OLEH
2190112696
2. Epidemiologi/insiden kasus
Diabetes Melitus yang paling banyak di temukan dan prevalensi terus
meningkat adalah diabetes melitus tipe II yang lebih dari 90% kasus diabetes melitus
di dunia (WHO, 2017). Data statistik yang dirilis oleh IDF (2011) menunjukkan
bahwa pada tahun 2010 India merupakan negara dengan prevalensi diabetes tertinggi
di dunia dengan jumlah penderita mencapai 50,8 juta jiwa diikuti dengan China
sebanyak 43,2 juta jiwa, Amerika Serikat 26,8 juta jiwa. Indonesia berada di urutan
ke-7 di antara sepuluh negara di dunia dengan penderita DM terbesar dibawah Cina,
India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Mexico. Indonesia di perkirakan akan
mengalami kenaikan jumblah penyandang diabetes melitus dari 9,1 menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035 (IDF, 2015).
Berdasarkan Riskesdas RI (2018) di Indonesia penderita Diabetes Melitus yang
terdiagnosis dokter sebesar 6.3% pada usia 55-64 tahun, 6.0% dengan usia 65-74
tahun, 3.9% pada usia 45-54 tahun, 3.3% pada usia 75 tahun keatas. 1.1%, pada usia
15-24 tahun. Prevelensi Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur >15 tahun
menurut provinsi, 2013-2018 DKI Jakarta 3.4%, Kalimantan Timur 3.0%, Daerah
Istimewa Yogyakarta 2,9% dan Bali diurutan ke 20 dari 33 provinsi di Indonesia.
3. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori klinis yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi
sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan
asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015).
Faktor-faktor resiko :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
Obesitas
Riwayat keluarga
4. Patofisiologi
Setiap makanan yang disantap akan diubah menjadi energi oleh tubuh.
Makanan di dalam lambung dan usus, akan diuraikan menjadi beberapa elemen
dasarnya, termasuk salah satu jenis gula, yaitu glukosa. Glukosa merangsang
pankreas untuk menghasilkan insulin, yang membantu mengalirkan glukosa ke
dalam sel-sel tubuh sehingga glukosa dapat diserap dengan baik dalam tubuh dan
dibakar untuk menghasilkan energy glukosa dalam darah menjadi normal.
Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8
mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada
pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi makanan.
Insulin bertugas untuk membuka reseptor pada dinding sel agar glukosa memasuki
sel. Sel-sel tersebut mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk
melakukan aktivitas. Jika jumlah insulin tidak cukup, maka terjadi penimbunan gula
dalam darah sehingga menyebabkan diabetes. Pada diabetes, didapatkan jumlah
insulin kurang atau terdapat kualitas insulinnya tidak baik (retensi insulin), meskipun
insulin dan reseptor ada, tetapi karena ada kelainan di dalam sel tersebut pintu masuk
menuju sel tidak dapat dibuka, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke sel untuk
dibakar. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.
Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin yang tidak dapat bekerja secara
optimal maupun jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Faktor
genetik, faktor imunologi (autoimun), dan infeksi virus merupakan penyebab
munculnya diabetes mellitus tipe 1. Faktor tersebut menyebabkan kerusakan pada sel
beta di pankreas sehingga produksi insulin menurun. Obesitas, faktor usia, serta
riwayat penyakit juga merupakan penyebab munculnya diabetes mellitus yaitu
diabetes mellitus tipe 2. Faktor tersebut menyebabkan tubuh mengalami resistensi
insulin sehingga sel-sel tubuh kurang sensitif terhadap hormon insulin.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu
karena tubuh mengalami defisiensi insulin. Defisiesi insulin menyebabkan
penyerapan glukosa kedalam sel terhambat dan metabolisme menjadi terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan penderita menjadi lelah dan kadar glukosa dalam
darah meningkat melebihi batas normal yang menimbulkan masalah keperawatan
ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah. Hiperglikemia yang terjadi juga
menyebabkan vikositas darah meningkat sehingga aliran darah menjadi lambat.
Keadaan ini menyebabkan jaringan mengalami iskemik sehingga tubuh mengalami
penurunan sirkulasi darah yang menimbulkan masalah keperawatan perfusi perifer
tidak efektif.
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah
masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai
dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar
menyebabkan tubuh kehilangan elektrolit dalam sel. Keadaan ini menimbulkan
dehidrasi intraseluler sehingga volume cairan mengalami penurunan yang
memunculkan masalah keperawatan hipovolemia.
Glukosoria yang terjadi menyebabkan tubuh kehilangan kalori sehingga sel
kekurangan bahan untuk proses metabolisme. Keadaan terebut merangasang
hipotalamus untuk memberikan sinyal lapar (polipagia) dan rasa haus yang
berlebihan (polidipsia). Ketika sel kekurangan bahan untuk metabolisme maka
protein dan lemak akan dibakar. Kondisi tersebut menyebabkan berat badan
mengalami penurunan yang menimbulkan masalah keperawatan defisit nutrisi.
Kebutuhan glukosa dalam proses metabolisme yang kurang memnyebabkan tubuh
melakukan katabolisme lemak dan pemecahan protein. kondisi tersebut akan
menghasilkan asam lemak, keton dan ureum sehingga tubuh mengalami kondisi
ketoasidosis.
Defisiensi insulin yang tejadi berdampak pada proses anabolisme protein yang
mengalami penurunan. Kondisi ini akan merusak antibodi yang akan menurunkan
kekebalan tubuh dan beresiko terserang organisme patogenik sehingga muncul
masalah keperawatan resiko Infeksi. Kekebalan tubuh yang mengalami penurunan
akan menyebabkan tubuh mengalami neuropati sensori perifer sehingga penderita
tidak merasa sakit kemudian akan terjadi nekrosis luka. Nekrosis luka yang terjadi,
apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan gangrene sehingga muncul
masalah keperawatan gangguan integritas kulit.
Pathway
Faktor genetik, faktor imunologi Obesitas, usia, riwayat
(autoimun), infeksi virus penyakit
Produksi insulin
menurun
Diabetas Mellitus
tipe 2
Diabetas Mellitus
tipe 1
Defisiensi
insulin
Dehidrasi Perfusi perifer tidak efektif Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Gangguan integritas
Hipovolemia Kehilangan kalori Gangrene kulit/jaringan
Sel kekurangan bahan untuk Protein dan lemak dibakar Berat badan menurun
Merangsang hipotalamus
metabolisme
Ketoasidosis
5. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2015)
Diabetes tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut
‐ Autoimun
‐ Idiopatik
Diabetes tipe 2 Terjadi akibat resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin
Diabetes Gestational Gangguan intolesransi glukosa pada saat
kehamilan
Diabetes tipe lain ‐ defek genetik fungsi sel beta
‐ defek genetik kerja insulin
‐ Penyakit eksokrin pancreas
‐ Karena obat atau zat kimia
‐ Infeksi
‐ Sebab imunologi yang jarang
‐ Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus adalah (Purwanto
2016):
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek
tendon menurun, aktifitas kejang.
c. Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia.
d. Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
e. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun.
f. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).
g. Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme
pada wanita.
h. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
i. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid,
demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
9. Therapy/Tindakan penanganan
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan
50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2) Mengarahkan pada berat badan normal.
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4) Mempertahankan kadar KGD normal.
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan.
b. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari
kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang
sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki
yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti Diabetes) Mekanisme kerja sulfanilurea
‐ Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas.
‐ Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain :
‐ Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
‐ Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
‐ Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorbsi insulin.
‐ Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti
suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-
kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
10. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes yang sering terjadi adalah:
a. Meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke.
b. Neuropati (kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi,
dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
c. Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan, terjadi
akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
d. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal.
e. Resiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan
bukan penderita diabetes.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, No. RM, agama, status
maritas, suku bangsa, diagnosa medis.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
3) Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia.
4) Pernafasan
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
5) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).
7) Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita.
8) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
9) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran
tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
10) Aspek psikososial
a) Stress, anxientas, depresi.
b) Peka rangsangan.
c) Tergantung pada orang lain.
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl.
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt.
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik).
5) Alkalosis respiratorik.
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal lochidrasi atau penurunan
fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pada luka.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia,
hipoglikemia
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Mengantuk 1. Palpitasi
2. Pusing 2. Mengeluh lapar
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu 1. Mulut kering
2. Haus meningkat
Objektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Gangguan koordinasi 1. Gemetar
2. Kadar glukosa dalam 2. Kesadaran menurun
darah/urin rendah 3. Perilaku aneh
4. Sulit bicara
5. Berkeringat
Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Kadar glukosa dalam 1. Jumlah urin meningkat
darah/urin tinggi
Objektif Objektif
1. Kerusakan jaringan 1. Nyeri
dan/atau lapisan kulit 2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Objektif Objektif
1. Frekuensi nadi meningkat 1. Pengisian vena menurun
2. Nadi teraba lemah 2. Status mental berubah
3. Tekanan darah menurun 3. Suhu tubuh meningkat
4. Tekanan nadi menyempit 4. Konsentrasi urin meningkat
5. Turgor kulit menurun 5. Berat badan turun tiba-tiba
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
kreteria hasil
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
Observasi
kadar glukosa darah keperawatan selama …x... Observasi
menit/jam diharapkan kadar 1. Identifikasi kemungkinan penyebab ‐ Meminimalisir terjadinya
5. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika membantu penyembuhan luka
perlu ‐ Balutan yang tidak sesuai dapat
menghambat proses
6. Pasang balutan sesuai jenis luka penyembuhan luka
‐ Kontaminasi bakteri yang terjadi
pada luka dapat menimbulkan
7. Pertahankan teknik steril saat perawatan infeksi
luka ‐ Membantu mencegah terjadinya
dekubitus dan menjaga sirkulasi
8. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jaringan perifer
jam atau sesuai kondisi pasien ‐ Asupan kalori dan protein yang
cukup membantu proses
9. Berikan diet dengan kalori 30-35 penyembuhan luka
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 ‐ Vitamin dan mineral mmbantu
g/kgBB/hari proses penyembuhan luka
10. Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis vitamin A, vitamin C, Zinc, Asam ‐ Merangsang sistem saraf
amino), sesuai indikasi
melalui permukaan kulit yang
11. Berikan terapi TENS (Stimulasi syaraf
efektif untuk menghilangkan
transkutaneous), jika perlu
nyeri
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien.
S = Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O = Berdasarkan outcome yang diharapkan
A = Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau tidak
tercapai
P = Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi,
lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.Yogjakarta:
Mediaction
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II: Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI.
Setiati S. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta : Internal
Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI