Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
-------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------
Oleh :

KELOMPOK 1

TUTORIAL 09

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. BAB I. PENDAHULUAN
B. BAB II. KONSEP RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
3. MANIFESTASI KLINIS
4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
5. KLASIFIKASI
6. PATOFISIOLOGI
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8. PENATALAKSANAAN
9. EVIDENCE BASED PRACTICE IN NURSING
C. BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
1. PENGKAJIAN
2. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Diagnosis keperawatan
b. Tujuan dan Kriteria Hasil
c. Intervensi
D. BAB IV. KESIMPULAN
E. DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Fisiologi neonatus merupakan ilmu yg mempelajari fungsi dan proses
vitak neonatus. Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses
kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke
kehidupan rekstrauterin. Selain itu, neonatus juga dimaksud dengan individu
yang sedang bertumbuh
Bayi yang berusia kurang dari satu bulan memiliki risiko gangguan
kesehatan paling tinggi dan memerlukan adanya penanganan yang tepat.
Kunjungan neonatus lengkap sebaiknya diberikan kepada setiap bayi baru
lahir yang meliputi KN 1, KN2, KN3, yang dilakukan saat bayi berumur 6-48
jam, 3-7 hari, dan 8-28 hari (Riskesdas, 2013)
Komplikasi yang menyerang bayi berat lahir rendah banyak macamnya,
diantaranya gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat,
kardiovaskular, hematologi, gastrointestinal, ginjal dan termogulasi. Hal ini
disebabkan karena bayi lahir dengan berat badan <2500 gram tubuhnya
sehingga mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan diluar rahim.
Salah satu komplikasi yang merupakan gangguan sistem pernafasan adalah
respiratory distress sindrome (RDS).
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius,
yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya
perawatan. Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan
ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru(Marmi & Rahardjo, 2012).

B. KONSEP RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


1. PENGERTIAN
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan
dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012)
ARDS adalah penyakit paru berat yang dapat ditimbulkan oleh penyebab
langsung atau tidak langsung pada paru. ARDS ditandai dengan kondisi
radang (inflamasi) yang hebat pada jaringan paru, yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas dan hipoksemia dan sering disertai gagal organ
multiple.

2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya pola napas tidak efektif antara lain (Tim Pokja SDKI,
2016):
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelelahan otot
pernapasan) Deformitas dinding dada
c. Deformitas tulang dada
d. Gangguan neuromuscular
e. Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
f. Imaturitas neurologis
g. Penurunan energi
h. Obesitas
i. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
j. Syndrome hipoventilasi
k. Kerusakan inervasi diagfragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
l. Cedera pada medulla spinalis
m. Efek agen farmakologis
n. Kecemasan

3. MANIFESTASI KLINIS
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak
beberapa jam setelah kelahiran. Kasus RDS kemungkinan besar terjadi pada
bayi yang lahir prematur.
Tanda-tanda gangguan pernapasan ini dapat berupa
dispnea/bradipnea/takipnea,sianosis,retraksisuprasternal/epigastrik/intercostal,
grunting expivasi, pernapasan cuping hidung, menurunnya daya compliance
paru-paru, hipotensi sistemis (pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda
lebih dari 3-4 detik), penurunan keluaran urine, penurunan suara napas dengan
ronkhi, takhikardi saat terjadinya asidosis, dan hipoksemia (Fida & Maya,
2012).
4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor resiko utama yang berpengaruh bukanlah usia gestasi, tetapi
kematangan paru (Maryunani, 2013). Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan terjadinya RDS adalah :
a. Prematuritas, terutama pada bayi yang lahir kurang dari 35 minggu.
b. Bedah Caesar tanpa persalinan.
c. Bayi dengan ibu diabetes militus.
d. Perdarahan antepartum.
e. Asfiksia neonatorum.
f. Kembar kedua.
g. Laki – laki lebih beresiko dari wanita dengan perbandingan 2 : 1

5. KLASIFIKASI

6. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh aveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan
yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas
dari rongga udara bagian distal menyebabkan desquamasi dari epithel sel aveoli
type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini, Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan
pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah Membran Hyaline
yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir, ephitelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses
penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit
yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering
berlanjut menjadi Bronchpulmonal Dislapsia (BPD) (Suriadi & Yulianni, 2010)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Cecily & Sowden (2009) pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDS
yaitu:
1. Kajian foto thoraks

 Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang


tindih.

 Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi paru

 Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena


(bayi dari ibu diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)

 Bayangan timus yang besar

 Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan


penyakit berat jika muncuk pada beberapa jam pertama
2. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau metabolik

 Hitung darah lengkap

 Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum

 Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk


menentukan maturitas paru
 Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia

8.PENATALAKSANAAN
Neonatus yang mengalami RDS harus ditangani secepatnya agar tidak
menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan (fida & maya, 2012).
Berikut beberapa pengobatan yang bisa dilakukan:
a. Lingkungan yang Optimal
Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,
5 -37◦C). Untuk memperoleh suhu ini, anak bisa diletakkan di dalam
inkubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat, yaitu 70-80%.
b. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen harus hati-hati karena dapat berpengaruh kompleks
terhadap bayi yang lahir prematur. Untuk mencegah timbulnya
komplikasi tersebut, pemberian O2 sebaiknya dikuti dengan
pemeriksaan analisis gas darah. Tekanan jalan napas positif secara
kontinu melalui kanul nasal untuk mencegah kehilangan volume
selama ekspirasi.
c. Pemberian Antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan mencegah infeksi sekunder. Bayi dapat
diberi penisilin dengan dosis 5.0000-10.0000 U/kg BB/hari dengan
atau tanpa gentamicin 3-5/kg BB/hari.
d. Pemberian Surfaktan Eksogen
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen melalui endotrakbeal tube. Obat ini terbukti sangat
efektif dalam mengobati terjadinya RDS
9.EVIDENCE BASED PRACTICE IN NURSING
Jurnal 1
Judul jurnal : Nursing Care to Newborns with Respiratory Distress Syndrome
in Intensive Care Unit (Asuhan Keperawatan pada Bayi Baru Lahir
dengan Gangguan Pernafasan Sindrom di Unit Perawatan Intensif)
Peneliti : Larissa Mendonça Torres1, Anelly Barbara Feitosa de Paiva2,
Antônia Emanuella Oliveira Diniz2, Brenda Carla de Oliveira
Moreira2, Yanna Gomes de Sousa3, Soraya Maria de Medeiros3,
Jovanka Bittencourt Leite de Carvalho3
Afiliansi :1. Department of Nursing, Federal University of Rio Grande do
Norte, Natal, Rio Grande do Norte, Brazil.
2. Nursing School, Potiguar University, Mossoró, Rio Grande do
Norte, Brazil.
3. Department of Nursing, Federal University of Rio Grande do
Norte, Natal, Rio Grande do Norte, Brazil.
Latar Belakang : Insufisiensi pernapasan progresif dan frekuensi tinggi, sesak
napas karena ketidakdewasaan dan atelektasis paru-paru menjadi
ciri RDSNB. Manifestasi klinis RDSNB memiliki berbagai tingkat
takipnea, hidung melebar, retraksi, erangan, dan sianosis. Apnea
dapat terjadi sekunder akibat hipoksemia dan gagal napas. Ketika
RDSNB tidak diobati, hal itu dapat menyebabkan masalah besar
lainnya dan dalam beberapa kasus, bahkan dapat berakibat fatal.
RDSNB disorot dalam angka kematian neonatal. Sekitar 60% bayi
baru lahir dengan usia kehamilan kurang dari 30 minggu akan
mengalami penyakit ini, dan juga sekitar 5% selama 37 minggu.
Struktur paru tidak lagi diisi dengan cairan untuk menjadi ruang
yang lapang dan dengan pertukaran gas dan mereka perlu
beradaptasi dengan lingkungan yang tidak stabil secara termal dan
aktivitas metabolisme intrauterin yang berbeda. Menghadapi
parahnya gambaran RDSNB, diperlukan perawatan intensif untuk
bayi baru lahir yang terkena penyakit ini. Dengan demikian,
Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah lingkungan terapeutik
yang tepat untuk perawatan dan rehabilitasi bayi baru lahir (NB).
NB perawatan bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki
hipoksemia, memperbaiki perubahan seperti hipotermia dan
asidosis metabolik, mencegah sintesis surfaktan, mempertahankan
homeostasis, karena memungkinkan pemulihan paru untuk
mensintesis lesitin surfaktan; dan mencegah atelektasis alveolar
progresif melalui penggunaan CPAP atau respirator. Penelitian ini
dilakukan berdasarkan kebutuhan untuk memahami aktivitas dan
asuhan keperawatan di NICU pada pasien RDS, dan
kekhususannya, mencari wawasan dan kontribusi keperawatan
dalam pemulihan/promosi pasien. Pilihan topik penelitian muncul
dari kedekatan penulis dengan bidang yang terlibat, Unit
Perawatan Intensif dan Neonatologi. Ketertarikan pada RDSNB
adalah setelah penelitian bibliografi ketika diperlukan untuk
meneliti penyakit yang mempengaruhi bayi baru lahir tetapi
memiliki relevansi yang lebih besar daripada yang lain.
Tujuan : Untuk mengidentifikasi prosedur utama yang dilakukan oleh staf
keperawatan pada bayi baru lahir dengan sindrom gangguan
pernapasan.
Metode : Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dilakukan
melalui wawancara semi terstruktur dengan tujuh perawat di
Neonatal Intensive Care Unit. Pengumpulan data dilakukan pada
bulan Agustus hingga Oktober 2015. Untuk analisis data
digunakan analisis isi.
Hasil : Wawancara dilakukan dengan perawat NICU yang memiliki kode
untuk menjaga identitas mereka, dijelaskan pada tabel di bawah
ini:
Menampilkan subjek penelitian Hanya satu dari tujuh perawat yang
berspesialisasi dalam neonatologi. Hanya dua dari mereka yang
memiliki pengalaman yang diperlukan menurut RDC 50/2009 -
ANVISA9 untuk bekerja di area tersebut. Diskualifikasi enam
perawat pada neonatologi spesifik tidak membuat buruknya sektor
kualitas pelayanan yang dikembangkan oleh perawat tersebut.
Mereka dapat memberikan layanan yang gesit dan kompeten,
memberikan yang terbaik yang mereka bisa.(Tabel 1)

Setelah jawaban, dihasilkan kategori pidato: Perbaikan pola


pernapasan, Kerjasama tim dan Pembinaan dan tuan rumah.(table
2)
dalam pendampingan RDS, praktik utama adalah pemberian
oksigen yang cukup karena penyakit ini ditandai dengan gagal
napas yang progresif dan seringkali sesak napas akibat atelektasis
dan imaturitas paru-paru. Untuk peningkatan NB, perawat
penelitian ini menyebutkan bahwa perlu tidak hanya untuk
mencapai terapi oksigen yang ideal, tetapi juga perawatan dasar
lainnya untuk membantu bayi tersebut seperti penanganan,
pemeriksaan saturasi oksigen dan tanda-tanda vital.
Dalam kontribusi keperawatan dalam pelayanan dan RDS pasien,
kami dapat menyoroti bagaimana bantuan kepada keluarga NB
ketika dirawat di NICU, hosting, bagaimana mereka diterima dan
prosedur apa yang juga mereka hubungi dan tahu bagaimana
menanganinya. dengan keadaan bayinya. (Tabel 3)
Atas jawaban yang diberikan oleh responden, kita dapat melihat
upaya keperawatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas dan
memenuhi semua kebutuhan pasien dan keluarganya. Semua yang
diwawancarai berbicara tentang pentingnya asuhan keperawatan
untuk bayi baru lahir ini. Keperawatan berpartisipasi aktif dalam
semua tahap proses kesehatan-penyakit, melakukan beberapa
prosedur penting untuk memperbaikinya. Di antara yang paling
banyak dikutip adalah panas NB, perubahan postur, aspirasi, terapi
oksigen, terapi antibiotik, akses vena, selalu memperhatikan
saturasi oksigen, dinamika dada, pola pernapasan dan ini terlihat
dalam pidato sebagian besar perawat.
Profesional juga ditanya apa kesulitan keperawatan untuk
perawatan pasien yang mereka miliki. Saat membalas, kategori
yang dihasilkan dari speches dapat diidentifikasi: Sumber daya
material, Kelebihan beban kerja, Domain bantuan. (Tabel 4)
Dalam wawancara, perawat mengatakan bahwa kekurangan
sumber daya material adalah salah satu kesulitan terbesar dari staf
perawat karena mereka sering gagal untuk memberikan perawatan
yang berkualitas karena kurangnya beberapa bahan yang
diperlukan. Untuk melakukan perawatan yang komprehensif, tidak
hanya diperlukan tenaga profesional yang terlatih, tetapi juga
tempat dengan infrastruktur yang baik yang dapat menampung
pasien secara bermartabat dan terutama bahan dan peralatan khusus
untuk berbagai prosedur yang dilakukan di NICU.

Kesimpulan : Disimpulkan bahwa kegiatan yang berlebihan, jumlah staf yang


berkurang, kekurangan bahan, peralatan dan kebutuhan
pengembangan profesional merupakan realitas kerja perawat di
sektor ini. Itu terlihat staf yang kuat dan bertanggung jawab dengan
masalah yang jelas, tapi itu mencoba untuk menjelaskan pekerjaan
mereka dan memungkinkan untuk menarik mereka dari kelebihan
pekerjaan dan kesulitan struktural di daerah tersebut.
Saran : Dari hasil asuhan keperawatan, perlu untuk memperluas sumber
daya teknologi dan pemeliharaan peralatan ICU, meningkatkan
jumlah profesional yang bekerja di sektor ini dan mempromosikan
pendidikan berkelanjutan, yang memungkinkan perawat
memberikan perawatan yang berkualitas teknik.
Jurnal 2

