Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

(Menganalisa Kasus yang Berhubungan dengan Masalah pada Sistem Integumen yaitu
(Dermatitis Atopik)

OLEH

KELOMPOK 2:

NURUL DINA FADHILAH (1811311024)

DIAN RAHAYU (1811312002)

ANNISA MULIA (1811312008)

FARAZ ARSYA DUTA (1811312010)

MUTIARA FITRA (1811313004)

ITA PURNAMA SARI (1811319002)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Menganalisa Kasus
yang Berhubungan dengan Masalah pada Sistem Integumen yaitu Dermatitis Atopik”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Keperawatan Anak dan teman-teman
yang sudah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Padang, 08 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................
2.1 Masalah yang Dialami Anak...........................................................................................
2.2 Penyebab Anak Mengalami Masalah .............................................................................
2.3 Patofisiologi Penyakit Anak Disertai Woc.....................................................................
2.4 Tanda Dan Gejala Yang Khas Pada Anak......................................................................
2.5 Penatalaksanaan Medis Yang Dapat Dilakukan Pada Anak...........................................
2.7 Komplikasi Dari Penyakit Pada Anak ...........................................................................
2.8 Hal yang Harus Dijelaskan Untuk Mengkaji Anak pada Kasus.....................................
2.9 Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada Anak...........................................................
2.10 Rencana Intervensi Yang Sesuai Dengan Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada
Anak.......................................................................................................................................
BAB III ANALISIS JURNAL……………………………………………………………….
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk
khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan
inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema
adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis
seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana
kulit tampak meradang dan iritasi.Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang
paling sering terkena adalah tangan dan kaki.Jenis eksim yang paling sering dijumpai
adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa
anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan
menghilang dengan bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita
seumur hidupnya. Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan
baik sehingga mengurangi angka kekambuhan.
Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah
gatal.Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala
kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak
menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain.
Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada
orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah
menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan
mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih terang atau lebih
gelap. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Dermatitis”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah masalah yang dialami anak pada kasus tersebut?
b. Apakah penyebab anak mengalami masalah pada kasus tersebut?
c. Bagaimana patofisiologi penyakit anak disertai WOC pada kasus tersebut?
d. Apa tanda dan gejala yang khas pada anak?
e. Bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak dikasus
tersebut?
f. Bagaimanakah komplikasi dari penyakit pada anak di kasus tersebut?
g. Hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak pada kasus tersebut?
h. Bagaimana rumusan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan buat
analisanya pada kasus tersebut?
i. Apakah rencana intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan yang
muncul pada anak di kasus tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mampu menjelaskan masalah yang dialami anak pada kasus tersebut
b. Mampu menjelaskan penyebab anak mengalami masalah pada kasus tersebut
c. Mampu menjelaskan bagaimana patofisiologi penyakit anak disertai WOC
pada kasus tersebut
d. Mampu menjelaskan apa tanda dan gejala yang khas pada anak
e. Mampu menjelaskan bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat
dilakukan pada anak dikasus tersebut
f. Mampu menjelaskan komplikasi dari penyakit pada anak di kasus tersebut
g. Mampu menjelaskan hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak pada
kasus tersebut
h. Mampu menjelaskan rumusan masalah keperawatan yang muncul pada anak
dan membuat analisanya pada kasus tersebut
i. Mampu menjelaskan rencana intervensi yang sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul pada anak di kasus tersebut
BAB II

PEMBAHASAN

Kasus Pemicu 2

Seorang anak perempuan usia 6 tahun dibawa oleh ibu kerumah sakit karena kulit
anak kemerahan, bengkak dan gatal-gatal. Semakin anak menggaruk kulitnya semakin
banyak ruam yang timbul. Menurut ibu badan anak tiba-tiba kemerahan dan gatal-gatal
setelah bermain dibelakang rumah.

A. Apa masalah yang terjadi pada anak tersebut diatas?


Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis dan sering
terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama mengenai bayi dan anak-anak dapat pula
terjadi padaorang dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan asma pada keluarga maupun
penderita (Kariosentono, 2006).
Inflamasi kulit pada dermatitis atopik merupakan hasil interaksi yang komplek antara
kerentanan genetik yang menjadi kulit menjadi rusak, kerusakan sistem imun bawaan,
dan kekebalan tinggi terhadap alergen (imunologi) dan anti mikroba. Elemen utama
dalam disregulasi imun adalah sel Langerhans (LC), inflammatory dendritic epidermal
cells (IDEC), monosit, makrofag, limfosit, sel mast, dan keratinosit, semuanya
berinteraksi melalui rangkaian rumit sitokin yang mengarah ke dominasi sel Th2 terhadap
sel Th1, sehingga sitokin Th2 (IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13) meningkat dalam kulit dan
penurunan sitokin Th1 (IFN-γ dan IL-2) (Ong & Leung, 2010).
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar
IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.Istilah lain adalah
ekzema atopik, ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermatitis diseminata,
prurigo Besnier.
B. Jelaskan apa saja kemungkinan penyebab masalah yang dialami anak?
Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat komplek
tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor pencetus kelainan
ini misalnya faktor genetik,imunologik,lingkungan dan gaya hidup, dan psikologi.

a. Faktor genetik

Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang mempunyai


riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulanfamilygen
sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel TH2 Ekspresi gen
IL-4 memainkan peranan penting dalam ekspresi dermatitis atopik. Perbedaan genetik
aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi presdiposisi dermatitis atopik.Ada hubungan
yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan dermatitis atopik,
tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis alergik Sejumlah bukti menunjukkan
bahwa kelainan atopik lebih banyak diturunkan dari garis keturunan ibu daripada garis
keturunan ayah. Sejumlah survey berbasis populasi menunjukkan bahwa resiko anak
yang memiliki atopik lebih besar ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah
tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi yang ibunya atopik atau memiliki IgE yang tinggi,
sedangkan atopik paternal atau IgE yang meningkat tidak berhubungan dengan kenaikan
darah tali pusat IgE.

b. Faktor imunologi

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik, yang
diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Beberapa parameter imunologi
dapat diketemukan pada dermatitis atopik, seperti kadar IgE dalam serum penderita pada
60-80% kasus meningkat, adanya IgE spesifik terhadap bermacam aerolergen dan
eosinofilia darah serta diketemukannya molekul IgE pada permukaan sel langerhans
epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis atopik dan
alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopikmengalami asma bronkial
atau rhinitis alergik.

Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1, Th 2, Th 17,
sedangkan pada penderita dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan sel T. Sitokin Th2
jumlahnya lebih dominan dibandingkan Th1 yang menurun.Hal ini menyebabkan
produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-13 ditemukan lebih
banyak diekspresikan oleh sel-sel sehingga terjadi peningkatan IgE dari sel plasma dan
penurunan kadar interferon-gamma.Dermatitis atopik akut berhubungan dengan produksi
sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu immunoglobulin tipe isq berubah
menjadi sintesa IgE, dan menambah ekspresi molekul adhesi pada sel-sel endotel.
Sebaliknya, IL-5 berperan dalam perkembangan dan ketahanan eosinofil, dan
mendominasi dermatitis atopik kronis.

Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan imunogen atau alergen


dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama terjadi sensitisasi, dimana alergen
akan ditangkap oleh antigen presenting cell untuk kemudian disajikan kepada sel limfosit
T untuk kemudian diproses dan disajikan kepada sel limfosit T dengan bantuan molekul
MHC kelas II. Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenai alergen tersebut
melalui T cell reseptor. Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi menjadi subpopulasi
sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang aktivitas sel B untuk menjadi
sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada di sirkulasi IgE segera berikatan dengan
sel mast dan basofil.Pada paparan alergen berikutnya IgE telah bersedia pada permukaan
sel mast, sehingga terjadi ikatan antara alergen dengan IgE.Ikatan ini akan menyebabkan
degranulasi sel mast.

Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator baik yang telah tersedia seperti
histamine yang akan menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator baru yang dibentuk
seperti leukotrien C4, prostaglandin D2dan lain sebagainya.Sel langerhans epidermal
berperan penting pula dalam pathogenesis dermatitis atopik oleh karena mengekspresikan
reseptor pada permukaan membrannya yang dapat mengikat molekul IgE serta
mensekresi berbagai sitokin.

Inflamasi kulit atopik dikendalikan oleh ekspresi lokal dari sitokin dan kemokin pro-
inflamatori. Sitokin seperti Faktor Tumor Nekrosis (TNF-α ) dan interleukin 1 (IL-1) dari
sel-sel residen seperti keratinosit, sel mast, sel dendritik mengikat reseptor pada endotel
vaskular, mengaktifkan jalur sinyal seluler yang mengarah kepada peningkatan pelekatan
molekul sel endotel vaskular. Peristiwa ini menimbulkan proses pengikatan, aktivasi dan
pelekatan pada endotel vaskular yang diikuti oleh ekstravasasi sel yang meradang ke atas
kulit. Sekali sel- sel yang inflamasi telah infiltrasi ke kulit, sel-sel tersebut akan merespon
kenaikan kemotaktik yang ditimbulkan oleh kemokin yang diakibatkan oleh daerah yang
luka atau infeksi.

Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur,
karena imunitas seluler menurun (aktivitas TH1 menurun). Staphylococcus aureus
ditemukan lebih dari 90% pada kulit penderita dermatitis atopik, sedangkan orang normal
hanya 5%. Bakteri ini membentuk koloni pada kulit penderita dermatitis atopik, dan
eksotosin yang dikeluarkannya merupakan superantigen yang diduga memiliki peran
patogenik dengan cara menstimulasi aktivitas sel T dan makrofag. Apabila ada
superantigen menembus sawar kulit yang terganggu akan menginduksi IgE spesifik, dan
degranulasi sel mas, kejadian ini memicu siklus gatal garuk yang akan menimbulkan lesi.
Superantigen juga meningkatkan sintesis IgE spesifik dan menginduksi resistensi
kortikosteroid, sehingga memperparah dermatitis atopik.

c. Faktor lingkungan dan gaya hidup

Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh terhadap pravelensi


dermatitis atopik.Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial yang tinggi
daripada status sosial yang rendah.Penghasilan meningkat, pendidikan ibu makin tinggi,
migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga kecil berpotensi menaikkan jumlah
penderita dermatitis atopik1,12.

Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan alergen-alergen mungkin memicu


reaksi atopik pada individu yang rentan. Paparan polutan dan alergen tersebut adalah:

1) Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas ruangan


sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara, penggunaan
pendingin ruangan.
2) Alergen

 Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu rumah, serbuk sari buah, bulu
binatang, jamur kecoa

 Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum
 Mikroorganisme: Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, P.ovale, Candida
albicans,Trycophyton sp.

 Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru balsam.

d. Faktor Psikologi

Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois, frustasi, merasa tidak
aman yang mengakibatkan timbulnya rasa gatal. Namun demikian teori ini masih belum
jelas.

C. Patofisiologi Dermatitis Atopik


Pada dermatitis atopik sistem imun memiliki peran yang krusial dan terdapat tiga
komponen utama yang berperan, yaitu respons sel T, antigen presenting cell (APC), dan
keratinosit. Berikut ini akan dijelaskan lebih dalam tentang peran masing – masing
komponen tersebut terhadap terjadinya dermatitis atopik.
 Respons sel T
Pada saat lahir, efektor sel T yang predominan merespons terhadap infeksi adalah sel
Th-2. Seiring bertambahnya usia, maka respons Th-2 akan digantikan oleh Th-1 yang
lebih predominan. Pada dermatitis atopik episode akut, sel Th-2 tetap berperan sebagai
respons utama terhadap pajanan antigen. Peningkatan kadar sel Th-2 yang terdapat pada
pasien dermatitis atopik baik yang lesional dan non-lesional menandakan bahwa bagian
kulit yang tidak terlibat juga mengalami respons hipersensitivitas terhadap alergen. Sel
Th-2 memproduksi sitokin – sitokin seperti IL-4, IL-5, dan IL-13 yang menginduksi
diferensiasi sel Th-2 dari prekursor sel CD4+ naive, meningkatkan produksi IgE dari sel
B dan menekan produksi dari antimikroba peptida (AMP) oleh keratinosit. AMP berperan
dalam mekanisme imunitas alamiah dengan cara melindungi kulit dari infeksi
mikroorganisme patogen. Kegagalan sistem imun untuk berpindah dari respons Th-2 ke
Th-1 dinamakan missing immune deviation.
 Antigen presenting cell
APC akan berinteraksi dengan antigen dan mempresentasikan mereka kepada sel T.
Pada kulit penderita dermatitis atopik baik yang lesional dan non-lesional, APC lebih
mengekspresikan jumlah reseptor IgE afinitas tinggi (high-affinity) daripada kulit yang
non- atopik. Setelah mengikat IgE, sel Langerhans mempresentasikan antigen kepada sel
T naive, menstimulasi diferensiasi mereka menjadi sel efektor Th-2 dan menginduksi
sensitisasi terhadap antigen. Begitu juga ketika antigen terikat kepada IgE pada
permukaan sel dendritik,maka akan dilepaskan sitokin sitokin proinflamasi dalam jumlah
yang besar, menstimulasi sel T dan mengamplifikasi respons inflamasi alergi.
 Keratinosit
Terdapat dua mekanisme yang sudah diketahui mengenai keratinosit yang berperan
terhadap progresivitas dan keparahan dari dermatitis atopik. Yang pertama, keratinosit
epidermal dari penderita dermatitis atopik memproduksi kemokin dan sitokin yang unik
setelah terjadi kerusakan mekanik atau interaksi dengan sitokin sitokin inflamasi.
Peningkatan ekspresi GM-CSF, IL-1, IL-18, dan TNF-a oleh keratinosit menyebabkan
diferensiasi sel dendritik dari prekursor monosit dan aktivasi sel T yang berkontribusi
untuk pelepasan sitokin proinflamasi, aktivasi sel B, dan pelepasan histamin. Mekanisme
yang kedua, keratinosit dari pasien dengan dermatitis atopik mengekspresikan jumlah
AMP yang lebih sedikit dari individu normal. Hal ini meningkatkan kolonisasi mikroba
dalam kulit, oleh karena itu biasanya terdapat infeksi kulit yang berulang pada pasien
pasien dengan dermatitis atopik.
WOC Dermatitis Atopik:

Etiologi & Faktor risiko Bahan Iritan & Alergian

Dermatitis atopic

IgE, Eosinophil meningkat

Pelepasan histamin

Reaksi hipersensitivitas I

Papul Macula Lesi Pruitus Hebat

Reaksi Garuk Yang Berlebih

Gangguan Citra Tubuh Kerusakan Integritas Kulit Merusak Lapisan


Epidermis

Nyeri Akut Gangguan Pola Tidur Gangguan Rasa Nyaman


D. Tanda dan Gejala Dermatitis Atopik

Gejala dermatitis atopik dapat bervariasi pada setiap orang. Gejala yang paling umum
adalah kulit tampak kering dan gatal. Gatal merupakan gejala yang paling penting pada
dermatitis atopik. Garukan atau gosokan sebagai reaksi terhadap rasa gatal menyebabkan
iritasi pada kulit, menambah peradangan, dan juga 15 akan meningkatkan rasa gatal.
Gatal merupakan masalah utama selama tidur, pada waktu kontrol kesadaran terhadap
garukan menjadi hilang (Jamal, 2007).
Insiden tertinggi dermatitis atopik ditemukan dalam 2 tahun pertama
kehidupan meskipun penyakit dapat mulai hampir pada usia berapa pun. Pada balita
bagian yang sering terkena adalah batang tubuh, pipi dan ekstremitas atas. Pasien
dermatitis atopik dalam praktek klinis mengeluhkan menggosok lesi yang gatal terus-
menerus, kulit menjadi menebal dan mengembangkan penampilan kasar. Karakteristik
wajah pasien dermatitis atopik kronis adalah keriput kecil di bawah kedua mata (Denny
Morgan’s fold) dan hilangnya lapisan ketiga alis luar karena menggosok (Hertoghe’s
sign) (Werfel, 2011). Gejala dermatitis atopik dibedakan menjadi 3 kelompok usia yaitu:

1. Dermatitis atopik pada masa bayi (0-2 tahun)


Pada masa bayi, umumnya gejala mulai terlihat sekitar usia 6- 12 minggu.
Pertama kali timbul di pipi dan dagu sebagai bercak kemerahan, bersisik dan basah.
Kulit pun kemudian mudah terinfeksi. Kelainan kulit pada bayi umumnya di kedua
pipi sehingga oleh masyarakat sering dianggap akibat terkena air susu ibu ketika
disusui ibunya, sehingga dikenal istilah eksim susu (Dewi, 2004). 16
2. Dermatitis atopik pada masa anak (2-12 tahun)
Pada masa anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Awitan lesi
muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian besar merupakan kelanjutan fase bayi.
Tempat predileksi cenderung di daerah lipat lutut, lipat siku dan sangat jarang di
daerah wajah, selain itu juga dapat mengenai sisi leher (bagian anterior dan lateral),
sekitar mulut, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan kedua tangan (Dewi, 2004).
3. Dermatitis atopik pada dewasa (>12 tahun)
Sebagian orang yang mengalami dermatitis atopi pada masa anak juga
mengalami gejala pada masa dewasanya, namun penyakit ini dapat juga pertama kali
timbul pada saat telah dewasa. Gambaran penyakit saat dewasa serupa dengan yang
terlihat pada fase akhir anak. Pada umumnya ditemukan adanya penebalan kulit di
daerah belakang lutut dan fleksural siku serta tengkuk leher. Akibat adanya garukan
secara berulang dan perjalanan penyakit yang kronis, lesi ditandai dengan adanya
hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi. Distribusi lesi biasanya simetris.
Lokasi lesi menjadi lebih luas, selain fosa kubiti dan poplitea, juga dapat ditemukan
bagian lateral leher, tengkuk, badan bagian atas dan dorsum pedis (Dewi, 2004)

E. Penatalaksanaan Medis Dermatitis Atopik


 Pengobatan Infeksi Sekunder

Dermatitis akut maupun kronis yang tidak terkontrol sering disertai infeksi sekunder
yang memerlukan terapi antibiotik sistemik. Bila tidak ditangani dengan baik akan
memperburuk gejala dermatitis yang telah ada. Penyebab infeksi tersering adalah
Staphylococcus aureus yang sering kali telah resisten terhadap penisilin. Untuk itu perlu
dilakukan biakan dan uji resistensi untuk menentukan antibiotik yang sesuai. Sebaiknya
diberikan antibiotik dosis tinggi untuk mencapai kadar yang cukup pada kulit yang
terkena.Pilihan pertama adalah sefaleksin dan eritromisin. Pilihan lain adalah klindamisin
dan dikloksasilin atau kombinasi dikloksasilin dan rifampisi. Pengobatan sebaiknya
diteruskan2sampai3minggu.
Pembersih antiseptik tidak dianjurkan karena dapat terjadi iritasi. Pengobatan dengan
antibiotik topikal biasanya tidak efektif bahkan dapat menimbulkan sensitisasi. Beberapa
ahli mendapatkan hasil yang baik dengan menggunakan mupirosin, namun harganya
relatif mahal. Bila pengobatan dengan antibiotik gagal perlu dipikirkan adanya infeksi
Herpes simplex. Keadaan yang ringan dapat diobati dengan asiklovir topikal sedangkan
herpes yang luas atau mengancam mata dapat diberikan asiklovir intravena. Pengobatan
dengan antimikotik seperti krim imidasol atau griseovulvin oral selama satu bulan
diberikan pada infeksi jamur dermatofit. Infeksi Pityrosporum ovale dapat diobati dengan
klotrimasol.

a. Perbaikan Sistim Imun


Kasus dermatitis atopik sering menunjukkan gangguan regulasi sistim imun,
oleh karena itu dapat diberikan pengobatan untuk memperbaiki sistim imun. Biasanya
pengobatan ini merupakan alternatif bila dengan pengobatan di atas mengalami
kegagalan.
b. Imunoterapi Allergen
Imunoterapi/desensitisasi pada dermatitis atopik ditujukan terhadap alergen
udara. Cara pengobatan ini sampai sekarang masih diperdebatkan apakah efektif.
Beberapa peneliti melaporkan hasil yang baik, sedangkan peneliti lain mendapatkan
hasil yang mengecewakan bahkan dapat memperburuk gejala dermatitisnya9 . Untuk
ini diperlukan data yang lebih banyak dengan melakukan penelitian yang
menggunakan kontrol .
c. Interferon Gamma
Pada kasus dermatitis atopik didapatkan penurunan kapasitas
pembentukan interferon gamma oleh sel mononuklear. Interferon gamma merupakan
sitokin penghambat interleukin-4 yang merangsang produksi IgE serta menghambat
sel limfosit Th2 . Uji klinis pemberian interferon gama dengan menggunakan plasebo
menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna disertai penurunan hitung eosinofil total
dan sintesis IgE invitro13.
d. Timopentin
Timopentin merupakan pentapeptida sintetik yang dapat meningkatkan
diferensiasi timosit dan fungsi limfosit T tetapi memerlukan waktu yang agak lama.
Uji klinis dengan kontrol plasebo selama 6 minggu baru menunjukkan perbaikan
pruritus dan eritem secara bermakna.
e. Siklosporin
Siklosporin dapat digunakan untuk menekan produksi sitokin. Pada uji klinis
dengan kontrol plasebo selama 8 minggu didapatkan perbaikan klinis yang bermakna.
Oleh karena adanya efek hepatotoksik dan imunosupresif, pengobatan ini tidak disukai
kecuali pada dermatitis atopik yang refrakter terhadap pengobatan.
f. Fototerapi
Pemberian sinar ultraviolet dapat bermanfaat pada dermatitis kronik dan
rekalsitrans. Sebaliknya, sinar matahari yang berlebihan atau udara yang panas dan
lembab dapat menimbulkan rasa gatal. Penggunaan sinar UVA (ultraviolet) atau
psoralen phototherapy (PUVA) dapat menyebabkan remisi pada dermatitis yang
berat16. Keadaan ini mungkin disebabkan efek supresi terhadap sel Langerhans atau
sel mast kulit. Terapi sinar ini juga dapat meningkatkan respons tehadap terapi lain
yang diberikan; karena respons terapi lambat, biaya mahal serta risiko terjadinya
kanker maka penggunaan terapi sinar ini sangat terbatas.
g. Psikoterapi
Pasien dermatitis atopik biasanya menunjukkan gejala seperti pada
penyakit kronik lain yaitu gangguan emosi yang juga diderita oleh orang
tua/keluarganya. Dermatitis atopik adalah suatu penyakit yang tampak oleh orang lain
yang menyebabkan rasa rendah diri cenderung depresi dan sangat mengganggu pasien.
Pasien maupun orangtuanya sering merasa kesal karena penyakitnya tidak kunjung
sembuh, demikian juga dokter yang menanganinya sering merasa frustasi. Oleh
karena, itu perbaikan emosi dengan psikoterapi merupakan penunjang yang penting
dalam pengobatan dermatitis atopik. Psikoterapi tidak harus dilakukan oleh dokter
yang mengobati tetapi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan/psychotherapist.
Pemberian psikoterapi secara kelompok lebih banyak menunjukkan hasil

F. Komplikasi Dermatitis Atopik pada Anak

Dermatitis atopik sering kali muncul pada bagian kulit yang memiliki lipatan. Seperti
di bagian dahi pada wajah, area sekitar mata dan telinga, bagian samping leher, bagian
dalam siku, bagian belakang lutut, dan area sekitar selangkangan.
Terkadang dermatitis atopik juga bisa diikuti dengan penyakit alergi lainnya.
Dermatitis atopik lebih sering menyerang bayi dan anak. Meski demikian, kondisi ini
juga bisa terjadi pada orang dewasa.

Dermatitis atopik bisa saja menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang terjadi meliputi:

1. Gatal kronis yang menyebabkan kulit bersisik. Sebuah kondisi kulit yang disebut
neurodermatitis dimulai dengan bercak dari kulit gatal.
2. Infeksi kulit. Garukan pada kulit yang berulang-ulang dapat menyebabkan luka
terbuka. Ini meningkatkan risiko infeksi dari bakteri dan virus, termasuk virus herpes
simpleks.
3. Masalah mata. Gejala komplikasi mata termasuk gatal di sekitar kelopak mata,
radang kelopak mata (blefaritis), dan radang di konjungtiva (konjungtivitis).
4. Dermatitis iritan. Ini terutama memengaruhi orang-orang yang pekerjaannya
menuntut tangan mereka sering basah dan terkena sabun keras, detergen, dan
desinfektan.
5. Masalah tidur. Siklus gatal dapat menyebabkan Anda terbangun berulang kali. Pada
akhirnya hal ini akan menurunkan kualitas tidur Anda.
6. Masalah perilaku. Studi menunjukkan hubungan antara dermatitis atopik dan
gangguan attention-deficit disorder atau hiperaktif, terutama jika anak juga kehilangan
waktu tidur.

G. Jelaskan apa saja hal yang perlu dikaji pada anak?


 Pengkajian Keperawatan
a. Data Demografi
b. Keluhan utama: Seorang anak perempuan usia 6 tahun dibawa oleh ibu kerumah
sakit karena kulit anak kemerahan, bengkak dan gatal-gatal. Semakin anak
menggaruk kulitnya semakin banyak ruam yang timbul.
c. Riwayat penyakit sekarang: Seorang anak perempuan usia 6 tahun dibawa oleh ibu
kerumah sakit karena kulit anak kemerahan, bengkak dan gatal-gatal. Semakin
anak menggaruk kulitnya semakin banyak ruam yang timbul. Menurut ibu badan
anak tiba-tiba kemerahan dan gatal-gatal setelah bermain dibelakang rumah.
d. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan adanya riwayat alergi terhadap
cuaca/perubahan udara
e. Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit dermatitis atopik pada keluarga
f. Pengkajian psikologi: keadaan stres dapat memicu keparahan dermatitis atopik.
Anak-anak sering mengalami ketidaknyamanan sehingga rewel.
g. Pengkajian lingkungan : Adanya perubahan cuaca, kelembaban yang cukup.
Lingkungan yang berdebu dapat menyebabkan alergi
h. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan persistem
Terutama pada sistem integumen anak adanya lesi dan bekas garukan yang
menonjol.
H. Apa masalah keperawatan yang muncul pada anak, buat analisis datanya!
a. Diagnosa Keperawatan Utama
Kerusakan integritas kulit b.d agen cedera kimiawi
Analisis data :
 Kulit anak merah,bengkak dan gatal
b. Diagnosa Keperawatan Pendukung
1) Risiko infeksi d.d gangguan integritas kulit
Analisa data :
 Kulit anak merah,bengkak,dan gatal
 Semakin anak menggaruknya semakin banyak ruam yang
timbul

I. Buatlah rencana intervensi sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul


pada anak!
a. Intervensi Diagnosa Utama
Dx : Kerusakan integritas kulit b.d agen cedera kimiawi
 Pemberian obat : Kulit
- Ikuti prinsip 5 benar-benar memberikan obat
- Catatan riwayat medis pasien dan riwayat alergi
- Tentukan kondisi kulit pasien di atas daerah di mana obat akan
diberikan
- Buang sisa obat sebelumnya dan bersihkan kulit
- Memberikan tambalan transdermal dan obat topikal pada area
kulit yang tidak berambut sesuai kebutuhan .
- Rotasikan lokasi pembrerian obat topikal sistemik
- Monitor adanya efek samping lokal dan sistemik dari
pengobatan
- Ajarkan dan pantau teknik pemberian mandiri, sesuai
kebutuhan
b. Intervensi Diagnosa Pendukung
Dx : Risiko Infeksi d.d gangguan integritas kulit
 Perlindungan infeksi
- Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
- Anjurkan asupan cairan dengan tepat
- Anjurkan istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik yang diresepkan
- Jangan gunakan pengobatan antibiotik untuk virus-infeksi
- Ajarkan pasien dan keluarga pasien terkait dengan infeksi-
infeksi virus dan bakteri
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan infeksi dan
kapan saja melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga cara menghindari hindari
infeksi.
BAB III

ANALISIS JURNAL

1. Judul Penelitian : Dermatitis Atopik pada Anak

2. Peneliti : Kristina Sihaloho, Diah Mira Indramaya

3. Penerbit : Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit

Umum Daerah Dr.Soetomo Surabaya

4. Lokasi Penelitian : penelitian berlokasi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya

5. Tahun : 2011

6. Kata Kunci : dermatitis atopik, anak, penelitian retrospektif.

7. Latar Belakang :

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit peradangan kulit, bersifat kronis dan

kambuh-kambuhan, terjadi pada individu dengan riwayat atopik pada dirinya sendiri

ataupun keluarga. DA dijumpai pada segala usia, sekitar 15-30% pada anak-anak dan 1-

2% pada dewasa. Keluhan gatal kronis, infeksi kulit, gangguan tidur, gangguan

pertumbuhan dan perkembangan sering dijumpai pada anak dengan DA. Evaluasi

terhadap profil dan penatalaksanaan diperlukan untuk peningkatan manajemen DA

8. Tujuan Penelitian : Mengevaluasi profil kasus DA pada anak.

9. Metode Penelitian :

a) Jenis dan sumber data : Jenis penelitian ini adalah Penelitian

Retrospektif
b) Responden : Pasien DA pada anak di URJ Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya dari tahun 2007 hingga tahun 2011

c) Analisis Data : Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan

mengevaluasi rekam medis kasus DA pada anak di Divisi Dermatologi Anak Unit

Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama

periode Januari 2007 hinggaDesember 2011 (5 tahun) yang meliputi data dasar

(usia, jenis kelamin), anamnesis (keluhan,onset keluhan,riwayat atopik),

pemeriksaan fisik, dan penatalaksanaannya.

10. Hasil Penelitian :

Jumlah pasien baru DA diDivisi Dermatologi Anak di URJ Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Soetomo selama periode 2007-2011 sebanyak 1134pasien (3,32% dari jumlah

pasien baru URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo). Jumlah pasien baru DA pada

anak cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2007-2011 (Gambar 1). Pasien laki-

laki (53,4%) lebih banyak dibandingkan perempuan (46,6%) dengan usia terbanyak

adalah 5-14 tahun (Gambar 2).Seluruh pasien DA pada anak memiliki keluhan gatal,

disertai bercak merah sebanyak 32,3%, dan kulit kering 9,1% (Tabel 1). Onset timbulnya

keluhan terbanyak adalah dalam1-12 bulan(36,5%) dan keluhan kumat-kumatan

didapatkan pada 859 pasien (75,7%).Tabel 2 menggambarkan pasien DA pada anak yang

disertai riwayat atopik sebanyak 473 pasien (41,7%).Riwayat atopik pada keluarga

terbanyak didapatkanpada ibu berupa asma bronkial pada 165 pasien DA

(33,6%).Distribusi lokasi lesi pada pasien DA terbanyak di wajah dan ekstremitas

ekstensor pada kelompok usia 0-1 tahun dan 1-4 tahun, sedangkan pada kelompok usia 5-

14 tahun terbanyak di ekstremitas fleksor.Tabel 3 menunjukkan stadium lesi terbanyak

adalah stadium akut (59,3%).Gambar 3 menunjukkan bahwa penatalaksanaan pasien baru


DA pada anak terbanyak menggunakan antihistamin pada 879 pasien (77,5%), diikuti

dengan pemberian steroid topikal pada 520 pasien (45,2%). Tiga ratus enam puluh

empatpasien yang menggunakan pelembap, gliserin adalah yang terbanyak digunakan

pada 181 pasien (49,7%). Steroid topikal yang paling banyak diberikan pada pasien baru

DA pada anak adalah hidrokortison globenikol 2% sebanyak 249 pasien (47,9%) dan

antibiotik oral yang paling banyak diberikan pada pasien baru DA pada anak adalah

eritromisin yaitu 176 pasien (62%).

11. Kelebihan Penelitian :

a) Peneliti memilih judul yang tepat dan sesuai terhadap fenomena peningkatan penyakit

yang cukup sering terjadi

b) Dalam jurnal penelitian ini hasil yang ditampilkan dalam bentuk diagram serta table,

sehingga perubahan data dari tahun ke tahun dapat terlihat dengan jelas

c) Dalam analisis data dari karakteristik peneliti mengangkat hal yang cukup umum

untuk dijadikan karakteristik penelitian namun sangat besar pengaruhnya dalam hal

kesehatan sehingga dapat memberikan informasi yang jelas

d) Data yang ditampilkan di sertai dengan tanda dan gejala serta jumlah pertahunnya

sehingga hasil dari data dapat kita amati dengan jelas perubahannya

12. Kelemahan Penelitian :

a) Pembahasann belum mencantumkan tentang penelitian-penelitian sebelumnya

b) Pembahasan hasil lebih difokuskan dari pada pembahasan akhir dimana peneliti

tidak menyertakan saran kemudian batasan penelitian yang merupakan patokan

untuk penelitian selanjutnya.


13. Implikasi/ Kesimpulan : Jumlah kasus DA pada anak cenderung meningkat

setiap tahun. Mengetahui dan menghindari faktor pencetus kekambuhan merupakan

edukasi untuk pasien DA dan keluarga sehingga dapat mencegah kekambuhan.

Penelitian Retrospektif : Dermatitis Atopik pada Anak

(Retrospective Study: Atopic Dermatitis in Childhood)


Kristina Sihaloho, Diah Mira Indramaya
Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr.SoetomoSurabaya

ABSTRAK
Latar belakang: Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit peradangan kulit, bersifat kronis dan kambuh-kambuhan, terjadi
pada individu dengan riwayat atopik pada dirinya sendiri ataupun keluarga. DA dijumpai pada segala usia, sekitar 15-30%
pada anakanak dan 1-2% pada dewasa. Keluhan gatal kronis, infeksi kulit, gangguan tidur, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sering dijumpai pada anak dengan DA. Evaluasi terhadap profil dan penatalaksanaan diperlukan untuk
peningkatan manajemen DA. Tujuan: Mengevaluasi profil kasus DA pada anak. Metode: Penelitian retrospektif kasus DA
pada anak di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
mulai Januari 2007Desember 2011. Hasil: Jumlah pasien DA pada anak di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2011.Selain gatal, keluhan utama pasien DA berupa bercak
merah (32,3%) dan kulit kering (9,1%). Riwayat atopik pasien dan atau keluarga didapatkan pada 842 pasien (74,3%). Terapi
terbanyak yang diberikan adalah antihistamin pada 879 pasien (77,5%). Simpulan: Jumlah kasus DA pada anak cenderung
meningkat setiap tahun. Mengetahui dan menghindari faktor pencetus kekambuhan merupakan edukasi untuk pasien DA dan
keluarga sehingga dapat mencegah kekambuhan.

Kata kunci: dermatitis atopik, anak, penelitian retrospektif.

ABSTRACT
Background: Atopic dermatitis is a chronically and relapsing inflammatory skin disease affecting individuals with atopic
history or their families. Atopic dermatitis affects all ageswith percentage 15-30% in children and 1-2% in adults. Chronic
pruritus, skin infection, sleep disorder, and growth disorder are signs and symptomps commonly found in childhood atopic
dermatitis. Evaluation of the profile and management of DA were needed to improve the management of atopic dermatitis.
Purpose:To evaluate the profile of childhood atopic dermatitis. Methods: A retrospective study of all new cases of
childhood atopic dermatitis who visited the Pediatric Division, Dermatology and Venereology Outpatient Clinic, Dr.
Soetomo General Hospital, Surabaya from January 2007 to Desember 2011. Results: Numbers of chilhood atopic dermatitis
increased from 2007 to 2011. Itchy was the main complaint of DA, but redness patches (32,3%) and xerosis cutis (9,1%)
were also found. Atopic history in patients and or their families were found in 842 patients (74,3%). Treatment was
antihistamin in 879 patients (77,5%). Conclusions: Chilhood atopic dermatitis are still increasing by years. Determining and
avoiding trigger factors are education for DA's patients and their families in preventing it recurrency.

Key words: atopic dermatitis, childhood, retrospective study.

Alamat korespondensi: Kristina Sihaloho, Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6-8
Surabaya
60131, Indonesia. Telepon: (031) 5501609, e-mail: th2_aloho@yahoo.com
PENDAHULUAN keluhan,riwayat atopik), pemeriksaan fisik, dan
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit penatalaksanaannya.
peradangan kulit yang bersifat kronis dan HASIL
kambuhkambuhan, terjadi pada individu dengan Jumlah pasien baru DA diDivisi Dermatologi
riwayat atopik pada dirinya sendiri ataupun keluarga. Anak di URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Etiologi dan patogenesis DA belum diketahui dan selama periode 2007-2011 sebanyak 1134pasien
bersifat multifaktorial. Beberapa faktor pencetus DA (3,32% dari jumlah pasien baru URJ Kulit dan
antara lain faktor intrinsik seperti genetik, Kelamin RSUD Dr. Soetomo). Jumlah pasien baru DA
karakteristik kulit pasien atopik, kelainan imunologi, pada anak cenderung mengalami peningkatan sejak
stres, dan faktor ekstrinsik seperti bahan yang bersifat tahun 20072011 (Gambar 1). Pasien laki-laki (53,4%)
iritan, alergen, makanan, mikroorganisme, dan cuaca. lebih banyak dibandingkan perempuan (46,6%) dengan
Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan usia terbanyak adalah 5-14 tahun (Gambar 2).
anamnesis dan gambaran klinis. Kriteria diagnostik Seluruh pasien DA pada anak memiliki keluhan
yang paling sering digunakan yaitu kriteria mayor dan gatal, disertai bercak merah sebanyak 32,3%, dan kulit
minor oleh Hanifin dan Radjka.1,2 kering 9,1% (Tabel 1). Onset timbulnya keluhan
terbanyak adalah dalam1-12 bulan(36,5%) dan keluhan
DA terjadi pada segala usia, sekitar 15-30% pada
anak-anak dan 1-2% pada dewasa.1,3 DA dimulai pada kumat-kumatan didapatkan pada 859 pasien
bayi (45% kasus dimulai di usia 6 bulan) dan 70% (75,7%).Tabel 2 menggambarkan pasien DA pada anak
kasus sebelum usia 5 tahun.4 Prevalensi kasus DA pada yang disertai riwayat atopik sebanyak 473 pasien
anak meningkat di berbagai negara terutama negara (41,7%).Riwayat atopik pada keluarga terbanyak
barat. Satu penelitian menyatakan prevalensi DA pada
anak usia 6-7 tahun dalam waktu satu tahun di Iran dan didapatkanpada ibu berupa asma bronkial pada 165
Cina sekitar 2%, tetapi di Australia, Inggris, dan pasien DA (33,6%).Distribusi lokasi lesi pada pasien
Skandinavia sekitar 20%.5 DA terbanyak di wajah dan ekstremitas ekstensor pada
DA ditandai dengan kulit kering, gatal, dan kelompok usia 0-1 tahun dan 1-4 tahun, sedangkan
kambuh-kambuhan. Siklus gatal dan menggaruk pada pada kelompok usia 5-14 tahun terbanyak di
anak dapat menganggu tidur di malam hari.Gatal ekstremitas fleksor.Tabel 3 menunjukkan stadium lesi
kronis, infeksi kulit, gangguan tidur,serta gangguan terbanyak adalah stadium akut (59,3%).
pertumbuhan dapat menurunkan kualitas hidup pasien Gambar 3 menunjukkan bahwa penatalaksanaan
DA dan orangtua pasien. Kasus DA sedang dan berat pasien baru DA pada anak terbanyak menggunakan
memiliki dampak bagi orangtua, yaitustres dalam antihistamin pada 879 pasien (77,5%), diikuti dengan
pengobatan dan perawatanyang menyita waktu serta pemberian steroid topikal pada 520 pasien (45,2%).
biaya. DA pada anak membutuhkan penanganan Tiga ratus enam puluh empatpasien yang
secara holistik mulai dari pemberian terapi sampai menggunakan pelembap, gliserin adalah yang
edukasi yang tepat terhadap pasien maupun terbanyak digunakan
keluarganya.6
Penelitian retrospektif ini bertujuan 7019
6235 6368
mengevaluasi gambaran kasus DAyang bermanfaat
untuk peningkatan penatalaksanaan kasus dan
kualitas hidup pasien DA.

METODE
Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan 211 ( 3,38%) 228 (3,58%) 243 (3,46%) 297
mengevaluasi rekam medis kasus DA pada anak di
Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan 2007 2008 2009
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Pasien DA Pasien URJ Kulit & Kela
Surabaya selama periode Januari 2007
hinggaDesember 2011 (5 tahun) yang meliputi data
dasar (usia, jenis kelamin), anamnesis (keluhan,onset
7645
Gambar 1. Distribusi pasien baru DA di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Soetomo Surabaya kurun waktu 2007–2011.

250 (47,2%)
5-14 tahun
279 (52,86%)

234 (48,96%)
1-4 tahun
245 (51,1%)

44 (35%) Perempuan
0-1 tahun
82 (65%) Laki-laki

Gambar 2. Distribusi usia dan jenis kelamin pasien di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya kurun waktu 2007–2011.

Tabel 1. Distribusi keluhan utama dan mulai timbul keluhan pada pasien baru DA di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya kurun waktu 2007–2011
Tahun
Keluhan utama Jumlah (%)
2009
2007
2008 2010 2011
Gatal 130 138 137 184 86 675
Gatal + bercak merah 63 77 93 79 44 (59,5)
Gatal + kulit kering 18 13 34 25 356
13
(32,3)
103 (9,1)
Jumlah 211 228 243 297 155 1134
( 100)
Tabel 2. Distribusi riwayat atopik pasien baru DA di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya kurun waktu 2007-2011
Tahun
Riwayat atopik Jumlah (%)
2009
2007
2008 2010 2011
DA 88 103 91 152 59 493
DA + Asma bronkial 41 42 59 44 30 (43,5)
DA + Asma bronkial + 2 3 5 4 1 216
Rhinitis alergi (19,0)
DA + Rinitis alergi 54 51 52 68 46 15
( 1,5)
DA + Rinitis alergi + 0 1 1 2 0
Urtikaria
DA + Urtikaria 271
26 28 35 27 19 (23,9)
4
( 0,4)

135
(11,9)
Jumlah 211 228 243 297 155 1134
( 100)
Tabel 3. Stadium lesi pasien baru DA di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
kurun waktu 2007-2011
Tahun
Jumlah (%)
2009
Marfologi lesi
2007 2008 2010 2011
Akut 135 132 141 188 77 673
Subakut 44 63 54 63 51 (59,3)
Kronis 32 33 48 46 27 275
(24,3)
186
(16,4)
Jumlah 211 228 243 297 155 1134
( 100)
Tabel 4. Distribusi kelainan kulit lain pasien baru DA di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo
Surabaya kurun waktu 2007–2011
Tahun
2007 2009

2008 82 2010 Jumlah (%)


Diagnosis 55 2011
Jumlah 21144 228 24372 297 15543 134 (100)
DA + Infeksi 70 1 104 354 (31,2)
keterangan: DA=dermatitis 0
atopik
DA + Infeksi sekunder 61 0 90 33 300 (84,7)
2
DA + Kandidiasis kutis 0 1 2 0 3 (0,8)
Permetrin, ketokonasol, griseofulvin
2 66
DA + K.intertriginosa 2 1 0 1 5 (1,4)
0
DA + Dermatofitosis Pelembap 1 3 364 0 1 5 (1,4)
3
DA + Veruka vulgaris 0 3 0 0 1 (0,3)
4
DA + Skabies Antibiotik topikal 2 1975 4 3 15 (1,3)
6
DA + Piodermi 4 2 8 5 24(6,7)
Antibiotik 3
oral 279
DA + Kelainan kulit lain 4 0 3 12 30(2,6)
1
DA + Prurigo von hebra 2 0 2 8 17 (56,7)
1
Steroid topikal 520
DA + Dermatitis diaper 1 0 0 0 2 (6,7)
1
DA + Miliaria Steroid oral 0 109 3 0 1 2 (6,7)
0
DA + Pitiriasis alba 0 156 0 3 4(13,3)
150
DA + Pompoliks Antihistamin 1 1 0 5(16,7)
879
DA tanpa kelainan kulit 154 190 100 750 (66,1)
Gambar 3. Distribusi penatalaksanaan pasien baru DAdi Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya kurun waktu 2007–2011.
pada 181 pasien (49,7%). Steroid topikal yang paling banyak diberikan pada pasien baru DA pada anak adalah
hidrokortison globenikol 2% sebanyak 249 pasien (47,9%) dan antibiotik oral yang paling banyak diberikan pada
pasien baru DA pada anak adalah eritromisin yaitu 176 pasien (62%).

PEMBAHASAN
Jumlah kasus baru DAdiDivisi Dermatologi Anak di URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo selama
periode 2007-2011 secara umum mengalami peningkatan walaupun terjadi penurunan pada tahun 2011. Jumlah
kasus baru DA pada tahun 2007 sebanyak 211 pasien (16,77%) dan pada tahun 2010 menjadi 297 pasien (27,88%).
Berbagai penelitian mengenai DA menyatakan prevalensi DA semakin meningkat selama beberapa tahun terakhir.
Salah satu penelitian menunjukkan insidensi DA meningkat 2-3% dan studi terbaru menunjukkan peningkatan
mencapai 9-12% pada anak. Kasus DA baru pada Divisi Dermatologi 7 Anak di URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo selama periode 2007-2011 terbanyak pada kelompok usia5-14 tahun yaitu 529 pasien (46,6%). Penelitian
oleh Boediardja SA menyatakan bahwa prevalensi DA terbanyak pada 10 rumah sakit terbesar di Indonesia selama
1 tahun ditemukan pada kelompok usia 5-14 tahun. 8 Diagnosis DA pada anak lebih sering didiagnosis karena DA
pada infantil kadang sulit dibedakan dengan dermatitis seboroik. Umumnya, DA 7 yang terjadi pada usia 6-12
minggu sering disalahartikan dengan dermatitis seboroik karena adanya anggapan bahwa dermatitis yang timbul
sebelum usia 3 bulan adalah seboroik, dan usia lebih dari 3 bulan adalah DA. 5,7,9,10 Pasien DA baru pada anak juga
dapat diterapi di URJ Pediatri RSUD Dr. Soetomo sehingga kasus DA baru pada anak berusia < 5 tahun pada URJ
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo hanya sedikit yang ditemukan.
Kunjungan pasien baru DA selama periode 20072011 lebih banyak laki-laki. Satu penelitian menyatakan
DA lebih banyak pada perempuan, dengan perbandingan perempuan dan laki-laki sebesar 1,3:1 , 1 namun penelitian
lain menyatakan pasien DA pada bayi dan anak lebih sering pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 2,3:1.10 Perbandingan insidensi jenis kelamin bervariasi pada setiap negara.Seluruh pasien DA pada anak
memiliki keluhan gatal, disertai bercak merah pada356 pasien (32,3%) dan kulit kering pada 103 pasien (9,1%).
Penelitian DA pada anak di India Utara didapatkan keluhan gatal pada seluruh pasien DA.10Gatal merupakan keluhan
umum yang didapatkan pada pasien DA, meskipun gatal saja tidak bisa membedakan DA dari dermatitis lainnya.
Keluhan gatal yang berat dapat mengganggu tidur dan menimbulkan stres pada pasien serta anggota keluarga yang
lain. Gatal yang disertai bercak merah mengakibatkan garukan yang menimbulkan erosi dan ekskoriasi serta
akhirnya likenifikasi.1,11 Kulit kering juga merupakan kelainan kulit lain yang bisa didapatkan pada pasien DA. 2,5
Maibach dan kawan-kawan menyatakan bahwa penurunan konsentrasi ceramide pada pasein DA mengakibatkan
trans epidermal water loss (TEWL) akan meningkat dan kapasitas tahanan air di stratum korneum menurun,
sehingga kulit menjadi kering dan fungsi pertahanan kulit menurun. 5 Keluhan kulit kering yang hanya 9,1%
kemungkinan disebabkan oleh karena anggapan jika kulit kering bukan merupakan suatu keluhan bagi anak maupun
orang tua.
Onset munculnya DA terbanyak dalam waktu1-12 bulan didapatkan pada 414 pasien (36,5%). Hal itu mirip
dengan satu penelitian pasien DA anak di India Utara, didapatkan 85,4% pasien mengalami DA selama 1 tahun
dengan onset munculnya DA pada usia 3 bulan sebanyak 4,12%, dan hanya 2,68% yang mengalami DA setelah usia
6 tahun.10 Pasien DA anak pada penelitian ini mengalami gejala kumat-kumatan sebanyak 859 pasien (75,7%). Hal
itu sesuai dengan kriteria mayor menurut Hanifin dan Rajka, DA merupakan penyakit kronis dan kambuh-
kambuhan.1,2 Satu penelitian menunjukkan bahwa kekambuhan dicetuskan oleh beberapa faktor seperti kulit kering
(89,9%), keringat (87,6%), aktivitas fisik (65%), makanan (57,3%), dan mandi air panas (55,1%). 12 Faktor pencetus
kekambuhan pasien DA harus dicari untuk mencegah kekambuhan yang tinggi.
Riwayat atopik pasien baru DA anak pada penelitian ini yaitu 41,7% DA saja dan 58,3% DA disertai dengan
asma, rhinitis alergi, dan urtikaria. Hal itu sesuai dengan penelitian di Singapura yang menyatakan 30% pasien DA
anak hanya menderita DA saja dan 69% pasien DA anak menderita DA disertai atopik lainnya. Menurut kriteria
mayor Hanifin dan 9 Rajka, riwayat atopik didapatkan pada pasien dan atau keluarga. Dermatitis atopik, asma
bronkial,dan rhinitis 4 merupakan penyakit alergi yang sering timbul bersamaan pada anak. Riwayat atopik pada
keluarga pasien DA anak di penelitian ini berupa asma bronkial yaitu 165 pasien (33,6%) pada ibu dan 124 pasien
(25,2 %) pada ayah. Hal itu tidak jauh berbeda dengan penelitian Larsen yang menyatakan sebanyak 59 % pasien
DA memiliki riwayat atopik pada keluarga. 13 Penelitian lain menyatakan bahwa riwayat atopik pada ibu memiliki
risiko tinggi terhadap perkembangan DA pada anak. Penelitian DA pada anak di Norwegia menyatakan risiko DA
57% jika DA ditemukan pada ibu dan 46% jika DA ditemukan pada ayah. Penelitian ini menunjukkan jika riwayat
atopik pada ibu lebih banyak daripada anggota keluarga lain. Hal itu kemungkinan disebabkan garis keturunan ibu
lebih kuat14, serta diduga terdapat hubungan antara DA dengan respons imun intrauterin dan saat menyusui.
Hubungan yang dekat 2 antara ibu dan anak dimulai sejak dalam rahim menjelaskan atopik pada ibu lebih sering
memengaruhi DA pada anak.15
Penelitian ini mengklasifikasi stadium DA menjadi akut, subakut, dan kronik berdasarkan morfologi lesi. DA
akut berupa lesi papul, vesikel, maupun krusta dengan dan tanpa lesi eritematosa. DA subakut berupa bercak disertai
skuma dan krusta minimal. DA kronis berupa lesi hiperpigmentasi, likenifikasi dengan dan tanpa skuama dan
krusta.11 Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DA pada anak yang terbanyak datang adalah stadium akut
sebanyak 673 pasien (59,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian DA anak di India Utara yaitu DA akut
52,7% dan DA kronis 47,3%.10
Kriteria minor menurut Hanifin dan Rajka juga didapatkan pada pasien DA anak dalam penelitian ini berupa
DA dengan infeksi pada 354 pasien (31,2%) dan DA dengan kelainan kulit lain pada 30 pasien (2,6%). DA dengan
infeksi terbanyak adalah infeksi sekunder pada 300 pasien (84,7%). Peningkatan kepekaan terhadap infeksi bakteri,
jamur, virus maupun parasit didapatkan pada pasien DA. Penelitian oleh Ricci tahun 2003 pada 81 pasien DA anak
didapatkan 52 pasien (64,2%) terinfeksi Staphylococcus aureus.16 Infeksi Staphylococcusdan Streptococcus sering
terjadi pada pasien atopik dan paling sering disebabkan S. aureus (95%).1,4,5 Hal itu diakibatkan karena lesi kulit DA
merupakan lingkungan yang sangat baik untuk kolonisasi dan proliferasi S.aureus. Infeksi jamur yang didapatkan
berupa dermatofitosis pada 5 pasien (0,44%), kandidiasis kutis pada 3 pasien (0,33%), dan kandidiasis intertriginosa
pada 5 pasien (0,44%). Hanya sedikit penelitian mengenai kolonisasi kandida di kulit pasien DA, namun literatur
mengatakan hasil kultur dari kulit normal maupun lesi DA ditemukan Candida sp khususnya Candida albican lebih
banyak daripada kontrol (nonatopik). Antibodi IgE yang spesifik terhadap ekstrak C.albican didapatkan antara 25-
88% pasien DA.17Infeksi jamur superfisial lebih sering terjadi pada pasien DA. Pasien DA mengalami peningkatan
prevalensi infeksi T. rubrum dibandingkan kontrol. Peranan Malazessia furfur mulai diteliti, dan menunjukkan
bahwa antibodi Ig E terhadap M.furfur dapat ditemukan pada pasien DA. Infeksi virus yang 1 ditemukan pada
penelitian ini berupa veruka vulgaris (0,3%). 18 Infeksi skabies didapatkan pada 15 pasien DA (1,5%). DA sering
disalahdiagnosiskan dengan skabies karena adanya gatal dan riwayat gatal pada keluarga. Kriteria minor DA
lainnya seperti keratosis pilaris dan iktiosis vulgaris tidak ditemukan pada penelitian ini. Kelainan kulit lain yang
ditemukan berupa prurigo von hebra pada 17 pasien (1,5%),dermatitis diaper pada 2 pasien(0,17%), pompoliks pada
5 pasien (0,44%),dan pitiriasis alba pada 4 pasien(0,35%). Penelitian DA anak sekolah di Singapura mendapatkan
pitiriasis alba sebanyak 25%.19
Penatalaksanaan DA memerlukan pendekatan sistematis karena faktor pencetus DA bersifat kompleks.
Penatalaksanaan DA pada dasarnya terdiridari terapi nonmedikamentosa dan medikamentosa. Terapi
nonmedikamentosa berupahidrasi kulit, identifikasi, dan menghindari faktor pencetus. Terapi medikamentosa
berfungsi untuk mengatasi inflamasi kulit, infeksi pada kulit, dan rasa gatal. Hidrasi kulit pada DA dilakukan dengan
pemberian pelembap secara teratur. Jenis pelembap dapat berupa moisturizer dan humektan.1,20 Kulit kering biasanya
disertai dengan rasa gatal, kemudian garukan akan menyebabkan infeksi sekunder. Selain itu perlu dilakukan
identifikasi dan edukasi untuk menghindari faktor pencetus.
Pemberian kortikosteroid baik sistemik maupun topikal perlu diperhatikan efek sampingnya. Kortikosteroid
sistemik sebaiknya digunakan pada eksaserbasi akut, DA yang berat, dan tidak membaik dengan terapi lain.
Pemberian steroid sistemik sebaiknya secara tappering off sambil meningkatkan potensi steroid topikal dan
meningkatkan hidrasi kulit.Hal tersebut dilakukan untuk menghindari efek rebound.Prinsip umum penggunaan
steroid topikal pada DA adalah dimulai dengan steroid yang potensinya paling rendah dan membatasi frekuensi
penggunaannya. Untuk pengobatan jangka pendek (kurang dari 3 minggu) dapat digunakan berbagai jenis
kortikosteroid sistemik seperti prednison, deksametason, betametason, triamsinolon, atau metilprednisolon.
Deksametason dan betametason baik untuk pengobatan radang akut yang perlu antiradang yang kuat dalam jangka
waktu pendek.21Penggunaan steroid sistemik pada penelitian ini yang terbanyak adalah prednison pada 61 pasien
(56%) dilanjutkan dengan deksametason pada 41 pasien (37,6%).Steroid sistemik diberikan pada pasien DA anak
dengan kondisi DA akut dan subakut.
Infeksi sekunder yang disebabkan oleh S.aureus diberikan antibiotik oral, antibiotik topikal, serta kombinasi
steroid dan antibiotik topikal.1,6,9 Infeksi jamur maupun parasit diberikan antijamur atau antiparasit sebagai terapi
tambahan. Terapi tambahan yang diberikan pada penelitian ini untuk kasus DA dengan dermatofitosis dan
kandidiasis yaitu griseofulvin pada 5 pasien (0,44%) serta ketokonasol pada 8 pasien (0,7%). Pasien dengan infeksi
skabies (1,3%) diberikan krim permetrin 5%. Kompres NaCl diaplikasikan pada 32 pasien (2,8%) bertujuan untuk
mempercepat penyembuhan luka erosi.1
Penelitian ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu 5 tahun sejak Januari 2007 hingga Desember 2011,
jumlah kasus DA di Divisi Dermatologi Anak URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo semakin meningkat dan
didominasi oleh anak laki-laki. Kelompok usia terbanyak adalah 5-14 tahun. Keluhan utama pada pasien terbanyak
adalah gatal. Onset munculnya keluhan rata-rata dalam 1-12 bulan. Riwayat atopik terbanyak pada pasien adalah
DA, sedangkan riwayat atopik pada keluarga terbanyak berupa asma bronkial pada ibu. Kondisi lesi sebagian besar
adalah kondisi akut. Kelainan kulit yang sering menyertai DA adalah infeksi bakteri, jamur, dan virus. Terapi pasien
DA terbanyak menggunakan antihistamin. Terapi lain yang harus tetap diberikan adalah pelembap untuk
menghidrasi kulit. Pasien DA dan keluarga perlu mengetahui dan menghindari faktor pencetus munculnya DA
sehingga dapat mencegah kekambuhan.

KEPUSTAKAAN
1. Leung DYM, Tharp M, Boguniewicz M. Atopic dermatitis. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K, editors.
Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7thed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.146-57.
2. Gimenez JCM. Atopic dermatitis. Allergol Immunol Clin 2000; 15: 279-95.
3. Baron SE, Cohen N, Archer BC. Guidance on the diagnosis and clinical management of atopic eczema. Clin
dermatol 2012; Sup 1:7-12.
4. Pedersen KT. Clinical aspects of atopic dermatitis. Clin and ExpDermatol 2000; 25: 535-43.
5. Williams HC. Atopic dermatitis. NEJM 2005; 352: 2314-24.
6. Staab D, Kaufmann R, Brautigam M, Wahn U. Treatment of infants with atopic eczema with pimecrolimus
cream 1% improves parents' quality life: A multicenter, randomized trial. Ped Aller Immunol 2005;16:527-33.
7. Eigmann PA. Clinical feature and diagnostic criteria of atopic dermatitis in relation to age. Ped Aller and
Immunol 2001; 12(Suppl. 14): 69-74.
8. Boediardja SA. Dermatitis atopikpada anak. Dalam: Makalah lengkap temu ilmiah manifestasi atopik pada
kulit. Bandung: SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr. Hasan Sadikin; 1996; 6586.
9. Odom RB, James WD, Berger TG. Atopic dermatitis,eczema, and noninfectious immunodefficiency disorders.
In: Andrew's disease of the skin. 9thed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000.p. 69-94.
10. Dhar S, Kanwar JA. Epidemiology and clinical pattern of atopic dermatitis in a North Indian pediatric
population. Ped Dermatol1998; 15(5):347-51.
11. Archer BC. The pathophysiology and clinical features ofatopic dermatitis. In: William CH, editor. Atopic
dermatitis: The epidemiology, causes and prevention of atopic eczema. United Kongdom: Cambridge
University Press; 2004. p.25-40.
12. Williams HC. Epidemiology of atopic dermatitis. Clin and Exp Dermatol2000; 25: 522-9.
13. Larsen FS, Diepgen T, Svensson A. The occurrence of atopic dermatitis in North Europe: an international
questionnaire study. J Am Acad Dermatol 1996; 34:760-4.
14. Uchara M, Sugiura H, Omoto M. Paternal and maternal atopic dermatitis have influence on the development of
the disease in chilren. Acta Derm Venereol 1999; 79:235.
15. Lee YL, Li CW, Sung FC. Environmental factors, parental atopy and atopic eczema in primary-school children:
A cross-sectional study in Taiwan. Br J Dermatol 2007;157: 1217-24.
16. Ricci G, Patrizi A, Neri I, Bendandi B, Masi M. Frequency and clinical role of Staphylococcus aureus
overinfection in atopic dermatitis in children.Ped Dermatol 2003;20(5):389-92.
17. Brehler RBS, Mertens M, Luger TA. Atopic dermatitis: the role of fungi. In: Reitamo S, Luger TA, Steinhoff
M, editors. Textbook of atopic dermatitis. London: Informa UK Ltd; 2008.p. 1-12.
18. Wollenberg A, Kamann S. Role of virus. In: Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, editors. Textbook of atopic
dermatitis. London: Informa UK Ltd; 2008. p. 1-12.
19. Tay YK, Kong KH. The prevalance and descriptive epidemiology on atopic dermatitis in Singapore school
children. Br J Dermatol 2002; 146: 101-6.
20. Simpson EL, Berry TM, Brown PA, Hanifin JM. A pilot study of emollient therapy for primary prevention of
atopic dermatitis. J Am Acad 2010;63(4): 587-93.
21. Thomas KS, Armstrong S, Avery A, Po ALW, O'Neill C, Young S, et all. Randomised controlled trial of shorts
bursts of a potent corticosteroid versus prolonged use of a mild preparation for children with mild or moderate
atopic eczema. Br Med J 2002;324(7340):768.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Eksimatau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi.Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang paling
sering terkena adalah tangan dan kaki.Jenis eksim yang paling sering dijumpai adalah eksim
atopik atau dermatitis atopik.Gejala eksim akan mulai muncul pada masa anak-anak
terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang
dengan bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya.
Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga
mengurangi angka kekambuhan.

4.2 Saran
Di harapakan kepada pembaca agar dapat memahami tentang konsep eksim atau
dermatitis, asuhan keperawatan pada pasien eksim atau dermatitis, dan apabila dalam
penulisan makalah ini banyak kesalahan maka silakahkan memberikan kritikan dan saran
agar penulis dapat menjadi lebih teliti lagi dalam penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hanifin JM. Atopic dermatitis in infant and childhood.Dalam : Hurtwitz S,


penyunting.Pediatric Dermatology. Philadelphia: WB Saunders Company; 1991. h. 763-91.
Sampson HA, McCaskill CC. Food hypersensitivity and atopic dermatitis. E
Http://www.scribd.document.com (Diakses Pada Tgl 2 April 2020)
http://digilib.unila.ac.id/20687/120/BAB%20II.pdf ( Diakses Tanggal 8 April 2020)
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/AI05_Tatalaksana-DA.pdf
(Diakses Tanggal 8 April 2020)

Anda mungkin juga menyukai