OLEH :
20010401021
MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi hormon insulin,
6. Stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan cepat saji yang
banyak pengawet lemak dan tinggi gula. Makanan cepat saji ini berpengaruh
besar dalam kerja pankreas dan meningkatkan kerja metabolisme.
D. Patofisiology
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta pada pulau langerhans
pankreas. Pada keaadaan normal, insulin secara terus-menerus disekresikan ke
dalam aliran darah. Insulin berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah dan berperan dalam mempertahankan glukosa agar berada pada rentang
normal 70-120 mg/dL. Rata-rata insulin yang diproduksi dalam sehari pada
orang dewasa berkisar antara 40-50 U atau 0,6 U/KgBB. Insulin berperan untuk
menghantarkan glukosa yang ada dalam darah melewati membran sel ke
sitoplasma sel. Peningkatan insulin plasma setelah makan menstimulasi
cadangan glukosa seperti glikogen pada hati dan otot, menghambat
glukoneogenesis, meningkatkan deposisi lemak dari jaringan adiposa, dan
meningkatkan sintesis protein.
Turunnya kadar insulin selama puasa normal dalam semalam
memudahkan pelepasan glukosa yang tersimpan dari hati, protein dari otot, dan
lemak dari jaringan adiposa. Otot skeletal dan jaringan adiposa memilik reseptor
yang spesifik untuk insulin dan merupakan jaringan tergantung insulin. Insulin
dibutuhkan untuk dapat membuka reseptor ini sehingga memungkinkan bagi
glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Jaringan-
jaringan seperti otak, hati, sel darah merupakan jaringan yang secara tidak
langsung bergantung pada insulin untuk transport glukosa ke dalam sel, tetapi
membutuhkan suplai glukosa yang adekuat untuk dapat berfungsi normal.
Hormon-hormon seperti glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan dan kortisol
memiliki efek yang bertolak belakang dengan insulin dan merupakan hormon-
hormon kontraregulator. Hormon-hormon ini dapat meningkatkan kadar glukosa
darah dengan cara menstimulasi produksi glukosa oleh hati, serta menghambat
transport glukosa ke dalam sel-sel. Hormon kontraregulator dan insulin biasanya
berfungsi dalam mempertahankan kadar glukosa dalam darah berada pada
rentang normal dengan cara meregulasi pelepasan glukosa untuk energi selama
konsumsi makanan, dan periode-periode puasa.
Diabetes melitus tipe 1 atau diketahui juga sebagai juvenile diabetes,
merupakan jenis diabetes melitus yang dialami oleh 5% penderita diabetes
melitus. Biasanya terjadi pada orang dengan usia di bawah 40 tahun dan 40%
berkembang sebelum usia 20 tahun. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh
penyakit autoimun yang mengakibatkan destruksi sel beta pankreas; keadaan ini
dapat merujuk pada ketiadaan insulin secara absolut. Predisposisi genetik dan
infeksi virus merupakan faktor yang dapat berkontribusi terhadap kejadian
penyakit diabetes melitus tipe 1. Pada diabetes melitus tipe 1, sel autoantibodi
bertanggung jawab terhadap kerusakan pada sel beta pankreas yang terjadi
selama periode rentang bulan sampai tahun sebelum munculnya gejala.
Manifestasi terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup
untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Gejala dapat terjadi
dengan cepat dan biasanya disertai dengan komplikasi ketoasidosis. Pasien
biasanya memiliki riwayat kehilangan berat badan tiba-tiba dan gejala klasik
diabetes melitus seperti polidipsia, poliuria, dan polifagia. Individu dengan
diabetes melitus tipe 1 memerlukan insulin eksogen untuk dapat bertahan hidup.
Tanpa insulin pasien akan mengalami ketoasidosis diabetik dan kondisi yang
mengancam nyawa seperti asidosis metabolik.
Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis diabetes dengan presentasi
tertinggi, yaitu 90-95% dari seluruh kasus diabetes melitus. Faktor risiko yang
mengakibatkan terjadi diabetes melitus tipe 2 dapat berupa kelebihan berat
badan atau obesitas, usia, dan memiliki riwayat keluarga dengan diabetes
melitus tipe 2. Pada diabetes melitus tipe 2, pankreas masih dapat menghasilkan
insulin endogen, namun insulin yang diproduksi tidak dapat mencukupi
kebutuhan tubuh, insulin tidak dapat digunakan oleh jaringan, maupun
keduanya. Serangan atau onset penyakit diabetes melitus tipe 2 berlangsung
secara bertahap. Seseorang mungkin dapat memiliki hiperglikemia tanpa
disadari dan tidak terdeteksi, banyak dari penderita diabetes melitus tipe 2 baru
dapat terdeteksi ketika melakukan pemeriksaan laboratorium rutin ketika
menjalani perawatan, dan didapati peningkatan kadar hemoglobin glikosilat
(HbA1C).
Diabetes melitus gestasional berkembang selama periode kehamilan dan
terjadi pada 2-10% kehamilan. Wanita dengan diabetes melitus gestasional
memiliki risiko lebih tinggi untuk kelahiran cesarean, kemungkinan kematian
bayi perinatal, cedera, dan komplikasi neonatal. Kebanyakan wanita dengan
diabetes melitus gestasional akan kembali memiliki kadar glukosa darah yang
normal dalam 6 minggu postpartum. Namun wanita dengan diabetes melitus
gestasional memiliki risiko 35-60% untuk dapat berkembang menjadi diabetes
melitus tipe 2 dalam 10 tahun.
Diabetes tipe spesifik lain dapat terjadi pada beberapa orang akibat
kondisi medis maupun perawatan akibat kondisi medis tertentu yang dapat
menyebabkan abnormalitas kadar glukosa darah. Kondisi seperti kerusakan atau
injuri pada fungsi sel beta pankreas, termasuk cushing syndrome,
hipertiroidisme, pankreatitis, fibrosis kistik, hemokromatosis, dan nutrisi
parenteral. Umumnya konsumsi obat- obatan yang dapat menyebabkan diabetes
melitus pada beberapa orang seperti kortikosteroid, thiazide, phenytoin, dan
antipsikotik atipikal (Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014).
E. Manifestasi Klinis
Gejala klasik pada diabetes melitus dapat berupa peningkatan rasa haus
(polidipsia), peningkatan urinasi (poliuria), dan peningkatan rasa lapar
(polifagia). Jumlah kadar glukosa yang besar dalam darah menyebabkan
peningkatan konsentrasi serum atau osmolaritas. Tubulus ginjal tidak dapat
mereabsorbsi glukosa yang berlimpah yang disaring oleh glomerulus, sehingga
menyebabkan glikosuria. Akibatnya, dibutuhkan jumlah air yang banyak untuk
dapat mengekskresikan glukosa yang ada, sehingga menyebabkan poliuria,
nokturia, dan dehidrasi. Peningkatan osmolaritas dan dehidrasi menyebabkan
terjadinya polidipsia. Terganggunya transport glukosa ke dalam sel
menyebabkan sel mengalami kelaparan, sehingga menyebabkan polifagia. Kadar
glukosa yang tinggi juga dapat menyebabkan kelemahan, penglihatan kabur,
nyeri perut, dan sakit kepala. Keton atau produk asam yang dihasilkan oleh
pemecahan lemak, dapat meningkat di dalam darah dan urine pada pasien
diabetes melitus tipe 1 atau dengan waktu yang lama pada diabetes melitus tipe
2 (Williams & Hopper, 2015).
Pada diabetes melitus tipe 1, dengan onset yang cepat, manifestasi klinis
bersifat akut seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia. Kehilangan berat badan
dapat terjadi akibat ketiadaan glukosa di sel untuk digunakan sebagai energi, dan
mengakibatkan tubuh memecah protein dan lemak sebagai sumber energi.
Kelemahan dan kelelahan dapat terjadi akibat sel tubuh mengalami kekurangan
energi dari glukosa. Ketoasidosis juga dapat terjadi pada penderita diabetes
melitus, paling umum terjadi pada diabetes melitus tipe 1. Pada diabetes melitus
tipe 2, manifestasi klinis biasanya tidaklah spesifik, namun seringkali juga
mengalami manifestasi klinis yang sama dengan diabetes melitus tipe 1, seperti
poliuria, polidipsia, dan polifagia. Beberapa gejala umum yang dialami oleh
penderita diabetes melitus tipe 2 dapat berupa kelelahan, infeksi berulang,
infeksi kandida, luka yang lama sembuh, dan perubahan pada pandangan visual
(Lewis et al., 2014).
F. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas dan
morbiditas serta menurunkan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus
(Decroli, 2019). Menurut Lewis et al. (2014), komplikasi diabetes melitus dapat
dibagi menjadi 2 jenis berikut ini.
1. Komplikasi Akut
Ketoasidosis diabetik, disebabkan oleh ketiadaan insulin dan
dikarakterisir dengan hiperglikemia, ketosis, asidosis, dan dehidrasi.
Komplikasi ini paling sering terjadi pada diabetes melitus tipe 1 namun dapat
juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2. Faktor presipitasi dapat berupa
penyakit dan infeksi, dosis insulin yang tidak adekuat, diabetes melitus tipe 1
yang tidak terdiagnosis, manajemen diri yang tidak baik dan pengabaian
terhadap penatalaksanaan. Akibat ketiadaan glukosa dalam sel untuk
digunakan sebagai energi, tubuh akan memecah protein dan lemak sebagai
cadangan energi, pemecahan lemak akan menghasilkan keton yang bersifat
asam yang akan menyebabkan masalah seperti ketoasidosis ketika terlalu
banyak jumlahnya dalam darah. Ketosis dapat menyebabkan perubahan pada
keseimbangan pH, sehingga menyebabkan berkembangnya asidosis
metabolik.
Hiperosmolar hiperglikemik non ketotik, merupakan kondisi yang
mengancam kehidupan yang dapat terjadi pada pasien dengan diabetes
melitus yang masih dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mencegah
ketoasidosis diabetik, tetapi tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia
berat, diuresis osmotik, dan kekurangan cairan ekstraseluler. Penyebab
umum pada komplikasi ini seperti infeksi saluran kemih, pneumonia, dan
pasien yang baru terdiagnosa diabetes melitus tipe 2. Biasanya hiperosmolar
hiperglikemik non ketotik berhubungan dengan gangguan sensasi haus dan
atau ketidakmampuan fungsional untuk mengganti cairan, biasanya disertai
riwayat asupan cairan yang tidak adekuat, peningkatan depresi mental, dan
poliuria.
Hipoglikemia, atau kadar glukosa darah yang rendah dapat terjadi ketika
terlalu banyak proporsi insulin di dalam darah sehingga dapat menyebabkan
kadar glukosa menurun drastis hingga kurang dari 70 mg/dL. Penyebab
hipoglikemia seringkali berhubungan dengan kesalahan pengaturan waktu
makan dan penggunaan insulin atau obat oral hipoglikemik.
2. Komplikasi Kronik
Angiopati, merupakan komplikasi kronik yang disebabkan oleh
kerusakan pada pembuluh darah. Angiopati merupakan salah satu penyebab
kematian pada pasien diabetes melitus, sekitar 68% kematian disebabkan
oleh penyakit pembuluh darah dan 16% disebabkan oleh stroke pada usia 65
tahun atau lebih. Disfungsi kronik pembuluh darah ini dibagi menjadi 2
kategori, yaitu komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.
Komplikasi makrovaskuler merupakan penyakit pada pembuluh darah
besar dan sedang yang terjadi lebih sering dan terjadi lebih awal pada pasien
dengan diabetes melitus. Komplikasi makrovaskuler dapat mencakup
serebrovaskuler, cardiovaskuler, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Komplikasi mikrovaskuler disebabkan oleh penebalan membran
pembuluh darah pada pembuluh darah kapiler dan arteriol, sebagai respon
terhadap kondisi hiperglikemia kronis. Mikroangiopati dapat ditemukan
pada seluruh tubuh, namun paling sering terjadi pada mata (retinopati), ginjal
(nefropati), dan kulit (dermopati). Diabetik retinopati merujuk pada keadaan
kerusakan mikrovaskuler pada retina akibat hiperglikemia. Diabetik
nefropati merupakan komplikasi kronis akibat kerusakan pembuluh darah
kecil yang mensuplai ginjal dan glomerulus. Diabetik neuropati adalah
kerusakan pada saraf akibat kekacauan metabolik yang terjadi akibat
diabetes melitus. Antara 60-70% pasien dengan diabetes melitus memiliki
neuropati. Neuropati sensoris motorik memengaruhi bilateral pada tangan
dan kaki. Biasanya dikarakterisir dengan kehilangan sensasi, sensasi
abnormal, nyeri, dan parastesi. Cedera dan ulserasi pada kaki dapat terjadi
tanpa rasa nyeri yang dialami oleh penderita, neuropati juga dapat
menyebabkan atrofi pada otot-otot kecil tangan dan kaki, sehingga dapat
menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Neuropati sensoris
motorik merupakan faktor risiko yang paling besar terhadap amputasi
ekstremitas bawah pada penderita diabetes melitus.
Neuropati otonom dapat memengaruhi hampir seluruh sistem tubuh, dan
merujuk pada inkontinesia bowel, diare, dan retensi urin. Gastroparesis
adalah komplikasi akibat neuropati otonom yang dapat menyebabkan
anoreksia, mual, muntah, refluks, dan perasaan kenyang yang persisten.
Kelainan kardiovaskuler yang disebabkan oleh neuropati otonom adalah
hipotensi postural, resting takikardi, dan infark miokard tanpa rasa nyeri.
G. Diagnosis
Menurut Lewis et. al. (2014), diagnosis diabetes melitus dapat dilakukan dengan
salah satu dari metode berikut ini :
1. HbA1C lebih dari 6,5%. Tes ini mengukur jumlah hemoglobin glikosilat dari
seluruh presentase total hemoglobin. HbA1C 6,5% berarti terdapat 6,5%
dari total hemoglobin memiliki ikatan dengan glukosa, jumlah hemoglobin
yang terikat dengan glukosa tergantung pada kadar glukosa dalam darah.
2. Plasma glukosa puasa lebih dari atau sama dengan 126 mg/dL. Puasa dalam
hal ini tidak mengonsumsi kalori dalam 8 jam terakhir.
3. Plasma glukosa 2 jam lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL. Tes toleransi
glukosa menggunakan 75 gram glukosa.
4. Pada penderita dengan gejala klasik hiperglikemia (poliuria, polidipsia,
polifagia) dan kehilangan berat badan atau pada krisis hiperglikemik,
glukosa darah sementara lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL.
H. Penatalaksaan
Menurut Williams & Hopper (2015), Supriyadi (2017), dan Perkeni (2015)
dalam penatalaksanaan diabetes melitus, penderita harus mempertahankan
kadar plasma glukosa preprandial berada pada 70-130 mg/dL, kadar plasma
postprandial kurang dari 180 mg/dL, dan glikohemoglobin kurang dari 7%
untuk mencegah atau memperlambat komplikasi, serta untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes melitus. Penatalaksanaan pada
penderita diabetes melitus dapat berupa penatalaksanaan terapi nutrisi, latihan
fisik, medikasi, serta edukasi.
1. Terapi Nutrisi Medis
Terapi nutrisi medis bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa dalam
darah dan kadar lemak dalam nilai normal untuk mencegah komplikasi
jangka panjang. Dikarenakan keterbatasan jumlah insulin pada pasien
dengan diabetes melitus, baik insulin endogen maupun eksogen, merupakan
hal yang sangat penting untuk mangatur jumlah makanan yang dikonsumsi
agar tidak melebih kemampuan insulin. Perencanaan makan yang
dianjurkan berupa jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang sesuai setiap
hari. Karena karbohidrat merupakan penyumbang terbesar terhadap kadar
glukosa dalam darah, pengaturan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi harus
dengan jumlah yang konsisten setiap harinya.
2. Latihan Fisik
Latihan fisik dapat mengakibatkan peningkatan sensitivitas otot terhadap
insulin dan memiliki dampak sampai dengan 48 jam setelah latihan fisik.
Penderita diinstruksikan untuk melakukan latihan fisik aerobik tingkat
sedang setidaknya 150 menit dalam seminggu, atau 3 hari dalam seminggu.
3. Medikasi
Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 tidak memiliki insulin endogen,
sehingga memerlukan injeksi insulin setiap hari. Insulin tidak dapat
dikonsumsi melalui oral dikarenakan insulin merupakan protein dan oleh
karena itu insulin dapat langsung dicerna. Insulin dapat diberikan secara
subkutan, intramuskular, atau intravena pada keadaan darurat. Selain
insulin, pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat diberikan obat
hipoglikemik oral. Obat hipoglikemik oral bekerja dengan cara
menstimulasi pankreas untuk memproduksi insulin atau dengan membuat
jaringan lebih sensitif terhadap insulin.
4. Edukasi
Edukasi pada penderita diabetes melitus bertujuan untuk mempromosikan
hidup sehat yang dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolahan diabetes melitus
secara komprehensif. Materi edukasi yang diberikan terdiri dari materi
edukasi pada tingkat awal yang dapat dilaksanakan dan diberikan di
pelayanan kesehatan primer, dan materi edukasi tingkat lanjut yang dapat
dilaksanakan dan diberikan di tingkat pelayanan sekunder dan tersier. Materi
edukasi yang diberikan kepada pasien dapat berupa materi mengenai
perjalanan penyakit, penyulit, intervensi yang akan diberikan, pentingnya
latihan jasmani, perawatan kaki, dan hasil penelitian terkini terkait penyakit.
FORMAT PENGKAJIAN ICU PROFESI NERS UNSRAT
Umur : 66 Tahun
B. Riwayat Keperawatan
Awalnya pasien sedang berlibur di kota palu dan pasien tidur siang dan ketika bangun
tidur klien merasa tangan dan kaki mengalami kelemahan. Kemudian klien dirawat di
RS sulawesi tengah kemudian pulang dengan permintaan keluarga untuk kembali ke
manado dan melakukan perawatan di manaso. Pasien MRS Prof Kandou pada tanggal
20 juni 2021, pasien masuk dengan penurunan kesadaran, 6 hari SMRS klien
mengatakan ekstremitas kanan mengalami kelemahan, 3 hari setelah itu klien
mengatakan mengalami kelemahan ekstremitas kiri dan saat itu juga klien mulai tidak
berbicara, dan beberapa saat kemudian klien sudah tidak membuka mata walaupun
sudah dibangunkan dan diberikan rangsangan nyeri.
C. Alasan di rawat di ICU :
Klien di rawat di ICU dikarenakan kondisi klien yang mengalami penurunan
kesadaran dan KU semakin memberat. Klien dirawat dengan Diagnosa Medis Diabetes
Tipe II.
D. Pengkajian :
a) Airway :
a. Kepatenan jalan nafas
Secret : Ada
Karakteristik : Putih
kental Jumlah : sedikit
Selang ETT
Kebocoran : tidak terdapat
kebocoran Terlipat : tidak
b. Penggunaan Alat
ETT : Ukuran 7/21
b) Breathing :
Ventilator mode :
SIMV : Pressure support 8 mmHg, RR 14x/m
Terapi Oksigen : -
Sianosis : -
Pemeriksaan Penunjang
AGD :
- Ph : 7.316
- Pco2 : 30.7
- Po2 92
- Hco3 : 15.7
- Be : -10
c) Circulation :
d)Disability :
Penggunaan sedasi :
Ya
e) Eliminasi :
Urine
Karakteristik feses (warna ,konsistensi dan Nyeri tekan : tidak tampak nyeri tekan
bau ) Teraba masa : tidak
Klien belum BAB - Status nutrisi :
Hemoroid : tidak ada BB : 85 kg
Asites : tidak tampak asites TB : 170 CM
Stoma : tidak terpasang stoma IMT : 29,4
kg
Hasil penunjang yang mendukung Kebutuhan nutrisi actual : direncanakan
diet
pengkajian :
TERAPI OBAT
ANALISA DATA
NO SDKI SLKI
1 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan asuhan Penghisapan j
b.d Spasme Jalan Nafas dibuktikan keperawatan selam 3x 8 jam Observasi
dengan: diharapkan bersihan - Monitor sta
DS: - jalan napas meningkat dengan kriteria Terapeutik
DO: hasil: - Gunakan te
Bersihan Jalan Napas (L.01001)
- Pasien mengalami penurunn - Produksi Sputum sebelum me
Menurun
kesadaran. Dengan kesarana - Frekuensi Napas Membaik - Pilih ukura
Onsedasi lebih dari s
- Terdapat sputum didalam mulut penghisapa
dan ETT - Lakukan pe
- Bunyi napas menurun dengan - Lakukan pe
frekuensi 14x/menit untuk memi
- Bhaesrikl o:lkablioernasmi
epnemribmeariapnartaecreatpaimol 10 mg/8 jam IV Jum
4 - Monitor kadar glukosa darah setiap 2 jam
Hasil : GDS 25 juni 2021 S: -
08.00 : 285 O:
10.00 : 246
12.00 : 215 - GDS : jam 14
14.00 : 235 A:
- Kolaborasi pemberian insulin - Kadar gula d
Hasil : melayani novorepid 2 unit/2 jam P : Lanjutkan Int
- Monitor kada
jam
- Kolaborasi t
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI HARI KEDUA
Hari/Tgl
No Jam Implementasi
1. Jumat Sabt
26 juni 2021
08.00 - Memonitor status oksigenasi saturasi O2 S: -
Hasil: O:
saturasi oksigen 99% - Masih terdap
08.05 - Mengunakan teknik aseptic (gunakan sarung tangan - Pasien masi d
sebelum menyentuh pasien) berkala
Hasil: - Frekuensi na
Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan A: Masalah Belu
da juga selalu menggunakan hand scoon saat - Produksi Sput
melakukan tindakan - Frekuensi Na
08.10 - Memilih ukuran kateter suction yang menutup tidak P: Lanjutkan Inte
lebih dari setengah diameter ETT lakukan penghisapan - Penghisapan
mulut atau ETT
Hasil:
08.15 - Melakukan penghisapan lebih dari 15 detik
Hasil:
Suction dilakukan lebih dari 15 detik
08.20 - Melakukan penghisapan hanya disepanjang ETT untuk
meminimalkan invasive
Hasil:
Dilakukan suction didalam endo trakealtube.
2. 08.40 - Memonitor frekuensi nafas Sabt
Hasil:
Jam 08.00: 16 x/menit S:-
Jam 09:00: 18 x/menit O:
Jam 10.00: 14 x/menit - Pola napas pa
Jam 11.00: 16 x/menit dengan freku
Jam 12.00: 16 x/menit - Hasil AGD T
Jam 13.00: 18 x/menit PH : 7,39
Tidak terdapat suara napas tambahan PCO2 : 35,7
Hasil: HCO3 : 15,6
pola napas pasien 18 x/menit - Pasien masih
- Memonitor TTV: - Kesadaran pa
Jam 08.00: A: Masalah Belu
TD: 120/75 mmHg, N:97 x/menit, R: 14x/menit, Jam - Pola napas m
09:00: - PO2 Belum M
TD: 130/80 mmHg, N:85 x/menit, R: 17x/menit, - Tingkat kesa
Jam 10.00, - Warna kulit b
TD: 131/85 mmHg, N:80 x/menit, R: 16x/menit P: Lanjutkan Inte
Jam 11.00, SB : - Pemantauan
TD: 140/80 mmHg, N:99 x/menit, R: 19x/menit, - Pantau AGD
Jam 12.00:
TD: 133/85 mmHg, N:98 x/menit, R: 18x/menit,
Jam 13.00:
TD: 135/81 mmHg, N:99 x/menit, R: 16x/menit,
- Memonitor saturasi oksigen
Hasil:
Saturasi 99 %
Memonitor AGD
- Hasil AGD tgl 25 Juni :
PH : 7,39
PCO2 : 35,7
HCO3 : 15,6
- Mendokumentasikan hasil pemantauan
Hasil:
Setiap hasil yang didapat di catat di laporan
pemantauan harian pasien.
3. 09.30 - Memonitor suhu tubuh Sabt
Hasil :
08.00 : SB 39,1°C
09.00 : SB 39,9 S:-
10.00 : SB 39,6 0:
11.00 : SB 39,1 - Kulit klien m
12.00 : SB 39.1 - SB : 38,7
13.00 : SB 38,9 - Leukosit 18.7
14.00 : SB 38,7 A:
- Memberikan kompres air hangat - suhu tubuh b
Hasil : melakukan kompres air hangat pada klien - suhu kulit bel
- Berkolaborasi pemberian terapi P : Lanjutkan int
hasil : klien menerima paracetamol 10 mg/8 jam IV Manajemen Hip
4 - Monitor kadar glukosa darah setiap 2 jam Sabt
Hasil : GDS 25 juni 2021
08.00 : 182
10.00 : 168 S: -
12.00 : 189 O:
- GDS : jam 14
1 4 .0 0 : 1 7 5 A:
- K o l a bo r a s i pemberian
insulin - Kadar gula d
Hasil : melayani novorepid 2 unit/2 jam P : Lanjutkan Int
- Monitor kada
jam
- Kolaborasi t
JURNAL PENELITIAN
Populasi :
Apa : Berdasarkan perbanding
Populasi pada penelitian ini adalah semua Demam atau suhu tubuh yang tinggi dapat suhunya maka pengompr
pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap diturunkan dengan berbagai cara. Cara yang aksila dengan rerata pe
KRIPMD PKU Muhammadiyah Kutoarjo paling sering digunakan adalah meminum obat sebesar 0,247°C
yang mengalami demam dengan suhu penurun demam seperti Paracetamol ataupun penurunan suhu yang
tubuh aksila >38ºC. Ibuprofen. Selain itu adalah dengan mengobati dibandingkan pengom
u penyebab demam, dan apabila ternyata daerah dahi dengan rer
Sampel : demamnya karena infeksi oleh bakteri maka suhu sebesar 0,111̊ C.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 diberikan antibiotik untuk membunuh bakteri. Setelah dilakukan uji
pasien dalam satu bulan. Tetapi obat- obatan saja tidak cukup, sehingga kedua rerata menggu
h diperoleh t hitung s
Desain : perlu dilakukan kompres untuk membantu
teknik yang dilakukab dalam penelitian menurunkan suhu tubuh saat demam dengan p=0,000.
perbedaan secara signifi
ini adalah Wawancara. Pengumpulan Bagaimana : penurunan suhu pada pas
Data dikumpulkan dari hasil WOD
, Subjek dibagi dua kelompok, yaitu kelompok
(wawancara, observasi, dokumen). Hasil Kesimpulan :
dengan kompres hangat pada dahi dan kompres
dkeitmuluisdiadnaldaimsalbinendtaulkam
cabteantatunk ltarapnasnkgraipn,. hangat pada aksila selama 15-30 menit. Kompres air hangat di ak
Data yang dikumpulkan terkait dengan Pengukuran dilakukan 2-3 menit sebelum efektif dibandingkan den
data pengkajian, diagnosis,perencanaan, perlakuan kompres dengan menggunakan air hangat di dahi, denga
tindakan/implementasi, dan evaluasi. thermometer aksila. p=0,000.
Kapan :
Penelitian dilakukan pada bulan November
2013
MAINMAPPING