OLEH
219012754
2. Epidemiologi/insiden kasus
Diabetes Melitus yang paling banyak di temukan dan prevalensi terus
meningkat adalah diabetes melitus tipe II yang lebih dari 90% kasus diabetes
melitus di dunia (WHO, 2017). Data statistik yang dirilis oleh IDF (2011)
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 India merupakan negara dengan
prevalensi diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah penderita mencapai 50,8
juta jiwa diikuti dengan China sebanyak 43,2 juta jiwa, Amerika Serikat 26,8
juta jiwa. Indonesia berada di urutan ke-7 di antara sepuluh negara di dunia
dengan penderita DM terbesar dibawah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil,
Rusia dan Mexico. Indonesia di perkirakan akan mengalami kenaikan
jumblah penyandang diabetes melitus dari 9,1 menjadi 14,1 juta pada tahun
2035 (IDF, 2015).
Berdasarkan Riskesdas RI (2018) di Indonesia penderita Diabetes
Melitus yang terdiagnosis dokter sebesar 6.3% pada usia 55-64 tahun, 6.0%
dengan usia 65-74 tahun, 3.9% pada usia 45-54 tahun, 3.3% pada usia 75
tahun keatas. 1.1%, pada usia 15-24 tahun. Prevelensi Diabetes Melitus
berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur >15 tahun menurut
provinsi, 2013-2018 DKI Jakarta 3.4%, Kalimantan Timur 3.0%, Daerah
Istimewa Yogyakarta 2,9% dan Bali diurutan ke 20 dari 33 provinsi di
Indonesia.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO
tahun 1995 adalah (Purwanto 2016):
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan
sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta yang
mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor Imunologi (autoimun)
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respons autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jarigan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu
yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara
genetic
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Disebabakan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadiya diabetes tipe II : usia,
obesitas, dan riwayat penyakit. Obesitas dapat menurunkan jumlah
resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas
d. DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
2) Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini
hiperaktif dan rusak
3) Obat-obatan
Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
dan mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.
4. Patofisiologi
Setiap makanan yang disantap akan diubah menjadi energi oleh tubuh.
Makanan di dalam lambung dan usus, akan diuraikan menjadi beberapa
elemen dasarnya, termasuk salah satu jenis gula, yaitu glukosa. Glukosa
merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin, yang membantu
mengalirkan glukosa ke dalam sel-sel tubuh sehingga glukosa dapat diserap
dengan baik dalam tubuh dan dibakar untuk menghasilkan energy glukosa
dalam darah menjadi normal.
Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8
mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya
berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi
makanan. Insulin bertugas untuk membuka reseptor pada dinding sel agar
glukosa memasuki sel. Sel-sel tersebut mengubah glukosa menjadi energi
yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas. Jika jumlah insulin tidak
cukup, maka terjadi penimbunan gula dalam darah sehingga menyebabkan
diabetes. Pada diabetes, didapatkan jumlah insulin kurang atau terdapat
kualitas insulinnya tidak baik (retensi insulin), meskipun insulin dan reseptor
ada, tetapi karena ada kelainan di dalam sel tersebut pintu masuk menuju sel
tidak dapat dibuka, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke sel untuk dibakar.
Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.
Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin yang tidak dapat
bekerja secara optimal maupun jumlah insulin yang tidak memenuhi
kebutuhan tubuh. Faktor genetik, faktor imunologi (autoimun), dan infeksi
virus merupakan penyebab munculnya diabetes mellitus tipe 1. Faktor
tersebut menyebabkan kerusakan pada sel beta di pankreas sehingga produksi
insulin menurun. Obesitas, faktor usia, serta riwayat penyakit juga merupakan
penyebab munculnya diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe 2. Faktor
tersebut menyebabkan tubuh mengalami resistensi insulin sehingga sel-sel
tubuh kurang sensitif terhadap hormon insulin.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus
semua proses tersebut terganggu karena tubuh mengalami defisiensi insulin.
Defisiesi insulin menyebabkan penyerapan glukosa kedalam sel terhambat
dan metabolisme menjadi terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian
besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan penderita menjadi lelah dan kadar
glukosa dalam darah meningkat melebihi batas normal yang menimbulkan
masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah.
Hiperglikemia yang terjadi juga menyebabkan vikositas darah meningkat
sehingga aliran darah menjadi lambat. Keadaan ini menyebabkan jaringan
mengalami iskemik sehingga tubuh mengalami penurunan sirkulasi darah
yang menimbulkan masalah keperawatan perfusi perifer tidak efektif.
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses
filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menyebabkan tubuh kehilangan
elektrolit dalam sel. Keadaan ini menimbulkan dehidrasi intraseluler sehingga
volume cairan mengalami penurunan yang memunculkan masalah
keperawatan hipovolemia.
Glukosoria yang terjadi menyebabkan tubuh kehilangan kalori sehingga
sel kekurangan bahan untuk proses metabolisme. Keadaan terebut
merangasang hipotalamus untuk memberikan sinyal lapar (polipagia) dan rasa
haus yang berlebihan (polidipsia). Ketika sel kekurangan bahan untuk
metabolisme maka protein dan lemak akan dibakar. Kondisi tersebut
menyebabkan berat badan mengalami penurunan yang menimbulkan masalah
keperawatan defisit nutrisi. Kebutuhan glukosa dalam proses metabolisme
yang kurang memnyebabkan tubuh melakukan katabolisme lemak dan
pemecahan protein. kondisi tersebut akan menghasilkan asam lemak, keton
dan ureum sehingga tubuh mengalami kondisi ketoasidosis.
Defisiensi insulin yang tejadi berdampak pada proses anabolisme
protein yang mengalami penurunan. Kondisi ini akan merusak antibodi yang
akan menurunkan kekebalan tubuh dan beresiko terserang organisme
patogenik sehingga muncul masalah keperawatan resiko Infeksi. Kekebalan
tubuh yang mengalami penurunan akan menyebabkan tubuh mengalami
neuropati sensori perifer sehingga penderita tidak merasa sakit kemudian
akan terjadi nekrosis luka. Nekrosis luka yang terjadi, apabila tidak ditangani
dengan baik akan menyebabkan gangrene sehingga muncul masalah
keperawatan gangguan integritas kulit.
Pathway
Faktor genetik, faktor imunologi Obesitas, usia, riwayat
(autoimun), infeksi virus penyakit
Produksi insulin
menurun
Diabetas Mellitus
tipe 2
Diabetas Mellitus
tipe 1
Defisiensi insulin
Dehidrasi Perfusi perifer tidak efektif Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Gangguan integritas
Hipovolemia Kehilangan kalori Gangrene kulit/jaringan
Sel kekurangan bahan untuk Protein dan lemak dibakar Berat badan menurun
Merangsang hipotalamus
metabolisme
Ketoasidosis
5. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2015)
Diabetes tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut
‐ Autoimun
‐ Idiopatik
Diabetes tipe 2 Terjadi akibat resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin
Diabetes Gestational Gangguan intolesransi glukosa pada saat
kehamilan
Diabetes tipe lain ‐ defek genetik fungsi sel beta
‐ defek genetik kerja insulin
‐ Penyakit eksokrin pancreas
‐ Karena obat atau zat kimia
‐ Infeksi
‐ Sebab imunologi yang jarang
‐ Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM.
6. Gejala Klinis
Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan Triaspoli Diabetes Melitus:
‐ Poliuria (banyak kencing)
Kadar gula darah yang meningkat atau lebih dari 180 mg/dl akan
mengakibatkan peningkatan osmolalitas cairan ekstra selular.
Peningkatan osmolalitas yang melebihi ambang batas ginjal akan
menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui urin. Glukosa yang ada
akan menarik air dan elektrolit lain sehingga pasien mengeluh sering
kencing atau poliuria.
‐ Polidipsia (banyak minum)
keluhan ini merupakan reaksi tubuh akan adanya poliuria yang
menyebabkan kekurangan cadangan air tubuh. Banyaknya urine
yang keluar menyebabkan badan akan kekurangan air atau dehidrasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, timbullah rasa haus sehingga orang
ingin selalu minum.
‐ Polifagia (banyak makan).
Polifagia disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat digunakan
pada jaringan-jaringan perifer sehingga tubuh akan kekurangan
glukosa (proses kelaparan starvation) yang menyebabkan pasien
banyak makan. Pada diabetes, karena insulin bermasalah, pemasukan
gula ke dalam sel-sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk
pun kurang. Hal tersebut menyebabkan penderita menjadi lemas.
Dengan demikian, otak juga mengira bahwa kurang energi itu terjadi
karena kurang makan yang merangsang tubuh untuk berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan.
(Delliana, Aditiawati and Azhar, 2018)
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 126 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan lainnya yang sering terjadi adalah : berat badan menurun,
lemah, kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan.
Gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah:
‐ Katarak. ‐ Neuropati visceral.
‐ Glaucoma. ‐ Amiotropi.
‐ Retinopati. ‐ Ulkus neurotropik.
‐ Gatal seluruh badan. ‐ Penyakit ginjal.
‐ Pruritus vulvae. ‐ Penyakit pembuluh darah
‐ Infeksi bakteri kulit. perifer.
‐ Infeksi jamur di kulit. ‐ Penyakit coroner.
‐ Dermatopati. ‐ Penyakit pembuluh darah
‐ Neuropati perifer. otak.
‐ Hipertensi
Defisiensi insulin yang sebelumnya bersifat relative berubah menjadi
absolute dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi
dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan
ketonemia. Pada pasien dengan kebingungan dan koma, merupakan gangguan
metabolisme serebral yang tampak lebih jelas. Terdapat lima grade ulkus
diabetikum antara lain :
‐ Grade 0 : tidak ada luka
‐ Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
‐ Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
‐ Grade III : terjadi abses
‐ Grade IV : gangrene pada kaki bagian distal
‐ Grade V : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus
adalah (Purwanto 2016):
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
c. Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia.
d. Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
e. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
f. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiper aktif).
g. Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria,
dan sulit orgasme pada wanita.
h. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
i. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.
9. Therapy/Tindakan penanganan
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika
Merekomendasikan 50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2) Mengarahkan pada berat badan normal.
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4) Mempertahankan kadar KGD normal.
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan.
b. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju
metabolisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan
tubuh. Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas
bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin,
serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki
yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya : leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti Diabetes) Mekanisme kerja sulfanilurea
‐ Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra
pancreas.
‐ Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subkutan, kecepatan absorbsi ditempat
suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
‐ Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu
dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan
suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi
lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
‐ Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan
insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
‐ Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorbsi insulin.
‐ Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih
cepat efeknya daripada subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma
diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis
rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
10. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes yang sering terjadi adalah:
a. Meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke.
b. Neuropati (kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan kejadian
ulkus kaki, infeksi, dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
c. Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama
kebutaan, terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
d. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal.
e. Resiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali
lipat dibandingkan bukan penderita diabetes.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, No. RM,
agama, status maritas, suku bangsa, diagnosa medis.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
3) Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia.
4) Pernafasan
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika
kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
5) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiper aktif).
7) Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita.
8) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
9) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),
kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
10) Aspek psikososial
a) Stress, anxientas, depresi.
b) Peka rangsangan.
c) Tergantung pada orang lain.
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl.
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt.
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik).
5) Alkalosis respiratorik.