Judul : European Consensus Guidelines on the Management of


Respiratory Distress Syndrome (Pedoman Konsensus Eropa
tentang Manajemen Sindrom Gangguan Pernafasan)
Peneliti : David G. Sweet, Virgilio Carnielli, Gorm Greisen, Mikko
Hallman, Eren Ozek, Arjan te Pas, Richard Plavka, Charles C.
Roehr, Ola D. Saugstad, Umberto Simeoni, Christian P. Speer,
Maximo Vento Gerhard H.A. Visser, Henry L. Halliday.
Afiliansi : Regional Neonatal Unit, Royal Maternity Hospital, Belfast, UK;
Department of Neonatology, Polytechnic University of Marche,
and Azienda Ospedaliero-Universitaria Ospedali Riuniti Ancona,
Ancona, Italy; Department of Neonatology, Rigshospitalet and
University of Copenhagen, Copenhagen, Denmark;
Latar belakang: Respiratory distress syndrome (RDS) tetap menjadi masalah yang
signifikan untuk bayi prematur, meskipun manajemen telah
berkembang secara bertahap selama bertahuntahun menghasilkan
peningkatan kelangsungan hidup untuk bayi terkecil tetapi dengan
tingkat displasia bronkopulmoner (BPD) yang tidak dapat diterima
setidaknya sebagian karena berkurangnya penggunaan pascanatal.
steroid. Sejak 2006, panel neonatologis dari banyak negara Eropa
telah bertemu 3 tahunan untuk meninjau literatur terbaru dan
mengembangkan rekomendasi konsensus untuk manajemen
optimal bayi prematur dengan atau berisiko RDS untuk mencapai
hasil terbaik untuk neonatus di Eropa. "Pedoman Konsensus Eropa
untuk Manajemen RDS" pertama kali diterbitkan pada 2007 dan
telah diperbarui pada 2010, 2013 dan 2016 dan didukung oleh
European Society for Pediatric Research. Tujuan manajemen RDS
adalah untuk memberikan intervensi untuk memaksimalkan
kelangsungan hidup sambil meminimalkan potensi efek samping
termasuk BPD.
Tujuan : Tujuan manajemen RDS adalah untuk memberikan intervensi
untuk memaksimalkan kelangsungan hidup sambil meminimalkan
potensi efek samping termasuk BPD.
Hasil : 1. Perawatan Prenatal
Ibu dengan risiko tinggi kelahiran prematur <28-30 minggu
kehamilan harus dipindahkan ke pusat perinatal dengan
pengalaman dalam pengelolaan RDS. Dokter harus menawarkan
satu kursus kortikosteroid prenatal untuk semua wanita yang
berisiko melahirkan prematur dari saat kehamilan dianggap
berpotensi layak sampai usia kehamilan 34 minggu idealnya
setidaknya 24 jam sebelum kelahiran. Steroid ulangan tunggal
dapat diberikan pada bayi prematur yang terancam sebelum usia
kehamilan 32 minggu jika pemberian pertama diberkan setidaknya
1-2 minggu sebelumnya. MgSO4 harus diberikan kepada wanita
dalam persalinan yang akan segera terjadi sebelum usia kehamilan
32 minggu. Pada wanita dengan gejala persalinan prematur,
pengukuran panjang serviks dan fibronektin harus dipertimbangkan
untuk mencegah penggunaan obat tokolitik dan/atau steroid
antenatal yang tidak perlu. Dokter harus mempertimbangkan
penggunaan jangka pendek obat tokolitik pada kehamilan sangat
prematur untuk memungkinkan penyelesaian kortikosteroid
dan/atau transfer in utero ke pusat perinatal.
2. stabilisasi ruang bersalin
Tunda penjepitan tali pusat setidaknya selama 60 detik untuk
meningkatkan transfusi plasenta-janin. Pada bayi yang bernapas
spontan, stabilkan dengan CPAP minimal 6 cm H2O melalui
masker atau nasal prong. Jangan gunakan SI karena tidak ada
manfaat jangka panjang. Inflasi paru tekanan positif yang lembut
dengan 20–25 cm H2Tekanan inspirasi puncak (PIP) harus
digunakan untuk bayi apnea atau bradikardi yang persisten.
Oksigen untuk resusitasi harus dikontrol menggunakan blender.
Gunakan FiO . awal2 dari 0,30 untuk bayi 100/menit) harus dicapai
dalam 5 menit. Intubasi harus disediakan untuk bayi yang tidak
berespons terhadap ventilasi tekanan positif melalui masker wajah
atau nasal prong. Bayi yang memerlukan intubasi untuk stabilisasi
harus diberikan surfaktan. Kantong plastik atau pembungkus
oklusif di bawah penghangat bercahaya harus digunakan selama
stabilisasi di ruang persalinan untuk bayi.
3. Terapi Surfaktan
Terapi surfaktan memainkan peran penting dalam pengelolaan
RDS karena mengurangi pneumotoraks dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
4. metode administrasi surfaktan
Pemberian surfaktan membutuhkan praktisi yang berpengalaman
dengan keterampilan intubasi dan kemampuan untuk memberikan
MV jika diperlukan. Sebagian besar uji klinis surfaktan sampai saat
ini telah menggunakan intubasi trakea, pemberian bolus dengan
distribusi surfaktan menggunakan ventilasi tekanan positif
intermiten, baik secara manual atau dengan ventilator, diikuti
dengan periode penyapihan dari MV sebagai kepatuhan paru-paru
membaik.
Bayi dengan RDS harus diberikan preparat surfaktan yang berasal
dari hewan. Kebijakan surfaktan penyelamatan dini harus standar,
tetapi ada kalanya surfaktan harus diberikan di ruang persalinan,
seperti saat intubasi diperlukan untuk stabilisasi. Bayi dengan RDS
harus diberikan surfaktan penyelamat di awal perjalanan penyakit.
Protokol yang disarankan adalah merawat bayi yang memburuk
saat FiO2 >0,30 pada tekanan CPAP minimal 6 cm H2O. Poractant
alfa dengan dosis awal 200 mg/kg lebih baik dari 100 mg/kg
poractant alfa atau 100 mg/kg beractant untuk terapi penyelamatan.
LISA adalah cara pemberian surfaktan yang lebih disukai untuk
bayi yang bernapas spontan dengan CPAP, asalkan dokter
berpengalaman dengan teknik ini. Surfaktan dosis kedua dan
kadang-kadang dosis ketiga harus diberikan jika ada bukti RDS
yang berkelanjutan seperti kebutuhan oksigen tinggi yang persisten
dan masalah lain telah disingkirkan.
5. Suplementasi Oksigen di luar Stabilisasi
Pada bayi prematur yang menerima oksigen, target saturasi harus
antara 90 dan 94%. Batas alarm harus diatur ke 89 dan 95%.
6. dukungan pernapasan non-invasif
CPAP harus dimulai sejak lahir pada semua bayi yang berisiko
RDS, seperti pada usia kehamilan <30 minggu yang tidak
memerlukan intubasi untuk stabilisasi. Sistem yang memberikan
CPAP tidak terlalu penting; namun, antarmuka harus berupa
binasal prongs atau mask pendek dengan tekanan awal sekitar 6-8
cm H2O. Tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) kemudian dapat
disesuaikan secara individual tergantung pada kondisi klinis,
oksigenasi dan perfusi. CPAP dengan surfaktan penyelamat dini
dianggap sebagai manajemen yang optimal untuk bayi dengan
RDS. NIPPV yang disinkronkan, jika diberikan melalui ventilator
daripada perangkat BIPAP, dapat mengurangi kegagalan ekstubasi
tetapi mungkin tidak memberikan keuntungan jangka panjang
seperti pengurangan BPD. Selama penyapihan, HFNC dapat
digunakan sebagai alternatif CPAP untuk beberapa bayi dengan
keuntungan lebih sedikit trauma hidung.
7. strategi mv
Setelah stabilisasi, MV harus digunakan pada bayi dengan RDS
ketika metode bantuan pernapasan lainnya gagal. Durasi MV harus
diminimalkan. Pilihan utama mode ventilasi adalah kebijaksanaan
tim klinis; namun, jika MV konvensional digunakan, ventilasi
volume tidal yang ditargetkan harus digunakan. Saat menyapih dari
MV, masuk akal untuk mentolerir hiperkarbia tingkat sedang
asalkan pH tetap di atas 7,22. Kafein harus digunakan untuk
memfasilitasi penyapihan dari MV. Kafein dini harus
dipertimbangkan untuk bayi yang berisiko tinggi membutuhkan
MV seperti pada dukungan pernapasan noninvasif. Pemberian
dosis rendah atau deksametason yang sangat rendah harus
dipertimbangkan untuk memfasilitasi ekstubasi pada bayi yang
tetap menggunakan MV setelah 1-2 minggu. Budesonide inhalasi
dapat dipertimbangkan untuk bayi dengan risiko BPD yang sangat
tinggi. Opioid harus digunakan secara selektif bila diindikasikan
oleh penilaian klinis dan evaluasi indikator nyeri. Penggunaan rutin
infus morfin atau midazolam pada bayi prematur berventilasi tidak
dianjurkan.
8. Pemantauan dan Perawatan Pendukung
Suhu inti harus dijaga antara 36,5 dan 37,5 °C setiap saat. Sebagian
besar bayi harus dimulai dengan cairan intravena 70-80 mL/kg/hari
dalam inkubator yang dilembabkan, meskipun beberapa bayi yang
sangat imatur mungkin membutuhkan lebih banyak. Cairan harus
disesuaikan secara individual sesuai dengan kadar natrium serum,
keluaran urin dan penurunan berat badan. Nutrisi parenteral harus
dimulai sejak lahir. Asam amino 1–2 g/kg/ hari harus dimulai sejak
hari pertama dan dengan cepat ditingkatkan hingga 2,5–3,5
g/kg/hari. Lipid harus dimulai dari hari pertama dan ditingkatkan
hingga maksimum 4,0 g/kg/hari jika dapat ditoleransi. Pemberian
makanan enteral dengan ASI harus dimulai dari hari pertama jika
bayi stabil secara hemodinamik
9. Mengelola Tekanan Darah dan Perfusi
Pengobatan hipotensi dianjurkan ketika dikonfirmasi oleh bukti
perfusi jaringan yang buruk seperti oliguria, asidosis dan
pengembalian kapiler yang buruk daripada murni pada nilai
numerik. Jika keputusan dibuat untuk mencoba penutupan
terapeutik PDA maka indometasin, ibuprofen atau parasetamol
dapat digunakan. Konsentrasi hemoglobin (Hb) harus
dipertahankan dalam batas yang dapat diterima. Ambang batas Hb
untuk bayi dengan penyakit kardiopulmoner berat adalah 12 g/dL
(HCT 36%), 11 g/ dL (HCT 30%) untuk mereka yang bergantung
pada oksigen dan 7 g/dL (HCT 25%) untuk bayi stabil di atas 2
minggu umur.

Kesimpulan : Perawatan sebelum melahirkan dengan melakukan pada


Bayi prematur yang berisiko RDS harus lahir di pusat di mana
perawatan yang tepat termasuk MV tersedia. Penilaian antenatal
yang bijaksana harus mencakup risiko kelahiran prematur dan
kebutuhan akan kortikosteroid ibu jika risikonya sedang atau
tinggi. Tokolitik dapat digunakan untuk memberikan waktu bagi
steroid untuk bekerja atau untuk transfer yang aman jika
diperlukan. Magnesium sulfat harus diberikan pada ibu yang akan
melahirkan prematur. Ruang pengiriman stabilisasi bertujuan untuk
menunda penjepitan tali pusat saat lahir setidaknya 1 menit.
Stabilkan bayi prematur (<28 minggu GA) dalam kantong plastik
di bawah penghangat radiasi untuk mencegah kehilangan panas.
Dukung pernapasan dengan lembut menggunakan CPAP jika
memungkinkan, dan jika inflasi diperlukan, hindari volume tidal
yang berlebihan. Oksimetri nadi dapat membantu memandu
respons detak jantung terhadap stabilisasi. Mulailah dengan
oksigen 21-30% untuk GA 28-31 minggu dan oksigen 30% untuk
GA < 28 minggu dan titrasi naik atau turun sesuai kebutuhan
sesuai SpO2 target. Bertujuan SpO2 80% atau lebih dalam waktu 5
menit. Intubasi saat lahir harus dipertimbangkan hanya untuk
mereka yang tidak menanggapi hal di atas, meskipun intubasi dini
dan surfaktan mungkin diperlukan untuk bayi yang menunjukkan
tanda-tanda awal RDS berat seperti retraksi dada dan kebutuhan
oksigen yang tinggi.
Pernafasan mendukung dan surfaktan. Surfaktan yang
berasal dari hewan harus digunakan dan diberikan sedini mungkin
selama RDS. Ambang batas pengobatan FiO2 0,30 pada tekanan
CPAP 6 cm H2O tampaknya masuk akal. Dosis berulang surfaktan
mungkin diperlukan jika ada bukti RDS yang berkelanjutan. Jika
memungkinkan, berikan surfaktan menggunakan metode LISA
tetapi hanya jika bayi secara klinis stabil pada CPAP dengan
tandatanda RDS yang memburuk dan dokter berpengalaman dalam
teknik tersebut. Pada mendukung peduli. Pertahankan suhu tubuh
pada 36,5–37,5°C setiap saat. Mulai nutrisi parenteral segera
dengan asam amino dan lipid dalam volume cairan awal sekitar
70–80 mL/kg/hari untuk sebagian besar bayi dan batasi natrium
selama periode transisi awal.
Jurnal 3
Judul : NURSING CARE OF THE CHILD IN RESPIRATORY
DISTRESS (Asuhan keperawatan anak dengan gangguan
pernapasan)
Peneliti : Hrvatska proljetna pedijatrijska škola, MAJDA OŠTIR
Afiliansi : Univerzitetni Klinični center Ljubljana, Pediatrična klinika,
Služba za pljučne bolezni, Split, 2021.
Latar belakang: Gangguan pernapasan pada anak didefinisikan sebagai keadaan
kesulitan atau perubahan pernapasan dan kegagalan pernapasan
adalah suatu kondisi ketika pertukaran gas di paruparu tidak
mencukupi untuk kebutuhan metabolisme tubuh meskipun
mekanisme kompensasi organisme (Grošelj Grenc, 2017). Ini
berkembang sebagai akibat dari berbagai penyakit pernapasan
dan/atau penyakit sistem pernapasan (Grosek, 2014). Faktor risiko
untuk perjalanan penyakit yang serius adalah: prematuritas, berat
badan lahir rendah, penyakit selama tiga bulan pertama kehidupan,
penyakit pernapasan dan jantung kronis, penyakit neuromuskular,
dan defisiensi imun (Krivec, 2014). Kondisi lain cenderung tidak
menyebabkan gangguan pernapasan, tetapi harus diketahui dan
dianggap sebagai kemungkinan penyebab masalah pernapasan
anak. Ini termasuk paru-paru penyakit, penyakit kardiovaskular,
penyakit neurologis, penyebab metabolik dan endokrinologis,
penyakit hematologi dan penyakit saluran pencernaan (Furman dan
Grošelj Grenc, 2016).
Tujuan : Perawat perlu menyadari beberapa fitur anatomi dan fisiologis
masa kanak-kanak, karena ini mempengaruhi rencana dan kegiatan
asuhan keperawatan.
Hasil : 1. Observasi, pengukuran dan penilaian kondisi anak
Diperlukan penilaian yang cermat terhadap kondisi untuk
menentukan siapa yang berisiko mengalami gangguan pernapasan
dan/ atau gagal napas. Gangguan pernapasan parah dapat
berkembang segera menjadi gagal, sementara gangguan pernapasan
ringan dan sedang secara progresif secara bertahap selama
beberapa jam atau hari. Distress pernapasan yang parah, atau
kegagalan pernapasan, adalah kondisi yang mengancam jiwa yang
dapat menyebabkan kematian segera atau dalam beberapa menit,
kecuali tindakan diambil tepat waktu (Grosek, 2014). Penilaian
kondisi harus lebih ditingkatkan dengan mengidentifikasi
kebutuhan anak yang muncul karena kondisi ini (Oštir, 2013).
2. Oksigen dan inhalasi terapi
Kekhususan penargetan oksigen pada anak terkait dengan fitur
anatomi dan fisiologis yang spesifik untuk usia anak. Target
oksigen dalam % saturasi hemoglobin (SaO2 atau SpO2) adalah:
95-97% pada anak-anak dan remaja, 88-92% pada semua bayi baru
lahir (prematur atau 28 hari) (Khadawardi dan Hazzani, 2013) dan
di atas 60% pada sianotik. Keuntungan dari obat inhalasi adalah
bahwa obat langsung datang ke tempat yang seharusnya bekerja.
Namun, obat hirup hanya akan efektif jika cukup di paru-paru dan
di tempat yang tepat (Oštir, 2015).
3. Maintenance of upper airway patency
Pengisapan saluran pernapasan bagian atas meningkatkan
patensi saluran udara bagian atas. Penyedotan akan berhasil dan
efektif bila upaya bernafas berkurang, laju pernafasan membaik,
saturasi oksigen lebih baik, tidak ada sekresi yang terlihat, serta
warna kulit membaik (Zupan dan Leskovec, 2019). Tenggorokan
bagian bawah dan tenggorokan aspirasi tidak dianjurkan pada anak
dengan bronkiolitis (Mrvič et al, 2007; Zupan, 2009).
4. Memposisikan bayi dan anak pada posisi yang lebih mudah
bernapas dan mempertahankan jalan napas terbuka.
Periksa kenyamanan pakaian dan kendurkan keketatan popok
untuk mencegah tekanan pada diafragma, yang merupakan otot
pernapasan utama pada anak (Oštir, 2017). Pada anak dengan
pernapasan yang tidak adekuat, pemeliharaan jalan napas paten
adalah prioritas pertama. Posisi kepala harus netral pada bayi baru
lahir, sedangkan pada bayi kepala harus sedikit dimiringkan ke
belakang sehingga disebut posisi mengendus. Ini memungkinkan
lidah tidak jatuh ke belakang, sehingga mencegah jalan napas
menutup
5. Memberi makan dan hidrasi.
Kelelahan yang berlebihan selama menyusui dapat
menyebabkan memburuknya kesehatan anak dan memburuknya
gangguan pernapasan (Zupan, 2009).
Kesimpulan : Distres pernapasan pada anak merupakan penyebab umum
masuknya anak ke rumah sakit. Ini adalah keadaan darurat dan
tidak diketahui dapat menyebabkan kematian. Perawat memainkan
peran penting dalam perawatan bayi dalam gangguan pernapasan,
karena dapat berkontribusi pada hasil perawatan yang lebih baik
dengan pengamatan dan tindakan yang tepat dan tepat waktu.
Aktivitas yang dapat mengatasi kebutuhan yang teridentifikasi dan
potensial pada anak dengan distres pernapasan adalah bagian dari
rencana keperawatan dan mencakup observasi dan pengukuran
tanda vital, aspirasi saluran pernapasan bagian atas, penempatan
pada posisi bernapas.

C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
1. PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh


perawat dalam menggali permasalahan yang dialami klien meliputi usaha
pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Muttaqin, 2011).
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis
yang terorganisasi, dan meliputi empat aktivitas dasar atau elemen dari
pengkajian yaitu pengumpulan data secara sistematis, memvalidasi data,
memilah, dan mengatur data, dan mendokumentasikan data dalam format
(Wartonah, 2015).
Pengkajian diawali dari fungsi pernafasan, mengobservasi kemampuan
paru-paru bayi untuk bernafas pada fase transisi dari kehidupan intra-uteri
ke kehidupan ekstra-uteri. Bayi BBLR terutama yang premature
mempunyai kesulitan pada fase transisi ini karena jumlah alveoli yang
berfungsi masih sedikit, defisiensi surfaktan, lumen sistem pernapasan
yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi klasifikasi dari
tulang thoraks, lemah atau tidak adanya refleks dan pembuluh darah paru
yang immature. Hal tersebut dapat mengganggu usaha bayi untuk bernafas
dan mengakibatkan distress pernafasan. Dalam melakukan pengkajian
dasar, data dapat dikelompokan menjadi data subjektif dan data objektif
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan hasil
pengumpulan data pasien melalui anamnesa atau wawancara. Hasil
anamesa yang berhubungan dengan bayi RDS dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Riwayat penyakit terdahulu (adanya riwayat penyakit seperti
hipertensi, DM, toksemia pada ibu).
2. Nutrisi ibu (malnutrisi, konsumsi kafein, penggunaan obat
obatan, merokok dan mengonsumsi alkohol).
3. Riwayat ibu :
a. Umur dibawah umur 16 tahun atau umur diatas umur 35
tahun
b. Latar belakang rendah
c. Rendahnya gizi
d. Konsultasi genetik yang pernah dilakukan
4. Riwayat persalinan :
a. Kehamilan kembar
b. Bedah Caesar.
c. Perdarahan antepartum.
d. Tidak adanya perawatan sebelum kelahiran

b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan hasil pemeriksaan
fisik, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam
data fokus. Pengkajian pada bayi RDS bertujuan untuk mengetahui
fisiologis dasar pada bayi RDS.
Pengkajian dapat dilakukan secara sistematik berawal dari pengkajian
data mengenai identitas pasien, identitas penanggung jawab, keluhan
utama, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
kehamilan dan kelahiran, riwayat penyakit keluarga, riwayat tumbuh
kembang, psikologi keluarga, pola kebiasaan sehari hari, dan pemeriksaan
fisik sesuai dengan sistem tubuh, sebagai berikut:
1. Pengkajian Pernafasan dilakukan dengan
a) Observasi bentuk dada (barrel, cembung) kesimetrian,
adanya insisi, selang dada, atau penyimpangan lainnya.
b) Observasi otot aksesori: Pernafasan cuping hidung, retraksi
dada .
c) Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan.
d) Auskultasi bunyi pernafasan: Stridor, mengi, ronchi, area
yang tidak ada bunyinya, keseimbangan bunyi nafas.
e) Observasi saturasi oksigen dengan oksimetri nadi dan
tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida.
f) Secara singkat, perhatikan: Bentuk cuping hidung, dada
simetris atau tidak, otot-otot pernafasan retraksi intercostae,
subclavicula, frekuensi pernafasan, bunyi nafas ada ronchi
atau tidak
2. Pengkajjian Kardiovaskuler pada Bayi RDS
Pengkajian sistem kardiovaskuler dilakukan untuk mengukur
tekanan darah, menghitung denyut jantung, dan menilai
pengisian kembali kapiler pada bayi.
a) Tentukan frekuensi, irama jantung, dan tekanan darah
b) Auskultasi bunyi jantung, termasuk adanya mur-mur
c) Observasi warna kulit bayi seperti adanya sianosis, pucat,
dan ikterik pada bayi
d) Kaji warna kuku, membrane mukosa, dan bibir
e) Gambaran nadi perifer, pengisian kapiler (< 2-3 detik)
3. Pengkajian Gastrointestinal pada Bayi RDS
Pengkajian yang dapat dilakukan adalah mengecek refleks
mengisap dan menelan, menimbang berat badan bayi,
mendengarkan bising usus dan observasi pengeluaran mekonium.

4. Pengkajian Genitourinaria pada Bayi RDS


Masalah pada sistem perkemihan yaitu ginjal bayi pada bayi
RDS tidak dapat mengekresikan hasil metabolisme dan obat
obatan dengan akurat, memekatkan urin, mempertahankan
keseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit. Pengkajian
dilakukan dengan cara menghitung intake dan output.

5. Pengkajian Neurologis-Muskuluskeletal pada bayi RDS


Pada bayi RDS sangat rentan terjadi injuri susunan saraf pusat.
Pengkajian yang dilakukan adalah observasi fleksi, ekstensi,
reflex hisap, tingkat respon, respon pupil, gerakan tubuh dan
posisi bayi.

6. Pengkajian Suhu pada bayi RDS


Banyak faktor yang menyebabkan suhu tidak stabil pada bayi
RDS terutama pada bayi BBLR salah satunya yaitu kurangnya
lemak subkutan pada bayi. Pengkajian suhu yang dapat
dilakukan adalah tentukan suhu kulit melalui aksila bayi,
tentukan dengan suhu lingkungan.
7. Pengkajian Kulit pada bayi RDS
Dalam pengkajian kulit bayi yang dikaji yaitu monitor adanya
perubahan warna kulit, area kulit yang kemerahan, tanda iritasi,
mengkaji tekstur atau turgor kulit bayi, ruam, lesi pada kulit bayi.

8. Pengkajian Respon Orang Tua pada Bayi RDS


Respon orangtua yang bayinya dengan RDS umunya merasa
sedih, cemas, dan takut kehilangan. Hal hal yang dapat dikaji
perawat adalah ekspresi wajah orangtua bayi dengan RDS,
mengkaji perilaku dan mekanisme pemecahan masalah yang
dilakukan orang tua bayi
(Maryunani,2013)

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja
SDKI, 2016).
Diagnosis keperawatan dibagi menjadi 5 kategori, yaitu fisiologis,
psikologis, perilaku, relasional, dan lingkungan. Lima kategori tersebut
dapat dibagi lagi menjadi 14 subkategori.
Penyebab dari pola napas tidak efektif adalah depresi pusat
pernapasan, hambatan upaya napas (misalnya nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas tulang
dada, imaturitas neurologia, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,
sindrom hipoventilasi, dan efek agen farmakologis (Tim Pokja SDKI,
2016).
Diagnosa Keperawatan dari Respiratory Distress Syndrome
(NANDA,2015)
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Penumpukan
Alveolar-Kapiler
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Hiperventilasi
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan
Penumpukan Sekret pada Paru-Paru
4. Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan Prosedur Invasif,
Terpajan Kuman Patogen
5. Hipotermia berhubungan dengan Adaptasi Lingkungan Luar
Rahim

Tujuan kunjungan neonatal adalah untuk meningkatkan akses neonatus


terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila
terdapat kelainan pada bayi atau mengalami masalah (Yulifah 2013)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses keperawatan
. intervensi disusun berdasarkan NANDA (2015-2017), NOC dan NIC

NO DX KEPERAWATAN NOC NIC


.
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen:
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 1. Kelola humidifikasi
perubahan membran jam, pertukaran gas pasien oksigen sesuai peralatan
alveolarkapiler menjadi efektif dengan 2. Siapkan peralatan
Batasan karakteristik: kriteria hasil: oksigenasi
-Takipneu 1. Ventilasi dan oksigenasi 3. kelola O₂ sesuai indikasi
-Dispnea adekuat 4. monitor terapi osigen dan
-Nafas cuping hidung 2. Bebas deri tnda tanda observasi tanda keracunan
-Sianosis distress pernafasan O₂
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan:
nafas berhubungan dengan keperawatan selam 2x24 jam 1. Monitor kecepatan,
hiperventilasi diharapkan pola nafas efektif irama, kedalaman dan upaya
Batasan karakteristik: dengan kriteria hasil naik
-ada retraksi dinding dada -pernafasan dalam batas 2. Monitor pergerakan,
-takipneu normal (40-60x/menit) kesimetrisan dada, retraksi
-dispnea -pengenbangan dada simetris dada, dan alat bantu
-nafas pendek -irama nafas teratur 3. Monitor adanya
-suara nafas tambahan -tidak ada retraksi dinding pernafasan cupinh hidung
dada -tidak ada suara nafas 4. Monitor pola nafas
tambahan bardipnea,
-tidak takipneu takipnea,hiperventi,la si,
lusmaul,dan apnea
5. Monitor adanya
kelemahan otot diagfragama
6. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan dan
ketidakadanya ventilasi dan
bunyi nafas
3. Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan Manajemenjalan nafas:
jalan nafas berhubungan keperawatan selama 1x24 1. Bersihkan sluran
dengan penumpukan jam pasien dapat pernafasan dan pastikan
secret meningkatkan status airway paten
Batasan karakteristik: pernafasan yang adekuat 2. Monitor perilaku dan
-batuk tidak efektif dengan kriteria hasil: status mental pasien,
-dispneu -tidak ada suara nafas kelelahan agitasi dan
-Gelisah tambahan konfus
-sianosis -tidak ada retraksi dinding 3. Posisikan klien dengan
-bunyi nafas tambahan dada elevasi tempat tidur
-sputum berlebih -sekret berkurang 4. Monitor efek sedasi dan
-pernafasan dalam batas anlgetikpada pola nafas
normal(40-60x/menit) klien
-tidak sianosis 5. Berikan posisi semi
fowler dengan posisi lateral
10 – 15 derajat atau sesuai
toleransi
4. Resiko infeksi Dalam jangka waktu 1 jam Kontrol infeksi:
berhubungan dengan pasien akan terbebas dari 1. Bersihkan lingkungan
terpajannya kuman resiko infeksi dengan kriteria setelah dipakai
patogen hasil: 2. Pertahankan teknik
Batasan karakteristik: -bebas dari tanda tanda isolasi 3. Batasi pengunjung
-tanda gejala infeksi infeksi bila perlu
-kulit kemerahan -kemampuan mencegah 4. Intruksikan pengunjung
-kenaikan suhu tubuh infeksi untuk mencuci tangan
-jumlah leukosit dalam batas sebelum dan sesudah
normal berkinjung
-suhau dalam batas normal 5. Gunakan sabun
antimikrobauntuk cuci
tangan
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah perawatan pasien
7. Pertahankan lingkunag
naseptik selama
pemasangan alat
8. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai petunjuk umum
9. Tingkatkan intake nutrisi
10. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
5. Hipotermia berhubungan Dalam jangka waktu 1 jam Perawatan hipotermia
dengan adaptasi pasien akan terbebas dari 1. Monitor suhu tubuh tiap
lingkungan hipotermi dengan kriteria 2 jam
Batasan karakteristik: hasil: 2. Monitor warna kulit dan
-suhu dibawah batas -suhu dalam batas normal suhu kulit
normal -nadi dan HR dalam batas 3. Kaji tanda tanda
-pucat normal hipertermi atau hipotermi
-kulit dingin -tidak sianosis 4. Tingkatjkan intake nutrisi
-kuku sianosis -tidak pucat dan cairan
-kulit hangat 5. Selimuti pasien intuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Dan juga merupakan perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain
untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut Surasmi (2013) , Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Dan juga Mengakhiri rencana tindakan terhadap pasien (apabila
klien telah mencapai tujuan yg ditetapkan)

D. KESIMPULAN
Sindrom distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD). Penyakit membran
hialin atau idiopathic respiratory distress syndrome (IRSDS) disebabkan oleh
kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencengah kolaps
paru. PMH seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan,
yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup
menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadinya PMH. Kelainan ini merupakan penyebab utama
kematian bayi prematur.
Diagnosa keperawatan dari respiratory distress syndrome (NANDA,2015)
yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan alveolar-
kapiler, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
pada paru-paru, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,
terpajan kuman patogen, dan hipotermia berhubungan dengan adaptasi
lingkungan luar rahim.

E. DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo dan Marmi (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah.
Jakarta : Pustaka Belajar
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC
Anik Maryunani. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta
:Trans Info Medika. Chandra, Budiman. 2008. Metodologi Penelitian
Kesehatan.
Fida & Maya. (2012). Pengantar Ilmu kesehatan Anak. Jogyakarta: D-Medika
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi.
5. Jakarta: EGC
Suriadi, Yuliani, Rita.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta :
CV
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai