Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS

OLEH :
NI LUH GEDE DESI MEILENA
NIM.219012832
KELOMPOK 16

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare,
2015)
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemi kronik akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin yang disertai berbagai kelainan metabolik lain
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah ( Rendy dan Margareth, 2012).
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kronis yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel beta langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel tubuh terhadap insulin (Sunaryati dalam Masriadi, 2016).
2. Epidemiologi
Berdasarkan data WHO tahun 2013, penderita diabetes melitus di seluruh
dunia di atas umur 20 tahun berjumlah 180 juta orang. Sedangkan secara
keseluruhan penderita diabetes di dunia pada tahun 2013 terdapat 382 juta orang. Di
Indonesia jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2011 mencapai 366 juta
orang. Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 angka prevalensi diabetes
melitus di Indonesia meningkat dari 1.1% pada tahun 2007 menjadi 2.4% pada
tahun 2013, untuk proporsi penderita diabetes melitus di Indonesia sebesar 6.9% ,
jika jumlah penduduk Indonesia di atas 15 tahun pada tahun 2013 sebesar
176.689.336 orang maka jumlah penderita diabetes melitus kurang lebih sebesar 12
juta orang (Aquarista, N, 2016).
3. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori klinis yaitu:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1) :
a. Genetik Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type
1 namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah
kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1.
Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan
bare,2015).
b. Imunologi Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah
respon autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana
antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan
bare,2015).
c. Lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015
dan bare,2015).
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II) Menurut Smeltzel 2015
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia
Di atas 65 th).
 Obesitas.
 Riwayat keluarga.
3. Diabete melitus dalam kehamilan dikategorikan menjadi dua yaitu diabetes yang sudah
terjadi saat kehamilan, yaitu diabetes pregestasional dan diabetes terjadi saat
kehamilan, yaitu diabetes gestasional (Maryunani, 2013).diabetes pregestasional
merujuk pada diabetes sebelum terjadi konsepsi dan berlanjut setelah melahirkan
(Reeder, et.al., 2012). Diabetes pregestasional ditemukan pada Wanita hamil yang
sebelumnya sudah menderita DM tipe 1 ataupun tipe 2(Maryunani, 2013). Pada umur
kehamilan, terjadi banyak perubahan hormonal dan metabolic untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin yang optimal. Perubahan hormonal ditandai dengan
meningkatnya hormone estrogen dan hormone progesterone dimana akan
mengakibatkan jumlah atau fungsi insulin ibu tidak optimal dan resistensi terhadap
efek insulin. Efek dari resistensi insulin ini dapat mengakibatkan kadar gula darah ibu
hamil tinggi (Isworo, et.al., 2016). Maka diperlukan suatu upaya peningkatan
pengetahuan ibuhamil tentang pengontrolan kadar gula darahnya.

4. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disaping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun
tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial, jika kosentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine(glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis
ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam melakukan buang air kecil(poliurea), dan rasa haus (polidipsi).
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Pada insulin juga dapat menganggu metabolism
protein dalam lemak yang dapat menurunkan berat badan, dan pada pasien juga dapat
megalami peningkatan selera makan, kelelahan dan kelemahan.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti
nyeri abdomen mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian.
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor
faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas fisik, diet, dan tingginya
kadar asam lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). . Mekanisme terjadinya DM
tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun tahun) dan
progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
5. Manifestasi Klinis
Secara umum dalam Rudijanto, dkk ( dalam Ginting, 2019) manifestasi DM adalah sebagai
berikut:

1) Poliuria
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. Poliuria adalah
keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Gejala
pengeluran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan
mengandung glukosa.

