Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL TERAPI BERMAIN MENONTON VIDEO

PADA PASIEN ANAK DI RUANG ALAMANDA


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG

KELOMPOK 5

1. SEPTA OBARA
2. MELSA NOVILIA
3. ANNISA ARISTIA
4. FITRI NURARIFAINI
5. RIZKA DWI PUSPITARINI
6. CHICA ANDRIANI

PRODI PROFESI NERS TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
T.A 2019/2020
PROGRAM TERAPI BERMAIN : MENONTON VIDEO PADA

KELOMPOK ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MASALAH :

HOSPITALISASI DIRUANG AlAMANDA

RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Topik : Bersosialisasi dan menonton video

Terapis : 6 Orang mahasiswa ners poltekkes

Sasaran : Klien (anak) yang kooperatif (8-10 orang) dan klien yang sesuai
dengan kriteria usia pra sekolah.

A. Latar belakang

Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami seseorang


terutama oleh adanya pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan
mengalami tindakan invasif seperti pembedahan. Dilaporkan pasien mengalami
cemas karena hospitalisasi, pemeriksaan dan prosedur tindakan medik yang
menyebabkan perasaan tidak nyaman (Rawling, 1984).

Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas saraf otonom
dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik yang sering
ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Carpenito,
2000). Tingkat Kecemasan Manusia dapat digolonkan pada empat tingkatan
kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses karena


suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.

Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu


pengalaman yang menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua.
Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja
sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit. Bila
koping yang digunakan salah dan tidak berhasil akan menimbulkan suatu krisis
yang berdampak pada anak dan keluarga. Krisis akan berperan sebagai inhibitor
dalam proses pengobatan dan perawatan yang mengalami gangguan fisik dan
mental. Faktor penyembuh itu memerlukan dukungan emosional keluarga dan
perawat perlu mengadakan pembinaan hubungan yang terapeutik dengan anak
dan keluarga, salah satunya dengan mengadakan terapi bermain.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan kelompok, didapatkan rata-


rata 40% pasien yang dirawat di bangsal anak adalah dengan usia 3-6 tahun (pra
sekolah) yang masih terbatas dengan proses pengobatan, perawatan dan
kebutuhan bermain anak. Jumlah anak pra sekolah yang di jumpai selama
observasi adalah sebanyak 6 orang. 4 dari 6 anak mengalami stress hospitalisasi.
Oleh sebab itu kelompok memilih melakukan terapi bermain pada kelompok
anak usia pra sekolah.

Diantara intervensi keperawatan anak, terapi bermain sangat efektif


karena dapat mengetahui perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosial anak
sebagai wadah pembinaan hubungan interpersonal antara klien dan perawat.
Banyak jenis permainan yang dapat diterapikan pada anak, salah satu terapinya
adalah menonton video. Suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh anak
menyusun puzzle, pertama puzzle diambil, diacak, terus mencocokkan ke tempat
atau bentuk gambar yang sesuai. Permainan yang dilakukan bertujuan untuk :
melatih kerjasama mata dan tangan serta melatih keterampilan dengan gerakan
berulang-ulang. Sehingga dengan adanya terapi bermain menyusun puzzle
diharapkan klien bisa bersosialisai dengan baik pada semua klien (anak) dalam
bentuk bermain berkelompok serta diharapkan bisa mengurangi trauma
hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.

B. Tujuan

a) Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisai yang baik pada semua


klien (anak) dalam bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk
tempat bermain serta mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap rumah
sakit.

b) Tujuan Khusus

Setelah mengikuti kegiatan terapi bermain diharapkan klien mampu:

1. Mengungkapkan perasaan tentang visualisasi

2. Mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dan kasar

3. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan teman sebaya

4. Mencontohkan dan menunjukkan video

5. Menyimpulkan hasil tontonan

6. Mencontohkan kepada teman yang lain

C. Pengorganisasian

1. Leader : Septa Obara


2. Co-Leader : Melsa Novilia
3. Observer : Annisa Aristia
4. Fasilitator :
a) Annisa Aristia
b) Chica Andriani
c) Fitri Nurarifaini
d) Rizka Dwi Puspitarini

D. Uraian Tugas

1. Leader

a) Menjelaskan tujuan bermain

b) Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok

c) Menjelaskan aturan bermain pada anak

d) Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan


2. Co-Leader

a. Membantu leader dalam mengorganisasi anggota.

3. Fasilitator

a. Menyiapkan alat-alat permainan

b. Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang


dijelaskan.

c. Mempertahankan kehadiran anak

d. Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun dalam

4. Observer

a. Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal

b. Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku

c. Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain

D. Setting Tempat

Keterangan :

= Leader = Co-Leader = pembimbing

= Observer = Fasilitator

= Klien = layar
F. Kriteria Anak

Kriteria anak yang akan mengikuti kegiatan adalah :

1. Keadaan umum anak sedang

2. Anak yang kooperatif

3. Anak berusia 3-6 tahun

G. Proses Seleksi

1. Identifikasi klien yang masuk dalam criteria anak

2. Membuat kontrak dengan keluarga klien


a) Menjelaskan tujuan kegiatan
b) Menjelaskan waktu dan tempat kegiatan
c) Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam bermain
d) Menjelaskan kepada anak dan keluarga untuk menonton video
yang telah diberikan.

H. Uraian Struktur Kegiatan

1. Hari / tanggal : Jum’at / 18 Oktober 2019

2. Tempat : Ruang terapi bermain anak

3. Waktu : 09.00 WIB

4. Jumlah Anggota : 8-10 orang

5. Metoda : Menonton video, demonstrasi sikat gigi,


mempraktikkan sikat gigi bersama.

6. Perilaku yang diharapkan dari anggota

a) Klien (anak) dapat mengerti maksud atau pesan dari videoyang


ditampilkan
b) Klien (anak) dapat menonton dengan baik dan benar
c) Klien (anak) dapat meningkatkan sosialisasi dan mengekpresikan
perasaan melalui permainan ini
d) Klien (anak) dapat merasa nyaman berinteraksi dengan pasien lain dan
juga perawat

7. Perilaku yang diharapkan leader

a) Menjelaskan tujuan aktivitas

b) Memperkenalkan anggota terapis

c) Menjelaskan aturan permainan

d) Memberikan respon yang sesuai dengan perilaku anggota

e) Menyimpulkan keseluruhan aktivitas anggota

8. Perilaku yang diharapkan dari Co Leader

a) Menyampaikan informasi dan fasilitator kepada leader

b) Membantu leader dalam melaksanakan tugasnya

9. Perilaku yang diharapkan dari fasilitator

a) Mampu memfasilitasi klien yang kurang aktif

b) Mampu memotivasi klien

10. Perilaku yang diharapkan dari Observer

a) Mampu mengobservasi jalannya terapi bermain. Mengamati dan


mencatat jumlah anggota yang hadir
b) Melaporkan tentang hasil terapi pada masing-masing anak.

c) Membuat kesimpulan, evaluasi dan mendiskusikan tentang kondisi anak


kepada orang tua, untuk ditindak lanjuti oleh orang tua.
I. Kegiatan Terapi Bermain

Kegiatan Peserta
No Waktu Kegiatan Terapis
(Anak dan Orang Tua)
1 2 menit Pra interaksi
> Mempersiapkan alat
> Mempersiapkan Klien Memperhatikan
2 5 menit
Fase orientasi
> Memusatkan perhatian anak-
anak Memperhatikan
> Mengucapakan Salam Menjawab salam
> Memperkenalkan diri dan
pembimbing Mendengarkan
> Menjelaskan tujuan, kontrak Mendengarkan
waktu dan topik
> Memperkenalkan klien dan
melibatkan orang tua dalam Berpartisipasi
kegiatan
2 30 menit Fase kerja
> Bersosialisasi melalui Anak berpartisipasi
permainan dengan baik
> Memandu anak untuk Menonton video
menonton video
Mendengarkan
> Memberi reinforcement atas
tindakan peserta
Menjawab
> Menanyakan pendapat anak
tentang menonton video
Mendengarkan
> Memberi reinforcement

3 8 menit Fase Terminasi


> Menyudahi permainan Mendengarkan
> Menanyakan perasaan anak Menjelaskan perasaannya
sesudah bermain
Mendengarkan
> Mengucapkan terimakasih
pada orang tua dan anak
Menjawab salam
> Memberi salam
J. Media
1. Projector
2. LDC
3. Video
4. Sikat gigi
5. Pasta gigi
6. Air

K. Evaluasi

1. Evaluasi struktur

a) Anak yang mengikuti terapi bermain terdapat 8-10 orang

b) Anak duduk ditempat yang telah disediakan atau ditempat yang


diinginkan oleh anak
2. Evaluasi proses

a) Anak tidak meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung.

b) Anak aktif dan dapat mengikuti semua rangkaian kegiatan dengan tertib
c) Anak dapat mengikuti terapi sesuai dengan aturan permainan

d) Anak bisa tersenyum melihat permainan atau gambar yang menarik

3. Evaluasi hasil

a) Anak mampu menggunakan daya imajinasinya sambil bermain dengan


baik 75 %
b) Anak berinteraksi dengan temannya 75%

c) Anak dapat menyelesaikan permainan sampai selesai 75%

d) Anak mampu mengikuti dan melakukan cara menggosok gigi yang baik
dan benar 75%
Tinjauan Teori
A. Kecemasan

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang


menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai
berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi
kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan
reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut,
sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang
air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin bergerak
untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart and Sundeen,
1998).Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat
menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah
perawatan (Stevens, 1992).
Penyebab terjadinya kecemasan sukar untuk diperkiraan dengan tepat.
Hal ini disebabkan oleh adanya sifat subyekif dari kecemasan, yaitu : Bahwa
kejadian yang sama belum tentu dirasakan sama pula oleh setiap orang.
Dengan kata lain suatu rangsangan atau kejadian dengan kualitas den
kuantitas yang sama dapat diinterprestasikan secara berbeda antara individu
yang satu dengan yang lainnya.
Teori kognitif menyatakan bahwa reaksi kecemasan timbul karena
kesalahan mental. Kesalahan mental ini karena kesalahan menginterpetasikan
suatu situasi yang bagi individu merupakan sesuatu yang mengancam.
Melalui teori belajar sosial kognitif, Bandura menyatakan bahwa takut dan
kecemasan di hasilkan dari harapan diri yang negatif karena mereka percaya
bahwa mereka tidak dapat mengatasi dari situasi yang secara potensial
mengancam bagi mereka.

Sedangkan berdasarkan sumber timbulnya kecemasan, Freud (Dalam


Calvin S. Hall, 1993) membedakan kecemasan menjadi 3 macam, yaitu : a.
Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety), yaitu kecemasan yang berhubungan
erat dengan mekanisme pembelaan diri, dan juga disebabkan oleh perasaan
bersalah atau berdosa, konflik-konflik emosional yang serius, frustasi, serta
ketegangan-ketegangan batin; b. Kecemasan Moral (Anxiety of moral
conscience/super ego), yaitu rasa takut akan suara hati, di masa lampau
pribadi pernah melanggar norma moral dan bisa di hukum lagi, misalnya
takut untuk melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama; c.
Kecemasan Realistik (Realistic Anxiety), yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya
nyata di dunia luar, misalnya takut pada ular berbisa.

B. Hospitalisasi

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang


karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali ke rumah. Penelitian membuktikan bahwa
hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma,
baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi tertentu
yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam
perawatan anak selama di rumah sakit. Oleh karena itu betapa pentingnya
perawat memahami konsephospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang
tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini, 2002).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal
menurut Stevens tahun 1992 dari :
1. Kelemahan untuk berinisiatif.

2. Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.

3. Tak berminat (ada daya tarik).

4. Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat


pandangan luas.
5. Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.

C. Reaksi hospitalisasi berdasarkan periode perkembangan anak

Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi,


klien (dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari
segala macam bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan,
suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan
tumbuh kembang pada anak Menurut Novianto dkk, 2009:

1) Masa bayi (0-1 tahun)

Dampak perpisahan, usia anak > 6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas),
menangis keras.
a) Pergerakan tubuh yang banyak.

b) Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan

2) Masa todler (2-3 tahun)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon


perilaku anak dengan tahapnya dengan :
a) Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.

b) Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan


minat bermain, sedih, apatis.
c) Pengingkaran / denial.

d) Mulai menerima perpisahan.

e) Membina hubungan secara dangkal.

f) Anak mulai menyukai lingkungannya.

