Anda di halaman 1dari 21

ILEUS OBSTRUKTIF

I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2
macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif atau disebut juga ileus
mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke
distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus
tersebut.
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana
usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan
isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa
adanya obstruksi mekanik.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain:
1. Hernia inkarserata:
Usus masuk dan terjepit didalam pintu hernia.Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi
gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
2. Nonhernia inkarserata, antara lain:
a. Adhesi atau perlekatan usus
Dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat
atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis
setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena
tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi
ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai
keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian
usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enemabarium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi
biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit.
Obstruksi umumnya disebabkan olehsuatu gumpalan padat terdiri atas sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat
pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko
tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen
usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis
radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak
jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian
ileum dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa
gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium
dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan
oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau dimesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu
keduodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah
karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
C. Manifestasi Klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian
oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri
kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan
timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun
obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal
sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Tanda vital normal
pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan
dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomendapat
dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Bising usus yang meningkat dan“metallic sound” dapat
didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerahdistal.
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat.
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai
tanda- tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat,
menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah
terjadinya nekrosis usus.
3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan
adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai
dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit.
Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul
kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks.
Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula
Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi
sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis.
Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,
gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic
sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan
adanya strangulasi.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis
bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis
metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi
kemungkinan sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan
elektrolit. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnose ileus
obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar.
Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk
melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan
kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid
level, distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus
halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas
dengan gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada
gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran
seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen. Kemampuan diagnostic kolonoskopi
lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium kontras ganda. Kolonoskopi
lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa
langsung dilakukan biopsi.

2. Gambaran Radiologi
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan
foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini
yaitu :
a. Ileus obstruksi letak tinggi:
1) Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
2) Coil springappearance
3) Herring boneappearance
4) Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step laddersign)
b. Ileus obstruksi letak rendah:
1) Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
2) Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
3) Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus
paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh
dari gaster sampai rectum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 1. Ileus Obstruktif, Tampak cail spring dan herring bone appearance

Gambar 2. Ileus Paralitik, Tampak dilatasi usus keseluruhan

E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila : -Strangulasi-
Obstruksi lengkap-Hernia inkarserata-Tidak ada perbaikan dengan pengobatan
konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter).
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori
yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan
paralitik.

F. Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat
peritonitis umum.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Gangguan yang mengenai abdomen dan sistem gastrointestinal bisa
menimbulkan gejala yang sangat beragam:
a. Nyeri abdomen
b. Muntah
c. Hematenesis (muntah darah)
d. Sulit menelan (disfagia)
e. Ganguan cerna atau dispepsia
f. Diare
g. Perubahan kebiasaan buang air besar
h. Bengkak atau benjolan pada perut
i. Penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi
j. Melena (tinja hitam seperti ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas) atau
darah per ektum.
Penting untuk menilai adakah penyakit lokal dan adakah efek sismetik seperti
penurunan berat badan atau malabsorpsi.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Apakah pernah mengalami penyakit saluran cerna sebelumnya?
b. Apakah pernah dilakukan operasi pada daerah perut sebelumnya?
c. Tentukan riwayat konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok pasien.
d. Riwayat konsumsi alkohol yang rinci sangat penting.
e. Obat apa yang pernah dikonsumsi oleh pasien?
f. Pernahkah pasien mendapat terapi untuk penyakit saluran cerna, termasuk terapi
yang mungkin merupakan penyebab gejala?

Riwayat Keluarga
a. Adakah kondisi turunan yang mempengaruhi sistem gastrointestinal?
1) Pemeriksaan Fisik
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi
dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum
melakukan manipulasi terhadap abdomen.

Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan
seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun


pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-
bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan
lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali,
kista ovarii, hidronefrosis).
d. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
e. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.
f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
h.
Perhatikan juga gerakan pasien:

a. Pasien sering merubah posisi  adanya obstruksi usus.


b. Pasien sering menghindari gerakan  iritasi peritoneum generalisata.
c. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi 
peritonitis.
d. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri 
pankreatitis parah.

Auskultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan
bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
a. Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke
seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan
dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,
peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat,
bahkan sampai hilang.
b. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak
melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding
abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta
untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan
menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus
rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang
selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan
kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di
bagian depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
g. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara,
sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat
teraba saat memantul.
h. Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan
penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan
lainnya.
i. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan,
dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa
padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung
dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen
yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah
hati (redup; organ yang padat).

a. Orientasi abdomen secara umum.


Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien
dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan
asites:
c. Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan
pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan
diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu
sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding
abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
d. Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien
tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada
kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi,
tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan
suara redup.

1. Dignosa Keperawatan

1) Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.


2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
3) Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan air
dengan abnormal.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan
sensasi.
6) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme
sekunder akibat pembedahan

2. Intervensi Keperawatan

1) Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.


Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukan kemampuan focus pada pengetahuan baru dan skil
b. Identifikasi gejala sebagai indicator kecemasan sendiri
c. Tidak menunjukan prilaku agresiv
d. Berkomunikasi dan penanganan perasaan negative dengan tepat
e. Rileks dan nyaman dalam beraktivitas
Intervensi Rasional
a. Monitor pasien tanda dan gejala insietas saat pengkajian keperawatan
R/: Pengkajian seksama kondisi pasien dengan ansietas memungkinkan
perawat membuat priorotas perawatan
b. Fokuskan diskusi pada stressor yang mempengaruhi kondisi pasien
R/: Focus diskusi memfasilitasi kemampuan pasien untuk menyatakan
ketakutan dan perasaan yang dirasakan dan membengun hubungan
terapeutik.
c. Diskusikan persepsi pasien akan prosedur pembedahan, ketakutan yang
berhubungan dengan operasi
R/: Diskusi akan persepsi dan ketakutan membuat pasien mengekspresikan
diri sendiri dan mengeksplore pengetahuannya.
d. Berikan informasi prosedur sebelum operasi, penyakit pasien, dan persiapan
operasi
R/: Tindakan untuk menambah pengetahuan dan reduksi ansietas.

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal


sumber informasi.

Kriteria hasil :

Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.

Intervensi Rasional

a. Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi


R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
b. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat, kebutuhan diet
R/: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi usus.
c. Demostrasikan perawatan luka atau belutan yang tepat.
R/: Meningaktkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan
kesempatan untuk mengobservasi luka
d. Tinjau ulang perawatan selang gastrotomi bila pasien dipulangkan dengan
alat ini.
R/: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan kemampuan perawatan diri.
e. Identifikasikan tanda-tand ayang memerlukan evaluasi medis, demam
menetap, bengkak, eritema, artau terbukanya tepi luka, perubahan
karakteristik drainage.
R/: Pengenalan dini komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah
progresi situasi serius, mengancam hidup.
f. Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi dan keseimbangan
dengan periode istirahat yang adekuat.
R/: Mncegah kelelahan, merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ,
meningkatkan penyembuhan.

3) Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.


Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri hilang
b. Tampak rileks, mempu beristirahat dengan tepat
c. Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam
mencapai kenyamanan
d. Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 0-
10)
e. Mengakui faktor penyebab sehingga dapat menggunakan pengukuran untuk
mencegah nyeri akibat

Intervensi Rasional
a. Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.
R/: Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis
nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan
b. Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi,
visualisasi dan aktivitas terapeutik.
R/: Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien
untuk mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang
dirasakan
c. Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset,
durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor
presipitasi/pencetus.
R/: Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengenai eksistensi dan
intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri
memerlukan medikal evaluasi segera.
d. Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
R/: Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang
dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.
e. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat.
R/: Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk
pengelolaan nyeri secara segera setelah dilaporkan.
f. Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
koping adaptif.
R/: Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu
mpasien menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan
stres akibat nyeri.
g. Pantau tanda-tanda vital
R/: Respon outonomik meliputi pada tekanan darah, nadi dan pernafasan,
yang berhubungan dengan keluhan / penghilang nyeri. Abnormalitas tanda
vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
h. Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur luka (pembentukan
hematoma), atau inflamasi, mengeringkan tepi luka.
R/: Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya infeksi
dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
i. Berikan analgesic, narkotika, sesuai indikasi.
R/: Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi / local,
yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
mengontrol atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan
meningkatkan kerja sama dengan aturan terapeutik.

4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan


air dengan abnormal.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam
keadaan normal.
b. Urine output dalam batas normal
c. Hasil hemodinamika dalam batas normal

Intervensi Rasional
a. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan.
Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.
R/: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat
menimbulkan kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya
dapt mendeteksi kekurangan.
b. Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi (osmolalitas urine <200mOsm/kg,
osmolalitas serum >300 mOsm/kg, serum sodium >145 mEq/L, peningkatan
level BUN dan hematokrit)
R/: Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan.
Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan
serum osmolalitas, serum sodium dan hematokrit menunjukan
hemokonsentrasi
c. Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic. Perhatikan adanya
gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, gelombang T memendek
dan tekanan hemodinamika kardiak output rendah
R/: Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila
terjadi kondisi yang fatal. Tanda ECG menunjukan penurunan responsibilitas
stimulus sel kardiak, menghasilkan hipokalemia sekunder akibat pengeluaran
potassium.Sedangkan penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan
penurunan kardiak output menunjukan preload insuffisiensi.
d. Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan
potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV, antisipasi
peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
R/: Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh.
Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan MAP.
Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan
potassium harus dipantau dengan seksama karena pottasium mengiritasi vena
dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan hiperkalemia.
Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena peningkatan
metabolic, peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.
e. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi dan
perubahan tekanan darah.
R/: Tanda-tanda haemoragik usus dan/atau pembentukan hematoma, yang
dapat menyebabkan syok hipovalemik.
f. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membrane mukosa.
R/: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat
hidrasi.
g. Perhatikan adanya edema
R/: Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan berkenaan dengan
penurunan kadar albumin serum/protein.
h. Observasi, catat kualitas kateter drainage / NGT.
R/: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit dan alkalosis metabolic dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal
yang berupaya untuk mengkompensasi
i. Pantau suhu
R/: Demam rendah umum terjadi selam 24 -48 jam pertama dan dapat
menambah kehilangan cairan
j. Pertahankan patensi penghisapan NGT.
R/: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi atau kekuatan
pada garis jahitan dan menurunkan mual atau muntah , yang dapat menyrtai
anastesi, manipulasi usus, atau kondisi yang sebelumnya ada, missal kanker.

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan


sensasi.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin
b. Menunjukan intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat ( temperature
jaringan, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna)
c. Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa ada komplikasi.

Intervensi Rasional
a. Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter eksudat,
ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi (nyeri,
bengkak, kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).
R/: Permulaan pengkajian yang merupakan langkah awal utnuk memberikan
perawatan individual. Penemuan abnormal dapat menjadi data untuk masalah
dan dapat digunakan untuk pedoman perencanaan perawatan.
b. Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
R/: Pencegahan komplikasi luka terhadap kontaminasi silang dan membantu
penyembuhan luka.
c. Minimalisir penekanan pada bagian luka.
R/: Pencegahan kerusakan kulit merupakan salah satu penanganan mudah
masalah sebelum kerusakan kulit berkembang
d. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam, takipneu,
takikardi dan gemetar. Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi
berlebihan, inlamasi drainage.
R/: Pasien dengan kondisi post pembedahan beresiko tinggi mengalami
komplikasi. Evaluasi segera dapat menjadi ukuran pencegahan dan
penanganan dini.
e. Waspadai factor resiko lanjut, misal : keganasan, seperti limfasarkoma dan
mieloma multiple, terapi radiasi dan sisi operasi.
R/: Indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi yang
menunjang perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan
luka.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi
R/: Menurunkan imunokompentesi, ini mempengaruhi pemulihan luka pada
infeksi. Meningkatkan vaskulitis dan fibrosis pada jaringan penyambung,
mempengaruhi.

6) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme


sekunder akibat pembedahan.
Kriteria hasil:
a. Klien tidak mengakami infeksi
b. Luka cepat sembuh tanpa komplikasi
Intervensi
a. monitor tanda-tanda vital
R/: mengetahui tanda awal terjadinya infeksi
b. lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik
R/: perawatan luka dengan tekhnik aseptic dapat mencegah
berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab infeksi
c. observasi penyatuan luka, karakter drainage, adanya inflmasi
R/: mengetahui secara dini tanda infeksi atau memperburuknya kondisi luka.
d. berikan nutrisi yang adekuat
R/: dengan nutrisi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh
e. kolaborasi dalam pemberian antibiotika
R/: antibiotika menurunkan jumlah mikroorganisme dan juga dapat
membunuh mikroorganisme dengan penggunaan secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA

Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. http://www.scribd.com/ileus_obstruktif.

Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9. Jakarta:
EGC.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.

Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran.


http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media


Aesculapius.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah .Edisi 2.
Jakarta : EGC. Hal: 623.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC.

Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Vol.2 Ed.4. Jakarta: Media
Aeculapius.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ILEUS
OBSTRUKTIF

DISUSUN OLEH :
SELFA HARSAI

POLTEKKES KEMENKES JAMBI


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai