Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIABETES MELLITUS

OLEH

NI WAYAN DESY SUCITA DEWI

219012754

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES
MELLITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Nurarif,
2015).
Diabetes mellitus disebabkan penumpukan gula dalam darah sehingga
gagal masuk kedalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin
jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang
membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan
berupa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah
pada penderita Diabetes mellitus (Setiati S, 2014).

2. Epidemiologi/insiden kasus
Diabetes Melitus yang paling banyak di temukan dan prevalensi terus
meningkat adalah diabetes melitus tipe II yang lebih dari 90% kasus diabetes
melitus di dunia (WHO, 2017). Data statistik yang dirilis oleh IDF (2011)
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 India merupakan negara dengan
prevalensi diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah penderita mencapai 50,8
juta jiwa diikuti dengan China sebanyak 43,2 juta jiwa, Amerika Serikat 26,8
juta jiwa. Indonesia berada di urutan ke-7 di antara sepuluh negara di dunia
dengan penderita DM terbesar dibawah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil,
Rusia dan Mexico. Indonesia di perkirakan akan mengalami kenaikan
jumblah penyandang diabetes melitus dari 9,1 menjadi 14,1 juta pada tahun
2035 (IDF, 2015).
Berdasarkan Riskesdas RI (2018) di Indonesia penderita Diabetes
Melitus yang terdiagnosis dokter sebesar 6.3% pada usia 55-64 tahun, 6.0%
dengan usia 65-74 tahun, 3.9% pada usia 45-54 tahun, 3.3% pada usia 75
tahun keatas. 1.1%, pada usia 15-24 tahun. Prevelensi Diabetes Melitus
berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur >15 tahun menurut
provinsi, 2013-2018 DKI Jakarta 3.4%, Kalimantan Timur 3.0%, Daerah
Istimewa Yogyakarta 2,9% dan Bali diurutan ke 20 dari 33 provinsi di
Indonesia.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO
tahun 1995 adalah (Purwanto 2016):
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan
sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta yang
mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor Imunologi (autoimun)
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respons autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jarigan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu
yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara
genetic
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Disebabakan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadiya diabetes tipe II : usia,
obesitas, dan riwayat penyakit. Obesitas dapat menurunkan jumlah
resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas
d. DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
2) Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini
hiperaktif dan rusak
3) Obat-obatan
Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
dan mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.

4. Patofisiologi
Setiap makanan yang disantap akan diubah menjadi energi oleh tubuh.
Makanan di dalam lambung dan usus, akan diuraikan menjadi beberapa
elemen dasarnya, termasuk salah satu jenis gula, yaitu glukosa. Glukosa
merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin, yang membantu
mengalirkan glukosa ke dalam sel-sel tubuh sehingga glukosa dapat diserap
dengan baik dalam tubuh dan dibakar untuk menghasilkan energy glukosa
dalam darah menjadi normal.
Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8
mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya
berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi
makanan. Insulin bertugas untuk membuka reseptor pada dinding sel agar
glukosa memasuki sel. Sel-sel tersebut mengubah glukosa menjadi energi
yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas. Jika jumlah insulin tidak
cukup, maka terjadi penimbunan gula dalam darah sehingga menyebabkan
diabetes. Pada diabetes, didapatkan jumlah insulin kurang atau terdapat
kualitas insulinnya tidak baik (retensi insulin), meskipun insulin dan reseptor
ada, tetapi karena ada kelainan di dalam sel tersebut pintu masuk menuju sel
tidak dapat dibuka, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke sel untuk dibakar.
Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.
Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin yang tidak dapat
bekerja secara optimal maupun jumlah insulin yang tidak memenuhi
kebutuhan tubuh. Faktor genetik, faktor imunologi (autoimun), dan infeksi
virus merupakan penyebab munculnya diabetes mellitus tipe 1. Faktor
tersebut menyebabkan kerusakan pada sel beta di pankreas sehingga produksi
insulin menurun. Obesitas, faktor usia, serta riwayat penyakit juga merupakan
penyebab munculnya diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe 2. Faktor
tersebut menyebabkan tubuh mengalami resistensi insulin sehingga sel-sel
tubuh kurang sensitif terhadap hormon insulin.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus
semua proses tersebut terganggu karena tubuh mengalami defisiensi insulin.
Defisiesi insulin menyebabkan penyerapan glukosa kedalam sel terhambat
dan metabolisme menjadi terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian
besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan penderita menjadi lelah dan kadar
glukosa dalam darah meningkat melebihi batas normal yang menimbulkan
masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah.
Hiperglikemia yang terjadi juga menyebabkan vikositas darah meningkat
sehingga aliran darah menjadi lambat. Keadaan ini menyebabkan jaringan
mengalami iskemik sehingga tubuh mengalami penurunan sirkulasi darah
yang menimbulkan masalah keperawatan perfusi perifer tidak efektif.
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses
filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menyebabkan tubuh kehilangan
elektrolit dalam sel. Keadaan ini menimbulkan dehidrasi intraseluler sehingga
volume cairan mengalami penurunan yang memunculkan masalah
keperawatan hipovolemia.
Glukosoria yang terjadi menyebabkan tubuh kehilangan kalori sehingga
sel kekurangan bahan untuk proses metabolisme. Keadaan terebut
merangasang hipotalamus untuk memberikan sinyal lapar (polipagia) dan rasa
haus yang berlebihan (polidipsia). Ketika sel kekurangan bahan untuk
metabolisme maka protein dan lemak akan dibakar. Kondisi tersebut
menyebabkan berat badan mengalami penurunan yang menimbulkan masalah
keperawatan defisit nutrisi. Kebutuhan glukosa dalam proses metabolisme
yang kurang memnyebabkan tubuh melakukan katabolisme lemak dan
pemecahan protein. kondisi tersebut akan menghasilkan asam lemak, keton
dan ureum sehingga tubuh mengalami kondisi ketoasidosis.
Defisiensi insulin yang tejadi berdampak pada proses anabolisme
protein yang mengalami penurunan. Kondisi ini akan merusak antibodi yang
akan menurunkan kekebalan tubuh dan beresiko terserang organisme
patogenik sehingga muncul masalah keperawatan resiko Infeksi. Kekebalan
tubuh yang mengalami penurunan akan menyebabkan tubuh mengalami
neuropati sensori perifer sehingga penderita tidak merasa sakit kemudian
akan terjadi nekrosis luka. Nekrosis luka yang terjadi, apabila tidak ditangani
dengan baik akan menyebabkan gangrene sehingga muncul masalah
keperawatan gangguan integritas kulit.
Pathway
Faktor genetik, faktor imunologi Obesitas, usia, riwayat
(autoimun), infeksi virus penyakit

Kerusakan sel beta di


pankreas Resistensi insulin

Produksi insulin
menurun
Diabetas Mellitus
tipe 2
Diabetas Mellitus
tipe 1

Defisiensi insulin

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Kerusakan pada antibodi


Dieresis osmotik Vikositas darah meningkat Ketidakstabilan kadar
glukosa darah Kekebalan tubuh menurun
Poliuri Aliran darah lambat

Kehilangan elektrolit dalam Iskemik jaringan Neuropati sensori perifer


sel Resiko infeksi

Dehidrasi Perfusi perifer tidak efektif Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit

Gangguan integritas
Hipovolemia Kehilangan kalori Gangrene kulit/jaringan
Sel kekurangan bahan untuk Protein dan lemak dibakar Berat badan menurun
Merangsang hipotalamus
metabolisme

Pusat lapar dan haus


Katabolisme lemak Pemecahan protein
Polidipsia
polipagia
Asam lemak
Keton Ureum

Ketoasidosis
5. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2015)
Diabetes tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut
‐ Autoimun
‐ Idiopatik
Diabetes tipe 2 Terjadi akibat resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin
Diabetes Gestational Gangguan intolesransi glukosa pada saat
kehamilan
Diabetes tipe lain ‐ defek genetik fungsi sel beta
‐ defek genetik kerja insulin
‐ Penyakit eksokrin pancreas
‐ Karena obat atau zat kimia
‐ Infeksi
‐ Sebab imunologi yang jarang
‐ Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM.

Klasifikasi diabetes mellitus adalah sebagai berikut :


a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami
untuk mengontrol kadar glukosa darah.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme
dan penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar
glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga
dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes
mellitus (gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin
yang tidak cukup. Hal ini terjadi selama kehamilan dan dapat
meningkat atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian,
tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu
kesehatan dari janin atau ibu, dimana sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat
menjadi penderita.

6. Gejala Klinis
Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan Triaspoli Diabetes Melitus:
‐ Poliuria (banyak kencing)
Kadar gula darah yang meningkat atau lebih dari 180 mg/dl akan
mengakibatkan peningkatan osmolalitas cairan ekstra selular.
Peningkatan osmolalitas yang melebihi ambang batas ginjal akan
menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui urin. Glukosa yang ada
akan menarik air dan elektrolit lain sehingga pasien mengeluh sering
kencing atau poliuria.
‐ Polidipsia (banyak minum)
keluhan ini merupakan reaksi tubuh akan adanya poliuria yang
menyebabkan kekurangan cadangan air tubuh. Banyaknya urine
yang keluar menyebabkan badan akan kekurangan air atau dehidrasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, timbullah rasa haus sehingga orang
ingin selalu minum.
‐ Polifagia (banyak makan).
Polifagia disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat digunakan
pada jaringan-jaringan perifer sehingga tubuh akan kekurangan
glukosa (proses kelaparan starvation) yang menyebabkan pasien
banyak makan. Pada diabetes, karena insulin bermasalah, pemasukan
gula ke dalam sel-sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk
pun kurang. Hal tersebut menyebabkan penderita menjadi lemas.
Dengan demikian, otak juga mengira bahwa kurang energi itu terjadi
karena kurang makan yang merangsang tubuh untuk berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan.
(Delliana, Aditiawati and Azhar, 2018)
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 126 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan lainnya yang sering terjadi adalah : berat badan menurun,
lemah, kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan.
Gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah:
‐ Katarak. ‐ Neuropati visceral.
‐ Glaucoma. ‐ Amiotropi.
‐ Retinopati. ‐ Ulkus neurotropik.
‐ Gatal seluruh badan. ‐ Penyakit ginjal.
‐ Pruritus vulvae. ‐ Penyakit pembuluh darah
‐ Infeksi bakteri kulit. perifer.
‐ Infeksi jamur di kulit. ‐ Penyakit coroner.
‐ Dermatopati. ‐ Penyakit pembuluh darah
‐ Neuropati perifer. otak.
‐ Hipertensi
Defisiensi insulin yang sebelumnya bersifat relative berubah menjadi
absolute dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi
dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan
ketonemia. Pada pasien dengan kebingungan dan koma, merupakan gangguan
metabolisme serebral yang tampak lebih jelas. Terdapat lima grade ulkus
diabetikum antara lain :
‐ Grade 0 : tidak ada luka
‐ Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
‐ Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
‐ Grade III : terjadi abses
‐ Grade IV : gangrene pada kaki bagian distal
‐ Grade V : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus
adalah (Purwanto 2016):
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
c. Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia.
d. Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
e. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
f. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiper aktif).
g. Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria,
dan sulit orgasme pada wanita.
h. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
i. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium, Radiologi, dll)


a. Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial)
> 200 mg/dl.
b. Tes Laboratorium
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan
prediabetes (PERKENI, 2015)
Glukosa plasma
Glukosa darah
HbA1c (%) 2 jam setelah
puasa (mg/dL)
TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 > 200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140
c. Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi
kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan,
sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah
diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada
pasien:
1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl.
4) Elektrolit
5) Natrium : meningkat atau menurun
6) Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler)
selanjutnya menurun.
7) Fosfor : lebih sering meningkat.
8) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po
menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkolosis resperatorik.
9) Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ;
leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap
sitosis atau infeksi.
10) Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun
fungsi ginjal).
11) Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat.

9. Therapy/Tindakan penanganan
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika
Merekomendasikan 50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2) Mengarahkan pada berat badan normal.
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4) Mempertahankan kadar KGD normal.
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan.
b. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju
metabolisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan
tubuh. Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas
bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin,
serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki
yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya : leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti Diabetes) Mekanisme kerja sulfanilurea
‐ Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra
pancreas.
‐ Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subkutan, kecepatan absorbsi ditempat
suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
‐ Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu
dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan
suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi
lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
‐ Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan
insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
‐ Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorbsi insulin.
‐ Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih
cepat efeknya daripada subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma
diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis
rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

10. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes yang sering terjadi adalah:
a. Meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke.
b. Neuropati (kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan kejadian
ulkus kaki, infeksi, dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
c. Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama
kebutaan, terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
d. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal.
e. Resiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali
lipat dibandingkan bukan penderita diabetes.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, No. RM,
agama, status maritas, suku bangsa, diagnosa medis.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pasien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,
kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu
pasien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan
muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,
kramotot, gangguan tidur/istirahat, pusing/sakit kepala, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria, mudah lelah,
sering megantuk.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu


1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.
2) Riwayat ISK berulang.
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin
dan penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
5) Berapa lama pasienmenderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum
obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
pasienuntuk menanggulangi penyakitnya.
6) Tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang
telah digunakan klien.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

e. Pola Kebutuhan Dasar Fungsi Gordon


1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,
lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan
terjadinya amputasi.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering BAK,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah
lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan
menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren
dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga pasienmengalami kesulitan tidur.
6) Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7) Pola Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Pola Peran-Hubungan
Luka ganggren yang sulit sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Pola Seksual-Reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.
10) Pola Toleransi Stress-Koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/
adaptif.
11) Pola Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita.

f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
3) Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia.
4) Pernafasan
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika
kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
5) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiper aktif).
7) Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita.
8) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
9) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),
kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
10) Aspek psikososial
a) Stress, anxientas, depresi.
b) Peka rangsangan.
c) Tergantung pada orang lain.

g. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl.
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt.
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik).
5) Alkalosis respiratorik.
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal lochidrasi
atau penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pada luka.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemia, hipoglikemia
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Mengantuk 1. Palpitasi
2. Pusing 2. Mengeluh lapar

Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu 1. Mulut kering
2. Haus meningkat

Objektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Gangguan koordinasi 1. Gemetar
2. Kadar glukosa dalam 2. Kesadaran menurun
darah/urin rendah 3. Perilaku aneh
4. Sulit bicara
5. Berkeringat
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Kadar glukosa dalam 1. Jumlah urin meningkat
darah/urin tinggi

b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia,


penurunan aliran arteri dan/atau vena, peningkatan tekanan darah,
kekurangan volume cairan, penurunan konsentrasi hemoglobin,
kurang aktivitas fisik
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Parastesia
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten)

Objektif Objektif
1. Pengisisan kapiler >3 detik 1. Edema
2. Nadi perifer menurun atau 2. Penyembuhan luka lambat
tidak teraba 3. Indeks ankle-brachial <0,90
3. Akral teraba dingin 4. Bruit femoral
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun

c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan


sirkulasi, neuropati perifer
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) (tidak tersedia)

Objektif Objektif
1. Kerusakan jaringan 1. Nyeri
dan/atau lapisan kulit
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

d. Hipovolemia berhungan dengan kehilangan ciran aktif, kegagalan


mekanisme regulasi, kekurangan intake cairan
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus

Objektif Objektif
1. Frekuensi nadi meningkat 1. Pengisian vena menurun
2. Nadi teraba lemah 2. Status mental berubah
3. Tekanan darah menurun 3. Suhu tubuh meningkat
4. Tekanan nadi menyempit 4. Konsentrasi urin meningkat
5. Turgor kulit menurun 5. Berat badan turun tiba-tiba
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat

e. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis. diabetes


mellitus), peningkatan paparan organisme patogen lingkungan,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas
kulit, perubahan sekresi pH, status cairan tubuh), efek prosedur
invasif.
3. Rencana Tindakan

Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
kreteria hasil
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
Observasi
kadar glukosa darah keperawatan selama …x... Observasi
menit/jam diharapkan kadar 1. Identifikasi kemungkinan penyebab ‐ Meminimalisir terjadinya

glukosa darah stabil dengan criteria hiperglikemia hiperglikemia

hasil: 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan ‐ Sebagai pencegahan dini terkait


1. Koordinasi meningkat dengan kebutuhan insulin meningkat (mis. peningkatan kebutuhan insulin
skala 5 (1-5) penyakit kambuhan)
2. Mengantuk menurun dengan 3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu ‐ Mengidentifikasi tanda
skala 5 (1-5) hiperglikemia
3. Pusing menurun dengan skala 5 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia ‐ Tanda awal hiperglikemia pada
(1-5) (mis. poliuria, polidipsia, polifagia, diabetes antara lain peningkatan
4. Lelah/lesu menurun dengan kelemahan, malaise, pandangan kabur, pengeluaran urin, rasa haus, rasa
skala 5 (1-5) sakit kepala) lapar, kelelahan, sakit kepala.
5. Kadar glukosa dalam darah 5. Monitor intake dan output cairan ‐ Menganalisa keseimbangan
membaik dengan skala 5 (1-5) cairan dan derajat kekurangan
cairan
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas
‐ Mengidentifikasi adanya tanda
darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik
dan gejala ketoasidosis diabetik
dan frekuensi nadi
(KAD)
Terapeutik
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
‐ Mempertahankan cairan dalam
tubuh
2. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik
‐ Mencegah terjadinya cedera
pada pasien saat melakukan
ambulasi
Edukasi
Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl ‐ Kadar glukosa darah yang tinggi
dapat menyebabkan konsumsi
oksigen menjadi rendah saat
melakukan olahraga yang dapat
meningkatkan resiko jatuh dan
resiko cedera
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
‐ Membantu dalam melakukan
secara mandiri
tindakan secara mandiri serta
deteksi dini hiperglikemia
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga

‐ Diet dan olahraga bermanfaat


4. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
dalam mengontrol gula darah
penggunaan insulin, obat oral, monitor
dan tekanan darah
asupan cairan, panggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional kesehatan) ‐ Membantu dalam melakukan

Kolaborasi tindakan secara mandiri serta

1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu pencegahan dini hiperglikemia

Kolaborasi

‐ Pemberian insulin berfungsi

2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika dalam mempertahankan jumlah

perlu glukosa dalam darah tetap


normal

Manajemen Hipoglikemia ‐ Cairan IV berperan dalam

Observasi menjaga keseimabagn cairan

1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia dalam tubuh

2. Identifikasi kemungkinan penyebab Observasi


‐ Membantu dalam pemeberian
hipoglikemia intervensi yang sesuai
‐ Meminimalisir tejadinya
Terapeutik hipoglikemia
1. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu Terapeutik
‐ Membantu dalam mengahasikan
energi lebih cepat dan
mempercepat pemecahan

2. Berikan glukagon, jika perlu menjadi glukosa


‐ Glukagon bekerja dengan
hormon insulin dalam menjaga
keseimbangan kadar gula dalam
darah, yaitu mencegah gula
darah turun terlalu rendah
dengan memecah simpanan gula
3. Berikan karbohidrat kompleks dan
(glikogen) di hati
protein sesuai diet
‐ Berfungsi dalam pemenuhan
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
nutrisi dalam tubuh
‐ Jalan napas yang paten
memaksimalkan proses respirasi
Edukasi
1. Anjurkan membawa karbohidrat
sederhana setiap saat Edukasi

2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah ‐ Penanganan awal terjadinya


hipoglikemia

3. Jelaskan interaksi antara diet,


‐ Mengidentifikasi tanda

insulin/agen oral, dan olahraga hipoglikemia

4. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis. ‐ Membantu dalam mengontrol

tanda dan gejala, faktor risiko, dan kadar gula darah

pengobatan hipoglikemia) ‐ Membantu pasien dalam deteksi

5. Ajarkan perawatan mandiri untuk awal serta penanganan

mencegah hipoglikemia (mis. mengurangi hipoglikemia secara mandiri

insuin/agen oral dan/atau meningkatkan ‐ Membantu dalam melakukan


asupan makanan untuk berolahraga) tindakan secara mandiri serta
Kolaborasi pencegahan dini hipoglikemia
1. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika
Kolaborasi
perlu
‐ Untuk meningkatkan kadar gula
dalam darah pada kondisi
2. Kolaborasi pemberian glukagon, jika
hipoglikemia
perlu
‐ Menjaga keseimbangan kadar
gula dalam darah, yaitu
mencegah gula darah turun
terlalu rendah dengan memecah
simpanan gula (glikogen) di hati
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
efektif keperawatan selama …x... Observasi Observasi
menit/jam diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi ‐ Mengidentifikasi adanya
perifer kembali adekuat dengan perifer, edema, pengisian kapiler, warna, sumbatan pada sirkulasi perifer
criteria hasil: suhu, ankle-brachial index)
1. Denyut perifer meningkat 2. Identifikasi faktor risiko gangguan ‐ Meminimalisir tejadinya
dengan skala 5 (1-5) sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang gangguan sirkulasi yang dapat
2. Warna kulit pucat menurun tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi mengakibatkan masalah
dengan skala 5 (1-5) kesehatan
3. Pengisian kapiler membaik 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, ‐ Mengidentifikasi tanda dan
dengan skala 5 (1-5) bengkak pada ekstremitas gejala gangguan sirkulasi perifer
4. Akral membaik membaik Terapeutik Terapeutik
dengan skala 5 (1-5) 1. Hindari pemasangan infus atau ‐ Mencegah terjadinya edema
5. Turgor kulit membaik dengan pengambilan darah di area keterbatasan
skala 5 (1-5) perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
‐ Menjaga sirkulasi perifer tetap
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
adekuat
3. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
‐ Mengurangi edema dan tekanan
vena
4. Lakukan pencegahan infeksi
‐ Menghindari kontaminasi agen
pecetus infeksi
5. Lekukakn perawatan kaki dan kuku
‐ Menjaga sirkulasi perifer tetap
adekuat
Edukasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
‐ Merokok dapat menyebabkan
terjadinya vasokontriksi
2. Anjurkan berolahraga rutin pembuluh darah
‐ Aktivitas fisik membantu
memperlancar sistem peredaran
3. Anjurkan menggunakan obat penurun darah
tekanan darah, antikoagulan, penurun ‐ Meningkatkan dilatasi pembuluh
kolesterol, jika perlu
darah sehingga perfusi jaringan
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang dapat diperbaiki
tepat (mis. melembabkan kulit kering pada
‐ Menjaga sirkulasi tetap adekuat
kaki)
5. Ajarkan program diet untuk memperbaiki ‐ kolestrol tinggi dapat
sirkulasi (mis. rendah lemak jenuh, mempercepat terjadinya
minyak ikan omega 3)
arterosklerosis

Manajemen sensasi perifer


Observasi
1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Observasi
‐ Meminimalisir tejadinya
2. Periksa perbedaan sensasi tajam atau
gangguan sirkulasi
tumpul, panasatau dingin
‐ Mengidentifikasi adanya
3. Periksa kemampuan mengidentifikasi
gangguan pada perfusi perifer
lokasi dan tekstur benda
‐ Mengidentifikasi adanya
4. Monitor perubahan kulit
gangguan pada perfusi perifer
‐ Mengidentifikasi tanda dan
5. Monitor adanya troboflebilitis dan
gejala edema
tromboemboli vena
‐ Mengidentifikasi adanya
Terapeutik
ganggaun sirkulasi
1. Hindari pemakaian benda-benda yang
Terapeutik
berlebihan suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
‐ Mencegah terjadinya gangguan
sirkulasi darah
1. Anjurkan pengguaan termometer untuk
Edukasi
menguji suhu air
‐ Mencegah penggunaan benda
dengan suhu berlebih yang dapat
2. Anjurkan memakai sarung tangan termal
menyebabkan gangguan sirkulasi
saat memasak
‐ Mencegah terjadinya cedera
3. Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi ‐ Mencegah terdinya cedara dan
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika menjaga sirkulasi tetap lancar
perlu Kolaborasi
‐ Meredakan nyeri atau rasa
sakit yang dapat disebabkan
2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, oleh suatu kondisi medis
jika perlu tertentu.
‐ Membantu meredakan
peradangan atau inflamasi
3.Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Kuit/Jaringan keperawatan selama … x menit/jam Observasi
diharapkan integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan
jaringan meingkat dengan criteria integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, ‐ Pemberian intervensi yang sesuai
hasil: perubahan status nutrisi, penurunan dengan penyebab dapat
1. Kerusakan jaringan meningkat kelembababn, suhu lingkungan ekstrem, mempercepat proses
dengan skala 5 (1-5) penurunan mobilitas) penyembuhan
2. Kerusakan lapisan kulit
membaik dengan skala 5 (1-5) Terapeutik
1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah ‐ Mencegah iritasi dermal langsung
baring dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
2. Gunakan produk berbahan ‐ Menjaga sirkulasi tetap adekuat
ringan/alami dan hipoalergik pada dan mencegah terjadinya alergi
kulit sensitive
3. Hindari produk berbahan dasar ‐ Alkohol mengakibatkan kulit
alkohol pada kulit kering mengalami dehidrasi, sehingga
memengaruhi produksi kolagen
yang berperan dalam menjaga

Edukasi kelembaban kulit.

1. Anjurkan pasien minum air yang cukup ‐ Asupan cairan yang cukup
membantu menjaga kelembababn
kulit
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi ‐ Asupan nutrisi yang sesuai
Perawatan Luka menurunkan resiko gangguan
Observasi integritas kulit
1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase, ‐ Mengidentifikasi kondisi luka
warna, ukuran, bau dalam pemberian intervensi yang
sesuai

2. Monitor tanda-tanda infeksi ‐ Identifikasi dini tanda-tanda


infeksi

Terapeutik
1. lepaskan balutan dan plester secara ‐ Mencegah munculnya luka baru
perlahan
2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika ‐ Luka yang kotor rentan terserang

perlu infeksi kuman

3. Bersihkan dengan cairan NACL atau ‐ Membersihkan luka dengan

pembersih non toksik, sesuai kebutuhan maksimal

‐ Membantu membersihkan dasar


4. Bersihkan jaringan nekrotik
luka dan menjaga sirkulasi

5. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika ‐ Kandungan substansi pada obat
perlu membantu penyembuhan luka
6. Pasang balutan sesuai jenis luka ‐ Balutan yang tidak sesuai dapat
menghambat proses
penyembuhan luka
7. Pertahankan teknik steril saat perawatan ‐ Kontaminasi bakteri yang terjadi
luka pada luka dapat menimbulkan
infeksi
8. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua ‐ Membantu mencegah terjadinya
jam atau sesuai kondisi pasien dekubitus dan menjaga sirkulasi
jaringan perifer
9. Berikan diet dengan kalori 30-35 ‐ Asupan kalori dan protein yang
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 cukup membantu proses
g/kgBB/hari penyembuhan luka
10. Berikan suplemen vitamin dan mineral ‐ Vitamin dan mineral mmbantu
(mis vitamin A, vitamin C, Zinc, Asam proses penyembuhan luka
amino), sesuai indikasi
11. Berikan terapi TENS (Stimulasi syaraf ‐ Merangsang sistem saraf
transkutaneous), jika perlu
melalui permukaan kulit yang
efektif untuk menghilangkan
Edukasi nyeri
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
‐ Pengetahuan tentang tanda dan
gejala membantu deteksi dini
terjadinya infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
‐ Asupan kalium dan protein yang
kalium dan protein
cukup membantu proses
penyembuhan luka
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
‐ Orientasi dalam perawatan
mandiri
lanjutan dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis:
enzimatik biologis mekanis, autolotik), ‐ Membantu membersihkan luka

jika perlu dari jaringan nekrotik dan bakteri


sehingga dasar luka menjadi
bersih
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
‐ Membanru mencegah terjadinya
infeksi
4.Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
keperawatan selama … x menit/jam Observasi
diharapkan status cairan membaik 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia ‐ Mengidentifikasi terjadinya
dengan criteria hasil: (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi kehilangan volume cairan dalam
1. Kekuatan nadi meningkat terba lemah, tekanan darah menurun, tubuh
dengan skala 5 (1-5) tekanan nadi menyempit, turgor kulit
2. Turgor kulit meningkat dengan menurun, membran mukosa kering,
skala 5 (1-5) volume urin menurun, hematokrit

3. Output urine meningkat dengan meningkat, haus, lemah)

skala 5 (1-5) 2. Monitor intake dan output cairan ‐ Menganalisa keseimbangan

4. Frekuensi nadi membaik cairan dan derajat kekurangan

dengan skala 5 (1-5) Terapeutik cairan

5. Tekanan darah membaik 1. Hitung kebutuhan cairan ‐ Kebutuhan cairan yang kurang

dengan skala 5 (1-5) mempengaruhi proses

6. Membran mukosa membaik metabolisme dalam tubuh

dengan skala 5 (1-5) ‐ Posisi mempengaruhi volume


2. Berikan posisi modified Trendelenburg
7. Kadar Hb membaik dengan cairan dalam tubuh

skala 5 (1-5) ‐ Mempertahankan cairan dalam


3. Berikan asupan cairan oral
8. Kadar Ht membaik dengan tubuh
skala 5 (1-5) Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan ‐ Asupan cairan yang cukup
oral berperan dalam menyeimbangkan
elektrolit tubuh serta mengganti
energi yang hilang
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi ‐ Mencegah terjadinya cedera
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis ‐ Larutan isotonik memperluas
(mis, NaCl, RL) ruang cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler secara
merata.
2. Kolaborasi pemberian cairan IV ‐ Cairan hipotonik digunakan
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 4%) untuk membantu adekuat suplai
cairan ketika ekskresi limbah
tubuh, mengobati dehidrasi sel,
dan mengganti cairan sel.

3. Kolaborasi pemebrian cairan koloid (mis. ‐ Cairan koloid digunakan saat

albumin, plasmanate) osmolalitas serum telah menurun


ke tingkat yang sangat rendah.

4. Kolaborasi pemeberian produk darah ‐ Kehilangan darah dalam jumlah


besar meningkatkan resiko
hipovolemi
5.Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama … x menit/jam Observasi
diharapkan tingkat infeksi menurun 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal ‐ Mengidentifikasi intervensi yang
dengan criteria hasil: dan sistemik akan dilakukan
1. Demam menurun dengan skala Terapeutik
5 (1-5) 1. Batasi jumlah pengunjung ‐ Menghindari penyebaran kuman
2. Kemerahan menurun dengan yang dapat memperparah infeksi
skala 5 (1-5) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema ‐ Jaringan edema lebih cenderung
3. Nyeri menurun dengan skala 5
rusak dan robek
(1-5)
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak ‐ Mengurangi transmisi kuman
4. Bengkak menurun dengan skala dengan pasien dan lingkungan pasien sebelum dan sesudah kontak
5 (1-5)
dengan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien ‐ Kontaminasi bakteri yang terjadi
beresiko tinggi pada luka dapat menimbulkan
Edukasi infeksi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi ‐ Pengetahuan tentang tanda dan
gejala membantu deteksi dini
terjadinya infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka ‐ Membantu mengidentifikasi
atau luka operasi terjadinya infeksi
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi ‐ Malnutrisi dapat meningkatkan
dan cairan terdinya resiko infeksi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemebrian imunisasi, jika ‐ Imunitas yang baik dapat
perlu menurunkan resiko infeksi
4. Implementasi
Melaksanakan implementasi sesuai dengan apa yang direncanakan di
intervensi keperawatan

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan di lakukan dengan cara melibatkan
pasien.
S = Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O = Berdasarkan outcome yang diharapkan
A = Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau
tidak tercapai
P = Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan
kondisi, lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi intervensi
DAFTAR PUSTAKA

IDF. 2015. idf Diabetes Atlas Seventh Edition 2015.From


http://www.diabetesatlas.org/resources/2015 -atlas.html.

Kemenkes. 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI


from http://www.depkes.go.id/Resource/downloa
d/pusdatin/infodatin/infodatin diabetes.pdf.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.Yogjakarta:
Mediaction

Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II: Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Setiati S. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta : Internal
Publishing

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. France: World


Health Organization.\ http://www.who.int/diabetes/global-report/en/.

ADA (American Diabetes Association .(2017) .Standards Of Medical Care In


Diabetes — 2017 Standards Of Medical Care In Diabetes D 2017. The
Journal Of Clinical And Applied Research And Education. Hal. 14. Tersedia
Pada: Https://Www.Diabetes.Org

Delliana, H., Aditiawati, A. and Azhar, M. B. (2018) ‘Karakteristik Demografi,


Klinis Dan Laboratoris Demografi, Pasien Diabetes Melitus Tipe 1 Pada
Anak Di Rsup Dr. M. Hoesin Palembang Tahun 2010-2017’, Majalah
Kedokteran Sriwijaya, 50(1). Available at:
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/8541.

PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia, PERKENI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai