Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

TUNARUNGU

A. PENGERTIAN
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat  mendengar sama sekali
(total deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran.
Istilah yang sekarang lebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran
(hearing-loss). Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang
dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya. Pendengaran
normal ialah keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga
dapat mengerti apa yang didengarnya.
Anak tuna rungu/ gangguan pendengaran adalah anak yang karena
berbagai hal menjadikan pendengarannya mendapatkan gangguan atau
mengalami kerusakan sehingga sangat mengganggu aktifitas kehidupannya,
(Edja Sadjaah, 2005). Selanjutnya Greg Leigh (1994) menemukakan bahwa
anak tuli pada umumnya menderita ketidakmampuan berkomunikasi lisan
(bicara). Biasanya akibat kekurangannya tersebut akan membawa dampak
yaitu terhambatnya perkembangan kemampuan berbahasa, sehingga dapat
berpengaruh terhadap masalah bahasa dan komunikasi pada diri.
Menilik dari kurun terjadinya ketunarunguan, Krik (1970)
mengemukakan bahwa anak yang lahir dengan kelainan pendengaran atau
kehilangan pendengarannya pada masa kanak-kanak sebelum bahasa dan
bicaranya terbentuk, kondisi anak yang demikian disebut anak tuna rungu pre-
lingual. Jenjang ketunarunguan yang dibawa sejak lahir, atau diperoleh pada
masa kanak sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk, ada kecenderungan
termasuk dalam kategori tuna rungu berat. Sedangkan anak lahir dengan
pendengaran normal, namun setelah mencapai usia di mana anak sudah
memahami suatu percakapan tiba-tiba mengalami kehilangan ketajaman
pendengaran, kondisi anak yang demikian disebut anak tunarungu post-
lingual. Jenjang ketunarunguan yang diperolah setelah anak memahami
percakapan atau bahasa dan bicaranya sudah terbentuk, ada kecenderungan
termasuk dalam kategori sedang atau ringan.
Kelainan pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di
masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar sama
sekali atau tuli. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa kelainan dalam aspek
pendengaran dapat mengurangi fungsi pendengaran. Namun demikian, perlu
dipahami bahwa kelainan pendengaran dilihat dari derajat ketajamannya untuk
mendengar dapat dikelompokkan dalam beberapa jenjang. Asumsinya, makin
berat kelainan pendengaran berarti semakin besar intensitas kekurangan
ketajaman pendengarannya (hearing loss).

B. ANATOMI:
Anatomi Fisiologi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a. Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit,
melekat pada sisi kepala. Pinna membantu mengumpulkan
gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius
eksternus.
b. Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada
bagian medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada
perbatasan tulang rawan ini.
c. Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung
kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti
lilin yang disebut juga serumen. Serumen mempunyai sifat
antibakteri dan memberikan perlindungan kulit. Kanalis
Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2. Telinga Tengah, terdiri dari :
a. Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan 
tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya
umbo mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu
lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai
malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b. Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan
3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
1) Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang
telinga.
2) Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3) Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga
dalam.
c. Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian
bawah samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang
merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini
berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula
mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang
temporalis.
d. Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm
berjalan miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan
mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran kecil yang memungkinkan
masuknya udara luar ke dalam telinga.
3. Telinga Dalam, terdiri dari :
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ
untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis),
begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea
vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi.
Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk
sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan.
  
C. KLASIFIKASI ANAK TUNARUNGU
Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak
tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut :
1.      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight
losses).
Ciri-ciri      :
a.       Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas
antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf
ringan.
b.      Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat
mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu
diperhatikan, terutama harus dekat guru.
c.       Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan
pendengarannya.
d.      Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya supaya
perkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat.
e.       Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar
untuk meningkatan ketajaman daya pendengarannya. Untuk
kepentingan pendidikannya pada anak tunarungu kelompok ini
cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk
pemahaman percakapan.
2.      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild
losses).
Ciri-ciri      :
a.       Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat.
b.      Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya.
c.       Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.
d.      Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika
berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya
(berhadapan).
e.       Untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan
yang baik dan intensif.
f.       Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk
kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kelas khusus.
g.      Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) untuk
menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan layanan
pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca
bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta latihan
kosakata.
3.      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB
(moderate losses).
Ciri-ciri      :
a.       Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu
meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak
normal.
b.      Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia
diajak bicara.
c.       Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara,
terutama pada huruf konsonan.
d.      Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.
e.       Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.
4.      Anak tunarungu yang kehilangan pendengarannya antara 60-75 dB
(severe losses).
Ciri-ciri      :
a.       Kesulitan membedakan suara.
b.      Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada
disekitarnya memiliki getaran suara.
5.      Anak tuna rungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas
(profoundly losses).
Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak
tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagi berikut :
1.      Tunarungu Konduktif
2.      Tunarungu Perseptif
3.      Tunarungu Campuran

D. ETIOLOGI
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah
mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang
menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
Pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak
pada telinga dalam.
b. Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak
pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit
keturunan
   Tetapi mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
disekitarnya dan batang otak
b. Infeksi
c. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi akibat penyakit
demielinasi (penyakit yang menyebabkan kerusakan pda selubung saraf).

E. GEJALA:
1) Deterlorisasi wicara
       Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tidak jelas atau
dihilangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin
karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu suara, baik
kekerasan maupun ucapannya.
2) Keletihan
      Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan
atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk
mendengarkan. Pada keadaan ini, Individu tersebut menjadl mudah
tersinggung.
3) Acuh
      Individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah
mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara
umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak mampu rnendengar apa yang
terjadi di sekitarnya.
4) Rasa tak nyaman
      Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menciptakan
suatu perasaan tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan
pendengaran. Tak ada seorang pun yang menginglnkan untuk
mengatakan atau melakukan hal yang salah yang cenderung
membuatnya nampak bodoh. Tak mampu membuat keputusan-
prokrastinal.Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan
gangguan pendengaran sangat kesulitan untuk membuat keputusan.
5) Kecurigaan
     Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya
mendengar sebagian dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa
orang lain membicarakan dirinya atau bagian percakapan yang
berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan lirih sehingga la tak
dapat mendengarkan
6) Kebanggaan semu
      Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan
kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura
mendengar padahal sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketidak bahagiaan Meskipun setiap orang selalu
menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat
membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan
pendengaran sering merasa (terasing)
7) Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di
sekelilingnya berisik
8) Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
9) Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang
normal
10) Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa
mendengar
11) Pusing atau gangguan keseimbangan
F. PENCEGAHAN INSIDEN KETUNARUNGUAN
Untuk meminimalkan insiden ketunarunguan pada anak-anak, upaya
yang bersifat preventif akan lebih baik. Hal ini dimaksudkan menghindari
keadaan yang lebih buruk lagi, disamping sebagai bantuan supaya anak-anak
kita tidak mengalami ketunarunguan menurut kurun wakunya upaya-upaya
pencegahan dapat dilakukan sebagai berikut :
1.      Masa Persiapan yaitu sebelum kedua insan melakukan perkawinan .
a.       Calon suami istri hendaknya memeriksakan kesehatan dirinya hal
ini dimaksudkan kalau diantara keduanya terdapat atau menderita
suatu penyakit atau kelainan lainnya. Misalnya penyakit syphilis,
tuber colosis, sehingga perlu pengobatan selekas mungkin , sebab
penyakit-penyakit tersebut besar kemunginannya berpengaruh
terhadap bayi yang bakal di kandung .
b.      Senantiasa menjaga diri agar terhindar dari penyakit-penyakit
terutama yang bersifat hereditif.
c.       Menjaga diri agar tidak terkena infeksi yang sangat
membahayakan.
2.   Masa prenatal, yaitu masa ketika bayi masih berada di dalam
kandungan .
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a.       Menjaga supaya ibu yang mengandung tetap mendapat vitamin
yang cukup dan makanan yang mempunyai gizi yang tinggi.
b.      Selama mengandung secara ibu harus rajin periodik memeriksakan
diri ke Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak ( BKIA ), atau ke klinik
bersalin.
c.       Jika terjadi kelainan-kelainan dalam kandungannya , maka
secepatnya memeriksakan diri ke dokter ahi kandungan sebab jika
placenta rusak dapat mengakibatkan ketunarunguan pada anak.
d.      Kesehatan ibu dijaga agar tidak terjadi lahir sebelum tiba
waktunya (prematur).
e.       Suasana emosi ibu yang sedang mengandung harus selalu baik,
tidak gelisah, tertekan, tegang, atau kurang stabil sebab keadaan
emosi yang negatif kemungkinan dapat berakibat lahir prematur.
f.       Ibu yang sedang mengandung sebaiknya menghindarkan diri
pekerjaan-pekerjaan yang berat, karena hal ini dapat menyebabkan
letak kandungan tidak normal.
g.      Selama ibu mengandung hendaknya tidak minum obat-obat
antibiotika yang dapat membahayakan kandungan.
h.      Menjaga diri ibu selama mengandung agar tidak terserang penyakit.
i.        Menjaga diri supaya tidak keracunan darah yang dapat merusakkan
jaringan organ pendengaran.
3.      Masa natal, yaitu masa bayi dalam proses lahir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa natal adalah sebagai
berikut :
a.       Sedapat mungkin dalam proses lahir dihindarkan penggunaan tang
(forceps), karena lahir dengan bantuan yang terdapat kemungkinan
dapat merusak sentral saraf pendengaran.
b.      Dalam proses lahir seyogyanya selalu dalam pengawasan dokter,
sehingga jika terjadi kelainan dan kesukaran dalam melahirkan,
secara cepat dapat diberikan pertolongan, menghindari kelainan
yang menyebabkan ketunarunguan.
c.       Ibu yang melahirkan sebaiknya mematuhi petunjuk dokter supaya
tidak terjadi kesukaran dalam proses lahir yang sering juga
menyebabkan anaxia.
4.      Masa Posnatal, yaitu masa setelah bayi dilahirkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa setelah bayi
dilahirkan antara lain :
a.       Penjagaan kesehatan, kebersihan dan keamanan pada masa bayi
dan kanak-kanak adalah sangat penting untuk mencegah timbulnya
infeksi pada organ pendengaran dan rongga mulut.
b.      Pada waktu anak sakit, temperaturnya dijaga agar tidak terus
menggigil, sebab hal itu dapa berakibat pada kelemahan saraf
dengar.
c.       Mengadakan pengawasan terhadap makanan anak, agar
terhindarkan diri dari keracunan darah yang dapat merusakkan atau
menghambat pertumbuhannya.
d.      Mengadakan pengawasan agar anak-anak tidak bermain dengan
permainan yang dapat membahayakan kondisi dirinya, misalnya
menyebabkan gagar otak, infeksi otak dan lain-lain yang dapat
merusakkan fungsi organ-organ pendengaran.

G. PERKEMBANGAN SOSIAL, EMOSI DAN KEPRIBADIAN ANAK


TUNARUNGU.
Perkembangan sosial emosi anak tunarungu.
Anak tunarungu sebagai makhluk sosial seperti juga manusia yang lain
memilik kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial. Kebutuhan untuk
melakukan interaksi sosial ini sering terhambat gangguan komunikasi akibat
keterbatasan fungsi pendengaran. Bentuk-bentuk perilaku sosial yang ada pada
anak tunarungu adalah sugesti, simpati, imitasi visual, dorongan untukl
bersahabat, menarik diri dari lingkungan sosial yang lebih luas, dan
kecemasan sosial.
Beberapa ahli mengatakan bahwa anak tunarungu mempunyai
perkembangan sosial yang lambat antara lain merasa rendah diri, disingkirkan
oleh keluarga, kurang dapat bergaul, ada perasaan cemburu, mudah marah,
dan agresif, tidaklah benar. Sebab tidak semua penderita tunarungu
mempunyai perkembangan sosial emosi seperti itu. Kondisi tunarungu tidak
secara langsung menghambat perkembanagan sosial dan emosi. 
Perkembangan emosi anak tunarungu banyak ditentukan oleh kematangandan
bagaimana anak tunarungu belajar pada lingkungan sekitar.
Tetapi kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan sering kali
menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negative atau salah
dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu
dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap
menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan keimbangan
dan keragu-raguan emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena
kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang
diterimanya. Anak tunarungu bila di tegur oleh orang yang tidak di kenalnya
akan tampak resah dan gelisah.
Perkembangan Kepribadian Anak Tunarungu
Kepribadian anak tunarungu juga banyak ditentukan oleh disposis
(pembawaan) dan perlakuan-perlakuan dari lingkungan. Ada 5 faktor yang
mempengaruhi kepribadian, yaitu :
a.       Pengalaman usia dini
b.      Pola asuh
c.       Kondisi atau tingkatan ketunarunguan
d.      Pemberian cap
e.       Kesehatan fisik
Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu
ketidakmampuan menerima ransangan pendengaran, kemiskinan berbahasa,
ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelegensi di hubungkan denagn sikap
lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.

H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS TUNARUNGU


A. Pengkajian
Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
Nyeri saat pinna (aurikula) dan tragus bergerak
1. Nyeri pada liang tengah
2).Telinga terasa tersumbat
3). Perubahan pendengaran
4). Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan
Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya :
1) Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien
2) Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang dilaut,kolam renang
Ataukah danau
3) Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan
nyeri setelah dibersihkan
4) Apakah klien pernah mengalmi trauma terbuka pada liang telinga
akibat terkena benturan sebelumnya

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal b.d degenerasi tulang-tulang
pendengaran bagian dalam
2. Harga Diri b.d Fungsi Pendengaran Menurun                
3. Kurang aktivitas b.d menarik diri lingkungan

C. Intervensi
Diagnosa keperawatan 1
Gangguan komunikasi verbal b.d degenerasi tulang-tulang pendengaran
bagian dalam
Tujuan
Komunikasi verbal klien berjalan baik
Kriteria hasil:
Dalam 1 hari klien dapat :
1. Menerima pesan melalui metode alternative
2. Mengerti apa yang diungkapkan
3. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi
4. Menggunakan alat bantu dengar dengan cara yang tepat
Diagnosa keperawatan II
Harga Diri b.d Fungsi Pendengaran Menurun
Tujuan:
Klien dapat menerima keadaan dirinya
Kriteria hasil
Secara bertahap klien dapat :
1. Mengenai perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri
2. Berhubungan sosial dengan orang lain
3. Mendapat dukungan keluarga mengembangkan kemampuan klien
untuk berhubungan dengan orang lain
4. Membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi:
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab klien tidak mau bergaul / menarik diri
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang mungkin
4. Beri pujian thd kemampuan klien mengungkapkan perasaan
5. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan dan kerugian dari
perilaku menarik diri
6. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
7. Bina hubungan saling percaya dengan klien

Diagnosa keperawatan III


Kurang aktivitas b.d menarik diri lingkungan
Tujuan:
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa kesulitan
Kriteria hasil
Secara bertahap klien dapat :
1. Menceritakan perasaan-perasaan bosan
2. Melaporkan adanya peningkatan dalam aktivitas yang
menyenangkan
3. Menceritakan metoda koping thd perasaan marah atau depresi yang
disebabkan koleh kebosanan
Intervensi / rencana tindakan
a. gangguan komunikasi verbal
tindakan / intervensi
1.      Kaji tingkat kemampuan klien dalam penerimaan pesan
2.      Periksa apakah ada serumen yang menganggu pendengaran
3.      Bicara dengan pelan dan jelas
4.      Gunakan alat tulis pada waktu menyampaikan pesan
5.      Beri dan ajarkan klien pada penggunaan alat bantu dengar
6.      Pastikan alat bantu dengar berfungsi dengan baik
7.      Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan telinga
Intervensi:
1.      Beri motivasi untuk dapat saling berbagi perasaan dan pengalaman
2.      Bantu klien untuk mengatasi perasaan marah dari berduka
3.      Variasikan rutinitas sehari-hari
4.      Libatkan individu dalam merencanakan rutinitas sehari-hari
5.      Rencanakan suatu aktivitas sehari-hari
6.      Berikan alat bantu dalam melakukan aktivitas

D. Implementasi
Pelaksanaan intervensi

E. Evaluasi
Tidak dapat dilakukan karena tidak ada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta


: Bumi Aksara
Sunaryo, Ilham dan Surtikanti. 2011. Pendidikan Anak Berkabutuhan Khusus
(Inklusif). Surakarta : FKIP UMS
Wardani, I.G.A.K , dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta :
Universitas Terbuka
Nur Isneni, Siti. 2010. “Karakteristik dan Masalah Perkembangan “. (online)
http://sitinurisneni.blogspot.com/2010/03/karakteristik-dan-masalah-
perkembangan.html, diakses pada 01 November 2016 pukul 14:40

Anda mungkin juga menyukai