2) Polidipsia
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum

3) Polifagia
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan,
tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

4) Penurunan berat badan


Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga
seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain
yaitu lemak dan otot. Dampaknya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus. ( Wijaya & Putri, 2013).
5) Keletihan dan kelemahan perubahan pandangan secara mendadak, senasi kesemutan atau kebas
ditangan dan kaki, kulit kering, lesi kult atau luka yang lambat sembuh serta infeksi berulang
6) Awitan diabetes tipe I dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak, mual, muntah, dan
nyeri lambung’
7) Awitan diabetes tipe II disebabkan intoleransi glukosa yang progresif serta berlangsung perlahan dan
mengakibatkan komplikasi jangka apabila diabtes tidak teratasi
Berdasarkan tipe Diabetes Mellitus dalam (Smeltzer & Bare,2013) adalah:

1) Diabetes tipe I
a) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda ( <30 tahun)
b) Biasnya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi
c) Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi, dan lingkungan
d) Sering memilki antibodi sel pulau langerhans
e) Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
f) Memerlukan insulin untyk mempertahankan kelangsungan hidup
g) Cenderung mengalami ketosis jika tidak memilki insulin
h) Komplikasi akut hiperglikemi : ketoasidosis metabolik
2) Diabetes tipe II
a) Awitan terjadi di segala usia , biasnya diats 30 tahun
b) Biasanya bertubuh gemuk atau obesitas
c) Etilogi mencakup faktor obesitas, herediter dan lingkungan
d) Tidak ada antibodi sel pulau langerhans
e) Mayoritas penderita obesitas mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat badan
f) Mungkin memerlukan insulin dalam waktu pendek mencegah hiperglikemia
g) Ketosis jarang terjadi, kecuali keadaan stress
h) Komplikasi akut : Sindrome hipeosmoler nonketotik

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan cara :

a. Tes toleransi glukosa (TTG)


Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih dari 200 mg/dL. Biasanya tes ini di anjurkan untuk
pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini mengukur presentase gula yang
melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal
antara 5 – 6 %.
c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Ketosis terjadi ditunjukkan
oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai.
Ketonuria menendakan ketoasidosis.
d. Hemoglobin A1c (HbA1c)
HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes dalam keberhasilan tata laksana
diabetes. Walau demikian, pemeriksaan ini juga sudah dianjurkan oleh sebagian literatur sebagai alat
diagnostik diabetes mellitus. Kadar HbA1C menggambarkan perkiraan kadar glukosa selama tiga bulan
yang lalu sehingga tepat digunakan untuk monitor keberhasilan terapi, dan memprediksi progres
komplikasi diabetes mikrovaskular. Hal inilah yang menjadikannya jauh lebih unggul untuk kontrol
diabetes dibandingkan dengan pemeriksaan kadar gula darah yang hanya dapat melihat kadar gula darah
pada satu waktu dan tidak dapat memprediksi komplikasi. Nilai rujukan untuk pasien diabetik adalah
HbA1c ≥ 6.5%

e. Pemeriksaan untuk Membedakan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2


Untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1 Kadar insulin
2 Kadar C-peptide: dibentuk selama konversi proinsulin ke insulin
3 Kadar insulin atau C-peptide < 0,6 ng/mL mengarah kepada diabetes mellitus tipe 1
4 Kadar C-peptide puasa > 1 ng/dL pada penderita diabetes sekitar lebih dari 1-2 tahun mengarah
kepada diabetes mellitus tipe 2
5 Marker auto antibodi untuk penentuan tipe diabetes mellitus, contohnya glutamic acid
decarboxylase (GAD)

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Keperawatan Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan
DM yaitu:
a. Diet Syarat diet hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2) Mengarahkan pada berat badan normal.
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic.
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
 Prinsip diet DM,adalah:
 Jumlah sesuai kebutuhan.
 Jadwal diet ketat.
 Jenis: boleh dimakan/ tidak.
 Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1. Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau
ditambah.
2. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya.
3. Jenis makanan yang manis harus dihindari
b. Olahraga

Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:

1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam


sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore.

3) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen.

4) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein.


5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan pencegahannya.
Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter, mencari artikel
mengenai diabetes.
d. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus diberikan
obat obatan.
e. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima pilar
diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
f. Melakukan perawatan luka:
a) Pengertian Melakukan tindakan perawatan menganti balutan,
membersihkan luka pada luka kotor.
b) Tujuan:
 Mencegah infeksi.
 Membantu penyembuhan luka.
c) Peralatan
 Bak Instrumen yang berisi : Pinset Anatomi, Pinset Chirurgis,
Gunting Debridemand, Kasa Steril, Kom: 3 buah.
 Peralatan lain terdiri dari: sarung tangan, gunting
plester,plester/perekat. Alkohol 70%/ wash bensin, Desinfektant,
NaCl 0,9%, Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan,
Verband, Obat luka sesuai kebutuhan.

d) Prosedur Pelaksanaan:
 Tahap pra interaksi:
o Melakukan Verifikasi program terapi.
o Mencuci tangan.
o Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
 Tahap orientasi:
o Memberikan salam dan menyapa nama pasien.
o Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien.
o Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
 Tahap kerja:
o Menjaga Privacy.

o Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas.


o Membuka peralatan.

o Memakai sarung tangan.


o Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka dengan
menggunakan pinset.
o Membuka balutan lapis terluar.
o Membersihkan sekitar luka dan bekas plester.
o Membuka balutan lapis dalam.
o Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus.
o Melakukan debridement.
o Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl.
o Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kassa.
o Memasang plester atau verband.
o Merapikan pasien

Tahap Terminasi :
o Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.
o Berpamitan dengan klien.
o Membereskan alat-alat.
o Mencuci tangan.

o Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan.

g. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital.


h. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi.
i. Mengelola pemberian obat sesuai program.
8. KOMPLIKASI
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe
2 akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM
tipe 2 terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu:
komplikasi akut dan komplikasi kronik.( PERKENI, 2015).
a. Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD) KAD merupakan
komplikasi akut DM yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-
600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasmameningkat (300-320 mos/mL)
dan terjadi peningkatan anion gap.

2. Hiperosmolar non ketotik (HNK) Pada keadaan ini


terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal
atau sedikit meningkat .
3. Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien
DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala
hipoglikemia terdiri dari berdebar- debar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan
kesadaran menurun sampai koma.

b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi
pada pasien DM saat ini sejalan dengan penderita DM
yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit DM yang
tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik.
1. Neuropati Diabetes neuropati adalah kerusakan
saraf sebagai komplikasi serius akibat DM.
Komplikasi yang tersering dan paling penting
adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu,
lalu ke bagian tangan. Neuropati berisiko tinggi
untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar
dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam
hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap
pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan
adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi. Semua
penyandang DM yang disertai neuropati perifer
harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki.

9. Konsep Gangren Diabeticum

1. Definisi

Gangrene diabetes merupakan sebuah kematian jaringan yang

diakibatkan infeksi dan gangguan pembuluh darah pada pengidap diabetes.

Pengidap diabetes yang rentan mengalami kematian jaringan (gangrene)

biasanya akan mengalami gejala seperti : luka sembuh dalam waktu lama,

ujung luka kehitaman, bau menyengat.

Gangrene merupakan sebuah komplikasi kronis yang timbul akibat

nekrosis jaringan, disebabkan suplai oksigen dan nutrisi terhadap jaringan

terputus karena adanya sumbatan dipembuluh darah kebagaian kaki, hal

ini menyebabkan kaki menjadi rentan infeksi. (Lativa, 2014)


2. Klasifikasi

a. Klasifikasi Meggit-wagner (Wanger, 1981) dari buku Yunita, 2015.

Grade Keterangan
Grade 0 Belum ada luka pada kaki yang berisiko tinggi
Grade 1 Luka superfisial
Grade 2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih dalam, namun
tidak samapai pada tulang
Grade 3 Luka yang dalam, dengan selulitis atau formasi abses
Grade 4 Gangrene yang terlokalisir (gangrene dari jari – jari atau bagian depan
kaki/forefoot)
Grade 5 Gangrene yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada daerah
lengkung kaki/midfoot dan belakang kaki/hindfoot)

a. Klasifikasi Derajat Kedalaman (depth)

• Derajat 1
Ulkus tebal superfisial yang tidak menembus jaringan bawah dermis.
• Derajat 2
Ulkus dalam menembus lapisan dibawah dermis hingga ke
subkutan,fascia, otot, atau tendon.
• Derajat 3
Meliputi seluruh lapisan jaringan pada kaki, termasuk tulang dan atau

sendi (tulang terpapar, probing mencapai sendi).

b. Klasifikasi Derajat Infeksi

• Derajat 1
Tidak ada tanda atau gejala infeksi.
• Derajat 2
Infeksi hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan (tanpa keterlibatan
jaringan yang terlertak lebih dalam dan tanpa disertai tanda sistemik
dibawah ini. Setidaknya terdapat dua temuan dibawah ini :
• Pembengkakan atau indurasi lokal
• Eritema 0,5-2 cm disekitar ulkus
• Nyeri lokal
• Hangat pada perabaan lokal
• Duh purulent (sekret tebal, hingga putih atau sanguinosa)
• Derajat 3

Eritema >2cm ditambah salah satu temuan diatas, atau adanya

infeksi yang melibatkan struktur dibawah kulit dan jaringan

subkutan, misalnya abses, osteomeilitis, artritis septik, maupun

fasciitis.

• Derajat 4

Infeksi kaki dengan tanda sindrom respon inflamasi sistemik

(SIRS), yaitu dua atau lebih keadaan dibawah ini :

• Suhu <36 atau >38 derajat celcius

• Frekuensi denyut jantung >90x/menit

• Frekuensi pernafasan >20x/menit

• PaC02 >32mmHg

• Hitung leukosit<4.000 atau >12.000 sel/mm

• 10% bentuk imatur

c. Derajat Ukuran (extant)

Ukuran luka dalam sentimeter persegi.

d. Jumlah Puss

Analisa pada cairan eksudat pada luka diabetes menunjukan adanya peningkatan

cairan matrik metalloproteinase MMP. MMP adalah enzim proteolitik yang

dapat mendegradasi kolagen. Pada penyembuhan normal, sintesis kolagen dan

degradasi kolagen berjalan simbang, namun pada kondisi DM , terjadi

peningkatan MMP, yang pada akhirnya mengakibatkan degradasi kolagen

menjadi meningkat.
3. Penatalaksanaan Pasien Gangrene Diabeticum

Perawatan luka gangrene pada diabetes mellitus menurut buku Sari, 2016 :

a) Persiapan alat : 1 set alat steril (2 cucing, gunting jaringan, pinset

anatomi dan siruji, kasa steril), sepasang handscon bersih dan steril,

korentang, plaster/ hepafix, cairan saline (Nacl), saflon, gunting,

plaster, timba.

b) Posisikan pasien agak menjuntai, dan posisikan luka pas diatas

timba.

c) Pakai handscon bersih, basuh balutan dengan cairan saline, pastika

sudah basah seluruhnya, buka balutan perlahan jika masih lengket

siram lagi menggunakan cairan.

d) Setelah balutan dibuka, amati luka apakah terdapat granulasi atau

tidak, apakah ada tanda – tanda infeksi atau tidak, amati warna puss,

cek kedalaman puss, jika terlihat otot masuk ke stadium 3, jika

masuk kelapisan lemak berarti stadium 2, jika hanya goresan masuk

stadium 1.

e) Jika terdapat puss maka, satu tangan perawat memijat mengeluarkan

puss, satu tangannya lagi tetap menyiram luka.

f) Lepaskan handscon bersih, siapkan plester, buka set steril.

g) Siapkan cucing pakai korentang, masukan saflon kedalam salah satu

cucing dan masukan cairan saline ke cucing satunya.

h) Pakai handscon steril, posisikan pinset ditepian bak instrumen.

i) Ambil kasa masukan kedalam saflon lalu diperas menggunakan

pinset diatas bengkok, swab luka dari dalam keluar, jika masih ada

pus, sedikit ditekan bersihkan sampai pus menghilang, salah satu

tangan on (tidak steril), setelah selesai dibersihkan pinset dibak

instrumen dengan letak terbalik yang terkena tubuh pasien berada

paling luar, jika terdapat nekrosis dilakukan tindakan invasive


menggunakan pinset anatomi dan gunting jaringan setelah itu siram

bagaian tersebut lalu keringkan dengan kasa (ditul- tul).

j) Setelah selesai pada luka diberi sufratul untuk merangsang

pertumbuhan sel jangan berikan sufratul pada luka yang sudah

membaik, setelah itu luka ditutup dengan kasa lalu dibalut


10. PATHWAY

Kerusakan sel A dan B

Kegagalan Produksi

Meningkatkan gula darah

Peningkatan gula darah kronik

Gangguan fungsi imun Hiperglikemi

Gangguan penyembuhan luka glukosa menumpuk di


dalam darah

Gangguan integritas
kulit Ketidak stabilan kadar
glukosa

(Sumber: Hadi Purwanto, 2016)


