Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGAN DX MEDIS

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG KENANGA RSUD DR. H.


ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Kelompok 5
1. Fitri Nur Arifaini
2. Rizka Dwi Puspitarini
3. Chica Andriani

POLTEKKES TANJUNGKARANG KEMENKES RI


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan
neuropati. (Yuliana elin, 2009). Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya
171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total
populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini
menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia,
90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan
prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan
gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil
Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami toleransi
glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 4 jam diberikan
beban glucosa sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding
dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah,
daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku
Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu
13.5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas,
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas,
2007).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan khususnya kepada
mahasiswa ilmu keperawatan asuhan keperawatan dengan pasien dx medis Diabetes
melitus di ruang Kenanga RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien diabetes melitus
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien diabetes melitus
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien diabetes
melitus
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien diabetes melitus
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Hasil seminar kasus ini dapat menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan
berkaitan dengan pasien diabetes melitus.
b. Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi institusi keperawatan
khususnya keperawatan medikal bedah dalam penanganan pasien dengan diabetes
melitus.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR ANEMIA


1. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2009).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan
neuropati. (Yuliana elin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Suddarth,2002).

2. ETIOLOGI
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
A. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
2) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses
lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang
toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
3) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa
darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya
dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia.
Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta
yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan
mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau
Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang
sampai 50-60%.
4) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan
proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel
beta.
5) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia
lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses
menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut
pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel
beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
glukosa.
6) Genetik

B. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-
faktor berikut ini banyak berperan:
1) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3) Kurang gerak badan
4) Faktor keturunan (herediter)
5) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis
yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka
sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing faktor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah

3. TANDA DAN GEJALA


Yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
A. Kadar glukosa puasa tidak normal
Hiperglikemia berat berakibat glucosuria yang akan menjadi diuresis osmotic
yang mengakibatkan pengeluaran urin (polyuria) dan timbul rsa haus
(polydipsia)
B. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita
mengeluh banyak kencing.
C. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
D. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).
E. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
F. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada orang dewasa tidak
hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkomsumsi
75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia
atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari
tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat
hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting
dalam membantu klien mengatasi kondisi ini.
Penatalaksanaan Medik diantaranya :
1. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal
Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
a. KH 60 –70 %
b. Protein 10 –15 %
c. Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui perhitungan
menurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10% kg
1. BB ideal x 30% untuk laki-laki
2. BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
 Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
 Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
 Berat : 400 – 900 Kkal/jam
2). Kebutuhhan basal dihituung seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan
persentase kalori basal:
 Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
 Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
 Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
 Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil
atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal
3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
 Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal
 Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal
 Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Latihian
yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan
mendayung. Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal :
DNM = 220-umur (dalam tahun)
3. Pengelolaan farmakologi

A. Tablet OAD (Oral Anti


Diabetes) Mekanisme
kerja sulfanilurea
- Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

- Kerja OAD tingkat reseptor

B. Insulin
Beberapa cara pemberian insulin

a) Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain :
(1) Lokasi suntikan

Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut,


lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah
dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14
hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorbsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam


waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot
yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan


mempercepat absorbsi insulin.
(4) Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai.


Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.

b) Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada


kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik
6. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet
dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180mg% sehingga apabila

terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa kel
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan
asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini
akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton
dan bau buah- buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetic.
7. PATHWAY
Reaksi Autoimun Obesitas, Usia, Genetik

DM Tipe I DM Tipe II

Sel Beta Pancreas hancur Sel Beta Pancreas hancur


Defisiensi Insulin

Anabolisme Protein  Katabolisme protein  Lipolisis Meningkat  Penurunan pemakaian


glukosa
Kerusakan pada antibody Merangsang Gliserol Asam 
Hipotalamus Lemak Bebas  Hiperglikemia

Kekebalan tubuh 

Pusat lapar dan


Aterosklerosis Ketogenesis Glycosuria Viskositas
haus
darah 
Resiko Neuropati
Ketonuria Osmotic 
Infeksi Sensori Perifer Polidipsi dan Diuresis Aliran darah
Polifagi melambat
Ketoasidosis
Poliurea
Klien merasa tidak
sakit saat luka  Nyeri Abdomen Ischemic
Dehidrasi
 Mual, Muntah Jaringan
Ketidakseimbangan Nutrisi:  Hiperventilasi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh  Nafas bau
keton
Ketidake
 Coma
fektifan
Perfusi
Jaringan
Makro Vaskuler Mikro Vaskuler Kekurangan
perifer
volume
cairan
Jantung Serebral Retina Ginjal

Miocard Infark Penyumbatan Retina Diabetik Neuropati


pada otak
Nyeri Akut Gangguan Gagal Ginjal
Stoke Penglihatan

Resiko cidera

Nekrosis luka

Ganggren Kerusakan integritas jaringan


DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu,
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai