BAB I (PENDAHULUAN)............................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................2
B. TUJUAN........................................................................................................................2
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)....................................................................................................4
A. PENGERTIAN.................................................................................................................4
B. ETIOLOGI......................................................................................................................5
C. PATOFISIOLOGI.............................................................................................................6
D. PATHWAY HIDROCEPHALUS.........................................................................................7
E. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS.........................................................................9
F. GEJALA KLINIS.............................................................................................................11
G. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS.................................................................................12
H. KOMPLIKASI...............................................................................................................13
I. FOKUS PENGKAJIAN...................................................................................................13
J. PENATALAKSANAAN...................................................................................................14
K. PROGNOSIS................................................................................................................17
BAB III (ASUHAN KEPERAWATAN)..........................................................................................18
A. PENGKAJIAN...............................................................................................................18
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................................20
BAB IV (PENUTUP)..................................................................................................................24
A. KESIMPULAN..............................................................................................................24
B. SARAN........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................25
1
BAB I
(PENDAHULUAN)
A. LATAR BELAKANG
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Hidrosefalus
adalah kesatuan klinik yang dibedakan oleh tiga faktor: peninggian tekanan
intraventrikuler, penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CS.
Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler, volume CSS, dan
ukuran ventrikel menimbulkan kelainan berikut: pembesaran kepala, penonjolan
fontanel, separasi sutura, tanda MacEwen positif, fenomena setting sun, scalp
yang mengkilap, dilatasi vena scalp, strabismus konvergen atau divergen, tangis
yang high pitched, postur opistotonik, dan kegagalan untuk berkembang.
Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ringan, hanya perubahan ringan
pada sutura, fontanel, scalp, dan gerak bola mata yang dijumpai. Pada
hidrosefalus yang berkembang lambat, gejala mungkin tidak tampil hingga
pasien mulai berjalan, dimana keadaan ini dibuktikan dengan langkah berdasar,
lebar para paresis, hemianopia bitemporal, dan retardasi mental.
Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden
hidrosefalus konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 %
disebabkan oleh stenosis aquaductus serebri.
Oleh karena itu , penulis tertarik untuk mengangkat judul yang berkaitan
dengan hidrosefalus ini.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
2
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat
merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat
melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
b. Tujuan Khusus
3
BAB II
(TINJAUAN PUSTAKA)
A. PENGERTIAN
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel
serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngastiyah, 1997).
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
Intrkranial yang disebabkan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam
ventrikel otak (Sharon & Terry; 1993; 292).
4
Communicating, yaitu kondisi hydrocephalus dimana CSS masih bias
keluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
Non Communicating, yaitu kondis hydrocephalus dimana sumbatan
aliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yang
menghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003).
4. Proses Penyakit
Acquired, yaitu hydrocephalus yang disebabkan oleh infeksi yang
mengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkus
otak (meninges).
Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cedera
traumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atau
athrophy (Anonim, 2003).
B. ETIOLOGI
Hydrocephalus terjadi bila tempat penyumbatan aliran cairan serebro spinal
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan cairan serebro spinal dalam
system ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat
penyumbatan terjadi dilatsi ruangan cairan serebro spinal diatasnya. Tempat yang
sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen monroi, foramen luschka
dan magendie, sisterna magna dan sisterna basialis. Secata teoritis pembentukan
cairan serebro spinal yangn terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal
akan menyebabkan terjadinya Hydrocephalus, dapat juga Hydrocephalus pada bayi
diakibatkan oleh kelainan bawaan (congenital), infeksi, neoplasma dan pendarahan
(Ngastiyah, 1997).
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) patofisiologi dari Hydrocephalus yaitu
tyerjadi karena adanya gangguan absorbsi cairan serebro spinal dalam subarachnoid
dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah cairan serebro spinal
masuk kerongga subaracnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan atau kelainan
bentuk perkembangan otak janin, cairan terakumulasi dalam ventrikel dan
5
mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang terdapat dalam
otak.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami
atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan
yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray
matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang
tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan.
Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura
kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial.
Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa
tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang
terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah,
pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang
menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan
terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV
melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah
tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran
cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenaikan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi
CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.
6
D. PATHWAY HIDROCEPHALUS
Koma
Hipertermi
Kematian Koma
8
E. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
5. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang
mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak
aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali
yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
(Darsono, 2005)
Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi
intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
9
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus
kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah
35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama
tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi
terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.
Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang
kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak
melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai
manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat
disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan
visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu
tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas
ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
e. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah
lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
10
F. GEJALA KLINIS
a. Bayi
Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun
Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial
a) Muntah
b) Gelisah
c) Menangis dengan suara ringgi
d) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil,
lethargi – stupor.
e) Peningkatan tonus otot ekstrimitas
Tanda – tanda fisik lainnya
a) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh –
pembuluh darah terlihat jelas.
b) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah –
olah di atas iris.
c) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
d) Strabismus, nystagmus, atropi optik.
e) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
11
Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
Strabismus
Perubahan pupil.
12
· Cairan subdural (”subdural effusion”)
H. KOMPLIKASI
1. Peningkatan TIK
2. Infeksi malfungsi pirau
3. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
4. IQ menurun
5. Hernia serebri
6. Kejang
7. Renjatan
I. FOKUS PENGKAJIAN
Pada pengkajian didapat adanya perubahan tanda vital seperti :
1. penurunan denyut apeks
2. frekuensi pernapasan
3. peningkatan tekanan darah
4. muntah
5. peningkatan lingkar kepala
6. adanya iritabilitas letargi
7. perubahan pada keadaan menangis yang bernada tinggi serta
8. adanya aktivitas kejang
13
1. sakit kepala pada dahi disertai mual
2. muntah
3. nafsu makan menurun
4. kekakuan pada ekstermitas bawah serta
5. adanya penurunan prestasi di sekolah
J. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Mengurangi volume cairan serebrospinalis:
a. Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis
dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
b. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
Catatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala
untuk mencegah terjadinya efek samping. Bila ada tanda-tanda
infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.
2. Terapi
a. Terapi medikamentosa
Obat-obatan yang sering dipakai untuk terapi ini adalah:
- Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125 mg/hari. Dosis ini
dapat ditingkatkan maksimal 1.200 mg/hari.
- Furosemid
Cara pemberian dan dosis: Per oral 1,2 mg/kg BB 1x/hari atau
injeksi IV 0,6 mg/kg BB/hati. Bila tidak ada perubahan setelah satu
minggu pasien diprogramkan untuk operasi.
1. Terapi pintas / “Shunting”
Ada 2 macam:
- Eksternal
14
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat
hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang
untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
- Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
a) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna
(Thor-Kjeldsen)
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis
superior
c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
d) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum
Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting
1) Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu
oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan
setinggi foramen Monroe.
2) Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS
untuk dilakukan analisis.
3) Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini,
baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau
diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang
terletak di distal dengan katup berbentuk celah
(Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang
berkisar antara 5-150 mm, H2O.
15
4) Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter
dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v.
jugularis interna (dengan thorax ujung distal setinggi
6/7).x-ray
5) Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang
peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak
diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi,
keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
Pada sebagian penderita pembesaran kepala berhenti sendiri (’arrested
hydrocephalus’), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi
pembentukan CSS yang berkurang (Laurence, 1965).
Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100%, kecuali bila penyebabnya
ialah tumor yang masih dapat diangkat.
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus :
16
b. Drainase lombo-peritoneal
c. Drainase ventrikulo-pleural
d. Drainase ventrikulo-ureterostomi
e. Drainase ke dalam antrum mastoid
f. Cara yang kini anggap terbaik yakni mengalirkan CSS ke dalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (’Holter valve’),
yang memungkinkan pengaliran CSS ke satu arah.
Keburukan cara ini ialah bahwa kateter harus diganti sesuai dengan
pertumbuhan anak. Hasilnya belum memuaskan karena masih sering terjadi
infeksi sekunder dan sepsis.
K. PROGNOSIS
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-
70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang,
atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested
hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan
H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%.
Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16%
mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
(Darsono, 2005)
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan
ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik
dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus
komplikata).
17
BAB III
(ASUHAN KEPERAWATAN)
A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
DS :
DO :
Riwayat Kesehatan
18
b. Riwayat penyakit dahulu, misal: perdarahan sebelum dan
sesudah lahir, infeksi, neoplasma
c. Riwayat keluarga
2. Pemerikasaan fisik
a. Sakit kepala, mual, muntah, kejang
b. Penurunan kesadaran yang bisa diamati adalah gelisah,
disorientasi, lethargi
c. Sunset sign pada mata
d. TTV yang bervariasi untuk tiap individu
e. Pembesaran lingkar kepala
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Neurologi
Untuk mengetahui status neurologis pasien, misalnya gangguan
kesadaran, motoris/kejang, edema pupil saraf otak II
c. CT Scan
Untuk mengetahui adanya kelainan dalam otak dengan
menggunakan radio isotop, radioaktif dan scanner
19
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
FOKUS INTERVENSI
2. Defisit Nutrisi
Intervensi Utama :
Manajemen Nutrisi dan Promosi Berat Badan
Intervensi Pendukung :
Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan, Manajemen
Hiperglikemia/Hipoglikemia, Manajemen Kemoterapi, Pemantauan
Cairan, Pemantauan Nutrisi, Konsultasi, Konseling Nutrisi, Edukasi
Diet, Manajemen Reaksi Alergi, Terapi Menelan, Pemantauan Tanda
Vital, Pemberian Makanan Enteral/Parenteral, Manajemen Cairan,
Manajemen Gangguan Makan, Manajemen Cairan, Manajemen
Energi,dsb.
20
3. Gangguan Integritas Kulit atau Jaringan
Intervensi Utama: Perawatan Integritas Kulit dan Perawatan Luka
Intervensi Pendukung : Dukungan Perawatan Diri, Edukasi
Perawatan Diri, Edukasi Perawatan Kulit, Edukasi Perilaku Upaya
Kesehatan, Edukasi Pola Perilaku Kekerasan, Edukasi program
Pengobatan, Konsultasi, Latihan rentang Gerak, Manajemen Nyeri,
Pelaporan Status Kesehatan, Pemberian Obat
Interdermal/Intramuskular/Intravena, Pemberian Obat
Subkutan/Topikal/Kulit, Penjahitan Luka, Perawatan Area Insisi,
Perawatan Mobilisasi, Perawatan Kuku, Perawatan Luka
Bakar/Tekan/Seksio Sesaria/Skin Graft, Skrining Kanker, Teknik
Latihan Penguatan Otot dan Sendi, dan Terapi Lintah.
Intervensi Pendukung :
21
Paru/Perifer, Perawatan Jantung, Perawatan Jantung Akut, Perawatan
Neurovaskular, Perawatan Sirkulasi, Pemantauan Tanda Vital,
Pemantauan Hemodinamik Invasif, Pemantauan Neurologis, dsb.
5. Risiko Cedera
Intervensi Utama :
Manajemen Keselamatan Lingkungan dan Pencegahan Cedera
Intervensi Pendukung :
Edukasi Keamanan Bayi, Edukasi Keamanan Anak,
Edukasi Keselamatan Lingkungan, Edukasi Keselamatan Rumah,
Edukasi Pengurangan Risiko, Identifikasi Risiko, Manajemen Kejang,
Orientasi Realita, Pemberian Obat, Pemasangan Alat Pengaman,
Pencegahan Jatuh, Pencegahan Kebakaran, Pencegahan Kejang,
Pencegahan Perdarahan, Pencegahan Risiko Lingkungan, Skrining
Gizi, Skrining Kesehatan, Pengekangan Fisik, Pengembangan Kesmas,
Promosi Keamanan Berkendara, Terapi Trauma Anak, Surveilans
Keamanan dan Keselamatan dan Rujukan ke Fisioterapis.
22
Terapi Intravena, Transfusi Darah, Regulasi Temperatur, Pengontrolan
Infeksi, Perawatan Luka, Perawatan Selang Gastrointestinal,
Perawatan Kateter Sentral Perifer, dan Pengambilan Sampel Darah.
23
BAB IV
(PENUTUP)
A. KESIMPULAN
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
24
Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan dan
asuhan yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga
dapat menurunkan angka kematian pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Axtonb, Sharon Ennis & Terry Fugate.1993.Pediatric Cre Plans : A Devision of The
Benjamin / Cummings Publishing Company Inc.
Ngastiyah.1995.Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Doenges M.E, (1999), Rencana Asuhan keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC.
Lynda Juall Carpenito, (2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC.
Hidayat A, Aziz Alimul.2006. Pengantar Imu Keperawatan Anak II. Salemba
Medika. Jakarta.
SDKI, SIKI,SLKI.
Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku
Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Tucker,Susan Martin dkk.2008.Standar perawatan pasien edisi 5.Jakarta:EGC.
Wilkinson,Judith M.2007.Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC.Jakarta EGC.
Carpenito/Moyeth,Lynda Juall.2007.Buku saku diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC.
25