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pegkajian
1. Identitas
a) Identitas klien meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, suku
bangsa, status, pekerjaan,Pendidikan, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, no regristrasi, diagnose medis.
b) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan,
hubungan dengan pasien.
c) Riwayat Kesehatan
- Riwyat Kesehatan sekarang melipui Kesehatan keluarga
adanya penyakit keturunan atau tidak, riwaya penyakit
sekarang riwayat penyakit yang di lami saat ini.
- Riwayat penyakit dahulu meliputi biasanya klien DM
mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark
miokard.
- Riwayat kesehatan keluarga Biasanya Ada riwayat anggota
keluarga yang menderita DM.
d) Riwayat psikososial : biasanya ada strees, kecemasaan sangat tinggi
yang dialami pasien.
e) Pola fungsi Kesehatan
- Pola nutrisi maan, minum, porsi, keluhan.
Gejala : nafsu makan menurun, adanya penurunan berat badan.
- Pola eliminasi seperti buang air kecil, buang air besar yang
meliputi frekuensi , warna, konsisiten dan keluhan yang
dirasakan.
f) Pola kebersihan diri
Pola ini membahas tentang kebersihan kulit, mulut, telinga rambut,
dan kuku.
g) Pola pemeriksaan dan pemeliharaan.
h) Popla kognitif-persepsi sensori
Keadaan mental yang di alamai, berbicara, bahasa, pendengaran,
penglihatan normalatau tidak.
i) Pola konsep diri meliputi idntitas diri, ideal diri, haga diri, gambaran
diri.
j) Pola kopingdan nilai keyakinan.

2) Pengkaian fisik
a) Pemeriksaan vital sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.

b) Pemeriksaan kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.
c) Pemeriksaan kepala dan leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2
d) Pemeriksaan dada
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan
cepat dan dalam
e) Pemeriksaan jantung
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f) Pemeriksaan abdomen
Dalam batas normal
g) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan.
i) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal.
j) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
3) Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pankreas,


resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa darah, ganguan glukosa darah
puasa.

2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi,


perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan volume cairan. penurunan
mobilitas, bahan kimia iritatif, suhu lingkungan yang ekstrem, faktor
mekanis, efek samping terapi radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati
perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, kurang terpapat
pengetahuan informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas
jaringan.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakstabilan Luran utama I: intervensi utama : Observasi
Kadar Glukosa Kestabilan Kadar Manajemen a. Mengetahui serta
Darah Glukosa Darah Hiperglikemia mencegah komplikasi
Setelah dilakukan Observasi yang mungkin terjadi
intervensi a. Identifikasi b. Untuk mengetahui
keperawatan selama kemungkinan penyebab pengobatan yang sesuai
… x … jam maka hiperglikemia dan memantau kadar
kestabilan kadar b. Monitor kadar glukosa glukosa darah pasien.
glukosa darah darah, jika perlu c. Menentukan status
meningkat dengan c. Monitor intake dan keseimbangan cairan
kriteria hasil : output cairan tubuh pasien.
a.Koordinasi d. Monitor tanda dan d. Untuk mengetahui tanda
meingkat gejala hiperglikemia dan gejala yang dialami
b. Kesadaran (mis. poliuria, pasien dan mencegah
meningkat polidipsisa, polifagia, komplikasi yang
c.Mengantuk kelemahan, malaise, mungkin terjadi pada
menurun padangan kabur, sakit pasien.
d. Pusing kepala) Terapeutik
menurun Terapeutik a. Mengganti cairan yang
e.Lelas/lesu a. Berikan asupan cairan hilang dan mencegah
menurun oral dehidrasi
f. Keluhan lapar b. Fasilitasi ambulansi jika b. Mencegah risiko jatuh
menurun ada hipotensi ortostatik pada pasien
g. Gemetar Edukasi Edukasi
menurun a. Anjurkan kepatuhan a. Diet dan olahraga
h. Rasa haus terhadap diet dan mampu mencegah
menurun olahraga hipoglikemia maupun
i. Kadar glukosa b. Ajarkan pengelolaan hiperglikemia namun
dalam darah diabetes (mis. masih memberikan
membaik penggunaan insulin, energi yang cukup.
j. Kadar glukosa obat oral, monitor b. Kepatuhan dalam
dalam urine asupan cairan, mengonsumsi obat
membaik penggantian dapat membantu
k. Jumlah urine karbohidrat, dan menjaga kestabilan
membaik bantuan professional kadar glukosa darah.
kesehatan)

2. .Gangguan L Luaran utama I: Observasi


Integritas (L.14125) IntegritasIn Itervensi utama : a. Mengetahui seberapa
Kulit/Jaringan Kulit dan Jaringan (I.14564) Perawatan luas dan grade luka
Setelah dilakukan Luka b. Untuk memudahkan
intervensi Observasi memberikan
keperawatan selama a. Monitor karakteristik penanganan yang cepat
… x … jam maka luka (mis. warna, bau, dan tepat pada luka
integritas kulit dan ukuran,drainase) pasien yang mengalami
jaringan meningkat b. Monitor tanda – tanda infeksi
dengan kriteria infeksi Terapeutik
hasil : Terapeutik a. Menjaga agar tidak
a. Kerusakan a. Lepaskan balutan dan membuat luka lecet
jaringan menurun pester secara perlahan yang baru
b.Kerusakan lapisan b. Bersihkan dengan b. NaCl bersifat isotonik
kulit menurun cairan NaCl sehingga tidak
c. Nyeri menurun c. Bersihkan jaringan mengganggu proses
d.Perfusi jaringan nekrotik penyembuhan luka.
meningkat d. Berikan salep yang c. Menjadikan dasar luka
e. Perdarahan sesuai ke kulit/lesi menjadi bersih, sehat
menurun e. Pasang balutan sesuai dan berwarna merah.
f. Kemerahan jenis luka d. Salep dapat mengurangi
menurun f. Pertahankan teknik iritasi.
g.Hematoma steril saat melaukan e. Balutan yang tepat
menurun perawatan luka dengan jenis luka tidak
h.Nekrosis menurun g. Jadwalkan perubahan akan menyebabkan luka
i. Suhu kulit posisi setiap 2 jam menjadi basah dan
membaik Edukasi lembap untuk
j. Tekstur membaik a. Jelaskan tanda dan meminimalisir infeksi.
gejala infeksi f. Luka terkontrol dari
b. Anjurkan mengonsumsi luka infeksi
makanan tinggi kalori g. Menghindari adanya
dan protein tekanan dalam waktu
c. Ajarkan prosedur yang lama
perawatan luka mandiri Edukasi
Kolaborasi a. Pasien mampu
a. Kolaborasi prosedur mengenali tanda dan
debridement gejala infeksi sejak dini
b. Kolaborasi pemberian b. Protein berfungsi
antibiotik menggati sel – sel tubuh
yang rusak dan menjaga
kesehatan tubuh.
c. Pasien mampu merawat
luka untuk mencegah
infeksi
Kolaborasi
A.Membantu
membersihkan luka dan
jaringan nekrotik dan
bakteri sehingga dasar
luka menjadi bersih.
Antibiotik dapat
mengatasi dan
mencegah infeksi
bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2013. Standards of medical care in


diabetes 2013. Diabetes Care (36): 13.

Aquarista, N, C. 2016. Perbedaan Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe


2 Dengan dan Tanpa Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(1), 37–47. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i1.2017.

Arisman. 2011. Diabetes Mllitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (E. P. M.
Ester, Ed.) (8th ed.).

Hadi Purwanto. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II (Vol. 4). Pusdik SDM
Kesehatan.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2013. Buku Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit (Edisi 6). Jakarta: EGC.

Soelistijo, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Denpasar,…………..2022

Mengetahui,
Mahasiswa
Pembimbing Klinik /CI

(Ns. Ni Sayu Kade Seridamayanti, S.Kep) ( Ni Luh Gede Desi Meilena)

NIP: 196909241990022002 NIM : 219012832

Clinical Teacher/CT

(Ns.Ni Luh Putu Dewi Puspawati,S.Kep., M.Kep)


NIK: 20408020

Anda mungkin juga menyukai