Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PENCERNAAN (OBSTRUKSI USUS)

Disusun oleh:

Nama : Nur Faizah

Nim : P1337420318074

Kelas : 2 Reguler B

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN OBSTRUKSI USUS

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengertian
Ileus obstruksi adalah gangguan ( apapun penyebabnya ) aliran normal isi usus pda
traktus intestinal. ( Price & Wilson, 2007 )
Illeus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mnganggu jalannya isi usus. ( Sabara,
2007 )
Illeus obstruksi adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan
pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik didalam lumen usus bagian oral dari
obstruksi maupun oleh muntah. (Syamsuhidayat, 1997 : 842 )

2. Etiologi
a. Adhesi ( perlengketan usus halus ) merupakan penyebab tersering illeus obstruktif.
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdomial sebelumnya atau proses
inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi mulai berkembang
sekitar 5% dari pasien yang menglami operasi abdomen.
b. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penybab obstruksi illeus dan merupakan
tersering pada pasien pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
d. Intususepi usus halus menimbulkan obstruksi dan ishkemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususei
e. Penyakit crohn dapat mmenyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kognital, seperti : malrotasi
usus.
g. Batu empedu yang masuk ke illeus, inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke abdomen yang menyebabkan batu
empedu batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.

3. Klasifikasi
Menurut letak sumbatanya maka illeus obstruksi dibagi menjadi dua :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
Pada obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh perlekatan usus, hernia,
neoplasma, intususepsi (meliputi bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain),
vulvolus, batu empedu yang masuk ke usus melalui fitula kolosisentrik, penyakit
radang usus.
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar
Obstruksi dapat terjadi dibagian setia kolon terapi paling sering di sigmoid.
Penyebabnya adalah karsinoma, volvulus kelainan divertikular, inflamasi tumor jinak
impaksi fekal atau pemadatan.

4. Patofisiologi
Menurut Ester (2001 : 49) patofisiologi dari obstruksi usus adalah:
Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyaka
direabsorbsi, bila usus tersumbat cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan sebagian
dieliminasi melalui muntah, yang menyebakan pengurangan besar volume darah sirkulasi
mengakibatkan hipotensi, syok hypovolemik dan penurunan aliran darah ginjal dan
serebral.
Pada awitan obstruksi , cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal sisi yang
bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih tegas
pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif,
volume besar sekresi dri usus halus menambah distensi, Sekresi satu-satunya yang
bermakna dari usus besar adalah mucus.
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha
utuk mendorong material area yang tersumbat. Peningkatan tekanan dalam usus
memperlambat proses yang disebabkan obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus
mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut segera, tkanan
intralulmen aliran balik vena, yang menungkatkan permaebilitas kapiler dan
memungkinkan plasma ekstra arteri yang menyebabkan nekrosis dan printonitis.
5. pathway

Perlengketan, Hernia

Neoplasma, Intususepi usus halus

Volvulus, Batu empedu

distensi obstruksi usus insufisiensi katup

Lumen usus tersumbat reflek dari kolon ke illeum


konstipasia
s
tekanan intralumen meningkat ileum membesar

Menurunkan pengaliran air dan natrium dinding usus tipis

Dari lumen usus ke darah rupture

Penimbunan air dan natrium dalam intralumen


Gangguan
absorsi
Tindakan operatif
nyeri

Deficit volume cairan


Pembedahan
dan elaektrolit

Diskontunuitas keterbasan/ terdapat luka insisi penurunan peristaltik usus

Jaringan kelemahan fisik port de entry anoreksia

Adanya luka

jahitan Intoleransi Resiko tinggi Resiko nutrisi kurang


aktivitas infeksi dari kebutuhan
tubuh
nyeri
6. Manifestasi klinis
a. Mekanik sederhana-usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana-usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan minalabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyri
tekan abdomen.
c. Meknik sederhana-kolon
Kram (abdomn tengah sampai bawah) distensi yang muncul terakhir, kemudian terjdi
muntah (fekulen), peningkatab bising usus, nyeri tekan abdomen.
d. Obstruksi mekani prsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat dan terlokalisir, distensi sedang,
muntah persisten, bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Fases atau
vonitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
& Wilson,2007)

Gejala illeus obstrutif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002 ; Sabiston, 1995)

a. Lokasi obstruktif
b. Lamanya obstruksi
c. Penyebabnya
d. Atau ada tidaknya iskemik usus

7. Penatalaksanaan
Dasar pengobtan illeus obstruksi adlah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan.
Menghilangkan peregangan dan muntahan dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memprbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhtikan dalam mengawasi tanda-tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan kesimbangan elektrolit sehingga perlu diberikn cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda
vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian intravena diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT) digunakan untuk mengkosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dam mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat-obat antibiotic spectrum luas dapat memberikan sebagai
profilaksis. Antiemetic dapat diberikan untuk mengurangi gejala muak muntah.
c. Oparatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi untuk mencegah sepsis
sekunder. Opersi diawali dengan lparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
ang disesuaikan dengan hasil ekplorsi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple atau adhesi maka tindakan lisis yang
dianjurkan, jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan,
pada umunya dikenal 4 macam cara yyang dilakuan pada obstruksi ileuas :
1) Koreksi sedehana
Hal ini merupakn tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvus jaringan.
2) Tindakan operatif by-pass
Yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang melewati bagin usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninl, crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anak stomasis ujung-ujung
usus untuk mempertahnkan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulate, dan sebagainya, pada beberapa obstruksi illeus
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap baik karena penyakitnya
sendirri maupun penderitanya.

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan dilatasi
lengsung usus halus diseratai adanya batas antara air dan udaraatau gas yang
membentuk pola bagaikan tangga.
2) Pemeriksan radiologi dengan Barium Enema
Pengujian Enema Barium bermanfaat jika suatu obstruksi lrtak rendah yang tidak
dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
3) CT-Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
adanya strannngulasi. CT-Scan akan mempertunjukan secara lebih teliti adanya
kelainan-kelinan dinding usus mensentrikus, dan peritoneum.
4) USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi.
5) MRI
Yang digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
6) Angiografi
Digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi internal, intususcepsi, mlrotation,
dan adhesi.
b. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau
alkalosis metabolic. (Brunner & Suddarth, 2002)

9. Komplikasi
a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritoneum sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
b. Perforasi dikarenakan onstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d. Syok hipovelemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan voleme plasma
(Brunner & Suddarth, 2001)
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang pnting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, dan gaya
hidup.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji, pada umumnya akan ditemukan
klien akan mersakan nyeri abdomen dan biasanya terus menerus, nyeri tekan dan
nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pengungkapan hal-hal ang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan
Q : Bagaimana keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul, atau
terus menerus (menetap)
R : Didaerah mana gejala yang dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai sekala numeric 1-10
T :Kapan keluhan timbul, sekligus faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem pensernaan,
atau adanya riwayat operasi pada sistem pencrnaan
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarg yang memounyai penyakit yang sama dengan klien
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasian secara
umum, amati ekspresi wajah pasien selama dilakukan anmnesa
2) Sistem pernpasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek, dan dangkal
3) Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi(tanda syok)
4) Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem perarafan
5) Sistem perkemihan
Retensi urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik

6) Sistem perncernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemh atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus
7) Sistem musculoskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8) Sistem integument
Turgor kulit buruk, membrane mukosa pecah-pecah
9) Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sitem endokrin
10) Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sitem endokrin

 Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering, pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, perut abdomen, hernia dan masa abdomen, terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang biasanya berkolaborasi dengan
mulainya nyeri kolik yang diserati mual dan muntah, penderita tampak gelisah
dan mengeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995 ; Sabara, 2007)

 Palpasi
Mencari adanya peritoneum atau nyeri tekan, yang mencakup defence
muscular dan pembengkakan atau masa abnormal (Sabiston, 1995 ; Sabara, 2007)

 Auskultasi
Pada ileus obstruksi pada auskultasi terdengar episodic gemerincing logam
bernada tinggi gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelsh beberpa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak
adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam illeus paralitikus atau illeus
obstruksi strangulata ( Sabiston, 1995)

2. Dignosa keperawatan yang mungkin muncul


Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi
adalah sebagai berikut ( Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
a. Kekuranagan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intke yang tidak
adekuat dan ketidak efektifan penyerapan usus halus
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gngguan absorbsi
nutrisi
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motalitas usus
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
3. Intrvensi keperawatan
a. Kekuranagan volume cairan dn elektrolit berhubungan dengan intke yang tidak
adekuat dan ketidak efektifan penyerapan usus halus
 Tujuan :
Kebutuhan caiaran dan elektrolit pasian terpenuhi
 Kriteria hasil
1) Tanda-tanda vital normal ( N : 70-80 x/menit, S : 36,5-37,5 C, TD : 110/70-
120/80 mmHg)
2) Intake dan output cairan seimbang
3) Turgor kulit elastis
4) Mukosa bibir lembab
5) Elektrolit dalam batas normal ( Na : 135-147 mmol/L, k : 3,5-5,5 mmol/L, Cl :
94-111 mmol/L)
 Perencanaan

Intervensi rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan asien
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Perubhan yang pada tanda-tanda
vital merupakan indikasi
kekurangan cairan
3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. Kekurangan cairan dan elektrolit
tanda-tanda syok dapat empengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1- 4. Menilai fungsi usus
2 jam
5. Monitor intake dan intake secara 5. Menilai keseimbangan cairan
ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit
7. Beri penjelasan pada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga tentang tindakan yang dan keluarga
dilakukan pemasangan NGT dan
puasa
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gngguan absorbsi


nutrisi
 Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien teratasi

 kriteria hasil
1) tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
2) pasien tidak mengalami mual muntah
 perencanaan

Intervensi rasional
1. tinjau fakto-faktor individual 1. untuk menentukan intervensi dan
yang mempengaruhi kemampun tindakan selanjutnya
untuk mencerna makanan : status
pusa, mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas
2. aukultasi bisisng usus : palpasi
abdomen, catat pasase flatus 2. menentukan kembalinya peristaltik
3. anjurkan pasin untuk (biasanya dalam 2-4 hari)
meningkatkan protein dan vitamin 3. meningkatka kerjasama pasien
C serta diet pasien dengan aturan diet
4. kolaborasi dalam pemberian obat-
obatan sesuai indikasi : antimetik, 4. mencegah muntah, menetralkan
antasida, dan inhibitor histamin atau menurunkan pembentukan
asam untuk mencegah erosi
mukosa

c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen


 Tujuan
Pola napas pasien menjadi efektif
 Kriteria hasil
1) Menunjukan jalalan napas yang paten ( klien tidak merasa tercekik, irama
napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada napas
abnormal)
2) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
 Perencanaan

intervensi rasional
1. Obsevasi tabda-tanda vital 1. Perubahan pol napas akibat adanya
distensi abdomen dapat
2. Kaji status pernapasan pasien: mempengaruhi hasil TTV
pola, frekuensi, kedalaman 2. Adanya distensi pada abdomen
dapat menyebabkan perubahan
pola napas
3. Kaji bising usus pasien 3. Berkuragnya atau hilangnya bising
usus untuk menyebabkan
terjadinya distensi abdomen
sehingga mempengaruhi pola napas
4. Atur posisi pasien semi fowler 4. Mengurangi penekana pada paru
akibat distensi abdomen
5. Observasi adanya tanda-tanda 5. Perubahan pola npas akibat
hipoksia jaringan parifer: cianosis
6. Monitor hasil AGD 6. Mendedeksi adanya asidosis
7. Berikan penjelasn kepada pasien respiratorik
dan keluarga tentang penyebab 7. Meningktkan pengetahuan dan
terjadinya distensi abdomen kerjasama dengan keluarga pasien
8. Laksanakan program medis 8. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
dengan pemberian terapi oksigen pasien

d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


 Tujuan
Rasa nyeri pasien berkurang atau terkontrol
 Kriteria hasil
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Perencanaan

Intervensi rasional
1. Observasi tanda-tanda vital 1. nyeri hebat akibat distensi
abdomen dapat meningkatkana
hasil TTV
2. Kaji nyeri secara komprehensif 2. mengetahui kekuatan nyeri yang
(skala, intensitas, frekuensi) dirasakan pasien untuk
menentukan tindakan selanjutnya
3. Berikan posisi yang nyaman : 3. posisi yang nyaman dapat
posisi semi fowler mengurangi rasa nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi napas 4. relaksasi dapat mengurangi rasa
dalam nyeri
5. Ajarkan teknik non farmakologi 5. mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien
6. Kolaborasi dengan medic untuk 6. analgetik dapat mengurangi rasa
pemberian analgetik tepat waktu nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku ajar : keperawatan medikal bedah. Jakarta :
EGC.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih Bahasa Setiawan,
dkk. Jakarta.
Price and Wilson. 2007. Patofisiologi klinis proses-proses penyakit. Edisi 6,
Volume 1. Jakarta : EGC.
Kusuma Hardi, Nurafif Amin Huda. 2010. Asuhan Keperawatan praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Edisi Revisi, Jilid 1. Jogjakarta. Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai