Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN

Dosen Pembimbing : Jenita Laurensia Saranga’, Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH:

NAMA : OCI ORLIANA

NIM : NS2014901112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS

MAKASSAR

2020/2021
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak


diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau menusuk
(Muhammad Asshiddiqi, 2014).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Paula Krisanty, dkk (2014).

Trauma abdomen adalah kerusakan rongga abdomen dapat berupa trauma tumpul
dan tembus yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ (Brunner, &
Suddarth, 2013).
Kesimpulan, trauma abdomen adalah kerusakan terhadap struktur abdomen dapat
berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.

B. Anatomi dan Fisiologi


Dinding abdomen terdiri dari pada kulit,fascia superfiscialis, lemak, otot – otot, fascia
transversalis dan parietal peritoneum. Selain itu, posisi abdomen ada diantara toraks dan
pelvis.

Kuadran empat bagian abdomen :


a) Bagian Kanan Atas : Hepar dan Kantung Empedu
b) Bagian Kiri Atas : Gastric dan Limfa
c) Bagian Kanan Bawah : Cecum, Ascending Colon, dan Usus Kecil
d) Bagian Kiri Bawah : Descending Colon, Sigmoid Colon, dan Usus Kecil

Regio bagian abdomen :

a) Regio hypochondrium/hypochondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar,


kantung empedu, sebagian duodenum, fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan
dan kelenjar suprarenal kanan.
b) Regio hypochondrium/hypochondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian
kaudal pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
c) Regio epigastrium/epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
d) Regio lumbalis/lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejunum.
e) Regio lumbalis/lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden bagian distal ginjal
kiri, sebagian jejunum dan ileum.
f) Regio umbilicus meliputi organ: omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum,
jejunum dan ileum
g) Regio inguinalis/iliaca dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum
dan ureter kanan.
h) Regio inguinalis/iliaca sinistra meliputi organ meliputi organ kolon sigmoid, ureter
kiridan ovarium kiri
i) Regio hypogastrium/suprapubic meliputi organ ileum, vesika urinaria dan uterus

C. Klasifikasi
Menurut Muhammad Asshiddiqi (2014) klasifikasi trauma abdomen dibagi menjadi :

1. Trauma tumpul abdomen (Blunt Injury)


Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada permukaan
tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah sekitar, patah
tulang iga, cedera perlambatan ( deselerasi), cedera kompresi, peningkatan mendadak
tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau laserasi jaringan maupun
organ dibawahnya.

2. Trauma tajam abdomen (Penetration Injury)


Trauma tajam abdomen adalah suatu luka paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan
oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam di kenal dalam tiga bentuk luka
yaitu : luka iris atau luka sayat, luka tusuk, atau luka bacok.
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena
laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan
transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa pendarahan bila
mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritonium.

D. Etiologi
Menurut Brunner, & Suddarth. (2013), Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.Trauma pada abdomen disebabkan
oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar di dalam
abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal
diabdomen.

E. Patofisiologi
Menurut Brunner, & Suddarth. (2013), bila sesuatu kekuatan eksternal
dibenturkan pada tubuh manusia akibat (kecelakaan lalu lintas, penganiayaan,
kecelakaan olahraga, dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil interaksi antara factor-faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh.
Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan objek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi bergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relative terhadap pemukaan
benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya rupture dari organ padat maupun berongga.
2. Terjepitnya organ intraabdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebra atau
struktur tulang dinding thorak.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.

F. Manifestasi Klinis
Menurut Barokah, T. (2015) manifestasi klinis pada trauma abdomen dibedakan menjadi:
1. Berdasarkan jenis trauma
a. Trauma tembus abdomen
 Perdarahan dan pembekuan darah, takikardi
 Respon stress simpatis
 Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
 Perforasi dibagian atas (lambung) terjadi perangsangan segera setelah trauma
dan akan terjadi gejala peritonitis hebat dengan gejala mual, muntah,
anoreksia dan BAB hitam (melena). Sedangkan bagian bawah, gejala baru
timbul setelah 24 jam karena mikroorganisme membutuhkan waktu
berkembangbiak setelah 24 jam.
b. Trauma tumpul abdomen
 Gejala pada trauma tumpul abdomen merupakan akibat kehilangan darah,
memar atau kerusakan pada organ-organ atau iritasi cairan usus yaitu nyeri
tekan, nyeri ketuk, nyeri lepas, dan kekakuan perut akibat hematoma, demam,
anoreksia, takikardi.
 Bising usus biasanya melemah atau hilang.
Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih didaerah bahu terutama
disebelah kiri yang dikenal sebagai reffered pain atau tanda dari KEHR.
 Apabila trauma terkena usus, mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, kekakuan otot, dan BAB hitam (melena atau bahkan tidak bias
BAB).
2. Berdasarkan tipe cedera
a. Pada organ padat
Yang paling sering mengalami kerusakan adalah hati dan limfa yang akan
menyebabkan perdarahan dari ringan sampai berat bahkan kematian. Gejala dan
tandanya adalah:
 Gejala perdarahan secara umum
- Penderita tampak anemis
- Bila perdarahan hebat akan timbul syok hemoragik, malaise, letargi,
penurunan kesadaran.
 Gejala adanya darah intraperitoneal
- Nyeri abdomen dapat bervariasi dari ringan sampai berat.
- Pada auskultasi bisin usus menurun tapi bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya karena bising usus akan menurun pada banyak keadaan lain.
- Adanya nyeri tekan, nyeri lepas, dan kekakuan otot seperti pada peritonitis.
- Perut akan semakin membesar jika ditemukan pada perdarahan hebat dan
pasien tidak gemuk
- Pada perkusi ditemukan pekak pada daerah yang meninggi.
b. Pada rongga abdomen
 Akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali.
 Penderita akan mengeluh nyeri pada seluruh abdomen
 Kadang-kadang ditemukan ada organ intraabdomen yang menonjol keluar
paling sering usus halus atau kolon pada trauma tajam.
 Auskultasi bising usus menurun dan adanya kejang otot.

3. Tanda dan gejala secara umum :


a. Nyeri, jejas
b. Distended
c. Mual muntah, anoreksia
d. Cairan didalam rongga abdomen
e. Tidak bisa BAK atau flatus
f. Tanda-tanda syok, penurunan kesadaran, takikardi
g. Produksi urin berkurang
h. Penurunan bising usus
i. Pekak pada saat diperkusi terutama pada bagian abdomen yang meninggi

G. Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan fisik secara cermat dengan prosedur diagnostik ketika mengkaji
pasien, khususnya individu yang tidak sadar, terintoksitikasi, dengan penurunan tingkat
kesadaran, atau mempunyai riwayat cedera kepala. Korban yang secara bersamaan
mengalami cedera tulang belakang akan mengalami penurun sensasi yang akan
berpengaruh terhadap pemeriksaan abdomen.

TANDA DESKRIPSI INDIKASI


Tanda banamen Dullness menetap pada perkusi pinggul kiri
dan duellness paa perkusi ginjal kanan yang
hilang dengan perubahan posisi
Tanda cullan Memar ungu kebiruan atau ekimosis sekitar
umbilicus
Tanda Gray – Tumer Memar ungu kebiruan atau ekimosis diatas
area pinggul atau punggung
Tanda Kehf Nyeri yang menyebar ke bahu kiri
Nyeri lepas Nyeri padaa saat pemerisaan palpaso dalam
dilepas

Perkusi diatas abdomen dan area costa vertebra untuk :

 Timpani mengindikasikan udara di abdomen sebagai akibat dari perforasi usus


 Dullness berhubungan dengan darah, cairan, atau massa solid di abdomen

Palpasi area terakhir yang paling nyeri utnuk meminimalkan nyeri yang terdistraksi di
bagian lain dari abdomen palpasi untuk mengetahui :
 Nyeri tekan
 Kekakuan
 nyeri lepas
 Melindungi bagian abdomen tanpa disadari merupakan tanda paling nyata dari iritasi
peritoneal
 instabilitas pelvis

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muhammad Asshiddiqi (2014) pemeriksaan penunjang trauma abdomen
meliputi :
1. Pengkajian sonografi terfokus untuk trauma ( focused asessment sonography for
trauma [ FAST ] ) telah menjadi sumber daya yang berguna dalam resusitasi awal
pasien trauma untuk mengidentifikasi baik perdarahan intra abdomen maupun cairan
pericardial
2. Bilas peritoneal diagnostik ( diagnostic peritoneal lavage [ DVL ] ) adalah 98%
sensitif terhadap cedera abdomen dan dapat mengidentifikasi darah, materi fekal, isi
usus dengan cara menginstalasi cairan ke dalam abdomen dan kemudian
mengeluarkannya serta melakukan analisis.Metode ini cepat, portabel, dan berguna
jika hemodinamika pasien tidak stabil atau tidak ada CT scan.
3. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu
4. CT sistogram digunakan untuk evaluasi dugaan cedera kandung kemih
5. CT – abdomen hanya digunakan jika hemodinamika pasien stabil dengan hasil
pemeriksaan yang samar. Setiap pasien yang tidak stabil membutuhkan resusitasi dan
prosedur operasi, FAST atau DPL dapat digunakan untuk memeriksa abdomen, bukan
CT scan
6. Uretrogram retrogad ( retrograde urethgram [ RUG] ) diperlukan jika dicurigai terjadi
cedera uretra. Ini dapat dikombinasikan dengan sistogram untuk mengevaluasi
kandung kemih.
7. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
8. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi
9. Angiogram berguna untuk mengidentifikasi cedera vaskular signifikan yang dapat
ditangani dengan embolisasi di ruang radiologi intervensi.

I. Penatalaksanaan Trauma Abdomen


Menurut Paula Krisanty, dkk (2014) :
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin
harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya,
maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas.
Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan
tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan
napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1.     Stop makanan dan minuman
2.    Imobilisasi
3.    Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar
dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4.   Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.     

2. Hospital
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita
dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok
(operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka
tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase
peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air,
evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan

J. Komplikasi
Menurut Barokah, T. (2015) komplikasi trauma abdomen meliputi :
1. Thrombosis vena
2. Emboli pulmunal
3. Stress ulserasi dan perdarahan
4. Atelectasis
5. Sepsis
6. Peritonitis
Etiologi

Benturan, terkena benda tumpul, deselerasi,


Benda tanjam, pisau, peluru, ledakan, dll
kecelakaan, terjatuh

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

TRAUMA ABDOMEN

Kerusakan jaringan
Trauma tumpul : Trauma tajam
kulit
kecelakaan, terjatuh, dan
pukulan benda tumpul Melukai rongga abdomen dan Isi usus keluar
banyak organ lainnya (hati, usus Adanya luka
besar, dan usus halus) terbuka
Hanya satu organ yang terkena Isi usus menuju
hati, limpa, pankreas, ginjal rongga peritonium
Pelpasan mediator, Inkontinuitas Risiko invasi bakteri
histaamine, bradikin, dan jaringan saraf patogen
Cidera akselerasi kalium vaskular Bakteri usus bebas
dan distensi
dalam peritonium
MK :RISIKO
INFEKSI
Kerusakan vaskuler Terpecahnya&robek
Implus saraf menyebar di pada pembuluh SIKI : Perawatan
sepanjang serabut perifer darah Luka (l.14564)

Rupture pada Terjadi perforasi Transmisikan ke kornus


segmen pada organ visera dorsalis,medialis, Pendarahan masif Kehilangan sel
abdomen medulla spinals
darah merah

Iritasi pada
Pendarahan pada peritonium
Ke korteks serebral
intra abdomen Keluarnya cairan dari ANEMIA
intreprestaskan
Distensi abdomen intravaskuler
tanpa bising usus Hb dalam darah
Peningkatan TIA
Rangsangan nyeri berkurang
Menurunnya volume
Peritonitis intravaskuler
Mendesak organ Transpo O2 menurun
intra abdomen TG : nyeri, tampak
TG : Nyeri spontan, meringis, gelisah Syok
Nyeri tekan, Nyeri Hipovolemik
Hipoksia
Mendesak lambung lepas

TG : nadi meningkt, nadi


Lambung distress teraba lemah, TD menurun, TG : sesak nafas,CRT > 3
turgor kulit menurun, detik, Nadi menurun, akral
MK : NYERI Membran mukosa kering, dingin, pucat
HCL AKUT volume urin menurun ,
hematokrit menurun

SIKI : Pemberian
Kelemahan otot Analgesik (I.08243)
pernapasan
TG : nyeri saat
MK : POLA
bernapas, sesak,
NAPAS TIDAK
penggunaan otot bantu
EFEKTIF MK : HIPOVOLEMIA
napas

SIKI : Manajemen syok


Rasa tidak nyaman SIKI : Manajemen
hipovolemik (l.03116)
diperut Jalan napas (I.14509)
SIKI : Manajemen Perdarahan MK : Perfusi perifer tidak
efektif
(l.02040

Penurunan nafsu TG : Penurunan


MK : DEFISIT NUTRISI SIKI : Terapi Oksigen
makan BB
MUAL (l.01026)
SIKI : Manajemen
Nutrisi (l.03119)
PENGKAJIAN

1. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian primer dilakukan untuk menentukan masalah yang mrngancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
mwlihat, apabila sudah ditemkan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur AB jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway, dengan kontrol tulang belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik
“head tilt chin lift” atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah, atau benda asing lainnya
b. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara “lihat – dengar – rasakan” tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah
ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme,dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation, dengan kontrol pendarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal –
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda –
tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 15:2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian fisik
a. Inspeksi
 Periksa ukuran dan bentuk abdomen, perhatkan adanya distensi
 Inspeksi jejas pada dinding abdomen
b. Auskultasi
 Mendengarkan bising usus mungkin sulit dilakukan selama resusitasi trauma
c. Perkusi
 Perkusi juga sulit untuk didengarkan di ruang trauma
d. Palpasi
 Palpasi abdoemn ditujukan untuk mengetahui adanya guarding ( ketegangan dinding
otot abdomen untuk melindungi organ yang cedera), kekakuan, atau nyeri tekan pada
pantulan.
 Palpasi ringan dapat mengindikasikan adanya bidang ketegangan / kekauan akibat
cedera organ yang mendasari.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin
Nyeri Akut b/d agen cedera fisik
Risiko Infeksi b/d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan

INTERVENSI KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok hipovolemik
kehilangan cairan aktif keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
diharapkan status cairan  Monitor statud kardiopulmonal
membaik (L.03028) dengan (frekuensi dan kekuatan nadi,
kriteria hasil : frekuensi napas, TD, MAP)
 Kekuatan nadi meningkat  Periksa tingkat kesadaran dan pupil
(skala 5) TERAUPETIK
 Turgor kulit menigkat (skala  Berikan oksigen untuk
5) mempertahankan saturasi oksigen
 Frekuensi nadi membaik >94%
(skala 5)  Lakukan penekanan langsung
 Tekanan darah membaik (direct pressure) pada pendarahan
(skala 5) eksternal
 Membran mkosa membaik KOLABORASI
(skala 5)  Kolaborasi pemberian infus cairan
 Kadar Hb membaik (skala 5) krstaloid 1 – 2 L pada dewasa
 Kolaborasi pemberian tranfusi
darah

Manajemen Pendarahan
OBSERVASI
 Identfikasi penyebab pendarahan
 Monitor tekanan darah dan
parameter hemodinamik
TERAUPETIK
 Istirahatkan area yang mengalami
pendarahan
 Pertahankan akses IV
 Lakukan penekanan atau balut
tekan
KOLABORASI
 Kolaborasi pemberian cairan
 Kolaborasi pemberian transfusi
darah
Perfusi perifer tdak efektif Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen
b/d penurunan konsentrasi keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
hemoglobin diharapkan perfusi perifer  Monitor kecepatan aliran oksigen
meningkat (L.02011) TERAUPETIK
 Denyut nadi perifer  Siapkan dan atur peralatan
meningkat (skala 5) pemberian oksigen
 Warna kulit pucat menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas
(skala 5)  Tetap berikan oksigen saat pasien
 Pengisian kapiler cukup ditransportasi
membaik (skala 5) KOLABORASI
 Turgor kulit cukup membaik  Kolaborasi penentuan dosis oksigen
(skala 5)

Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan Pemberian Analgesik


cedera fisik keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi karakterisitk nyeri
(08066) menurun dengan kriteria  Identifikasi riwayat alergi
hasil : obatIdentifikasi kesesuaian jenis
 Keluhan nyeri menurun analgesik dengan tingkat keparahan
(skala 5) nyeri
 Meringis menurun (skala 5)  Monitor TTV
 Sikap protektif menurun KOLABORASI
(skala 5)  Kolaborasi pemberian dosis dan
 Gelisah menurun (skala 5) jenis analgesik
Risiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka
peningkatan paparan keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
organisme patogen diharapkan tingkat infeksi  Monitor karakterisitk luka
lingkungan menurun (L.i4137) dengan
kriteria hasil :  Monitor tanda – tanda infeksi
 Demam menurun (skala TERAUPETIK
5)  Pasang balutan sesuai jenis luka
 Kemerahan menurun  Pertahankan teknik steril saat
(skala 5) perawatan luka
 Nyeri menurun (skala 5) KOLABORAS
 Kolaborasi pemberian antibiotiik
Defisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan keperawatan ..X.. jam OBSERVASI
mencerna makanan diharapkan status Nutrisi  Identifikasi status nutrisi
membaik (L.03030) dengan  Monitor hasil pemeriksaan
kriteria hasil : laboratorium
 BB membaik (skala 5)  Monitor Berat badan
 Indeks massa tubuh TERAUPETIK
membaik (skala 5 )  Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika
perlu
KOLABORASI
 Kolaborasi dengan ahli gizi

Anda mungkin juga menyukai