Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH PADA

SISTEM NEUROLOGI : HIDROSEFALUS

Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas keperawatan anak II

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

RINI AGUSTINA SUSANTI (1811311022)

ANNISA RAMADHANI (1811311032)

AZIZAH OKTAVIA (1811312004)

SEPTIA MAHARANI (1811312018)

NURVANNY HUSNA (1811312030)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Masalah Pada Sistem Neurologi : Hidrosefalus”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk
itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan


baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah kami kedepannya

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manafaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 8 April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...........................................................................................2
1.3 Manfaat..........................................................................................................2
BAB II ANALISIS KASUS PEMICU............................................................3
2.1 Masalah yang terjadi pada anak.....................................................................3
2.2 Penyebab masalah (penyakit) yang dialami anak..........................................3
2.3 Patofisiologi terjadinya penyakit...................................................................6
2.4 Tanda dan gejala yang khas pada anak..........................................................8
2.5 Pemeriksaan penunjang.................................................................................8
2.6 Pengobatan dan penatalaksanaan medis......................................................10
2.7 Komplikasi yang mungkin terjadi...............................................................12
2.8 Hal yang perlu dikaji...................................................................................12
2.9 Masalah keperawatan yang muncul.............................................................13
2.10 Rencana intervensi sesuai dengan masalah keperawatan..........................14
2.11 Implementasi sesuai dengan masalah keperawatan...................................16
2.12 Evaluasi sesuai dengan masalah keperawatan...........................................20

BAB III ANALISIS JURNAL........................................................................22

BAB IV PENUTUP..........................................................................................27

4.1 Kesimpulan..................................................................................................27
4.2 Saran............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrosefalus adalah suatu penyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada sefal
atau kepala yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal (CSS)
dengan atau karena tekanan intrakranial yang meningkat sehingga terjadi
pelebaran ruang tempat mengalirnya cairan serebrospinal (CSS) (Ngastiah). Bila
masalah ini tidak segera ditanggulangi dapat mengakibatkan kematian dan dapat
menurunkan angka kelahiran di suatu wilayah atau negara tertentu sehingga
pertumbuhan populasi di suatu daerah menjadi kecil.
Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah penderita
Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-
9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di Indonesia
berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh dari catatan
register dari ruangan perawatan IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto dari bulan
oktober-desember tahun 2007 jumlah anak yang menderita dengan gangguan
serebral berjumlah 159 anak dan yang mengalami Hidrosefalus berjumlah 69 anak
dengan persentase 43,39%.
Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi
yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa
terjadi pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih
jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi
ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat
dikompensasi dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang pada orang dewasa
tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami masalah atau penyakit hidrosefalus dimulai dengan pengkajian dan
observasi keadaan anak untuk mengdentifikasi adanya tanda dan gejala yang
menunjukkan gangguan atau disfungsi.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui konsep dan
asuhan keperawatan pada anak dengan masalah sistem neurologi dengan
penyakit hidrosefalus.

1.3 Manfaat
Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam
memberikan asuhan keperawatan tentang hidrosefalus pada anak. Dapat
mendemonstrasikan intervensi keperawatan baik mandiri maupun kolaborasi
pada anak dengan masalah pada sistem neurologi dengan menerapkan konsep
ilmu keperawatan sesuai standar iperasional prosedur (SOP)

2
BAB II

ANALISIS KASUSU PEMICU

Kasus pemicu 2

Seorang anak perempuan usia 1,5 tahun dirawat di ruang HCU dengan keluhan
demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Ibu mengatakan bahwa kepala anak
semakin lama-semakin membesar. 2 bulan yang lalu anak dirawat karena demam
dan kejang tetapi kepala anak masih terlihat normal. Anak mempunyai riwayat TB
paru sejak usia 6 bulan. Pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun menonjol,
terlihat tanda sunset sign dan cracked pot sign.

2.1 Masalah yang terjadi pada anak

Masalah yang trjadi pada anak tersebut adalah Hidrosefalus . Hidrosefalus


adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler
ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan
otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan


pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga
terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga
dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.

Kasus ini merupakan salah satu masalah dalam bedah saraf yang paling sering
ditemui. di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari kunjungan
berobat atau tindakan operasi bedah saraf.

2.2 Penyebab Masalah (Penyakit) yang dialami Anak

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal


(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem

3
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak
(Allan H. Ropper, 2005:360) :

1) Kelainan bawaan (kongenital)


a. Stenosis akuaduktus sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis
dan daerah lain.Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua,yaitu:
a. Penyebab prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak
lahir atau segera setelah lahir. Beberapapenyebabnya terutama adalah stenosis
akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly,
Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari.Selain itu, terdapat juga

4
jenis malformasi lain yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi
in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.
Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru lahir.
Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Insidennya 0,5-1%
kasus/1000 kelahiran.Malformasi Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang
baru lahir dengan hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan hubungan antara
ruang subarakhnoid dan dilatasi ventrikel 4 menjadi tidak adekuat, sehingga
terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah
Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis
serebelum, batang otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomali inrtakranial
lainnya. Hampir dijumpai di semua kasus myelomeningokel meskipun tidak
semuanya berkembang menjadi hidrosefalus (80% kasus).
b. Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista arakhnoid
dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran
likuor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan
penyabab yang cukup sering terjadi.

Dari penjelasan di atas, hidrosefalus dapat diklasifikasikan menjadi


hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikans
Tabel Klasifikasi Hidrosefalus
Hidrosefalus obstruktif Hidrosefalus komunikans
Kongenital Kongenital
- Stenosis akuaduktus - Malformasi Arnold Chiari (tipe II, jarang
- Kista Dandy Walker pada type I)
- Benign intracranial cysts - Ensefalokel
(seperti kista arachnoid) - Deformitas basis kranii
- Malformasi vaskular
(seperti aneurisma vena
Galen)

Didapat
- Tumor (seperti ventrikel Didapat
3, regio pineal, fossa - Infeksi (intrauterin misalnya CMV,
posterior) toxoplasma, post-bacterial meningitis)
- Lessi massa lainnya - Perdarahan (IVH pada infan, sub-arachnoid
(seperti giant haemorrhage)
aneurysms, abses) - Hipertensi vena (seperti trombosis sinus

5
- Ventricular scarring venosa, arterio–venous shunts)
- Meningeal carcinomatosis
- Sekresi berlebihan CSF (papiloma pleksus
koroidalis)

2.3 Patofisiologis Terjadinya Penyakit


Hidrosefalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi
(meningitis, pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis
aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system
ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal.
White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan
dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.
Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran
pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal
blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.

6
2.4 Tanda dan Gejala yang Khas pada Anak

7
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono,2005).Gejala-
gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
1. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) :
a. Pada bayi : Fontanel menonjol,tegang, sutura kranial teregang, tanda
mecewen (craced-pot), peka rangsang,menangis nada tinggi,
peningkatan lingkar oksipitofrontal,distensi vena kepala, menangis bila
digendong atau ditimang dan tanda sunset sign
b. Pada anak anak : sakit kepala,mual, muntah, diploppia, (pandangan
kabur ), kejang
2. Pembesaran tengkorak : lingkar kepala suboksipito bregmatikus >
dibanding dengan lingkar dada
3. Crecked pot sign dimana bunyi seperti pot kembang yang retak pada
perkusi kepala
4. Gangguan pada mata : bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan
penipisan tulang supraorbita , sklera tampak diatas iris sehingga iris
seakan akan matahari terbenam (sunset sign)
5. Kerusakan saraf : gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran,
motoris, kejang dan gangguan alat-alat vital.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu:
1) Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan
tekanan intrakranial.
2) Transimulasi

8
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa
beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang
dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi
sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3) Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan
lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak
antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak
yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi
jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4) Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras
lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung
difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.
Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan
kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang
tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini
telah ditinggalkan.
5) Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan
USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.
Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus
ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem
ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan
anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT
Scan.
6) CT Scan kepala

9
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel
IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena
terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans
gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem
ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis
dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh.

2.6 Penatalaksanaan Medis


Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox)menghambat pembentukan cairan erebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid mengalirkan cairan serebrospinal
ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil
(Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap

10
terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan
anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
f. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan
setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan
kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan
selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari
luar.
g. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2
macam terapi pintas / “ shunting “:
1) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
2) Internal
a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna
(Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis
superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum.
b) Lumbo Peritoneal Shunt
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke
rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum
Touhy secara perkutan.

11
2.7 Komplikasi yang Mungkin Terjadi
Komplikasi Hidrocefalus menurut (Prasetio, 2004)
1. Peningkatan tekanan intrakranial(TIK)
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Infeksi
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit
menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu

2.8 Hal yang Perlu Dikaji


a. Kaji Riwayat Penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Kaji Riwayat Dahulu
 Antenatal : Perdarahan ketika hamil
 Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
 Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
c. Pemeriksaan Fisik (fokus pada kepala)
 Inspeksi :
1) Anak dapat melihat keatas atau tidak.
2) Adanya Pembesaran kepala.
3) Dahi menonjol dan mengkilat. Serta pembuluh darah terlihat jelas.
 Palpasi :
1) Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
2) Fontanela : fontanela tegang keras dan sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak.

d. Observasi adanya tanda Hidrosefalus

12
 Bayi muda: Pertumbuhan kepala dengan kecepatan yang tidak normal,
penonjolan fontanel (khususnya anterior) kadang tanpa pembesaran
kepala, peeregangan sutura dan tanda mecewen (bunyi cracked-pot)
pada perkusi, penipisan tulang tengkorak.
 Bayi lanjut:Pembesaran frontal, sunset sign, pupil melambat dalam
merespon
 Bayi umum: Peka rangsang

2.9 Masalah Keperawatan yang Muncul


Data yang di dapat dari kasus:
Do :

 Anak Perempuan usia 1,5 tahun


 Demam
 Kejang
 Penurunan kesadaran
 Ubun-ubun menonjol
 Terlihat tanda sunset sign dan cracked pot sign

Ds :
 Ibu mengatakan kepala anak semakin membesar, 2 bulan yang lalu dirawat
karena deman, kejang, kepala masih normal

Masalah keperawatan :
1. Hipertermiab.d adanya infeksi d.d suhu tubuh diatas normal (demam),
kejang
2. Nyeri akut b.d agen pencederaan fisiologis(neoplsama) d.d tampak
meringis, gelisah
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan penurunan kinerja
ventrikel kiri, neoplasma otak
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (pembedahan)
5. Risiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan penurunan mobilitas

13
2.10 Intervensi Sesuai dengan Masalah Keperawatan

Diagnosa
No Intervensi keperawatan
Keperawatan
1 Hipertermia b.d Manajemen Hipertermia
adanya infeksi d.d Tindakan
suhu tubuh diatas 1. Observasi
normal, kejang - Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- longgarkan atau lepaskan pakaian
- basahi dan kipasi permukaan tubuh
- berikan cairan oral
- lakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres dingin
pada dahi)
- hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena ,
jika perlu
2 Nyeri akut b.d Manajemen Nyeri
peningkatan Tindakan :
tekanan 1. Observasi
intrakarnial d.d - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
tampak meringis, kualitas, intensitas nyeri,
gelisah - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

14
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik ,jika perlu
3 Risiko perfusi Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
serebral tidak Tindakan :
efektif dibuktikan 1. Observasi
dengan penurunan - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
kinerja ventrikel - Monitor tanda gejala peningkatan TIK
kiri, neoplasma - Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
otak - Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pemapasan
- Monitor intake dan ouput cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis (mis. warna,
konsistensi)
2. Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Hindari manuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCCz optimal
- Pertahankan suhu tubuh nomal
3. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
4 Risiko infeksi Pencegahan infeksi
dibuktikan Tindakan :
dengan efek 1. Observasi
prosedur invasif - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik
(pembedahan) 2. Terapeutik
- Berikan perawatan kulit pada area pembedahan
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3. Edukasi

15
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
5 Risiko gangguan Perawatan integritas kulit
integritas kulit Tindakan :
dibuktikan 1. Observasi
dengan - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
penurunan 2. Terapeutik
mobilitas - Ubah posisi tiap 2 jam , pertimbangkan perubahan
posisi kepala
- Gunakan ptrolium, minyak ataupun lotion, dan
lindungi daerah kepala dari penekanan
- Gunakan bantal karet, busa atau menggunakan tempat
tidur air jika mungkin.
- Gunakan alat tenun bernagan lembut
3. Edukasi
- Anjurkan gunakan pelembab
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

2.11 Implementasi Sesuai dengan Masalah Keperawatan

Intervensi
No Implementasi keperawatan
Keperawatan
1 Manajemen - Mengidentifikasi penyebab hipertermia
Hipertermia
- Monitor suhu tubuh pasien, kadar elektrolit, dan
monitor adakah komplikasi akibat hipertermia
- Menyediakan lingkungan yang dingin untuk
pasien
- Melonggar kan pakaian daripasien
- Mengipasi permukaan tubuh pasien
- Memberikan cairan oral kepada pasien
- Melakukan pendinginan eksternal (Kompres
dingin pada dahi)
- Tidak memberikan anti piretik atau aspirin
- Memberikan oksigen pada pasien
- Menorah baringkan pasien

2 Manajemen Nyeri - Melakukan identifikasi pada lokasi, karakteristik,

16
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
- Melakukan Identifikasi skala nyeri
- Melakukan Identifikasi respons nyeri non verbal
dari pasien
- Melakukan Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
- Melakukan Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
- Melakukan Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Melakukan Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Memberikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Melakukan Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Melengkapi fasilitas istirahat dan tidur pasien
- Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri
- Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri
- Menganjurkan pasien memonitor nyeri secara
mandiri
- Menganjurkan pasien menggunakanan algetik
secara tepat
- Mengajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri pada pasien
- Melakukan pemberian analgetik pada pasien

17
3 Manajemen - Melakukan Identifikasi penyebab peningkatan
Peningkatan
Tekanan TIK pada pasien
Intrakranial
- Memonitor tanda gejala peningkatan TIK pada
pasien
- Memonitor ICP (Intra Cranial Pressure) pada
pasien
- Memonitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
pada pasien
- Memonitor gelombang ICP pada pasien
- Memonitor status pemapasan pada pasien
- Memonitor intake dan ouput cairan pada pasien
- Memonito rcairan serebro-spinalis (warna,
konsistensi)
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Menghindari maneuver Valsava
- Mencegah terjadinya kejang pada pasien
- Menghindari penggunaan PEEP pada pasien
- Menghindari pemberian cairan IV hipotonik pada
pasien
- mengatur ventilator agar PaCCz optimal
- mempertahan kan suhu tubuh nomal
- melakukan Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan
- melakukan Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis

18
4 Pencegahan - Memonitor tanda dan gejala infeksi local dan
infeksi
sitemik
- Memberikan perawatan kulit pada area
pembedahan
- Mempertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi kepada
pasien
- Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka
operasi kepada pasien
- Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
kepada pasien
- Menganjurkan meningkatkan asupan cairan

5 Perawatan - Melakukan Identifikasi penyebab gangguan


integritas kulit
integritas kulit yang terjadi pada pasien
- Mengubah posisi pasien tiap 2 jam ,
mempertimbangkan perubahan posisi kepala
pasien
- Menggunakan ptrolium, lotion, dan lindungi
daerah kepala dari penekanan
- Menggunakan unbantal karet
- Menggunakan alat tenun bernagan lembut
- Menganjurkan gunakan pelembab
- Menganjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur

19
2.12 Evaluasi Sesuai dengan Masalah Keperawatan
Setelah dilakukan implementasi keperawatan, didapatkan :
1. Termogulasi
Pengaturan suhu tubuh agar berada pada rentang normal
- Konsumsi oksigen : dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Kejang: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Suhu tubuh : dari 1 menjadi 5 (membaik)
- Suhu kulit : dari 1 menjadi 5 (membaik)
2. Perfusi serebral
Keadekuatan aliran darah serebral untuk menunjang fungsiotak
- Tekanan intracranial : dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Sakit kepala: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Gelisah: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Kecemasan: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Demam: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Kesadaran: dari 1 menjadi 5 (membaik)
3. Tingkat infeksi
Derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi
- Demam: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Kemerahan: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Nyeri: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Bengkak: dari 1 menjadi 5 (menurun)
4. Integritas kulit dan jaringan
Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendidan/atauligamen)
- Perfusi jaringan: dari 1 menjadi 5 (meningkat)
- Kerusakan jaringan: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Kerusakan lapisan kulit: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Nyeri: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Perdarahan: dari 1 menjadi 5 (menurun)

20
- Kemerahan: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Hematoma : dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Nekrosis: dari 1 menjadi 5 (menurun)
- Suhu kulit: dari 1 menjadi 5 (membaik)

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan


hasil mengacu pada criteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-
masing diagnose keperawatan sehingga :
a. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
b. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
c.Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang /
intervensi dirubah)

21
BAB III

ANALISIS JURNAL

A. Judul Jurnal
PROFIL KINIS DAN FAKTOR RISIKO HIDROSEFALUS
KOMUNIKANS DAN NON KOMUNIKANS PADA ANAK DI RSUD
dr.Soetomo
B. Pengarang
Denisa Dwi Rahmayani,Prastiya indra Gunawan,”Budi Utomo”
C. Tahun terbit, Nomor, dan Volume
a. Tahun : Juni, 2017
b. Nomor : 1
c. Volume : 19
D. Alamat jurnal,hari,jam dan tanggal mengunduh
a. Alamat:
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/1085.
b. Hari,tanggal dan jam : Minggu, 29Maret 2020 pukul 10.00 wib
E. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian yang dilakukan oleh Denisa Dwi Rahmayani,Prastiya
Indra Gunawan adalah untuk Mengevaluai dan mengidentifikasi faktor risisko
yang berhubungan dengan terjadinya Hidrosefalus Komunikans dan Non
Komunikans pada anak.
F. Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering
terjadi pada anak.1 Kasus hidrosefalus bervariasi antara 0,8-3 per 1000
kelahiran.1-3 DiIndonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil.4
Hidrosefalus dapat menyebabkan konsekuensi yang serius pada anak meliputi
penurunan kapasitas intelektual, defisit motorik, kesulitan perilaku sehingga
memengaruhi kualitas hidup anak yang terbawa hingga dewasa.5 Penyebab
hidrosefalus dapat terjadi pada masa prenatal dan perinatal, tetapi hal-hal apa
saja yang memicu terjadinya kelainan tersebut sebagian besar belum diketahui
secara pasti.7 Pemicu hidrosefalus tersering adalah perdarahan diikuti
neoplasma dan infeksi meningitis.3 Hidrosefalus dibedakan menjadi

22
hidrosefalus komunikans dan non komunikans/ obstruktif berdasarkan lokasi
obstruksinya dan memiliki penanganan yang berbeda.1,6 Hingga saat ini
belum ada penelitian mengenai faktor risiko hidrosefalus komunikans dan non
komunikans.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi danmengidentifikasi faktor
risiko yang berhubungan dengan terjadinya hidrosefalus komunikans dan non
komunikans pada anak. Hal ini diperlukan untuk mengurangi insidens
hidrosefalus komunikans dan non komunikans pada anak dan melakukan
penanganan yang tepat bagi penderita.
G. Metode
Penelitian analitik observasional pada 80 pasien anak yang menderita
Hidrosefalus dengan menggunakan data sekunder dipusat rekam medis RSUD
dr.Soetomo.Analisis menggunakan chi-square dan regresi logistik.
H. Pengumpulan Data
Cara pengambilan data yang dilakukan pada jurnal ini adalah teknik
pengambilan data menggunakan total sampling yang dilakukan di pusat rekam
medis RSUD dr. Soetomo. Data yang digunakan adalah data pasien rawat inap
SMF Ilmu Kesehatan Anak periode Januari 2014- Januari 2016. Ditemukan 92
data pasien hidrosefalus anak dengan 80 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
I. Analisis data
Analisa data atau data-data yang didapatkan dari jurnal ini adalah sebagai
berikut:
a. Kasus Hidrosefalus
Setelah dilakukannya penelitian oleh Denisa dan Prastiya di RSUD
dr.Soetomo bahwa hidrosefalus yang paling sering terjadi pada anak.
Kasus hidrosefalus bervariasi antara 0,8-3 per 1000 kelahiran. Di
Indonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil. Hidrosefalus dapat
menyebabkan konsekuensi yang serius pada anak meliputi penurunan
kapasitas intelektual, defisit motorik, kesulitan perilaku sehingga
memengaruhi kualitas hidup anak yang terbawa hingga dewasa.

23
b. Penyebab Hidrosefalus
Penyebab hidrosefalus dapat terjadi pada masa prenatal dan
perinatal, tetapi hal-hal apa saja yang memicu terjadinya kelainan tersebut
sebagian besar belum diketahui secara pasti. Pemicu hidrosefalus tersering
adalah perdarahan diikuti neoplasma dan infeksi meningitis. Hidrosefalus
dibedakan menjadi hidrosefalus komunikans dan non
komunikans/obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya dan memiliki
penanganan yang berbeda. Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai
faktor risiko hidrosefalus komunikans dan non komunikans.
c. Faktor Hidrosefalus
Kriteria inklusi adalah pasien berusia 0-12 tahun yang memiliki
salah satu atau lebih faktor hidrosefalus, antara lain, hidrosefalus
kongenital, umur, jenis kelamin, prematuritas, asfiksia, perdarahan otak,
post infeksi meningitis, infeksi CMV, ensefalitis, tuberkulosis,
meningoensefalitis, edema otak, leukemia limfoblastik akut, pneumonia,
abses otak, kista otak, mielokel dan otitis media kronis. Sampel kasus
merupakan pasien dengan diagnosis hidrosefalus komunikans, sedangkan
sampel kontrol adalah pasien dengan diagnosis hidrosefalus yg tidak
lengkap.
d. Pengukuran Hidrosefalus
Pengukuran variabel hidrosefalus komunikans atau non
komunikans dilihat dari diagnosis dokter atau hasil CT-scan pada rekam
medis (skala nominal).
e. Usia
Usia pada penelitian ini dibagi menjadi empat kategori menurut
WHO, yaitu neonate (0-30 hari), infant (1 bulan-2 tahun), young child (2-6
tahun), dan child (6-12 tahun) (skala ordinal).
f. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dibagi menjadi laki-laki atau perempuan (skala
nominal). Analisis data digunakan SPSS 23. Karakteristik subyek dan
manifestasi klinis hidrosefalus disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

24
g. Uji Hidrosefalus
Uji chi-square dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
faktor hidrosefalus dengan tipe hidrosefalus. Uji Fisher dilakukan bila uji
chi-square tidak memenuhi syarat. Analisis regresi logistik digunakan
untuk melihat variabel bebas yang paling bermakna dari variabel bebas
lain yang diteliti, setelah itu nilai probabilitas dapat ditentukan.
J. Hasil Analisa Jurnal
Penelitian yang dilakukan pada anak di RSUD dr. Soetomo didapatlan
bahwa jumlah total pasien hidrosefalus komunikans adalah 33 orang dari 80
(41,25%) pasien hidrosefalus total, sedangkan pasien hidrosefalus non
komunikans berjumlah 47 orang (58,75%). Duabelas pasien dieksklusi
sehingga didapatkan jumlah sampel total 80 orang. Tabel 1 menunjukkan
jumlah pasien hidrosefalus lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (67,5%).
Kategori infant merupakan kelompok umur terbanyak 37 (46,25%) orang,
sedangkan jumlah pasien paling sedikit pada kategori neonate 4 (5%). Subyek
penelitian banyak berasal dari luar Surabaya (72,5%) dengan 43 kasus rujukan
(53,75%). Sebagian besar pasien memiliki status gizi baik, 17,5% dengan gizi
kurang, dan 7,5% dengan gizi buruk. Tabel 2 menunjukkan 18 (22,5%) orang
memiliki manifestasi klinis terbanyak, yaitu edema otak, pneumonia 13
(16,25%) dan meningoensefalitis 12 (15%).
Hasil analisis bivariat menggunakan uji Fisher karena syarat uji chi-square
tidak terpenuhi. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara meningoensefalitis dengan tipe hidrosefalus (p=0,023)
dengan OR 5,5. Variabel lain memiliki nilai p>0,05, hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara kejadian hidrosefalus komunikans dan non
komunikans dengan 18 variabel lain yang diteliti.
Pada analisis multivariat dengan regresi logistik (Tabel 4) didapatkan
nilai p=0,017 yang berarti bahwa meningoensefalitis merupakan variabel
yang palingberhubungansecarabermaknadengankejadian hidrosefalus
komunikans dibandingkan variabel lain yang diteliti. Pasien hidrosefalus
yangmengalami meningoensefalitis memiliki probabilitas 75% untuk
menderita hidrosefalus komunikans.

25
K. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari jurnal ini adalah Infeksi saluran kemih
terbanyak pada usia 5-12 tahun. Hasil urinalisis normal tidak meningkirkan
diagnosis infeksi saluran kemih, sehingga anak muntah usia 2 bulan sampai 12
tahun dengan penyebab tidak jelas perlu dipikirkan kemungkinan infeksi
saluran kemih

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel
(Darsono, 2005:209).

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan


serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan
CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya
(Allan H. Ropper, 2005)

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang


mengalami masalah pada sistem neurologi dimulai dengan pengkajian dan
observasi keadaan anak untuk mengidentifikasi adanya tanda dan gejala
yang menunjukkan gangguan atau disfungsi. Beberapa penyakit
mempunyai gejala yang khas dan berbeda dengan penyakit lain.

4.2 Saran

Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara


maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat
mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa.

27
DAFTAR PUSTAKA

Darsono dan Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dengan UGM. (2005).
Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: UGM Press.
DeVito E.E., Salmond C.H., Owler B.K., Sahakian B.J., & Pickard J.D. (2007).
Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure
hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332.
Ropper, A. H., & Brown, R.H. (2005). Adams and victor’s principles of
neurology: Eight Edition. USA.
Rickham, P. P. (2003). Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.
Apriyanto,dk.2013.Hidrosefalus pada anak.Jambi Medical Journal.1(1), 61-67.
http://eprints.umbjm.ac.id/238/3/BAB%202.pdf diakses pada 31 Maret 2020
pukul 19.40
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(cetakan II). Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018).Standar Intervensi keperawatan
Indonesia(cetakan II). Jakarta Selatan : Dewan Perwakilan Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

28
LAMPIRAN

Profil Klinis dan Faktor Risiko Hidrosefalus Komunikans dan Non


Komunikans pada Anak di RSUD dr. Soetomo
Denisa Dwi Rahmayani, Prastiya Indra Gunawan,* BudiUtomo**

* Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr. Soetomo Surabaya

** Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Unversitas Airlangga Surabaya

Latar belakang. Hidrosefalus merupakan salah satu kelainan kongenital tersering pada anak yang dapat menyebabkan penurunan
kualitas hidup anak. Penyebab hidrosefalus masih belum banyak diketahui dan faktor risikonya belum banyak dipelajari.

Tujuan. Mengevaluasi dan mengidentifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hidrosefalus komunikans dan non
komunikans pada anak.

Metode. Penelitian analitik observasional pada 80 pasien anak yang menderita hidrosefalus dengan menggunakan data sekunder di
pusat rekam medis RSUD dr. Soetomo. Analisis menggunakan chi-square dan regresi logistik.

Hasil. Prevalensi hidrosefalus komunikans dan non komunikans adalah 41,25% dan 58,75%. Hasil analisis menunjukkan

meningoensefalitis memiliki hubungan dengan hidrosefalus komunikans (p=0,023). Data statistik menunjukkan bahwa manifestasi
klinis terbanyak pada hidrosefalus adalah edema otak.

Kesimpulan. Meningoensefalitis merupakan faktor risiko hidrosefalus komunikans. Sari Pediatri 2017;19(1):25-31

Kata kunci: anak, hidrosefalus komunikans, non komunikans, meningoensefalitis

Clinical Profile and Risk Factors of Pediatric Communicating and Non


Communicating Hydrocephalus at RSUD dr. Soetomo
Denisa Dwi Rahmayani, Prastiya Indra Gunawan,* Budi Utomo**

Background.Hydrocephalusisoneofthemostcommoncongenitaldiseaseinchildrenleadingtodecreasequalityoflife.ftecause of
hydrocephalus is still poorly understood and its risk factors have not been muchstudied.

Objective.Toevaluateandidentifytheriskfactorsassociatedwithpediatriccommunicatingandnoncommunicatinghydrocephalus.
Method. An analitic observational study, that was conducted in 80 pediatric patient who suffer hydrocephalus using secondary
data at center of medical records in RSUD dr. Soetomo. Analysis using Chi-squre and binary logisticregression.

Result. Prevalence of communicating hydrocephalus is 41,25% and prevalence of non-communicating hydrocephalus is 58,75%.
fte result showed that meningoencephalitis has correlation to communicating hydrocephalus(sig=0.023). Statistic data showed
the most clinical manifestation of hydrocephalus is brain edema.

Conclusion. Meningoencephalitis is a risk factor of communicating hydrocephalus. Sari Pediatri 2017;19(1):25-31

Keywords: pediatric, communicating hydrocephalus, non communicating hydrocephalus, meningoencephalitis

Alamat korespondensi: Dr. Denisa Dwi Rahmayani, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jl. Mayjend Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya. E-
mail: denisadwirahmayani@gmail.com

SariPediatri,Vol.19,No.1,Juni2017 25
idrosefalusmerupakansalahsatukelainan

H
diagnosis hidrosefalus non-komunikans.
kongenital yang paling sering terjadi Kriteriaeksklusi adalah usia lebih dari 12 tahun,
padaanak.1Kasushidrosefalusbervariasi memiliki diagnosis hidrosefalus tipe isolated,
antara 0,8-3 per 1000 kelahiran.1-3Di
multilobulated
Indonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil. 4
atauunidentifieddanmemilikidatarekammedisyang
Hidrosefalus dapat menyebabkan konsekuensi yang
serius pada anak meliputi penurunan kapasitas tidaklengkap.
intelektual,defisitmotorik,kesulitanperilakusehingga Pengukuranvariabelhidrosefaluskomunikansatau
memengaruhi kualitas hidup anak yang terbawa hingga nonkomunikansdilihatdaridiagnosisdokteratauhasil
dewasa.5Penyebabhidrosefalusdapatterjadipadamasa CT-scanpadarekammedis(skalanominal).Usiapada
prenatal dan perinatal, tetapi hal-hal apa saja yang penelitian ini dibagi menjadi empat kategori menurut
memicu terjadinya kelainan tersebut sebagian besar WHO, yaitu neonate (0-30 hari), infant (1 bulan-2
belum diketahui secara pasti.7 Pemicu hidrosefalus tahun),youngchild(2-6tahun),danchild(6-12tahun)
tersering adalah perdarahan diikuti neoplasma dan (skalaordinal).Jeniskelamindibagimenjadilaki-laki
infeksi meningitis.3 Hidrosefalus dibedakan menjadi atau perempuan (skalanominal).
hidrosefalus komunikans dan non komunikans/ Analisis data digunakan SPSS 23. Karakteristik
obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya dan subyek dan manifestasi klinis hidrosefalus disajikan
memiliki penanganan yang berbeda.1,6 Hingga saat ini dalam bentuk tabel dan narasi. Uji chi-square
belum ada penelitian mengenai faktor risiko dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
hidrosefalus komunikans dan nonkomunikans. faktorhidrosefalusdengantipehidrosefalus.UjiFisher
Penelitianinibertujuanuntukmengevaluasidan dilakukan bila uji chi-square tidak memenuhi syarat.
mengidentifikasi faktor risiko yang berhubungan Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat
dengan terjadinya hidrosefalus komunikans dan non variabel bebas yang paling bermakna dari variabel
komunikans pada anak. Hal ini diperlukan untuk bebas lain yang diteliti, setelah itu nilai probabilitas
mengurangi insidens hidrosefalus komunikans dan non dapatditentukan.
komunikans pada anak dan melakukan penanganan
yang tepat bagi penderita.
Hasil
Metode Jumlah total pasien hidrosefalus komunikans adalah
33 orang dari 80 (41,25%) pasien hidrosefalus total,
Penelitian analitik observasional dengan teknik sedangkan pasien hidrosefalus non komunikans
pengambilan data menggunakan total sampling yang berjumlah 47 orang (58,75%). Duabelas pasien
dilakukan di pusat rekam medis RSUD dr. Soetomo. dieksklusi sehingga didapatkan jumlah sampel total
Data yang digunakan adalah data pasien rawat inap 80 orang.
SMF Ilmu Kesehatan Anak periode Januari 2014- Tabel 1 menunjukkan jumlah pasien hidrosefalus
Januari 2016. Ditemukan 92 data pasien hidrosefalus lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (67,5%).
anak dengan 80 yang memenuhi kriteria inklusi dan Kategoriinfantmerupakankelompokumurterbanyak
eksklusi. 37 (46,25%) orang, sedangkan jumlah pasien paling
Kriteria inklusi adalah pasien berusia 0-12 tahun sedikitpadakategorineonate4(5%).Subyekpenelitian
yangmemilikisalahsatuataulebihfaktorhidrosefalus, banyak berasal dari luar Surabaya (72,5%) dengan 43
antara lain, hidrosefalus kongenital, umur, jenis kela- kasus rujukan (53,75%). Sebagian besar pasien
min,prematuritas,asfiksia,perdarahanotak,postinfeksi memiliki status gizi baik, 17,5% dengan gizi kurang,
meningitis, infeksi CMV, ensefalitis, tuberkulosis, dan 7,5% dengan giziburuk.
meningoensefalitis,edemaotak,leukemialimfoblastik Tabel 2 menunjukkan 18 (22,5%) orang memiliki
akut, pneumonia, abses otak, kista otak, mielokel manifestasi klinis terbanyak, yaitu edema otak,
dan otitis media kronis. Sampel kasus merupakan pneumonia 13 (16,25%) dan meningoensefalitis 12
pasien dengan diagnosis hidrosefalus komunikans, (15%).
sedangkansampelkontroladalahpasiendengan Hasil analisis bivariat menggunakan uji Fisher
karenasyaratujichi-squaretidakterpenuhi.Hasilanalisis
bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubunganyang
Tabel 1. Karakteristiksubyek
Komunikans Non komunikans
Jenis kelamin (%)
Laki-laki 20 (25) 34 (42,5)
Perempuan 13 (16,25) 13 (16,25)
Usia (%)
Neonate (0-30 hari) 1 (1,25) 3 (3,75)
Infant (1 bulan-2 tahun) 12 (15) 25(31,25)
Yong child (2-6 tahun) 13(16,5) 10 (12,5)
Child (6-12 tahun) 7 (8,75) 9(11,25)
Asal (%)
Surabaya 10(12,5) 12(15)
Luar Surabaya 23(28,75) 35(43,75)
Status gizi (%)
Baik 26(32,5) 34(42,5)
Kurang 6(7,5) 8(10)
Buruk 1(1,25) 5(6,25)
Kasus rujukan 19 (23,75) 24 (30)

Tabel 2. Manifestasi klinis hidrosefalus komunikans dan non komunikans


Faktoryangditeliti Jumlahkasushidrosefalus
Komunikans Nonkomunikans
n % n %
Kongenital 4 5 7 8,75
Tumor otak 4 5 6 7,5
Asfiksia - 0 4 5
Prematur 2 2,5 6 7,5
Perdarahan 4 5 4 5
CMV - 0 3 3,75
Meningitis 1 1,25 1 1,25
Ensefalitis 5 6,25 4 5
TB 4 5 6 7,5
Meningoensefalitis 9 11,25 3 3,75
Edema otak 7 8,75 11 13,75
Leukimia limfoblastik akut 3 3,75 1 1,25
Pneumonia 7 8,75 6 7,5
Abses otak - 0 2 2,5
Kista 1 1,25 3 3,75
Mielokel 2 2,5 6 7,5
OMK 1 1,25 - 0

signifikan antara meningoensefalitis dengan Pada analisis multivariat dengan regresi logistik (Tabel 4)
tipehidrosefalus (p=0,023) dengan OR 5,5. Variabel lain didapatkan nilai p=0,017 yang berarti bahwa
memiliki nilai p>0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada meningoensefalitis merupakan variabel yang
hubungan antara kejadian hidrosefalus komunikans dan non palingberhubungansecarabermaknadengankejadian
komunikans dengan 18 variabel lain yang diteliti. hidrosefalus komunikans dibandingkan variabel lain yang
diteliti. Pasien hidrosefalus yangmengalami
Tabel 3. Hasil analisis bivariat
Komunikans Nonkomunikans Bivariat*
N % n % p OR
(IK95%)
Jeniskelamin Laki-Laki 20 37 34 63 0,27 0,59(0,29-1,52)
Perempuan 13 50 13 50
Usia Neonatus 1 25 3 75 0,275
Bayi 12 32 25 68
Anak muda 13 57 10 43
Anak 7 44 9 56
Kongenital Ya 4 36 7 64 1,000 0,79(0,21-2,95)
Tidak 29 42 40 58
Tumor Ya 4 40 6 60 1,000 0,94(0,24-3,64)
Tidak 29 41 41 59
Asfiksia Ya 0 0 4 100 0,139
Tidak 33 43 43 57
Prematur Ya 2 25 6 75 0,459 0,44(0,83-2,34)
Tidak 31 43 41 57
Perdarahan Ya 4 50 4 50 0,711 1,44(0,34-6,41)
Tidak 29 40 43 60
CMV Ya 0 0 3 100 0,264
Tidak 33 43 44 57
Meningitis Ya 1 50 1 50 1,000 1,44(0,87-23,84)
Tidak 32 41 46 59
Ensefalitis Ya 5 56 4 44 0,477 1,92(0,47-7,77)
Tidak 28 40 43 60
TB Ya 4 40 6 60 1,000 0,94(0,24-3,64)
Tidak 29 41 41 59
Meningoensefalitis Ya 9 75 3 25 0,023 5,5(1,36-22,26)
Tidak 24 35 44 65
Edemaotak Ya 7 39 11 61 0,817 0,88(0,30-2,58)
Tidak 26 42 36 58
Leukimialimfoblastik Ya 3 75 1 55 0,301 4,60(0,46-46,31)
akut Tidak 30 39 46 61
Pneumonia Ya 7 54 6 46 0,313 1,84(0,56-6,08)
Tidak 26 39 41 61
Absesotak Ya 0 0 2 100 0,509
Tidak 33 42 45 58
Kista Ya 1 25 3 75 0,639 0,46(0,05-4,61)
Tidak 32 42 44 58
Mielokel Ya 2 25 6 75 0,459 0,44(0,83-2,34)
Tidak 31 43 41 57
OMK Ya 1 100 0 0 0,412
Tidak 32 41 47 59
Total 33 41 47 59
Tabel 4. Analisismultivariat
Variabel Koefisien p OR (IK95%)
Myelocele -0,777 0,403 0,46(0,07-2,84)
Jenis kelamin -0,589 0,267 0,55(0,2-1,57)
Perdarahan 1,211 0,144 3,36(0,66-17,03)
Edema otak -0,981 0,171 0,37(0,09-1,53)
Ensefalitis 0,968 0,011 6,32(1,53-26,03)
Meningoensefalitis 1,705 0,017 5,5(1,36-22,26)
Konstanta -0,606 0,017 0,54

meningoensefalitis memiliki probabilitas 75% untuk


menderita hidrosefalus komunikans. Hidrosefalus tidak hanya menimbulkan gangguan
neurologissepertigangguanmotorik,retardasimental,
Pembahasan atau penurunan intelegensi, tetapi juga gangguan
urologi dan bowel.3 Pada penelitian ini didapatkan
Secara distributif didapatkan laki-laki lebih banyak pasienhidrosefalusyangmengalamigizikurang17,5%
menderita hidrosefalus, baik tipe komunikans maupun dan gizi buruk7,5%.
non komunikans, dibandingkan perempuan dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
rasio 2,1:1. Hal tersebut hampir serupa dengan adahubungan antara tipe hidrosefalus dengan
penelitian yang dilakukan Islam dkk9 yang melaporkan edemaotak, tetapi secara deskriptif menunjukkan
rasio 2,6:1 untuk kejadian hidrosefalus pada laki-laki. bahwamanifestasi klinis hidrosefalus terbanyak
Abdullah dan Naing10 juga melaporkan rasio pasien adalahedema otak. Hal tersebut sesuai dengan
hidrosefalus di Malaysia sebesar 3:1 untuk laki-laki. penelitianFishman 13 yang melaporkan bahwa
Statussosial-ekonomimerupakansalahsatufaktoryang edema otakdapat terjadi pada berbagai bentuk
dirasasebagaipenyebab,halinidikarenakanmasyarakat hidrosefalusobstruktif/ non komunikans.
dengankelassosialyanglebihrendahlebihberhati-hati Patofisologiedemaotak pada hidrosefalus non
dalammenjagabayilaki-lakidanrelatiflebihlalaipada komunikans dijelaskanUnterberg dkk14 dan Jha,15
bayi perempuan.9 Dominasi laki-laki ini juga memiliki yaitu edema interstisialyang menyebabkan obstruksi
keterkaitan dengan faktor genetik, yaitu gen resesif aliran keluar cairanserebrospinal dan tekanan
terkait-X yang menyebabkan obstruksi akuaduktus intraventrikular yangmeningkat. Hal tersebut
sehingga terjadi hidrosefalus nonkomunikans.11 diduga akibat proteinintegral pada membran sel
Penderita hidrosefalus terbanyak beradapada otak yang disebutAquaporin-4 (AQP4) yang
kategori infant, yaitu pasien dengan usia terbanyak mengatur pergerakan cairkeluar masuk otak
antara 1-5 bulan. Studi populasi oleh Islam dkk 9 pada terganggu sehingga memperburukterjadinya
bayi baru lahir hingga berumur 12 bulan menunjukkan hidrosefalus obstruktif. 16 Ketika terjadi
bahwa umur 4-6 bulan merupakan umur terjadinya pembengkakan otak, aliran keluar CSSakan
hidrosefalus paling banyak. Sementara itu, studi di terhambat sehingga menyebabkan akumulasi CSSdi
Afrika dilaporkan bahwa usia 2-3 bulan merupakan dalam ventrikel, keadaan ini disebut hidrosefalus.
usia puncak terjadinya hidrosefalus.12 Abdullah dan Pada penelitian ini, pasien meningoensefalitis
Naing10melaporkandistribusiusiapasienhidrosefalus dengan hidrosefalus komunikans 11,25% dan
anakdiMalaysia,yaitu30%neonate,35%berusia1 ditemukan adanya hubungan antara meningoensefalitis
bulansampai1tahun,28%berusia1-5tahundan19 dengan hidrosefalus komunikans. Hasil studi
6.7% berusia 6-13 tahun. observasional Pelegrin dkk17 melaporkan bahwa 14%
Tujuh puluh dua koma lima persen pasien pasienmeningoensefalitisakibatListeriamonocytogenes
hidrosefalusberasaldariluarSurabayadan53,75%me- mengalami hidrosefalus dan hasil analisis multivariat
rupakan kasus rujukan. Van Landingham8 melaporkan memperlihatkanadanyahubunganantarahidrosefalus
bahwa distribusi geografis tidak memiliki pengaruh dan penggunaan antibiotik empirik yang tidak sesuai
yang signifikan terhadap lokalisasihidrosefalus. sebagai faktor risiko kematian. Studi retrospektif
dari Taiwan 18 meneliti bahwa insiden kejadian
hidrosefalus dengan bakterial meningitis(sebagian
besar agen kausatifnya adalah Klebsiella pneumoniae
danStreptococcusviridans)sebesar21%dansemuanya
Daftar pustaka
termasuktipehidrosefaluskomunikans.Sebuahreview
1. Tully HM, Dobyns WB. Infantile hydrocephalus: a review of
sistematik dari Edmond dkk19 menganalisis tingkat epidemiology, classification and causes. Eur J Med Gen
risiko hidrosefalus akibat meningitis bakteri pada 2014;57:359–68.
pasien lebih dari 1 bulan sebesar7,1%. 2. Cavalcanti DP, Salomão MA. Incidence of congenital
Meningoensefalitis sebagian besar disebabkan hydrocephalus and the role of the prenatal diagnosis.
oleh virus atau bakteri. Penyebab meningoensefalitis Jornal de Pediatria2003;79:135-40.
pada penelitian ini sebagian besar belum diketahui, 3. Persson, EK, Hagberg, G, Uvebrant, P. Hydrocephalus
prevalence and outcome in a population‐based cohort of
tetapi diduga lebih banyak akibat virus karena hasil children born in 1989–1998. Acta Paediatrica 2005;94:726-
kultur yang menunjukkan nilai negatif. Infeksi virus 32.
merupakanetiologiterseringdarimeningitisaseptik.20 4. Maliawan S, Andi Asadul I, Bakta M. Perbandingan
PatogenvirusterseringyangmenyebabkaninfeksiSSP teknik endoscopic third ventriculostomy (ETV) dengan
adalah HEV (human enterovirus), HSV-1, HSV-2, ventriculoperitoneal shunting (VP Shunting) pada hydro-
CMV, VZV, EBV.21 Data statistik dari studi terbaru cephalus obtrukti f: perbaikan klinis dan perubahan
Interleukin-ß, Interleukin-6, dan neural growth faktor
menunjukkan bahwa hingga 57% infeksi virus SSP cairan serebrospinalis [disertasi]. Denpasar: Universitas
akibat enterovirus, dan sebagian besar terjadi pada Udayana, 2008.
anak,22 kemudian diikuti olehherpesvirus.20 5. McAllisterJP, WilliamsMA,WalkerML,KestleJR,dkk.An
Patofisiologi meningoensefalitis virus dijelaskan update on research priorities in hydrocephalus: overview
oleh Hartley, Evans, dan MacDermott. 22 Virus of thethirdNationalInstitutesofHealth–
pertama kali masuk ke tubuh melalui sistemrespirasi, sponsoredsymposium
“opportunitiesforhydrocephalusresearch:pathwaystobetter
gastrointestinal, traktus urogenital atau melalui kulit. outcomes”. J Neurosurg2015;123:1427-38.
Sebagian besar virus bereplikasi dekat portal masuk 6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Edisi
danmemperolehakseskeSSPmelaluirutehematogen, ke-7. Jakarta: Penerbit. Buku Kedokteran EGC;2007.h.346.
kemudian masuk menyebrang ke pleksus koroid. 7. Zhang J, Williams MA, Rigamonti D. Genetics of human
Patogenesisterjadinyahidrosefaluskomunikansadalah hydrocephalus. J Neurol2007;253:1255-66.
produksi yang berlebihan pada CSS atau absorpsi 8. Van Landingham M, Nguyen TV, Roberts A, Parent AD,
yang kurang di ruang subaraknoid. Virus yang telah Zhang J. Risk factors of congenital hydrocephalus: a 10 year
retrospective study. J Neurol Neurosurg & Psychiatry
mencapaipleksuskoroidakanmenyebarmelaluiCSS 2009;80:213-7.
hingga mencapai meningeal dan sel ependim. Virus 9. Islam, MA, Amin, MR, Rahman, MA, Hossain, MA, Barua,
akan bereplikasi yang selanjutnya KK,Hossain,M.Fontanelleasanindicatorofhydrocephalus in
menyebabkandestruksi sel dan inflamasi. Respon early childhood. Bangladesh J Neurosci2014;27:83-6.
inflamasi inilah yang menunjukkan simptom demam, 10. Abdullah J, Naing NN. Hydrocephalic children presenting to
kaku kuduk, sakit kepala dan fotofobia. Respon a Malaysian community-based university hospital overan
8-year period. Pediatric Neurosurg2001;34:13-9.
inflamasi ini juga membatasi replikasi virus dan
11. Ekici, AB, Hilfinger D, Jatzwauk M, ftiel CT, Wenzel D, Lorenz
lama sindrom I, dkk. Disturbed WNT signalling due to a mutation in
meningitis.InflamasididalamruangCSSmenyebabkan CCDC88C causes an autosomal recessive non-syndromic
hambatan ambilan CSS oleh vili araknoid sehingga hydrocephalus with medial diverticulum. Mol Syndromol
terjadi hidrosefaluskomunikans.23 2010;1:99-112.
12. SalvadorSF,HenriquesJC,MunguambeM,VazRM,Barros
HP. Hydrocephalus in children less than 1 year of age in
Kesimpulan Northern Mozambique. Surgl Neurol Int 2014;5:175.doi:
10.4103/2152-7806.146489. eCollection2014.
13. Fishman,RA.Steroidsinthetreatmentofbrainedema.NEJM
Angka kejadian hidrosefalus komunikans dan non 1982;306:359-60.
komunikans pada anak di RSUD dr. Soetomo dari
Januari 2014 hingga Januari 2016 sebesar 35,9% dan
51,1%. Edema otak merupakan manifestasi klinis
terbanyak pada penderita hidrosefalus anak di RSUD
Dr. Soetomo. Meningoensefalitis merupakan faktor
risiko terjadinya hidrosefalus komunikans.
14. Unterberg, AW, Stover J, Kress B, Kiening KL. Edema and brain trauma. Neuroscience2004;129:1019-27.
15. Jha, SK. Cerebral edema and its management. Med J Armed Forces India (MJAFI)2003;59:326-31.
16. Papadopoulos MC, Verkman AS. Aquaporin-4 and brain edema. Pediatric Nephrol 2007;22:778-84.
17. Pelegrín I, Moragas M, Suárez C, Ribera A, Verdaguer R, Martínez-Yelamos S, dkk. Listeria
monocytogenes meningoencephalitis in adults: analysis of factors related to unfavourable outcome.
Infection2014;42:817-27.
18. Wang KW, Chang WN, Chang HW, Wang HC, Lu CH.
Clinicalrelevanceofhydrocephalusinbacterialmeningitisin adults. Surg Neurol2005;64:61-5.
19. EdmondK,ClarkA,KorczakVS,SandersonC,GriffithsUK, Rudan I. Global and regional risk of disabling
sequelaefrom bacterial meningitis: a systematic review andmeta-analysis.Lancet Infect Dis
2010;10:317-28.
20. Hoyer C, Eisele P, Ebert AD, Schneider S, Gass A, Fatar M, dkk. Blood-CSF-barrier dysfunction is a
marker for encephaliticinvolvementinpatientswithasepticmeningitis/ meningoencephalitis. J Clin
Virol2016;84:82-6.
21. Shi X, Wu R, Shi M, Zhou L, Wu M, Yang Y, dkk. Simulta-
neousdetectionof13virusesinvolvedinmeningoencephalitis using a newly developed multiplex PCR
Mag-array system. Int J Infect Dis2016;49:80-6.
22. Hartley L, Evans J, MacDermott NE. Management and outcomeinviralmeningo-
encephalitis.PaediatricsandChild Health2011;21:488-94.
23. Guney F, Gumus H, Ogmegul A, Kandemir B, Emlik D, Arslan U, Tuncer I. First case report of
neurobrucellosis associated with hydrocephalus. Clin Neurol Neurosurg 2008;110:739-42.

Anda mungkin juga menyukai