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal lochidrasi
atau penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pada luka.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemia, hipoglikemia
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Mengantuk 1. Palpitasi
2. Pusing 2. Mengeluh lapar
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu 1. Mulut kering
2. Haus meningkat
Objektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Gangguan koordinasi 1. Gemetar
2. Kadar glukosa dalam 2. Kesadaran menurun
darah/urin rendah 3. Perilaku aneh
4. Sulit bicara
5. Berkeringat
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Kadar glukosa dalam 1. Jumlah urin meningkat
darah/urin tinggi
Objektif Objektif
1. Pengisisan kapiler >3 detik 1. Edema
2. Nadi perifer menurun atau 2. Penyembuhan luka lambat
tidak teraba 3. Indeks ankle-brachial <0,90
3. Akral teraba dingin 4. Bruit femoral
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun
Objektif Objektif
1. Kerusakan jaringan 1. Nyeri
dan/atau lapisan kulit
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Objektif Objektif
1. Frekuensi nadi meningkat 1. Pengisian vena menurun
2. Nadi teraba lemah 2. Status mental berubah
3. Tekanan darah menurun 3. Suhu tubuh meningkat
4. Tekanan nadi menyempit 4. Konsentrasi urin meningkat
5. Turgor kulit menurun 5. Berat badan turun tiba-tiba
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
kreteria hasil
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
Observasi
kadar glukosa darah keperawatan selama …x... Observasi
menit/jam diharapkan kadar 1. Identifikasi kemungkinan penyebab ‐ Meminimalisir terjadinya
Kolaborasi
1. Anjurkan pasien minum air yang cukup ‐ Asupan cairan yang cukup
membantu menjaga kelembababn
kulit
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi ‐ Asupan nutrisi yang sesuai
Perawatan Luka menurunkan resiko gangguan
Observasi integritas kulit
1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase, ‐ Mengidentifikasi kondisi luka
warna, ukuran, bau dalam pemberian intervensi yang
sesuai
Terapeutik
1. lepaskan balutan dan plester secara ‐ Mencegah munculnya luka baru
perlahan
2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika ‐ Luka yang kotor rentan terserang
5. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika ‐ Kandungan substansi pada obat
perlu membantu penyembuhan luka
6. Pasang balutan sesuai jenis luka ‐ Balutan yang tidak sesuai dapat
menghambat proses
penyembuhan luka
7. Pertahankan teknik steril saat perawatan ‐ Kontaminasi bakteri yang terjadi
luka pada luka dapat menimbulkan
infeksi
8. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua ‐ Membantu mencegah terjadinya
jam atau sesuai kondisi pasien dekubitus dan menjaga sirkulasi
jaringan perifer
9. Berikan diet dengan kalori 30-35 ‐ Asupan kalori dan protein yang
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 cukup membantu proses
g/kgBB/hari penyembuhan luka
10. Berikan suplemen vitamin dan mineral ‐ Vitamin dan mineral mmbantu
(mis vitamin A, vitamin C, Zinc, Asam proses penyembuhan luka
amino), sesuai indikasi
11. Berikan terapi TENS (Stimulasi syaraf ‐ Merangsang sistem saraf
transkutaneous), jika perlu
melalui permukaan kulit yang
efektif untuk menghilangkan
Edukasi nyeri
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
‐ Pengetahuan tentang tanda dan
gejala membantu deteksi dini
terjadinya infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
‐ Asupan kalium dan protein yang
kalium dan protein
cukup membantu proses
penyembuhan luka
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
‐ Orientasi dalam perawatan
mandiri
lanjutan dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis:
enzimatik biologis mekanis, autolotik), ‐ Membantu membersihkan luka
5. Tekanan darah membaik 1. Hitung kebutuhan cairan ‐ Kebutuhan cairan yang kurang
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan di lakukan dengan cara melibatkan
pasien.
S = Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O = Berdasarkan outcome yang diharapkan
A = Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau
tidak tercapai
P = Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan
kondisi, lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.Yogjakarta:
Mediaction
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II: Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI.
Setiati S. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta : Internal
Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI