Kegiatan Belajar 1: DEFINISI DAN KLASIFIKASI, PENYEBAB, SERTA CARA
PENCEGAHAN TERJADINYA TUNARUNGU DAN GANGGUAN KOMUNIKASI Anak tunarungu merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dalam pendengarannya, sehingga berdampak negatif bagi perkembangannya. Oleh karena itu perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus pada sekolah khusus, sekolah reguler maupun pendidikan inklusi. A. Definisi dan Klasifikasi Tunarungu 1. Definisi Tunarungu Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang pada umumnya ada pada ciri fisik orang tunarungu. 2. Klasifikasi Tunarungu a. Anak tunarungu berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran: 1) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss) - Mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB, - Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, - Membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya, - Memerlukan terapi bicara. 2) Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Loss) - Mengalami kehilangan pendengaran 41-55 dB, - Mengerti bahasa percakapan dari jarak 3-5 feet secara face to face, - Tidak dapat mengikuti diskusi kelas, - Membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara. 3) Tunarungu Agak Berat (Moderately Savere Hearing Loss) - Orang yang mengalami kehilangan pendengaran 56-90 dB, - Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat dengan menggunakan hearing pad, - Kepada siswa tersebut perlu diberikan latihan pendengaran serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya. 4) Tunarungu Berat (Severe Hearing Loss) - Mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB, - Ia hanya bisa mendengar suara keras dari jarak dekat, - Membutuhkan pendidikan khusus, secara intensif, alat bantu dengar, - Serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dengan bahasanya. 5) Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Loss) - Mengalami kehilangan pendengaran >91 dB, - Mungkin sadar akan adanya suara yang keras tetapi ia lebih menyadari melalui getarannya (vibratios) dari pada pola suara, - Banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi. b. Anak tunarungu berdasarkan saat terjadinya: 1) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang. 2) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang. c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran: 1) Tunarungu tipe konduktif , yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi atau penghantar getaran suara menuju telinga bagian dalam. 2) Tunarungu tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan telinga bagian dalam serta syaraf pendengaran (nervus chochlearis). 3) Tunarungu tipe campuran merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorineural, artinya tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan telinga bagian luar dan tengah dan dalam/syaraf pendengaran. B. Penyebab Terjadinya Tunarungu 1. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Konduktif a. Kerusakan pada telinga bagian luar karena: - Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia meatus akustikus externus) yang dibawa sejak dari lahir (pembawaan). - Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa). b. Kerusakan pada telinga bagian tengah: - Ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh, tabrakan, tertusuk dan sebagainya yang mengakibatkan perforasi membrane timpani (pecahnya selaput gendang dengar) dan lepasnya rangkaian tulang pendengaran. - Terjadinya peradangan/infeksi pada telinga tengah (otitis media). - Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes, yang mengakibatkan tulang tersebut tidak dapat bergetar pada oval window (selaput yang membatasi telinga tengah dan telinga dalam) sehingga getaran tidak dapat diteruskan ketelinga dalam sebagaimana mestinya. - Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran, sehingga organ tersebut tidak dapat menghantarkan getaran ke telinga dalam dengan baik untuk diubah menjadi kesan suara. Gangguan ini biasa terjadi pada orang yang sudah lanjut usia. - Anomali congenital, dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir tetapi gangguan pendengarannya tidak bersifat progresif. - Disfungsi tuba eustachii (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx. 2. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Sensorineural Tunarungu tipe sensorineural, dapat disebabkan faktor genetik (keturunan) dan nongenetik kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan), yaitu bahwa ketunarunguan tersebut disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada anaknya. b. Ketunarunguan disebabkan faktor nongenetik: 1) Rubella campak Jerman, 2) Ketidaksesuaian antara darah ibu dengan anak, 3) Meningitis, 4) Trauma akustik. C. Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu 1. Upaya yang dilakukan pada saat sebelum nikah (pranikah) a. Menghindari pernikahan sedarah, b. Melakukan pemeriksaan darah, c. Melakukan konseling genetika. 2. Upaya yang dilakukan pada saat hamil a. Menjaga kesehatan dan periksa kehamilan, b. Mengkonsumsi gizi seimbang, c. Melakukan imunisasi anti tetanus, d. Tidak boleh minum obat sembarangan. 3. Upaya yang dilakukan pada saat melahirkan a. Tidak menggunakan alat penyedot, b. Jika ibu ada virus pada vagina maka lahirkan dengan operasi caesar. 4. Upaya yang dilakukan pada saat setelah melahirkan a. Melakukan imunisasi, b. Apabila anak flu harus dijaga/diobati jangan sampai terlalu lama, c. Menjaga telinga dari kebisingan. D. Definisi Gangguan Komunikasi Komunikasi berasal dari kata Latin, yaitu communication yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama maknanya mengenai suatu hal. Dengan demikian komunikasi merupakan suatu aktivitas penyampaian pikiran maupun perasaan antara individu atau individu kepada kelompok melalui sistem symbol, yang dapat dimaknai bersama. Dalam proses komunikasi, adakalanya tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga terjadi miskomunikasi. E. Klasifikasi Gangguan Komunikasi Secara umum, gangguan komunikasi diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu gangguan bicara dan gangguan bahasa. 1. Gangguan Bicara (Speech Disorder) - Gangguan artikulasi adalah kesulitan dalam pembentukan bunyi-bunyi suku kata, maupun kata-kata, sehingga ucapannya sulit dipahami. Ada beberapa tipe gangguan artikulasi, yaitu subtitusi, omisi, distorsi dan adisi. - Gangguan kelancaran berbicara disebut juga gangguan irama berbicara, yang terdiri dari dua jenis gangguan yaitu gagap dan cluttering. - Gangguan suara ditandai dengan adanya gangguan proses produksi suara yang diakibatkan oleh sebab-sebab organik maupun fungsional. - Gangguan bicara yang dihubungkan dengan kelainan orofacial seperti adanya kelainan lidah, celah bibir, celah langit-langit serta kelainan pendengaran. - Gangguan bicara yang dihubungkan dengan kerusakan syaraf (seperti gangguan bicara pada anak (cerebral palsy)). 2. Gangguan Bahasa (Language Disorder) - Keterlambatan dalam berkomunikasi verbal, yang berkaitan dengan bentuk bahasa (fonologi, morfologi dan sintaksis). - Gangguan isi bahasa (semantic). - Gangguan dalam fungsi bahasa (pragmatic). - Aphasia, yaitu ketidakmampuan dalam berbahasa secara ekspresif maupun reseptif yang diakibatkan kerusakan sistem syaraf pusat. Aphasia dapat terjadi pada orang yang mengalami stroke. F. Penyebab Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya faktor kehilangan pendengaran, kelainan organ bicara, gagguan emosi, keterlambatan perkembangan, mental retardasi, kerusakan otak serta faktor lingkungan. Pencegahan terjadinya gangguan komunikasi sama seperti pencegahan terjadinya berbagai kelainan pada anak, karena banyak gangguan komunikasi yang merupakan dampak dari adanya kelainan tersebut. Disamping itu, orang tua memonitori tumbuh kembang anak, melakukan intervensi dini terhadap kelainan yang ditemukan, memberikan dukungan dengan banyak memberikan stimulus, bunyi-bunyi bahasa serta menghindari menggunakan dwi bahasa pada awal perkembangan bahasa. Daftar Pustaka Wardani, IGAK, dkk. 2016. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Tangerang. Universitas Terbuka.