Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

OLEH

NI PUTU EKA BUDIARTINI

2190112696

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015). Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan karakteristik
hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua –
duanya (ADA,2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan
insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah.
Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari
diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO,
2011)
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan
glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin
yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).

2. Epidemiologi/insiden kasus
Diabetes Melitus yang paling banyak di temukan dan prevalensi terus
meningkat adalah diabetes melitus tipe II yang lebih dari 90% kasus diabetes melitus
di dunia (WHO, 2017). Data statistik yang dirilis oleh IDF (2011) menunjukkan
bahwa pada tahun 2010 India merupakan negara dengan prevalensi diabetes tertinggi
di dunia dengan jumlah penderita mencapai 50,8 juta jiwa diikuti dengan China
sebanyak 43,2 juta jiwa, Amerika Serikat 26,8 juta jiwa. Indonesia berada di urutan
ke-7 di antara sepuluh negara di dunia dengan penderita DM terbesar dibawah Cina,
India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Mexico. Indonesia di perkirakan akan
mengalami kenaikan jumblah penyandang diabetes melitus dari 9,1 menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035 (IDF, 2015).
Berdasarkan Riskesdas RI (2018) di Indonesia penderita Diabetes Melitus yang
terdiagnosis dokter sebesar 6.3% pada usia 55-64 tahun, 6.0% dengan usia 65-74
tahun, 3.9% pada usia 45-54 tahun, 3.3% pada usia 75 tahun keatas. 1.1%, pada usia
15-24 tahun. Prevelensi Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur >15 tahun
menurut provinsi, 2013-2018 DKI Jakarta 3.4%, Kalimantan Timur 3.0%, Daerah
Istimewa Yogyakarta 2,9% dan Bali diurutan ke 20 dari 33 provinsi di Indonesia.

3. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori klinis yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi
sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan
asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015).

2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)

Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi


insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga

4. Patofisiologi
Setiap makanan yang disantap akan diubah menjadi energi oleh tubuh.
Makanan di dalam lambung dan usus, akan diuraikan menjadi beberapa elemen
dasarnya, termasuk salah satu jenis gula, yaitu glukosa. Glukosa merangsang
pankreas untuk menghasilkan insulin, yang membantu mengalirkan glukosa ke
dalam sel-sel tubuh sehingga glukosa dapat diserap dengan baik dalam tubuh dan
dibakar untuk menghasilkan energy glukosa dalam darah menjadi normal.
Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8
mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada
pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi makanan.
Insulin bertugas untuk membuka reseptor pada dinding sel agar glukosa memasuki
sel. Sel-sel tersebut mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk
melakukan aktivitas. Jika jumlah insulin tidak cukup, maka terjadi penimbunan gula
dalam darah sehingga menyebabkan diabetes. Pada diabetes, didapatkan jumlah
insulin kurang atau terdapat kualitas insulinnya tidak baik (retensi insulin), meskipun
insulin dan reseptor ada, tetapi karena ada kelainan di dalam sel tersebut pintu masuk
menuju sel tidak dapat dibuka, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke sel untuk
dibakar. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.
Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin yang tidak dapat bekerja secara
optimal maupun jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Faktor
genetik, faktor imunologi (autoimun), dan infeksi virus merupakan penyebab
munculnya diabetes mellitus tipe 1. Faktor tersebut menyebabkan kerusakan pada sel
beta di pankreas sehingga produksi insulin menurun. Obesitas, faktor usia, serta
riwayat penyakit juga merupakan penyebab munculnya diabetes mellitus yaitu
diabetes mellitus tipe 2. Faktor tersebut menyebabkan tubuh mengalami resistensi
insulin sehingga sel-sel tubuh kurang sensitif terhadap hormon insulin.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu
karena tubuh mengalami defisiensi insulin. Defisiesi insulin menyebabkan
penyerapan glukosa kedalam sel terhambat dan metabolisme menjadi terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan penderita menjadi lelah dan kadar glukosa dalam
darah meningkat melebihi batas normal yang menimbulkan masalah keperawatan
ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah. Hiperglikemia yang terjadi juga
menyebabkan vikositas darah meningkat sehingga aliran darah menjadi lambat.
Keadaan ini menyebabkan jaringan mengalami iskemik sehingga tubuh mengalami
penurunan sirkulasi darah yang menimbulkan masalah keperawatan perfusi perifer
tidak efektif.
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah
masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai
dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar
menyebabkan tubuh kehilangan elektrolit dalam sel. Keadaan ini menimbulkan
dehidrasi intraseluler sehingga volume cairan mengalami penurunan yang
memunculkan masalah keperawatan hipovolemia.
Glukosoria yang terjadi menyebabkan tubuh kehilangan kalori sehingga sel
kekurangan bahan untuk proses metabolisme. Keadaan terebut merangasang
hipotalamus untuk memberikan sinyal lapar (polipagia) dan rasa haus yang
berlebihan (polidipsia). Ketika sel kekurangan bahan untuk metabolisme maka
protein dan lemak akan dibakar. Kondisi tersebut menyebabkan berat badan
mengalami penurunan yang menimbulkan masalah keperawatan defisit nutrisi.
Kebutuhan glukosa dalam proses metabolisme yang kurang memnyebabkan tubuh
melakukan katabolisme lemak dan pemecahan protein. kondisi tersebut akan
menghasilkan asam lemak, keton dan ureum sehingga tubuh mengalami kondisi
ketoasidosis.
Defisiensi insulin yang tejadi berdampak pada proses anabolisme protein yang
mengalami penurunan. Kondisi ini akan merusak antibodi yang akan menurunkan
kekebalan tubuh dan beresiko terserang organisme patogenik sehingga muncul
masalah keperawatan resiko Infeksi. Kekebalan tubuh yang mengalami penurunan
akan menyebabkan tubuh mengalami neuropati sensori perifer sehingga penderita
tidak merasa sakit kemudian akan terjadi nekrosis luka. Nekrosis luka yang terjadi,
apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan gangrene sehingga muncul
masalah keperawatan gangguan integritas kulit.
Pathway
Faktor genetik, faktor imunologi Obesitas, usia, riwayat
(autoimun), infeksi virus penyakit

Kerusakan sel beta di


pankreas Resistensi insulin

Produksi insulin
menurun
Diabetas Mellitus
tipe 2
Diabetas Mellitus
tipe 1
Defisiensi
insulin

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Kerusakan pada antibodi


Dieresis osmotik Vikositas darah meningkat Ketidakstabilan kadar
glukosa darah Kekebalan tubuh menurun
Poliuri Aliran darah lambat

Kehilangan elektrolit dalam Iskemik jaringan Neuropati sensori perifer


sel Resiko infeksi

Dehidrasi Perfusi perifer tidak efektif Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit

Gangguan integritas
Hipovolemia Kehilangan kalori Gangrene kulit/jaringan
Sel kekurangan bahan untuk Protein dan lemak dibakar Berat badan menurun
Merangsang hipotalamus
metabolisme

Pusat lapar dan haus


Katabolisme lemak Pemecahan protein
Polidipsia
polipagia
Asam lemak
Keton Ureum

Ketoasidosis
5. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2015)
Diabetes tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut
‐ Autoimun
‐ Idiopatik
Diabetes tipe 2 Terjadi akibat resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin
Diabetes Gestational Gangguan intolesransi glukosa pada saat
kehamilan
Diabetes tipe lain ‐ defek genetik fungsi sel beta
‐ defek genetik kerja insulin
‐ Penyakit eksokrin pancreas
‐ Karena obat atau zat kimia
‐ Infeksi
‐ Sebab imunologi yang jarang
‐ Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM.

Klasifikasi diabetes mellitus adalah sebagai berikut :


a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga
tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan penurunan
fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi
karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes mellitus
(gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup. Hal ini terjadi
selama kehamilan dan dapat meningkat atau menghilang setelah persalinan. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu
kesehatan dari janin atau ibu, dimana sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan
Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.
6. Gejala Klinis
Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga
gejala yaitu :
a. Keluhan Triaspoli Diabetes Melitus:
‐ Poliuria (banyak kencing)
Kadar gula darah yang meningkat atau lebih dari 180 mg/dl akan mengakibatkan
peningkatan osmolalitas cairan ekstra selular. Peningkatan osmolalitas yang melebihi
ambang batas ginjal akan menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui urin. Glukosa
yang ada akan menarik air dan elektrolit lain sehingga pasien mengeluh sering kencing
atau poliuria.
‐ Polidipsia (banyak minum)
keluhan ini merupakan reaksi tubuh akan adanya poliuria yang menyebabkan
kekurangan cadangan air tubuh. Banyaknya urine yang keluar menyebabkan badan
akan kekurangan air atau dehidrasi. Untuk mengatasi hal tersebut, timbullah rasa haus
sehingga orang ingin selalu minum.
‐ Polifagia (banyak makan).
Polifagia disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat digunakan pada jaringan-
jaringan perifer sehingga tubuh akan kekurangan glukosa (proses kelaparan starvation)
yang menyebabkan pasien banyak makan. Pada diabetes, karena insulin bermasalah,
pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun
kurang. Hal tersebut menyebabkan penderita menjadi lemas. Dengan demikian, otak
juga mengira bahwa kurang energi itu terjadi karena kurang makan yang merangsang
tubuh untuk berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan.
(Delliana, Aditiawati and Azhar, 2018)
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 126 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan lainnya yang sering terjadi adalah : berat badan menurun, lemah, kesemutan,
gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan.
Gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah:
‐ Katarak. ‐ Gatal seluruh badan.
‐ Glaucoma. ‐ Pruritus vulvae.
‐ Retinopati. ‐ Infeksi bakteri kulit.
‐ Infeksi jamur di kulit. ‐ Penyakit ginjal.
‐ Dermatopati. ‐ Penyakit pembuluh darah
‐ Neuropati perifer. perifer.
‐ Neuropati visceral. ‐ Penyakit coroner.
‐ Amiotropi. ‐ Penyakit pembuluh darah otak.
‐ Ulkus neurotropik. ‐ Hipertensi
Defisiensi insulin yang sebelumnya bersifat relative berubah menjadi absolute dan timbul
keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun
dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Pada pasien dengan kebingungan dan koma,
merupakan gangguan metabolisme serebral yang tampak lebih jelas. Terdapat lima grade ulkus
diabetikum antara lain :
‐ Grade 0 : tidak ada luka
‐ Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
‐ Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
‐ Grade III : terjadi abses
‐ Grade IV : gangrene pada kaki bagian distal
‐ Grade V : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus adalah (Purwanto
2016):
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek
tendon menurun, aktifitas kejang.
c. Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia.
d. Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
e. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun.
f. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).
g. Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme
pada wanita.
h. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
i. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid,
demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium, Radiologi, dll)


a. Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
b. Tes Laboratorium
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes (PERKENI,
2015)
Glukosa plasma
Glukosa darah
HbA1c (%) 2 jam setelah
puasa (mg/dL)
TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 > 200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140

c. Tes Toleransi Glukosa


Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi kabohidrat (150 –
300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari
keesokan harinya sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr
diberikan pada pasien:
1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl.
4) Elektrolit
5) Natrium : meningkat atau menurun
6) Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya
menurun.
7) Fosfor : lebih sering meningkat.
8) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik.
9) Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis;
hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.
10) Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal).
11) Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.

9. Therapy/Tindakan penanganan
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan
50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2) Mengarahkan pada berat badan normal.
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4) Mempertahankan kadar KGD normal.
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan.
b. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari
kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang
sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki
yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti Diabetes) Mekanisme kerja sulfanilurea
‐ Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas.
‐ Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain :
‐ Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
‐ Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
‐ Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorbsi insulin.
‐ Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti
suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-
kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

10. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes yang sering terjadi adalah:
a. Meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke.
b. Neuropati (kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi,
dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
c. Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan, terjadi
akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
d. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal.
e. Resiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan
bukan penderita diabetes.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, No. RM, agama, status
maritas, suku bangsa, diagnosa medis.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pasien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang
disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan
tubuh. Disamping itu pasien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan
muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan
tidur/istirahat, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria, mudah lelah, sering megantuk.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu


1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.
2) Riwayat ISK berulang.
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
5) Berapa lama pasienmenderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan pasienuntuk menanggulangi penyakitnya.
6) Tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang telah digunakan
klien.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.

e. Pola Kebutuhan Dasar Fungsi Gordon


1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
BAK, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga
pasienmengalami kesulitan tidur.
6) Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.
7) Pola Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Pola Peran-Hubungan
Luka ganggren yang sulit sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
9) Pola Seksual-Reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Pola Toleransi Stress-Koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/
adaptif.
11) Pola Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
3) Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia.
4) Pernafasan
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
5) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).
7) Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita.
8) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
9) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran
tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
10) Aspek psikososial
a) Stress, anxientas, depresi.
b) Peka rangsangan.
c) Tergantung pada orang lain.

g. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl.
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt.
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik).
5) Alkalosis respiratorik.
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal lochidrasi atau penurunan
fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pada luka.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia,
hipoglikemia
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Mengantuk 1. Palpitasi
2. Pusing 2. Mengeluh lapar

Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Lelah atau lesu 1. Mulut kering
2. Haus meningkat

Objektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Gangguan koordinasi 1. Gemetar
2. Kadar glukosa dalam 2. Kesadaran menurun
darah/urin rendah 3. Perilaku aneh
4. Sulit bicara
5. Berkeringat

Hiperglikemia Hiperglikemia
1. Kadar glukosa dalam 1. Jumlah urin meningkat
darah/urin tinggi

b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia, penurunan aliran


arteri dan/atau vena, peningkatan tekanan darah, kekurangan volume cairan,
penurunan konsentrasi hemoglobin, kurang aktivitas fisik
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Parastesia
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten)
Objektif Objektif
1. Pengisisan kapiler >3 detik 1. Edema
2. Nadi perifer menurun atau 2. Penyembuhan luka lambat
tidak teraba 3. Indeks ankle-brachial <0,90
3. Akral teraba dingin 4. Bruit femoral
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun

c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi, neuropati


perifer
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) (tidak tersedia)

Objektif Objektif
1. Kerusakan jaringan 1. Nyeri
dan/atau lapisan kulit 2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

d. Hipovolemia berhungan dengan kehilangan ciran aktif, kegagalan mekanisme regulasi,


kekurangan intake cairan
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus

Objektif Objektif
1. Frekuensi nadi meningkat 1. Pengisian vena menurun
2. Nadi teraba lemah 2. Status mental berubah
3. Tekanan darah menurun 3. Suhu tubuh meningkat
4. Tekanan nadi menyempit 4. Konsentrasi urin meningkat
5. Turgor kulit menurun 5. Berat badan turun tiba-tiba
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat

e. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis. diabetes mellitus),


peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer (kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi pH, status cairan tubuh),
efek prosedur invasif.
3. Rencana Tindakan

Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
kreteria hasil
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
Observasi
kadar glukosa darah keperawatan selama …x... Observasi
menit/jam diharapkan kadar 1. Identifikasi kemungkinan penyebab ‐ Meminimalisir terjadinya

glukosa darah stabil dengan criteria hiperglikemia hiperglikemia

hasil: 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan ‐ Sebagai pencegahan dini terkait


1. Koordinasi meningkat dengan kebutuhan insulin meningkat (mis. peningkatan kebutuhan insulin
skala 5 (1-5) penyakit kambuhan)
2. Mengantuk menurun dengan 3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu ‐ Mengidentifikasi tanda
skala 5 (1-5) hiperglikemia
3. Pusing menurun dengan skala 5 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia ‐ Tanda awal hiperglikemia pada
(1-5) (mis. poliuria, polidipsia, polifagia, diabetes antara lain peningkatan
4. Lelah/lesu menurun dengan kelemahan, malaise, pandangan kabur, pengeluaran urin, rasa haus, rasa
skala 5 (1-5) sakit kepala) lapar, kelelahan, sakit kepala.
5. Kadar glukosa dalam darah 5. Monitor intake dan output cairan ‐ Menganalisa keseimbangan
membaik dengan skala 5 (1-5) cairan dan derajat kekurangan
cairan

6. Monitor keton urin, kadar analisa gas ‐ Mengidentifikasi adanya tanda

darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan gejala ketoasidosis diabetik

dan frekuensi nadi (KAD)


Terapeutik Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral ‐ Mempertahankan cairan dalam
tubuh
2. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ‐ Mencegah terjadinya cedera
ortostatik pada pasien saat melakukan
ambulasi
Edukasi Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar ‐ Kadar glukosa darah yang tinggi
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl dapat menyebabkan konsumsi
oksigen menjadi rendah saat
melakukan olahraga yang dapat
meningkatkan resiko jatuh dan

2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah resiko cedera

secara mandiri ‐ Membantu dalam melakukan


tindakan secara mandiri serta

3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan deteksi dini hiperglikemia

olahraga ‐ Diet dan olahraga bermanfaat


dalam mengontrol gula darah
4. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
dan tekanan darah
penggunaan insulin, obat oral, monitor
‐ Membantu dalam melakukan
asupan cairan, panggantian karbohidrat,
tindakan secara mandiri serta
dan bantuan profesional kesehatan)
pencegahan dini hiperglikemia
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
Kolaborasi
- Pemberian insulin berfungsi
dalam mempertahankan jumlah
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
glukosa dalam darah tetap normal
perlu
‐ Cairan IV berperan dalam
menjaga keseimabagn cairan
dalam tubuh
Manajemen Hipoglikemia
Observasi
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
‐ Membantu dalam pemeberian
intervensi yang sesuai
2. Identifikasi kemungkinan penyebab
‐ Meminimalisir tejadinya
hipoglikemia
hipoglikemia
Terapeutik
Terapeutik
1. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
‐ Membantu dalam mengahasikan
energi lebih cepat dan
mempercepat pemecahan
menjadi glukosa
2. Berikan glukagon, jika perlu
‐ Glukagon bekerja dengan
hormon insulin dalam menjaga
keseimbangan kadar gula dalam
darah, yaitu mencegah gula
darah turun terlalu rendah
dengan memecah simpanan gula
(glikogen) di hati
‐ Berfungsi dalam pemenuhan
3. Berikan karbohidrat kompleks dan
nutrisi dalam tubuh
protein sesuai diet
‐ Jalan napas yang paten
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
memaksimalkan proses respirasi
Edukasi
Edukasi
‐ Penanganan awal terjadinya
1. Anjurkan membawa karbohidrat
hipoglikemia
sederhana setiap saat
‐ Mengidentifikasi tanda
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
hipoglikemia
‐ Membantu dalam mengontrol
3. Jelaskan interaksi antara diet,
kadar gula darah
insulin/agen oral, dan olahraga
‐ Membantu pasien dalam deteksi
4. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis.
awal serta penanganan
tanda dan gejala, faktor risiko, dan
hipoglikemia secara mandiri
pengobatan hipoglikemia)
‐ Membantu dalam melakukan
5. Ajarkan perawatan mandiri untuk
tindakan secara mandiri serta
mencegah hipoglikemia (mis. mengurangi
pencegahan dini hipoglikemia
insuin/agen oral dan/atau meningkatkan
asupan makanan untuk berolahraga) Kolaborasi
Kolaborasi ‐ Untuk meningkatkan kadar gula
1. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika dalam darah pada kondisi
perlu hipoglikemia
‐ Menjaga keseimbangan kadar
2. Kolaborasi pemberian glukagon, jika
gula dalam darah, yaitu
perlu
mencegah gula darah turun
terlalu rendah dengan memecah
simpanan gula (glikogen) di hati
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
efektif keperawatan selama …x... Observasi Observasi
menit/jam diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi ‐ Mengidentifikasi adanya
perifer kembali adekuat dengan perifer, edema, pengisian kapiler, warna, sumbatan pada sirkulasi perifer
criteria hasil: suhu, ankle-brachial index)
1. Denyut perifer meningkat 2. Identifikasi faktor risiko gangguan ‐ Meminimalisir tejadinya
dengan skala 5 (1-5) sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang gangguan sirkulasi yang dapat
2. Warna kulit pucat menurun tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi mengakibatkan masalah
dengan skala 5 (1-5) kesehatan
3. Pengisian kapiler membaik 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, ‐ Mengidentifikasi tanda dan
dengan skala 5 (1-5) bengkak pada ekstremitas gejala gangguan sirkulasi perifer
4. Akral membaik membaik Terapeutik Terapeutik
dengan skala 5 (1-5) 1. Hindari pemasangan infus atau ‐ Mencegah terjadinya edema
5. Turgor kulit membaik dengan pengambilan darah di area keterbatasan
skala 5 (1-5) perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ‐ Menjaga sirkulasi perifer tetap
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi adekuat
3. Hindari penekanan dan pemasangan ‐ Mengurangi edema dan tekanan
tourniquet pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
vena
‐ Menghindari kontaminasi agen
5. Lekukakn perawatan kaki dan kuku
pecetus infeksi
‐ Menjaga sirkulasi perifer tetap
Edukasi
adekuat
1. Anjurkan berhenti merokok
Edukasi
‐ Merokok dapat menyebabkan

2. Anjurkan berolahraga rutin terjadinya vasokontriksi


pembuluh darah
‐ Aktivitas fisik membantu
3. Anjurkan menggunakan obat penurun memperlancar sistem peredaran
tekanan darah, antikoagulan, penurun darah
kolesterol, jika perlu ‐ Meningkatkan dilatasi pembuluh
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang darah sehingga perfusi jaringan
tepat (mis. melembabkan kulit kering pada dapat diperbaiki
kaki) ‐ Menjaga sirkulasi tetap adekuat
5. Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah lemak jenuh,
‐ kolestrol tinggi dapat
minyak ikan omega 3)
mempercepat terjadinya
arterosklerosis
Manajemen sensasi perifer
Observasi
1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Observasi
‐ Meminimalisir tejadinya
2. Periksa perbedaan sensasi tajam atau gangguan sirkulasi
tumpul, panasatau dingin ‐ Mengidentifikasi adanya
3. Periksa kemampuan mengidentifikasi gangguan pada perfusi perifer
lokasi dan tekstur benda ‐ Mengidentifikasi adanya
4. Monitor perubahan kulit gangguan pada perfusi perifer
‐ Mengidentifikasi tanda dan
5. Monitor adanya troboflebilitis dan gejala edema
tromboemboli vena ‐ Mengidentifikasi adanya
Terapeutik ganggaun sirkulasi
1. Hindari pemakaian benda-benda yang Terapeutik
berlebihan suhunya (terlalu panas atau ‐ Mencegah terjadinya gangguan
dingin) sirkulasi darah
Edukasi
1. Anjurkan pengguaan termometer untuk Edukasi
menguji suhu air ‐ Mencegah penggunaan benda
2. Anjurkan memakai sarung tangan termal dengan suhu berlebih yang dapat
saat memasak menyebabkan gangguan sirkulasi
3. Anjurkan memakai sepatu lembut dan ‐ Mencegah terjadinya cedera
bertumit rendah ‐ Mencegah terdinya cedara dan
Kolaborasi
menjaga sirkulasi tetap lancar
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika Kolaborasi
perlu
‐ Meredakan nyeri atau rasa
sakit yang dapat disebabkan
oleh suatu kondisi medis
2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, tertentu.
jika perlu ‐ Membantu meredakan
peradangan atau inflamasi.
3.Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Kuit/Jaringan keperawatan selama … x menit/jam Observasi
diharapkan integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan ‐ Pemberian intervensi yang sesuai
jaringan meingkat dengan criteria integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, dengan penyebab dapat
hasil: perubahan status nutrisi, penurunan mempercepat proses
1. Kerusakan jaringan meningkat kelembababn, suhu lingkungan ekstrem, penyembuhan
dengan skala 5 (1-5) penurunan mobilitas)
2. Kerusakan lapisan kulit
membaik dengan skala 5 (1-5) Terapeutik
‐ Mencegah iritasi dermal langsung
1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
dan meningkatkan evaporasi
baring lembab pada kulit
‐ Menjaga sirkulasi tetap adekuat
2. Gunakan produk berbahan dan mencegah terjadinya alergi
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive ‐ Alkohol mengakibatkan kulit
3. Hindari produk berbahan dasar mengalami dehidrasi, sehingga
alkohol pada kulit kering memengaruhi produksi kolagen
yang berperan dalam menjaga
kelembaban kulit.
Edukasi - Asupan cairan yang cukup
1. Anjurkan pasien minum air yang cukup membantu menjaga kelembababn
kulit
‐ Asupan nutrisi yang sesuai
menurunkan resiko gangguan
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
integritas kulit
Perawatan Luka
Observasi ‐ Mengidentifikasi kondisi luka
dalam pemberian intervensi yang
1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase,
sesuai
warna, ukuran, bau
‐ Identifikasi dini tanda-tanda
infeksi
2. Monitor tanda-tanda infeksi

‐ Mencegah munculnya luka baru


Terapeutik
1. lepaskan balutan dan plester secara
‐ Luka yang kotor rentan terserang
perlahan
infeksi kuman
2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
‐ Membersihkan luka dengan
perlu
maksimal
3. Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik, sesuai kebutuhan
‐ Membantu membersihkan dasar
luka dan menjaga sirkulasi
4. Bersihkan jaringan nekrotik
‐ Kandungan substansi pada obat

5. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika membantu penyembuhan luka
perlu ‐ Balutan yang tidak sesuai dapat
menghambat proses
6. Pasang balutan sesuai jenis luka penyembuhan luka
‐ Kontaminasi bakteri yang terjadi
pada luka dapat menimbulkan
7. Pertahankan teknik steril saat perawatan infeksi
luka ‐ Membantu mencegah terjadinya
dekubitus dan menjaga sirkulasi
8. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jaringan perifer
jam atau sesuai kondisi pasien ‐ Asupan kalori dan protein yang
cukup membantu proses
9. Berikan diet dengan kalori 30-35 penyembuhan luka
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 ‐ Vitamin dan mineral mmbantu
g/kgBB/hari proses penyembuhan luka
10. Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis vitamin A, vitamin C, Zinc, Asam ‐ Merangsang sistem saraf
amino), sesuai indikasi
melalui permukaan kulit yang
11. Berikan terapi TENS (Stimulasi syaraf
efektif untuk menghilangkan
transkutaneous), jika perlu
nyeri

‐ Pengetahuan tentang tanda dan


Edukasi gejala membantu deteksi dini
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi terjadinya infeksi
‐ Asupan kalium dan protein yang
cukup membantu proses
2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi penyembuhan luka
kalium dan protein ‐ Orientasi dalam perawatan
lanjutan dirumah

3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara


mandiri ‐ Membantu membersihkan luka
Kolaborasi dari jaringan nekrotik dan bakteri
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis: sehingga dasar luka menjadi
enzimatik biologis mekanis, autolotik), bersih
jika perlu ‐ Membanru mencegah terjadinya
infeksi
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
4.Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
keperawatan selama … x menit/jam Observasi
diharapkan status cairan membaik 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia ‐ Mengidentifikasi terjadinya
dengan criteria hasil: (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi kehilangan volume cairan dalam
1. Kekuatan nadi meningkat terba lemah, tekanan darah menurun, tubuh
dengan skala 5 (1-5) tekanan nadi menyempit, turgor kulit
2. Turgor kulit meningkat dengan menurun, membran mukosa kering,
skala 5 (1-5) volume urin menurun, hematokrit
3. Output urine meningkat dengan meningkat, haus, lemah)
skala 5 (1-5) 2. Monitor intake dan output cairan ‐ Menganalisa keseimbangan
4. Frekuensi nadi membaik cairan dan derajat kekurangan
dengan skala 5 (1-5) Terapeutik
cairan
5. Tekanan darah membaik 1. Hitung kebutuhan cairan
‐ Kebutuhan cairan yang kurang
dengan skala 5 (1-5)
mempengaruhi proses
6. Membran mukosa membaik
metabolisme dalam tubuh
dengan skala 5 (1-5) 2. Berikan posisi modified Trendelenburg
‐ Posisi mempengaruhi volume
7. Kadar Hb membaik dengan
cairan dalam tubuh
skala 5 (1-5)
3. Berikan asupan cairan oral
8. Kadar Ht membaik dengan ‐ Mempertahankan cairan dalam
tubuh
skala 5 (1-5) Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral ‐ Asupan cairan yang cukup
berperan dalam menyeimbangkan
elektrolit tubuh serta mengganti
energi yang hilang
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
‐ Mencegah terjadinya cedera
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
(mis, NaCl, RL) ‐ Larutan isotonik memperluas
ruang cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler secara

2. Kolaborasi pemberian cairan IV merata.

hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 4%) ‐ Cairan hipotonik digunakan


untuk membantu adekuat suplai
cairan ketika ekskresi limbah
tubuh, mengobati dehidrasi sel,
dan mengganti cairan sel.
3. Kolaborasi pemebrian cairan koloid (mis. ‐ Cairan koloid digunakan saat
albumin, plasmanate) osmolalitas serum telah menurun
ke tingkat yang sangat rendah.

4. Kolaborasi pemeberian produk darah ‐ Kehilangan darah dalam jumlah


besar meningkatkan resiko
hipovolemi
5.Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama … x menit/jam Observasi
diharapkan tingkat infeksi menurun 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal ‐ Mengidentifikasi intervensi yang
dengan criteria hasil: dan sistemik akan dilakukan
1. Demam menurun dengan skala Terapeutik
5 (1-5) 1. Batasi jumlah pengunjung
‐ Menghindari penyebaran kuman
2. Kemerahan menurun dengan
yang dapat memperparah infeksi
skala 5 (1-5) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema ‐ Jaringan edema lebih cenderung
3. Nyeri menurun dengan skala 5
rusak dan robek
(1-5)
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak ‐ Mengurangi transmisi kuman
4. Bengkak menurun dengan skala dengan pasien dan lingkungan pasien sebelum dan sesudah kontak
5 (1-5)
dengan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien ‐ Kontaminasi bakteri yang terjadi
beresiko tinggi pada luka dapat menimbulkan
Edukasi infeksi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi ‐ Pengetahuan tentang tanda dan
gejala membantu deteksi dini
terjadinya infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka ‐ Membantu mengidentifikasi
atau luka operasi terjadinya infeksi
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi ‐ Malnutrisi dapat meningkatkan
dan cairan terdinya resiko infeksi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemebrian imunisasi, jika ‐ Imunitas yang baik dapat
perlu menurunkan resiko infeksi
4. Implementasi
Melaksanakan implementasi sesuai dengan apa yang direncanakan di intervensi
keperawatan

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien.
S = Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O = Berdasarkan outcome yang diharapkan
A = Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau tidak
tercapai
P = Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi,
lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi intervensi
DAFTAR PUSTAKA

IDF. 2015. idf Diabetes Atlas Seventh Edition 2015.From


http://www.diabetesatlas.org/resources/2015 -atlas.html.

Kemenkes. 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI


from http://www.depkes.go.id/Resource/downloa
d/pusdatin/infodatin/infodatin diabetes.pdf.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.Yogjakarta:
Mediaction

Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II: Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Setiati S. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta : Internal
Publishing

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. France: World


Health Organization.\ http://www.who.int/diabetes/global-report/en/.

ADA (American Diabetes Association .(2017) .Standards Of Medical Care In


Diabetes — 2017 Standards Of Medical Care In Diabetes D 2017. The
Journal Of Clinical And Applied Research And Education. Hal. 14. Tersedia
Pada: Https://Www.Diabetes.Org

Delliana, H., Aditiawati, A. and Azhar, M. B. (2018) ‘Karakteristik Demografi,


Klinis Dan Laboratoris Demografi, Pasien Diabetes Melitus Tipe 1 Pada
Anak Di Rsup Dr. M. Hoesin Palembang Tahun 2010-2017’, Majalah
Kedokteran Sriwijaya, 50(1). Available at:
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/8541.

PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia, PERKENI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai