Oleh :
TRIYATI
NIM : 15400049
A. Anatomi Fisiologi
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran intestinal, yang jumlah
panjangnya kira-kira 2/3 dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat
diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan absorbsi.
Usus halus dibagi dalm 3 bagian anatomik: bagian atas disebut duodenum, bagian
tengah disebut yeyenum, dan bagian bawah disebut ileum. Duktus koleduktus yang
memungkinkan untuk pasase baik empedu dan sekresi pankreas, mengosongkan diri
kedalam duodenum pada ampula vater.
Pertemuan antara usus halus dan besar terletak pada bagian bawah kanan
duodenum yang disebut sekum.Pada pertemuan ini terdapat katub ileosekal yang
berfungsi untuk mengontrol pasase sisi usus kedalam usus besar dan mencegah refluks
bakteri kedalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendik veriformis. Usus besar
terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen segmen tranfersum yang
memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri
abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian yaitu kolon sigmoid dan
rektum. Rektum berlanjut pada anus, jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik
yang membentuk baik sfingter internal dn eksternal (Bruner dan Suddarth, 2002)
B. Definisi
Menurut Sjamsuhidajat (2003) ileus adalah hilangnya pasase isi usus, Ileus
Paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara dan
ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis
yang sering dijumpai, merupakan 60--70%, dari seluruh kasus akut abdomen yang
bukan appendicitis akuta. Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik
yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau, mempengaruhi dinding
usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus (Irwanasari, 2007).
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) obstruksi usus terjadi bila sumbatan
mencegah aliran normal dari isi usus melalui saluran usus. Aliran ini dapat terjadi
karena dua tipe proses:
1. Mekanis, terjadi obtruksi intramural atau obstruksi mural dari tekanan pada dinding
usus.
2. Fungsional, muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Kondisi
ini dapat bersifat sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama
pembedahan.
C. Etiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) obstruksi usus bisa terjadi pada usus halus
dan usus besar tetapi kebanyakan terjadi dalam usus halus (85%) yang dapat bersifat
parsial atau komplit. Penyebab mekanis terjadinya obstruksi usus antara lain:
1. Perlekatan, lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen.
2. Intususepsi yaitu satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya.
3. Volvulus yaitu usus memutar dan kembali kekeadaan semula.
4. Hernia, protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding atau otot
abdomen.
5. Tumor, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
E. Patofisiologi
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu dan akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa
gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan
rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi
cairan dan gas semakin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada
tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus setelah proximal
sumbatan.
Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik)
sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini
menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah muntah.Pada obstruksi usus
yang lanjut, peristaltik mudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya
kontraksinya. Pada saat ini gambaran kliniknya dapat dikenal dengan gangguan kolik
menghilang, distensi usus berat, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, serta
dehidrasi berat.Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi keadaan gangguan
pendarahan dinding usus yang menyebabkan nekrosis/gangguan dinding usus. Bahaya
umum dari keadaan ini ,adalah sepsis/toxinemia (Bruner dan Suddarth, 2002)
F. Pathways
Gangguan aliran darah usus proksimal distensi, bagian distal kolaps Gangguan absorsi usus
Pada dinding usus
Peristaltik usus proksimal meningkat Gangguan pemenuhan
nutrisi
Nekrosis Kolik abdomen
Refluk isi usus
Resti infeksi kedalam lambung Nyeri
G. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidajat, R. Dkk (2003) penanganan ileus adalah:
1. Konservatif
Penderita dirawat dirumah sakit
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob
Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis
obstruksi kolon.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah
sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi. Lisis pita untuk band.
Herniorepair untuk hernia inkarserata
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
2. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan nekrosis sekunder terhadap Gangguan aliran
darah Pada dinding usus.
Pantau tanda tanda vital, perhatikan terhadap peningkatan suhu.
Kaji bising usus.
Pertahankan puasa.
Lakukan aspirasi dengan nasogastrik tube.
Lakukan enema isotonik hingga bersih.
Kolaborasi untuk dilakukan cyto operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Suzane, c. (terjemahan), Edisi 8,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang, 2003. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC