Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

TN. BK USIA 33 TAHUN DIAGNOSIS MEDIS SUBDURAL


HEMATOMA POST KLL HARI KE 1 DENGAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN PRIORITAS BERSIHAN JALAN NAPAS
TIDAK EFEKTIF

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH:
M. DODIK PRASTIYO
NIM: 202020461011079

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

TN. BK USIA 33 TAHUN DIAGNOSIS MEDIS SUBDURAL HEMATOMA


POST KLL HARI KE 1 DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRIORITAS BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KELOMPOK - 5

NAMA: M. DODIK PRASTIYO


NIM: 202020461011079
PERIODE PRAKTEK/MINGGU KE: 21- 25 JUNI/ MINGGU 2

Malang, 25 Juni 2021


Mahasiswa, Pembimbing Klinik,

M. Dodik Prastiyo Yeni Astuti, S.Kep., Ners.

Pembimbing Institusi,

Risa Herlianita, S.Kep., Ns. MS


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB 1 REFERAT SUBDURAL HEMATOMA.................................................4
1.1 Anatomi Selaput Otak..............................................................................4
1.2 Definisi.....................................................................................................6
1.3 Klasifikasi................................................................................................6
1.4 Etiologi.....................................................................................................7
1.5 Tanda dan Gejala.....................................................................................7
1.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................9
1.7 Penatalaksanaan Kedaruratan................................................................10
1.8 Diagnosis Keperawatan Prioritas yang mungkin timbul........................11
1.9 SLKI & SIKI..........................................................................................12
1.10 Web of Caution/Pathway.......................................................................17
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................18
2.1 Pengkajian (Intensive Care Unit)...........................................................18
2.2 Analisa Data...........................................................................................22
2.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan:...........................................................23
2.4 Intervensi Keperawatan..........................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
BAB 1
REFERAT SUBDURAL HEMATOMA
1.1 Anatomi Selaput Otak

Gambar.1 Anatomi Selaput otak

Dalam
(Nugrahaeni, 2020) Otak dan medulla spinalis diselubungi oleh tiga
lapisan (meninges) yang berasal dari mesodermal; duramater yang kuat terletak
paling luar, diikuti oleh arakhnoid dan terakhir piamater. Piamater terletak tepat
pada permukaan otak dan medulla spinalis. Di antara duramater dan arakhnoid
terdapat ruang subdural; antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang
subarachnoid.
Gambar.2 Anatomi Meninges

a. Duramater
Duramater terdiri dari dua lapisan jaringan penyambung fibrosa yang kuat
yaitu membran eksternal dan internal. Lapisan luar duramater kranialis
adalah periosteum di dalam tengkorak. Lapisan dalam adalah lapisan
meningeal yang sesungguhnya; membentuk batas terluar ruang subdural
yang sangat sempit. Kedua lapisan dura terpisah satu sama lain di sinus
dura. Arteri-arteri dura relatif berkaliber besar karena pembuluh darah
tersebut juga menyuplai tulang tengkorak. Pembuluh darah terbesar pada
duramater adalah arteri meningea media yang cabang-cabangnya tersebar
di seluruh konveksitas tengkorak. Arteri ini adalah cabang dari arteri
maksilaris yang berasal dari arteri karotis eksterna. Arteri meningea
anterior relatif kecil dan memvaskularisasi bagian tengah duramater
frontalis dan bagian anterior falks serebri. Arteri meningea posterior
memasuki rongga tengkorak melalui foramen jugulare untuk
memvaskularisasi duramater di fossa kranii posterior.

b. Arakhnoid
Arakhnoid otak dan medulla spinalis merupakan membaran avaskular
yang tipis dan rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan dalam
duramater. Ruang antara duramater dan arakhnoid disebut ruang subdural,
sedangkan ruang antara ruang arakhnoid dan piamater disebut ruang sub
arakhnoid dimana di dalamnya terdapat cairan serebrospinal.

c. Piamater
Piamater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang menyerupai
endothelium. Tidak seperti arakhnoid, struktur ini tidak hanya meliputi
seluruh permukaan eksternal otak dan medulla spinalis yang terlihat tetapi
juga permukaan yang tidak terlihat di sulkus dalam. Pembuluh darah yang
memasuki atau meninggalkan otak dan medulla spinalis melalui ruang
subrakhnoid dikelilingi oleh selubung seperti terowongan piamater, ruang
di antara pembuluh darah dan piamater di sekitarnya disebut ruang
Vischow-Robin.

1.2 Definisi
Hematom subdural adalah hematom yang terbentuk karena adanya perdarahan
yang terkumpul di antara duramater dan arakhnoid (ruang subdural)(Ghajar,
2019). Hal ini bisa terjadi oleh karena trauma termasuk aselerasi atau deselerasi
yang menyebabkan robeknya jembatan vena dari otak ke sinus dural. Apabila
volume hematom meningkat, tekanan intrakranial juga akan meningkat dan
menyebabkan herniasi(Juarno, 2018).
Gambar.3 Gambaran Epdiural dan Subdural Hematoma

1.3 Klasifikasi
Dalam (Fay, 2016) Hematom subdural dibagi atas tiga klasifikasi: hematom
subdural akut, hematom subdural subakut dan hematom subdural kronik.
a. Subdural Hematoma akut
Hematom subdural akut menimbulkan gejala neurologik penting dan
serius dalam 24- 48 jam setelah cedera. Seringkali berkaitan dengan
trauma otak berat, hematom ini juga mempunyai mortalitas yang tinggi.
b. Subdural Hematoma subakut ( 2-14 hari)
Hematom subdural subakut menyebabkan defisit neurologik yang
bermakna dalam waktu lebih 48 jam tetapi kurang dari dua minggu setelah
cedera. Seperti hematom subdural akut, hematom ini juga disebabkan oleh
perdarahan vena dalam ruangan subdural.
c. Subdural Hematoma kronik (> 14 hari)
Timbulnnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan
bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama
1.4 Etiologi
Subdural hematoma dapat diakibatkan oleh beberapa hal, dalam(Fitri, 2014;
Santara, 2017) disebutkan diantaranya:
a. Trauma kepala akibat jatuh kecelakaan lalu lintas, atau penyerangan.
Trauma yang terjadi bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah vena
‘bridging veins’ yang berjalan di sepanjang permukaan otak
b. Gangguan perdarahan (faktor koagulan) atau orang-orang yang
mengonsumsi obat anti-koagulan (contoh: warfarin, heparin, hemofilia,
gangguan hepar, trombositopenia)
c. Perdarahan intrakranial non-traumatik seperti aneurisma serebri, arteri-
vena malformasi, atau tumor
d. Post-operasi (craniotomy, CSF shunting)
e. Shaken baby syndrome (pada pasien pediatri)
f. Spontan atau tidak diketahui (jarang)

1.5 Tanda dan Gejala


Berdasarkan (Friska, 2020) Gejala dari hematom subdural sangat bergantung pada
derajat perdarahannya:
a. Pada cedera kepala yang tiba-tiba, perdarahan hebat akan menyebabkan
hematom subdural, seseorang bisa mengalami penurunan kesadaran
hingga masuk dalam fase koma.
b. Seseorang yang menunjukkan keadaan normal setelah mengalami cedera
kepala, perlahan-lahan akan mengalami kebingungan kemudian penurunan
kesadaran selama beberapa hari. Hasil ini didapatkan dari perdarahan yang
lambat.
c. Pada hematom subdural yang sangat lambat, biasanya tidak ditemukan
gejala signifikan dalam 2 minggu setelah trauma terjadi.
Gejala global yang dapat muncul pada pasien dengan hematom subdural adalah
penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, kebingungan gangguan
kognitif, perubahan perilaku, dan kadang disertai kejang. Sedangkan gejala fokal
yang ditemukan adalah hemiparese kontralateral dengan lesi, gangguan
keseimbangan atau berjalan, parese N.III & VI ipsilateral dengan lesi, serta
kesulitan dalam berbicara.
Tabel .1 Perbedaan Subdural akut & Kronik

Hematom subdural Akut Hematom subdural Kronik


Gejala muncul sesaat setelah Gejala muncul 2-3 minggu setelah trauma
cedera kepala (ringan sampai
berat)
Cedera awal mungkin dianggap tidak berarti,
Penurunan kesadaran dapat
terutama pada pasien tua dengan terapi
terjadi tetapi tidak selalu
antikoagulan atau alkoholisme
Kemungkinan ditemukan
keadaan “lucid interval” Gejala cenderung bertahap-progresif
beberapa jam setelah trauma.
Biasanya ditemukan defisit neurologis yang
berkembang seperti kelemahan pada kedua
tungkai, kesulitan berbicara, kebingungan, atau
perubahan perilaku
Gejala Defisit Neurologi yang dapat ditemukan(Priyono et al., 2018) :
Keluhan pada pasien dapat timbul langsung setelah hematom terjadi atau jauh
setelah mengidap trauma kapitis. Masa tanpa keluhan itu dinamakan “latent
interval” dan bias berlangsung berminggu-minggu atau bahkan lebih dari dua
tahun. Pada fase ini kebanyakan penderita hematom subdural mengeluh tentang
sakit kepala atau pening, seperti yang dikeluhkan oleh pasien kontusio serebri
pasca trauma kapitis. Apabila di samping itu timbul gejala-gejala yang
mencerminkan adanya proses desak ruang intrakranial, pada saat itulah terhitung
mulai muncul manifestasi hematom subdural. Gejala-gejala tersebut bisa berupa
kesadaran yang makin menurun, hemiparese ringan, hemihipestesia, terkadang
ditemukan epilepsi fokal dengan tanda-tanda papil edema.
Hemiparese yang dapat timbul adalah hemiparese kontralateral atau ipsilateral.
Hemiparese ipsilateral berkembang sebagai hasil penekanan pedunkulus serebri
pada tepi tentorium di sisi kontralateral hematom.
Seseorang bisa saja memiliki gejala yang berbeda dengan yang lain. Selain ukuran
hematom subdural, usia seseorang dan kondisi medis lainnya dapat
mempengaruhi respon untuk mengalami hematom subdural.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung penegakan diagnosa subdural hematoma diperlukan
pemeriksanaan yang mendukung, dalam (Polapa et al., 2016) disebutkan
diantaranya:
a. CT-scan
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila ada kecurigaan suatu
lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak
dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra- aksial dan ekstra
-aksial. Subdural Hematoma akut pada CT-san kepala (non kontras) tampak
sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk “cressent sign”
sepanjang bagian dalam tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas
otak di daerah parietal. Subdural hematom berbentuk cekung dan terbatasi oleh
garis sutura. Di dalam fase subakut subdural hematoma menjadi isodens terhadap
jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu
pemeriksaan CT dengan kontras MRI sering dipergunakan pada kasus pendarahan
subdural dalam waktu 48-72 jam setelah trauma kapitis.
Table 2 Gambran Hematoma dalam Otak

Normal Hematom subdural Epidural hematom

b. Laboratorium

Pemeriksaan minimal laboratorium minimal meliputi pemeriksaan darah rutin,


elektrolit, dan profil hemostasis/koagulasi.

1. Hb, leukosit, diferensiasi sel Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa


leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu indikator pembeda antara
kon- tusio (CKS) dan komosio (CKR). Leuko- sit >17.000 merujuk pada
CT scan otak abnormal, sedangkan angka leuko- sitosis >14.000
menunjukkan kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran
<10 menit dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke
arah komosio.6 Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah
tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai se- bagai salah satu acuan
prediktor yang sederhana.
2. Gula darah sewaktu (GDS)
Hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko bermakna untuk
kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/ dL dan OR 39,82
untuk GDS >220 mg/ dL.
3. Ureum dan kreatinin
Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat
hiperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal. Pada
fungsi ginjal yang bu- ruk, manitol tidak boleh diberikan.
4. Analisis gas darah
Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran menurun. pCO2

tinggi dan pO2 rendah akan memberikan luaran yang kurang baik. pO2

dijaga tetap >90 mm Hg, SaO2 >95%, dan pCO2 30-35 mm Hg.

5. Elektrolit (Na, K, dan Cl)


Kadar elektrolit rendah dapat menyebab- kan penurunan kesadaran.
6. Albumin serum (hari 1)
Pasien CKS dan CKB dengan kadar al- bumin rendah (2,7-3,4g/dL)
mempu- nyai risiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan
kadar albumin normal.
7. Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen
Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis. Risiko
late hemato- mas perlu diantisipai. Diagnosis kelainan hematologis

ditegak- kan bila trombosit <40.000/mm3, kadar ffibrinogen <40mg/mL,


PT >16 detik, dan aPTT >50 detik.
1.7 Penatalaksanaan Kedaruratan
Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Breathing dan C = Circulation
(Ristanto & Zakaria, 2018; Soertidewi, 2012):
a. Jalan napas (Airway)
Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal.
Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien
dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik
untuk menghindari aspirasi muntahan.
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan
pola pernapasan Cheyne Stokes, kussmaul, hiperventilasi neurogenik
sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma
dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.
Tata laksana:
1. Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten
2. Cari dan atasi faktor penyebab
3. Kalau perlu pakai ventilator
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah
sistolik <90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat
meningkatkan risiko kematian dan ke- cacatan. Hipotensi kebanyakan
terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia karena perdarahan
luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/
pneumotoraks, atau syok septik. Tata laksananya dengan cara
menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti
darah yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl 0,9%
(Rahmawati, 2015).
1.8 Diagnosis Keperawatan Prioritas yang mungkin timbul

a. Bersihan Jalan Napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan


b. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis cedera kepala
c. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial b.d edema serebral subdural
hematoma
d. Hipertermi b.d respon trauma
a. Ketidakstabilan glukosa darah b.d gangguan toleransi glukosa
1.9 SLKI & SIKI
Tabel 3. SLKI & SIKI

SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
keperawatan 1x24 jam bersihan
jalan napas meningkat dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi,
1. Fruekensi napas kedalaman, usaha napas)
membaik 2. Monitor bunyi napas tambahan
2. Pola napas membaik (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
3. Produksi sputum kering)
menurun 3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curgia trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lender kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan edotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep mcgill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontra indikasi
2. Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoranm mukolitik, jika perlu.
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
keperawatan 1x24 jam pola
Observasi
napas membaik dengan kriteria
1. Monitor pola napas (frekuensi,
hasil:
kedalaman, usaha napas)
1. Penggunaan otot bantu
2. Monitor bunyi napas tambahan
napas menurun
(gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
2. Pemanjangan fase
kering)
ekspirasi menurun
3. Monitor sputum
3. Frekuensi napas
Terapeutik
membaik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Kedalaman napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw
membaik
thrust jika curgia trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender kurang
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan edotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep mcgill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontra indikasi
2. Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoranm mukolitik, jika perlu.
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan tekanan intrakranial
keperawatan 1x24 jam kapasitas
adaptif intrakranial meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
1. tingkat 2. Monitor peningkatan TD
kesadaran meningkat 3. Monitor pelebaran tekanan nadi
2. tekanan darah 4. Monitor penurunan frekuensi jantung
membaik 5. Monitor ireguleritas irama napas
3. tekanan nadi 6. Monitor penurunan tingkat kesadaran
membaik 7. Monitor perlambatan atau
4. pola napas ketidaksimetrisan respon pupil
membaik 8. Monitor kada Co2 dan pertahankan
5. respon pupil dalam rentang yang diindikasikan
membaik 9. Monitor tekanan perfusi serebral
10. Monitor jumlah, kecepatan, dan
kratkeristik drainase cairan
serebrospinal
11. Monitor efek stimulus lingkungan
terhadap TIK
Terapeutik
1. Ambil sampel drainase cairan
srebrospinal
2. Kalibrasi transduser
3. Pertahankan sterilitas sitem pemantuan
4. Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
5. Bilas sistem pemantauan jika perlu
6. Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
7. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
keperawatan 1x24 termoregulasi
membaik dengan kriteria hasil: Observasi
1. Takikardia menurun 1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Takipnea menurun 2. Monitor suhu tubuh
3. Suhu tubuh membaik 3. Monitor kadar elektrolit
4. Suhu kulit membaik 4. Monitor haluaran urine
5. Kadar glukosa darah 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
membaik Terapeutik
6. Tekanan darah 1. Sediakan lingkungan yang dingin
membaik 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau leih sering
jika mengalami hiperhidrosis(keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
keperawatan 1x24 jam Observasi
kestabilan kadar glukosa darah 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
meningkat dengan kriteria hasil: hiperglikemia
1. Kadar glukosa dalam 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan
darah membaik kebutuhan insulin meningkat
3. Monitor kadar glukosa darah
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas
darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik
Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara manidir
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu
1.10 Web of Caution/Pathway

Cedera kepala

Robeknya pembuluh
darah vena dalam otak

Epidural Subdural Subarachnaoid


Hematoma Hematoma Hematoma

Tubuh Peningkatan sekresi Growth


Penurunan berkomp
Katekolamin Hormone- Relasing
Kesadaran ensasi Hormone,
Corticotropin-releasing
Sumbatan hormon dan aktivasi Peningkatan
Jalan Napas hypotalamic pituitary- Kadar glukosa
adrenal
darah

Suara
Snoring/Gurgling Leukosit naik Ketidakstabilan
Glukosa Darah

Bersihan Inflamasi Risiko Infeksi


Jalan Napas
tidak efektif

Tanda-Tanda Vital
SpO2 Meningkat (Suhu,
Menurun Nadi, TD)

Sesak
Hipertermi

Penggunaan
Otot Bantu Iskemik jaringan Peningkatan
pernapasan Penurunan
serebral tekanan
Kapasitas Adaptif
intrakranial
Intrakranial
Pola Napas
tidak efektif
Gambar.4 Pathway Subdural Hematoma
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian (Intensive Care Unit)
DATA UMUM
Nama : Tn. B.K Tanggal MRS : 22/06/2021
Umur : 33 Tahun 10 bln 3 hari Tanggal pengkajian : 22/06/2021
Jenis Kelamin : Laki-Laki No. Registrasi : 516618
Pendidikan : S1
Alamat : Wonosari
Dx. Medis : COB + SDH

DATA KHUSUS
1) Subyektif:
Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama saat MRS: Post KLL
 Keluhan utama saat MRS
 Keluhan utama saat pengkajian Keluhan utama saat pengkajian: -
PQRST (bila keluhannya nyeri)
a. Provoke Riwayat penyakit sekarang: sekitar
b. Quality pukul 09.30 px mengalami KLL jatuh
c. Regio dari motor waktu kejadian px tidak
d. Severity sadar muntah saat perjalanan ke RSUD
e. Time Kanjuruhan Kab. Malang, perdarahan
telinga kanan, datang ke IGD pukul
10.25 kondisi tidak sadar, dan demam
(+)
Riwayat kesehatan sebelum sakit hipertensi
 Penyakit yang pernah diderita
 Obat-obatan yang biasa dikonsumsi
 Kebiasaan berobat
 Riwayat alergi
 Lain lain
Riwayat kesehatan keluarga diabetes mellitus

2) Obyektif
Keadaan umum Lemah
Tanda-tanda vital BP: 143/95 mmHg N: 110 x/menit SpO2: 91%
RR: 39x/menit T: 38,9 ºC
PP: 48 mmHg MAP: 111mmHg
Body system
B1  Pergerakan dada: simetris/tidak simetris
(breathing/pernapasan)  Penggunaan otot bantu napas: ada/tidak
Reaksi otot intercostae
 Suara nafas:
vesikuler/wheezing/ronchi/rales/stridor/snoring
Lokasi…
 Batuk: produktif/tidak
 Warna sputum: -
 Alat bantu nafas: Oksigen NRBM 15l/m
 Lain-lain: Mayo (OA)
B2  Suara jantung: S1, S2, S3, S4 (tunggal, gallop, murmur)
(bleeding/cardiovascular  Irama jantung: regular/irregular
)  CRT: <2 detik
 JVP: normal/meningkat
 Edema: ada/tidak ada
 Lain-lain: terdapat perdarahan keluar dari telinga kanan
B3 (brain/persyarafan)  GCS: E1VxM1
 Reaksi cahaya pupil: kanan/kiri
 Diameter pupil: isookor/anisookor
 Lain-lain: respon lambat
B4  Urine: jumlah 110 cc dalam 4 jam warna kuning jernih
(bladder/perkemihan)  Kateter: terpasang/tidak, hari ke 1
 Gangguan BAK: tidak terkaji
B5 (bowel)  Mukosa bibir: kering/lembab
 Lidah: kotor/bersih/tidak terkaji
 Nyeri telan: ya/tidak/tidak terkaji
 Abdomen: distensi/tidak
 Peristaltic usus: normal/meningkat/menurun
nilai…..
 Mual: ya/tidak
 Muntah: ya/tidak
Jumlah/frekuensi…
 Hematemesis: ya/tidak
Jumlah/frekuensi…
 Melena: ya/tidak
Jumlah/frekuensi…
 Terpasang NGT: ya/tidak
 Diare/konstipasi: ya/tidak/tidak terkaji
 Lain-lain: pasien dipuasakan
B6  Turgor: baik/jelek
(bone/musculoskeletal)  Perdarahan eksternal: ada/tidak
 Icterus: ada/tidak ada
 Akral: hangat/dingin/kering/lembab/basah/
pucat/kemerahan
 Pergerakan sendi: bebas/terhambat
 Fraktur: ada (sebutkan letak dan jenis)/
tidak ada
 Luka terbuka: ada (sebutkan letak dan jenis)/ tidak ada
 Lain-lain…
Pemeriksaan Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Penunjang HEMATOLOGI
Darah Rutin
 Laboratorium
Hemoglobin 17.6 g/dL 13.4-17.7
 Diagnostik lain Hematokrit 56.7 % 40-47
Index Eritrosit
MCV 88.5 fL 80-93
MCH 27.4 Pg 27-31
MCHC 31.0 g/dL 32-36
Eritrosit 6.41 Juta/cmm 4.0-5.5
Leukosit 28.200 Sel/cmm 4.300-10.300
Trombosit 316.000 Sel/cmm 142.000-424.000
Hitung Jenis
Leukosit
Eosinofil 0.3 % 0-4
Basofil 0.6 % 0-1
Neutrofil 78.4 % 51-67
Limfosit 14.0 % 25-33
Monosit 6.6 % 2-5
Pemeriksaaan CT-Scan

Interpretasi:
terlihat isodens pada bagian otak sebelah kanan
Terapi Infus NS 20 tpm
Novorapid 5IU/Jam Syringepump
Novorapid 0-0-10 bolus

IGD
Citicolin 500mg IV
Omeprazole 40g
Ketorolac 30mg
Lain-lain Cek GDS tiap jam
GDS: 475
Tanda tangan

Nama terang Dodik


2.2 Analisa Data

DATA (DS & DO) ETIOLOGI PROBLEM

Ds: Gangguan toleransi glukosa Ketidakstabilan kadar


- Tidak terkaji darah glukosa darah(D.0027)

Do:
1. GDS 457

Ds: Gangguan neurologis cedera Pola Napas Tidak Efektif


2. Tidak terkaji kepala (D.0005)
DO:
3. Penggunaan
otot bantu napas
intercostae
4. Pola napas
kusmaull
5. RR 39x/m
6. GCS 1X1
DS: Edema serebral subdural Penurunan Kapasitas
7. Tidak terkaji hematoma Adaptif Intrakranial(D.0066)

DO:
8. TD 143/95
mmHg
9. Nadi 111x/m
10. RR 39x/m
11. GCS 1X1
12. Respon pupil
melambat
13. Tampak
lemah
DS: Sekresi yang tertahan Bersihan Jalan Napas tidak
14. Tidak terkaji Efektif(D.0001)

DO:
15. Suara napas
stridor
16. RR 39x/m
17. Kusmaull

DS: Respon Trauma Hipertermi(D.0130)


18. Tidak terkaji

DO:
19. Suhu 38,9
20. Nadi 110x/m
21. RR 39x/m
22. Kulit teraba
hangat
23. GDS 457
24. TD 143/95

2.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan:


a. Bersihan Jalan Napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis cedera kepala
c. Ketidakstabilan glukosa darah b.d gangguan toleransi glukosa
d. Hipertermi b.d respon trauma
e. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial b.d edema serebral subdural hematoma
2.4 Intervensi Keperawatan
NAMA KLIEN : Tn. BK NAMA MAHASISWA : M. Dodik Prastiyo
RUANG : Intensive Care Unit (ICU) NIM : 202020461101079
DIAGNOSA MEDIS : Subdural Hematoma PARAF :

DIAGNOSA
KEPERAWATA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
N/MASALAH KRITERIA HASIL
KOLABORATIF
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas S:
tindakan 25. tidak terkaji
Napas tidak efektif Observasi Observasi O:
keperawatan 1x24
b.d sekresi yang 1. monitor pola napas 1. memonitor pola napas 26. Pola napas
jam bersihan jalan
(frekuensi, kedalaman, (frekuensi, kedalaman, kusmaull belum
tertahan napas meningkat usaha napas) usaha napas) membaik
dengan kriteria hasil: 2. monitor bunyi napas 2. memonitor bunyi napas
27. RR 39x/m
1. Fruekensi tambahan (gurgling, tambahan (gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi mengi, wheezing, (takipnea) belum
napas
kering) ronkhi kering) membaik
membaik
3. monitor sputum 3. memonitor sputum 28. GCS 1X1
2. Pola napas
Terapeutik Terapeutik 29. Bunyi
membaik
1. pertahankan kepatenan 1. lakukan penghisapan napas
3. Produksi jalan napas dengan head- lender kurang dari 15 gurgling/snoring
sputum tilt dan chin-lift (jaw detik
belum membaik
menurun thrust jika curgia trauma 2. memerikan oksigen,
servikal) NRBM 15 lpm 30. Terdapat
2. posisikan semi-fowler darah dalam
atau fowler saluran napas
3. berikan minum hangat
4. lakukan fisioterapi dada, A: Masalah belum teratasi
jika perlu
5. lakukan penghisapan P: lanjutkan intervensi
lender kurang dari 15 manajemen jalan napas
detik observasi 1,2,3 dan
6. lakukan hiperoksigenasi terapeutik 1,2,3
sebelum penghisapan
edotrakeal
7. keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep MCGill
8. berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
2. anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoranm mukolitik,
jika perlu.
2. Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas S:
Pola napas tidak tindakan -
efektif b.d keperawatan 1x24 Observasi Observasi O:
1. monitor pola napas 1. memonitor pola napas 2. Pola napas
gangguan jam pola napas
(frekuensi, kedalaman, (frekuensi, kedalaman, kusmaull (cepat
membaik dengan usaha napas) usaha napas)
neurologis cedera dan dangkal)
kriteria hasil: 2. monitor bunyi napas 2. memonitor bunyi napas
kepala (belum menurun)
1. Penggunaan tambahan (gurgling, tambahan (gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi mengi, wheezing, 3. Penggunaan
otot bantu napas
kering) ronkhi kering) otot bantu
menurun
3. monitor sputum 3. memonitor sputum intercostae (belum
2. Pemanjangan
Terapeutik Terapeutik membaik)
fase ekspirasi
1. pertahankan kepatenan 1. lakukan penghisapan 4. RR 39x/m
menurun jalan napas dengan head- lender kurang dari 15 (takipnea) (belum
3. Frekuensi napas tilt dan chin-lift (jaw detik
membaik)
membaik thrust jika curgia trauma 2. memerikan oksigen,
servikal) NRBM 15 lpm 5. GCS 1x1
4. Kedalaman
napas membaik 1. posisikan semi-fowler 6. Bunyi
atau fowler napas
2. berikan minum hangat gurgling/stridor
3. lakukan fisioterapi dada,
7. Sputum
jika perlu
4. lakukan penghisapan darah
lender kurang dari 15
detik A: Masalah belum teratasi
5. lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan P:
edotrakeal lanjutkan intervensi
6. keluarkan sumbatan manajemen jalan napas
benda padat dengan observasi 1,2,3 dan
forsep MCGill terapeutik 1,2,3
7. berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
- anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
- anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoranm mukolitik,
jika perlu.
3. Ketidakstabilan setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia Manajemen Hiperglikemia S:
glokusa darah b.d tindakan Observasi Observasi - Tidak tersedia
gangguan toleransi keperawatan 1x24 1. Identifikasi kemungkinan 1. Memonitor
penyebab hiperglikemia kadar glukosa darah
glukosa jam kestabilan kadar
2. Identifikasi situasi yang 2. Memonitor O:
glukosa darah menyebabkan kebutuhan tanda dan gejala - Nadi 110x/m
meningkat dengan insulin meningkat hiperglikemia - Kulit teraba hangat
kriteria hasil: 3. Monitor kadar glukosa 3. Memonitor - GDS 246 (belum
1. Kadar darah intake dan output cairan membaik)
glukosa 4. Monitor tanda dan gejala 4. Monitor keton - TD 143/95
dalam darah hiperglikemia urin, kadar analisa gas
5. Monitor intake dan darah, elektrolit, tekanan A: masalah belum teratasi
membaik
output cairan darah ortostatik dan
6. Monitor keton urin, frekuensi nadi
kadar analisa gas darah, P: lanjutkan intervensi
elektrolit, tekanan darah Kolaborasi observasi 1,2,3,4
ortostatik dan frekuensi 1. Berkolaborasi terapeutik 1,2 dan
nadi pemberian insulin, kolaborasi 1
Terapeutik Novorapid 5IU/Jam
4. Berikan asupan cairan Syringpum
oral
5. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
6. Fasilitasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
Edukasi
6. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari
250 mg/dl
7. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
manidir
8. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
9. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
10. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis.
Penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
5. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
1. Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu
4. Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia S:
Hipertermi b.d tindakan - Tidak terkaji
respon trauma keperawatan 1x24 Observasi Observasi O:
- Suhu 38,9 (belum
termoregulasi 1. Identifikasi penyebab 1. Mengidentifikasi
membaik)
membaik dengan hipertermia penyebab hipertermia
- Nadi 110x/m
kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh 2. Memonitor suhu tubuh
(belum menurun)
1. Takikardia 3. Monitor kadar elektrolit Terapeutik
- RR 39x/m (belum
menurun 4. Monitor haluaran urine 1. Memerikan oksigen
menurun)
2. Takipnea 5. Monitor komplikasi 15lpm
- Kulit teraba
menurun akibat hipertermia
hangat (belum
3. Suhu tubuh Terapeutik Kolaborasi
menurun)
membaik 1. Sediakan lingkungan 1. Kolaborasi pemberian
- GDS 246 (belum
4. Suhu kulit yang dingin NS 20 tpm
membaik)
membaik 2. Longgarkan atau
- TD 143/95
5. Kadar lepaskan pakaian
(belum membaik)
glukosa 3. Basahi dan kipasi
darah permukaan tubuh
A: Masalah belum teratasi
membaik 4. Berikan cairan oral
6. Tekanan 5. Ganti linen setiap hari P:
darah atau leih sering jika Lanjutkan intervensi
membaik mengalami manajemen hipertermia
hiperhidrosis(keringat observasi 1,2 terapeutik 1,
berlebih) dan kolaborasi 1
6. Lakukan pendinginan
eksternal
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
5. Setelah dilakukan Pemantauan tekanan intrakranial Pemantauan tekanan S:
Penurunan tindakan intrakranial - Tidak terkaji
Kapasitas Adaptif keperawatan 1x24 Observasi
O:
Intrakranial b.d jam kapasitas adaptif 1. identifikasi penyebab Observasi
- TD 143/95 (belum
intrakranial peningkatan TIK 1. Identifikasi penyebab
edema serebral membaik)
meningkat dengan 2. monitor peningkatan TD peningkatan TIK
- Nadi 111x/m
subdural hematoma kriteria hasil: 3. monitor pelebaran 2. memonitor peningkatan
(belum membaik)
1. tingkat tekanan nadi TD
- RR 39x/m (belum
kesadaran 4. monitor penurunan 3. memonitor pelebaran
membaik)
meningkat frekuensi jantung tekanan nadi
- GCS 1x1 (belum
2. tekanan darah 5. monitor ireguleritas 4. memonitor ireguleritas
meningkat)
membaik irama napas irama napas
- Respon pupil
3. tekanan nadi 6. monitor penurunan 5. memonitor penurunan
isokor namun
membaik tingkat kesadaran tingkat kesadaran
respon melambat
4. pola napas 7. monitor perlambatan 6. memonitor perlambatan
(belum membaik)
membaik atau ketidaksimetrisan atau ketidaksimetrisan - Tampak lemah
5. respon pupil respon pupil respon pupil - Napas kusmaull
membaik 8. monitor kada Co2 dan Terapeutik (belum membaik)
pertahankan dalam Dokumentasi hasil pemantauan
rentang yang A: masalah belum teratasi
diindikasikan
9. monitor tekanan perfusi P: lanjutkan intervensi
pemantauan tekanan
serebral
intrakranial observasi
10. monitor jumlah, 1.2.3.4.5.6 dan teapeutik 1
kecepatan, dan
kratkeristik drainase
cairan serebrospinal
11. monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
1. ambil sampel drainase
cairan srebrospinal
2. kalibrasi transduser
3. pertahankan sterilitas
sitem pemantuan
4. pertahankan posisi
kepala dan leher netral
5. bilas sistem pemantauan
jika perlu
6. atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
7. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Fay, D. L. (2016). Kontusio Serebri. Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952.
Fitri, E. (2014). Respon Stres Pada Pasien Kritis. Jurnal Keperawatan Sriwijaya,
1(1), 86–93.
Friska, N. (2020). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Edema Serebri Pada
Cedera Kepala Traumatik. BIMIKI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu
Keperawatan Indonesia), 7(1), 36–41.
https://doi.org/10.53345/bimiki.v7i1.27
Ghajar, J. (2019). Intracranial pressure monitoring techniques. New Horizons:
Science and Practice of Acute Medicine, 3(3), 395–399.
Juarno. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien COB Dengan Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif. Journal of Materials Processing Technology, 1(1), 1–8.
Nugrahaeni, A. (2020). Pengantar Anatomi Fisiologi manusia. Anak Hebat
Indonesia.
Polapa, M., Prasetyo, E., & Oley, M. C. (2016). Hubungan antara dinamika suhu
tubuh dan leukosit perifer dengan skala skor FOUR penderita cedera otak
risiko tinggi. Jurnal Biomedik (Jbm), 8(3), 184–191.
https://doi.org/10.35790/jbm.8.3.2016.14154
Priyono, Puspitasari, M. T., & Wijaya, A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada
Klien Cedera Otak Berat Dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif di
Ruang HCU RSUD Bangil Pasuruan. Keperawatan, 1(1).
Rahmawati, I. (2015). Kadar Glukosa Darah Sebagai Prediktor Glasgow Coma
Scale Pasien Cidera Kepala. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri,
7(1), 283.
Ristanto, R., & Zakaria, A. (2018). Akurasi Oxygen Saturation (Spo2) Sebagai
Prediktor Mortality Pada Klien Cedera Kepala. Jurnal Kesehatan
Mesencephalon, 4(2), 2–6. https://doi.org/10.36053/mesencephalon.v4i2.87
Santara, A. (2017). Cedera Kepala dan Tatalaksana Medis. Jurnal Kedokteran,
1(1).
Soertidewi, L. (2012). Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral.
Continuing Medical Education, 39(5), 327–331.

Anda mungkin juga menyukai