilitas pelvis
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muhammad Asshiddiqi (2014) pemeriksaan penunjang trauma abdomen
meliputi :
1. Pengkajian sonografi terfokus untuk trauma ( focused asessment sonography for
trauma [ FAST ] ) telah menjadi sumber daya yang berguna dalam resusitasi awal
pasien trauma untuk mengidentifikasi baik perdarahan intra abdomen maupun cairan
pericardial
2. Bilas peritoneal diagnostik ( diagnostic peritoneal lavage [ DVL ] ) adalah 98%
sensitif terhadap cedera abdomen dan dapat mengidentifikasi darah, materi fekal, isi
usus dengan cara menginstalasi cairan ke dalam abdomen dan kemudian
mengeluarkannya serta melakukan analisis.Metode ini cepat, portabel, dan berguna
jika hemodinamika pasien tidak stabil atau tidak ada CT scan.
3. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu
4. CT sistogram digunakan untuk evaluasi dugaan cedera kandung kemih
5. CT – abdomen hanya digunakan jika hemodinamika pasien stabil dengan hasil
pemeriksaan yang samar. Setiap pasien yang tidak stabil membutuhkan resusitasi dan
prosedur operasi, FAST atau DPL dapat digunakan untuk memeriksa abdomen, bukan
CT scan
6. Uretrogram retrogad ( retrograde urethgram [ RUG] ) diperlukan jika dicurigai terjadi
cedera uretra. Ini dapat dikombinasikan dengan sistogram untuk mengevaluasi
kandung kemih.
7. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
8. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi
9. Angiogram berguna untuk mengidentifikasi cedera vaskular signifikan yang dapat
ditangani dengan embolisasi di ruang radiologi intervensi.
2. Hospital
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita
dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok
(operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka
tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase
peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air,
evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
J. Komplikasi
Menurut Barokah, T. (2015) komplikasi trauma abdomen meliputi :
1. Thrombosis vena
2. Emboli pulmunal
3. Stress ulserasi dan perdarahan
4. Atelectasis
5. Sepsis
6. Peritonitis
Etiologi
TRAUMA ABDOMEN
Kerusakan jaringan
Trauma tumpul : Trauma tajam
kulit
kecelakaan, terjatuh, dan
pukulan benda tumpul Melukai rongga abdomen dan Isi usus keluar
banyak organ lainnya (hati, usus Adanya luka
besar, dan usus halus) terbuka
Hanya satu organ yang terkena Isi usus menuju
hati, limpa, pankreas, ginjal rongga peritonium
Pelpasan mediator, Inkontinuitas Risiko invasi bakteri
histaamine, bradikin, dan jaringan saraf patogen
Cidera akselerasi kalium vaskular Bakteri usus bebas
dan distensi
dalam peritonium
MK :RISIKO
INFEKSI
Kerusakan vaskuler Terpecahnya&robek
Implus saraf menyebar di pada pembuluh SIKI : Perawatan
sepanjang serabut perifer darah Luka (l.14564)
Iritasi pada
Pendarahan pada peritonium
Ke korteks serebral
intra abdomen Keluarnya cairan dari ANEMIA
intreprestaskan
Distensi abdomen intravaskuler
tanpa bising usus Hb dalam darah
Peningkatan TIA
Rangsangan nyeri berkurang
Menurunnya volume
Peritonitis intravaskuler
Mendesak organ Transpo O2 menurun
intra abdomen TG : nyeri, tampak
TG : Nyeri spontan, meringis, gelisah Syok
Nyeri tekan, Nyeri Hipovolemik
Hipoksia
Mendesak lambung lepas
SIKI : Pemberian
Kelemahan otot Analgesik (I.08243)
pernapasan
TG : nyeri saat
MK : POLA
bernapas, sesak,
NAPAS TIDAK
penggunaan otot bantu
EFEKTIF MK : HIPOVOLEMIA
napas
1. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian primer dilakukan untuk menentukan masalah yang mrngancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
mwlihat, apabila sudah ditemkan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur AB jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway, dengan kontrol tulang belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik
“head tilt chin lift” atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah, atau benda asing lainnya
b. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara “lihat – dengar – rasakan” tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah
ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme,dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation, dengan kontrol pendarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal –
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda –
tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 15:2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian fisik
a. Inspeksi
Periksa ukuran dan bentuk abdomen, perhatkan adanya distensi
Inspeksi jejas pada dinding abdomen
b. Auskultasi
Mendengarkan bising usus mungkin sulit dilakukan selama resusitasi trauma
c. Perkusi
Perkusi juga sulit untuk didengarkan di ruang trauma
d. Palpasi
Palpasi abdoemn ditujukan untuk mengetahui adanya guarding ( ketegangan dinding
otot abdomen untuk melindungi organ yang cedera), kekakuan, atau nyeri tekan pada
pantulan.
Palpasi ringan dapat mengindikasikan adanya bidang ketegangan / kekauan akibat
cedera organ yang mendasari.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin
Nyeri Akut b/d agen cedera fisik
Risiko Infeksi b/d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
INTERVENSI KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok hipovolemik
kehilangan cairan aktif keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
diharapkan status cairan Monitor statud kardiopulmonal
membaik (L.03028) dengan (frekuensi dan kekuatan nadi,
kriteria hasil : frekuensi napas, TD, MAP)
Kekuatan nadi meningkat Periksa tingkat kesadaran dan pupil
(skala 5) TERAUPETIK
Turgor kulit menigkat (skala Berikan oksigen untuk
5) mempertahankan saturasi oksigen
Frekuensi nadi membaik >94%
(skala 5) Lakukan penekanan langsung
Tekanan darah membaik (direct pressure) pada pendarahan
(skala 5) eksternal
Membran mkosa membaik KOLABORASI
(skala 5) Kolaborasi pemberian infus cairan
Kadar Hb membaik (skala 5) krstaloid 1 – 2 L pada dewasa
Kolaborasi pemberian tranfusi
darah
Manajemen Pendarahan
OBSERVASI
Identfikasi penyebab pendarahan
Monitor tekanan darah dan
parameter hemodinamik
TERAUPETIK
Istirahatkan area yang mengalami
pendarahan
Pertahankan akses IV
Lakukan penekanan atau balut
tekan
KOLABORASI
Kolaborasi pemberian cairan
Kolaborasi pemberian transfusi
darah
Perfusi perifer tdak efektif Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen
b/d penurunan konsentrasi keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
hemoglobin diharapkan perfusi perifer Monitor kecepatan aliran oksigen
meningkat (L.02011) TERAUPETIK
Denyut nadi perifer Siapkan dan atur peralatan
meningkat (skala 5) pemberian oksigen
Warna kulit pucat menurun Pertahankan kepatenan jalan napas
(skala 5) Tetap berikan oksigen saat pasien
Pengisian kapiler cukup ditransportasi
membaik (skala 5) KOLABORASI
Turgor kulit cukup membaik Kolaborasi penentuan dosis oksigen
(skala 5)