3) Masa prasekolah (3-6 tahun)

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman,


sehingga menimbulkan reaksi agresif.
a) Menolak makan

b) Sering bertanya

c) Menangis perlahan

d) Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4) Masa sekolah (6-12 tahun)

Perawatan di rumah sakit memaksakan ;

a) Meninggalkan lingkungan yang dicintai.


b) Meninggalkan keluarga.

c) Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan.

5) Masa remaja (12-18 tahun)

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok


sebayanya. Reaksi yang muncul ;
a) Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan.

b) Tidak kooperatif dengan petugas.

c) Bertanya-tanya.

d) Menarik diri.

e) Menolak kehadiran orang lain.

D. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok

Pada dasarnya digunakan pada klien yang mengalami gangguan


persepsi, gangguan orientasi realita, gangguan inter personal terhadap nilai-
nilai dari pergaulan anak, maka komunikasi perlu diberikan sebagai upaya
untuk merangsang motivasi hubungan interpersonal.
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan untuk
kesenangan dan kepuasan kepada anak-anak dan kelompoknya. Jenis
permainan anak usia pra sekolah dibagi atas; buku bergambar, majalah
anakanak, alat gambar dan tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air dll.

E. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009) :

1) Pendekatan Empirik

Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang


terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan
strategi, yaitu ;
• Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta
didik.
• Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri
mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.

2) Pendekatan melalui metode permainan.

Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk


mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang
dilakukan sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.

F. Intervensi Perawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi.

1) Fokus intervensi keperawatan adalah

a) Meminimalkan stressor.

b) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan


psikologis pada anggota keluarga.
c) Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit.

2) Pada hari pertama lakukan tindakan :

a) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya.

b) Kenalkan pada pasien yang lain.

c) Berikan identitas pada anak.

d) Jelaskan aturan rumah sakit.

e) laksanakan pengkajian.

f) Lakukan pemeriksaan fisik.

3) Intervensi yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi reaksi


hospitalisasi adalah sebagai berikut :
a) Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan
dengan cara :
1) Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan.

2) Mencegah perasaan kehilangan control.

3) Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh


dan rasa nyeri.
b) Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan
dengan cara:

1) Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.

2) Modifikasi ruang perawatan.

3) Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah.

4) Surat menyurat, bertemu teman sekolah.

c) Mencegah perasaan kehilangan control dapat dilakukan dengan cara :

1) Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.

2) Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan

3) Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain

4) Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan


orang tua dalam perencanaan kegiatan.
d) Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat
dilakukan dengan cara :
1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan
prosedur yang menimbulkan rasa nyeri.
2) Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak.

3) Menghadirkan orang tua bila memungkinkan.

4) Tunjukkan sikap empati.

5) Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan


yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian
tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini
dengan terbuka
e) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak dapat dilakukan dengan
cara :
1) Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan
orang tua untuk belajar.
2) Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
penyakit anak.
3) Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

4) Memberi kesempatan untuk sosialisasi.

5) Memberi support kepada anggota keluarga.

f) Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

1) Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.

2) Mengorientasikan situasi rumah sakit.

L. Penutup

Setelah kegiatan terapi aktivitas bermain ini, diharapkan anak dapat


mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan kemampuan klien
dalam bersosialisasi dan mengungkapkan perasaan melalui terapi bermain serta
anak dapat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang tempat ia dirawat.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Skala Yaumil - Mimi, Gangguan Psikologi Anak UI

Soetjiningsih dr.SpAK,Tumbuh Kembang Anak.Penerbit Buku Kedokteran

Egc,Jakarta,1995

Stevens, P.J.M. dkk (2017). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta; EGC.

Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.

Stuart and Sundeen, 1998

Calvin S. Hall, A Primer of Freudian Psychology. Plume Publisher 1993


LEMBAR OBSERVASI

SK : Sangat Kooperatif

K : Kooperatif

KC : Koopertif Cukup

KK : Kooperatif Kurang

Anda mungkin juga menyukai