Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan
kadarglukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak
terkendali,diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal,
misalnyaterjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain.
Menurutdata stastistik tahun 2010 dari WHO terdapat 220 juta penderita diabetes
mellitusdi seluruh dunia. Tahun 2030 jumlah penderita diabetes mellitus
diperkirakanakan melonjak lagi mencapai dua kali lipat dari jumlah sekarang.
Saat ini penyakitdiabetes mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan
WHOmenyebutkan, jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia menduduki
rankingempat setelah India, China, dan Amerika Serikat. Dokter memiliki peran
yangsangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Membantu penderitamenyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan
ahli gizi, mencegah danmengendalikan komplikasi yang mungkin timbul,
mencegah dan mengendalikanefek samping obat, memberikan rekombinasi
penyesuaian rejimen dan dosis obatyang harus dikonsumsi penderita bersama-
sama dengan dokter yang merawatpenderita, yang kemungkinan dapat berubah
dari waktu ke waktu sesuai dengankondisi penderita, merupakan peran yang
sangat sesuai dengan kompetensi dantugas seorang dokter. Dokter dapat juga
memberikan tambahan ilmu pengetahuankepada penderita tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan kondisi danpengelolaan diabetes. Diabetes mellitus
sendiri didefinisikan sebagai suatupenyakit dan gangguan metabolisme kronis
dengan multi etilogi yang ditandaidengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolismekarbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin.Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau difisiensi produkinsulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan olehkurang reponsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.

1
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Diabetes Melitus?
2. Faktor Resiko Diabetes mellitus?
3. Penyebab dan Patofisiologi Diabetes Melitus?
4. Klasifikasi Diabetes Melitus?
5. Terapi Diabetes Melitus?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Diabetes Melitus
2. Mengetahui Faktor Resiko Diabetes Melitus
3. Mengetahui Penyebab Diabetes Melitus
4. Klasifikasi Diabetes Melitus
5. Terapi Diabetes Melitus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Diabetis melitus adalah gangguan metabolisme yang di tandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi
kronis mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati.
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002
dalam www.ilmukeperawatan.com).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003 dalam
www.trinoval.web.id). Diabetes mellitus adalah penyakit dimana penderita tidak
bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan
ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system kerja tubuh secara
keseluruhan (FKUI, 2001 dalam www.trinoval.web.id).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan
dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan
atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah
pada hiperglikemia, yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic
akut seperti ketoasidosis diabetic. Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang
terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) serta
komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan kejadian penyakit
makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler perifer.
(brunner and suddarth, 2002 : 109)

3
Seseorang yang kena diabetes tentunya mempunyai masalah tentang
insulinnya. Insulin merupakan hormone polipeptida yang terdiri dari 51 asam
amino yang tersusun dalam 2 rantai; rantai A terdiri dari 21 asam amino da rantai
B mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus disulfide
yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih erdapat
gugus disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.
Diabetes Digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Merupakan diabetes tipe 1 yang insulin dependen, keadaan ini terjadi
karena defisiensi insulin , yang diakibatkan adanya kerusakan sel Beta pulau
Langerhans. Biasanya terjadi paa umur +- 15 tahun, dengan diikuti gejala
hiperglikimia, gangguan retina, ketoasidosis, gagal ginjal, aterosklerosis. Obat
Antidiabetik Oral (ADO) tidak dapat mengidnduksi sekresi insulin, sehingga
pasien pasien harus disuntik insulin. Penderita DM Tipe 1 biasanya memiliki
tubuh yang kurus dan cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis
(DKA) karena insulin sangat kurang disertai peningkatan hormon
glukagonSejumlah 20-40% pasein mengalami DKA setelah beberapa hari
mengalami poliuria,polidispia,polifagia, dan kehilingan bobor badan
2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Disebut tipe 2, NDDM terjadi karena menurunnya produksi insulin yang
disertai menurunnya respons jaringan terhadap insulin dengan gejala terdapat
hiperglikimia sedangkan ketoADOSIS TIDAK ADA. Pengobatan utama adalah
mengatur diet dan olahraga, obat obat hipoliglikimik oral diberikan bila
pengobatan lainnya gagal.Pasein dengan DM tipe 2 sering asimptomatik.
Munculnya komplikasi dapat mengindakasi bahwa pasein telah menderita DM
selama bertahun-tahun, umumnya muncul neuropati.Pada diagnosis umumnya
terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia, dan polidispia, sedangkan penurunan
bobot badan secara signifikan jarang terjadi.

4
B. Faktor Resiko
1. Riwayat Keluarga
2. Obesitas Atau Kegemukan
3. Usia Yang Semakit Bertambah
4. Kurangnya Aktivitas Fisik
5. Suka Merokok
6. Suka Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi
7. Penderita Hipertensi Atau Tekenan Darah Tinggi
8. Masa Kehamilan
9. Ras Tertentu
10. Tekanan Stres Dalam Jangka Waktu Yang Lama
11. Sering Mengkonsumsi Obat-Obatan Kimia

C. Penyebab dan Patosiologi


1. Penyebab
Penyebabnya adalah kekurangan hormone insulin, yang berfungsi
memungkinkan glukosa masuk kedalam sel untuk dimetabolisir (dibakar) dan
demikian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Akibatnya adalah glukosa
bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya disekresikan lewat kemih
tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu, produksi kemih sangat meningkat dan
penderita sering berkemih, merasa sangat haus, berat badan menurun dan merasa
lelah.
Penyebab lain adalah menurunnya kepekaan reseptor sel bagi insulin
(resistensi insulin) yang diakibatkan oleh makan yang terlalu banyak dan
kegemukan (overweight). Rata-rata 1,5 – 2 % dari seluruh penduduk dunia
menderita diabetes yang bersifat menurun (familial).di Indonesia penderita
diabetes diperkirakan 3 juta orang atau 1,5 % dari 200 juta penduduk, sedangkan
dieropa mencapai 3-5% ! pada lima tahun terakhir jumlah ini meningkat secara
eksplosif, yang disebabkan oleh meningkatnya peristiwa overweight dan obesitas
terutama didunia barat. Diperkirakan bahwa ditahun 2030 jumlsah penderita
diabetes akan meningkat sampai 336 juta jiwa, berarti k.l. 2 kali dari sekarang.

5
Penyakit diabetes bisa disebabkan oleh beberapa faktor pemicu,
diantaranya :
a. Pola makan
    Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.
konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi
insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes
melitus.
b. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung
memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus.
Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang
diabetes mellitus.
c. Faktor genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke
cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi
pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk
proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat
yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi
pankreas.
e. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti

6
kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema
diabetes mellitus.
f. Pola hidup
    Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes
mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi
untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang
tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
mellitus selain disfungsi pankreas. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mengatakan, kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga 90
persen dalam 20 tahun ke depan. “Dalam 10 tahun belakangan, jumlah
penderita diabetes di Hanoi, Vietnam, berlipat ganda. Sebabnya? Di
kota ini, masyarakatnya lebih memilih naik motor dibanding
bersepeda,” kata Dr Gauden Galea, Penasihat WHO untuk Penyakit
Tidak Menular di Kawasan Pasifik Barat. Kesimpulannya, mereka
yang sedikit aktivitas fisik memiliki risiko obesitas lebih tinggi
dibanding mereka yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas
lainnya.
g. Teh manis
Penjelasannya sederhana. Tingginya asupan gula menyebabkan kadar
gula darah melonjak tinggi. Belum risiko kelebihan kalori. Segelas teh
manis kira-kira mengandung 250-300 kalori (tergantung kepekatan).
Kebutuhan kalori wanita dewasa rata-rata adalah 1.900 kalori per hari
(tergantung aktivitas). Dari teh manis saja kita sudah dapat 1.000-1.200
kalori. Belum ditambah tiga kali makan nasi beserta lauk pauk. Patut
diduga kalau setiap hari kita kelebihan kalori. Ujungnya: obesitas dan
diabetes.
h. Gorengan
Karena bentuknya kecil, satu gorengan tidak cukup buat kita. Padahal
gorengan adalah salah satu faktor risiko tinggi pemicu penyakit
degeneratif, seperti kardiovaskular, diabetes melitus, dan stroke.

7
Penyebab utama penyakit kardiovaskular (PKV) adalah adanya
penyumbatan pembuluh darah koroner, dengan salah satu faktor risiko
utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan
metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol
total, LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida, serta penurunan kadar
HDL (kolesterol baik) dalam darah. Meningkatnya proporsi
dislipidemia di masyarakat disebabkan kebiasaan mengonsumsi
berbagai makanan rendah serat dan tinggi lemak, termasuk gorengan.
i. Suka ngemil
Kita mengira dengan membatasi makan siang atau malam bisa
menghindarkan diri dari obesitas dan diabetes. Karena belum kenyang,
perut diisi dengan sepotong atau dua potong camilan seperti biskuit dan
keripik kentang. Padahal, biskuit, keripik kentang, dan kue-kue manis
lainnya mengandung hidrat arang tinggi tanpa kandungan serta pangan
yang memadai. Semua makanan itu digolongkan dalam makanan
dengan glikemik indeks tinggi. Sementara itu, gula dan tepung yang
terkandung di dalamnya mempunyai peranan dalam menaikkan kadar
gula dalam darah.
j. Kurang tidur
Jika kualitas tidur tidak didapat, metabolisme jadi terganggu. Hasil riset
para ahli dari University of Chicago mengungkapkan, kurang tidur
selama 3 hari mengakibatkan kemampuan tubuh memproses glukosa
menurun drastis. Artinya, risiko diabetes meningkat. Kurang tidur juga
dapat merangsang sejenis hormon dalam darah yang memicu nafsu
makan. Didorong rasa lapar, penderita gangguan tidur terpicu
menyantap makanan berkalori tinggi yang membuat kadar gula darah
naik.
k. Sering stress
Stres sama seperti banjir, harus dialirkan agar tidak terjadi banjir besar.
Saat stres datang, tubuh akan meningkatkan produksi hormon
epinephrine dan kortisol supaya gula darah naik dan ada cadangan

8
energi untuk beraktivitas. Tubuh kita memang dirancang sedemikian
rupa untuk maksud yang baik. Namun, kalau gula darah terus dipicu
tinggi karena stres berkepanjangan tanpa jalan keluar, sama saja dengan
bunuh diri pelan-pelan.
l. Kecanduan rokok
Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan 4.572 relawan pria dan
wanita menemukan bahwa risiko perokok aktif terhadap diabetes naik
sebesar 22 persen. Disebutkan pula bahwa naiknya risiko tidak cuma
disebabkan oleh rokok, tetapi kombinasi berbagai gaya hidup tidak
sehat, seperti pola makan dan olahraga.
m. Menggunakan pil kontrasepsi
Kebanyakan pil kontrasepsi terbuat dari kombinasi hormon estrogen
dan progestin, atau progestin saja. Pil kombinasi sering menyebabkan
perubahan kadar gula darah. Menurut dr Dyah Purnamasari S, Sp PD,
dari Divisi Metabolik Endokrinologi RSCM, kerja hormon pil
kontrasepsi berlawanan dengan kerja insulin. Karena kerja insulin
dilawan, pankreas dipaksa bekerja lebih keras untuk memproduksi
insulin. Jika terlalu lama dibiarkan, pankreas menjadi letih dan tidak
berfungsi dengan baik.
n. Keranjingan soda
Dari penelitian yang dilakukan oleh The Nurses’ Health Study II
terhadap 51.603 wanita usia 22-44 tahun, ditemukan bahwa
peningkatan konsumsi minuman bersoda membuat berat badan dan
risiko diabetes melambung tinggi. Para peneliti mengatakan, kenaikan
risiko itu terjadi karena kandungan pemanis yang ada dalam minuman
bersoda. Selain itu, asupan kalori cair tidak membuat kita kenyang
sehingga terdorong untuk minum lebih banyak.
2. Patofisiologi
Dm tipe 1 insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) terjadi pada 10%
dari semua kasus diabetes. Secara umum, DM tipe ini berkembang pada anak-
anak atau pada awal masa dewasa yang di sebabkan oleh kerusakan sel β pankreas

9
akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absulot. Reaksi autoimun
umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13 tahun) yang di tandai oleh
adanya parameter-parameter system imun ketika terjadi kerusakan sel β.
Hiperglikemia terjadi bila 80%-90% dari sel β rusak. Penyakit DM dapat menjadi
penyakit menahun dengan resiko komplikasi dan kematian. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya autoimun tidak di ketahui, tetapi proses ini di perantarai
oleh makrofag dan limfosit T dengan auto antibody yang bersikulasi ke berbagai
antigen sel β (misalnya antibody sel islet, antibody insulin.
DM tipe 2 non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) terjadi pada
90%dari semua kasus diabetes dan biasanya di tandai dengan resistensi insulin
dan defesiensi insulin relatif. Resistensi insulin di tandai dengan peningkatan
lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik,
dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel β
mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa darah. DM tipe 2 ini di
sebabkan karena gaya hidup si penderita diabetes (kelebihan kalori, kurangnya
olahraga, dan ozat besitas) di bandingkan pengaruh genetic.
Diabetes yang disebabkan oleh faktor lain (1-2% dari semua kasus
diabetes) termasuk gangguan endokrin (misalnya akromegali, sindrom cushing),
diabetes melitus gestational (DMG), penyakit pancreas ensokrin (pancreatitis),
dan karena obat (glukokortikoid, pentamidin, niasin, dan α-interveron).
Gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa terjadi pada
pasien dengan kadar glukosa plasma lebih tinggi dari normal tetapi tidak termasuk
dalam DM. Gangguan ini merupakan faktor resiko untuk berkenbang menjadi
penyakit DM dan kardiovaskuler yang berhubungan dengan sindrom resistensi
insulin.
Komplikasi mikrovaskuler berupa retinopati, neuropati, dan nefropati
sedangkan komplikasi makrovaskuler berupa penyakit jantung koroner, stroke,
dan penyakit vaskuler periferal.

10
D. Klasifikasi
Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes adalah sangat penting untuk antara lain
penentuan pengobatan dan prognosisnya. Untuk klasifikasi tepat dari jenis
diabetes yang paling terjadi pada pasein-pasein dengan hiperglikemia, dapat
digunakan sebagai pedoman BMI dan riwayat keluarganya. Untuk tujuan ini dapat
dimanfaatkan sejenis flow chart sederhana untuk diagnostik, klasifikasi dan terapi.
Diabetes dapat dibagi dalam 3 tipe,yakni tipe-1,tipe-2 dan tipe hamil :
1. Tipe 1, Jenis Remaja (IDDM)
Pada tipe ini terdapat dekstruksi dari sel beta pankreas, sehingga tidak
memproduksi insulin lagi dengan akibat akibat sel-sel tidak bisa menyerap
glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa darah meningkat diatas 10mmol/l.
Yakni nilai ambang ginjal, sehingga glokusa berlebihan dikeluarkan lewat urin
bersama banyak air (glycosuria) . Dibawah kadar tersebut glukosa ditahan oleh
tubuli ginjal.
Prevalansi Tipe 1 menghinggapi orang-orang dibawah usia 30 tahun dan
paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun . Insidensinya dinegara barat telah
berlipat ganda dalam 20-30 tahun terakhir. Karena penderita
senantiasamembutuhkan insulin , Maka tipe 1 dahulu juga disebut IDDM (Insulin
Dependent Diabetes Mellitus).
Penyebabnya belum begitu jelas, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa jenis
ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi auto-imun
berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak
hanya membasmi virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya
membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel
Langerhans. Dalam waktu satu tahun sesudah diagnosa ,80-90% penderita tipe 1
memperlihatkan antibodies sel-beta didalam darahnya. Pada tipe ini faktor
keturunan juga memegang peranan. Virus yang dicurigai adalah virus Coxsackie-
B , Epsetein-Barr,morbilli (menles) dan virus parotitis prevensi dan terapi .
Pengobatan satu-satunya terhadap tipe 1 merupakan penyakit auto-imun. Maka
imunosupresivase seperti azatioprin dan sikloporin, dapat menghambat jalannya

11
penyakit , tetapi hanya untuk sementara. Guna menangani gejala neuropati di
German digunakan obat komplementer asam liponat dengan sukses.
2. Tipe-2 Jenis Dewasa (NDDM)
Lazimnya mulai di atas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang
gemuk dan pada usia lebih lanjut. Mereka yag hidupnya makmur, makan terla,pau
banyak dan kurang gerak badan lebih besar lagi risikonya
Prevalansi, menurut 5-10 % dari orang semakin muda dihinggapi penyakit
ini. Pada orang afrika terdapat 2 kali lebih banyajk pasien diabetes tipe 2 daripada
orang eropa, pada orang asia selatan bahkan rata rata 54-5 kali lebih banyak .
orang hindu dieropa ternyata sangat rentan untuk diabetes berhubung pola
genetisnya.
Mulainya DM2 sangat berangsur rangsur dengan keluhan ringan yang sering
kali tidak dikenali. Tipe 2 bersifat menyesatkanb karena dalam kebanyakan hal
baru menjadi manifest dengan tampilannya gejala stadium lanjut. Bahkan, bila
sudah terjadi komplikasi, mialnya infrak jantung atau gangguan penglihatan.
Penyebabnya, akibat proses semua, banyak penderita jenis ini mengalami
penyusuhan sel sel beta yang progsesif serta penumpukan amyloid disekitarnya.
Pada 2006 telah ditemukan enzim yang bertanggung jawab untuk perombakan
amyloid ini dan insulin. Sel sel beta yang tersisa pada umumnya masih aktif,
tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang. Selain itu, kepekaan reseptornya juga
menurun. Hipofungsi sel beta ini bersama resistensi insulin yang meningkat
mengakibatkan gula gula darah menigkat mungkin juga sebabnya berkaitan
dengan suatu infeksi virus pada masa muda. Deperkirakan bahwa pada penderita
tanpa over weight resistensi insulin tidak memegang peranan.
Tipe 2 pada hakikatnya tidak tergantung dari insulin, maka dahulu juga
disebut NIDDM ( Non insulin dependet ) dan lazimnya dapat diobati dengan
antidiabetrika oral. Akan tetapi sejak 1997 semakin banyak penderita tipe 2 ini
terapi dengan unsulin sehingga menurunkan risiko komplikasi lambat. Oleh
karenanya perbedaan kedua nama tersebut tidak ada artinya lagi dan sudah
ditinggalkan.

12
Antidiabetika oral pada umumnya tidak menimbulkan kecenderungan
acidosis. Antara 70-80% daari msemua penderita diabetes termasuk jenis ini, pada
mana factor keturunan memegang peranan besar. Bila salah satu orang tua
menderita kencing manis, maka kemungkinan diturunkannya penyakit ini ke
anak-anaknya adalah 1:20.
Diagnosis dini. Tipe-2 umumnya baru didiagnosa pada stadium terlambat
(lihat diatas), padahal diagnosa dini adalah penting sekali untuk menghindarkan
komplikasi lambat. Maka bila terdapat gejala seperti haus yang hebat dengan
sering berkemih dan turunnya berat badan serta rasa letih, maka sebaiknya segera
mengkonsultasikan dokter untuk diperiksa terhadap penyakit gula. Karena lebih
dari separuh penderita diabetes juga mengidap hipertensi, maka sebaiknya
tekanan darah dimonitor secara teratur.
3. Diabetes kehamilan (GDM)
Pada wanita hamil dengan penyakit gula regulasi glukosa yang ketat adalah
penting sekali untuk menurunkan resiko akan keguguran spontan, cacat-cacat dan
overweight bayi atau kematian perinatal

E. Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan teraupetik pada setiap jenis diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas klien.
1. Non Farmakologi
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
a. Diet
Diet dengan mengurangi makanan makanan yang mengandung
gula yang banyak.
b. Latihan/Olahraga
Dengan banyak berolahraga tentunya akan membantu organ organ
dalam tubuh kita tetap sehat.

13
c. Pemantauan
Pemantauan sangat penting, karena tanpa pemantauan kita tidak
mungkin tahu apakah kita terkena diabetes mellitus atau tidak
d. Terapi
Melakukan terapi dengan cara medis tentunya sangat bermanfaat
bagi para penderita diabetes melitus
e. Pendidikan
2. Farmakologi
Untuk Terapi farmakologi Diabetes Melitus ini terdapat 2 cara yaitu
dengan Menggunakan Insulin dan menggunakan Antidiabetika Oral.
a. Insulin
1) Sintesis dan Kimia
Insulin merupakan hormone polipeptida yang terdiri dari 51
asam amino yang tersusun dalam 2 rantai; rantai A terdiri dari 21 asam
amino da rantai B mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B
terdapat 2 gugus disulfide yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20
dengan B-19. Selain itu masih erdapat gugus disulfida antara asam
amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.
Preparat insulin didapat dari ektraksi pancreas babi atau sapi,
beupa Kristal putih berbau. Struktur insulin berbagai spesies berbeda
dari susunan asam aminonya. Perbedaan tersebut tidak menyebabkan
perbedaan bioteknik tetapi menyebabkan perbedaan
imunologik.Insulin disintesis oleh sel B pulau Langerhans dari
proinsullin. Proinsulin merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 86
asam amino . Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4
asam amino (31,32,64,65) dan lepasnya rantai asam amino dari 33
sampai 63 yang menjadi peptide penghubung (C-peptide=Connecting
peptide=peptide-C.) Rantai A mempunyai residu amino terminal
glosin sedang rantai B fenilalanin(gambar31-1).

14
Karena procine insulin paling mirip insulin manusia dengn bahan
insulin dibuat insulinsemisintetik. Di samping itu juga dapat disintesis
insulin dengan tekhnik rekombinan DNA yang merupakan analog
insulib manusia.
2) Sekresi,Distribusi Dan Metabolisme
Proinsulin disintesis dalam elemen poliribosom reticulum
endoplasmatik sel B pancreas. Proinsulin menjadi insulin tersebt
ditransfer ke kompleks Golgi, di tempat inilah mulai terjadi perubahan
proinsulin menjadi insulin dan ke granula. Bila sel B. dari granula ini
akan keluar sejumlah ekuimolar insulin dari peptide-C kesirkulasi.
Peptida –C meski tidak mempunyai efek biologic tetapi dapat
digunakan sebagai marker adanya sekresi insulin.
Secara umum, setiap keadaan yang mengaktivitasi saraf
adrenergic (seperti hipoksia, hipotermia, operasi, luka bakar berat)
menekan sekresi insulin melalui perangsangan reseptor a2 adrenergik.
Glukosa oral merupakan stimulan paling kuat untuk sekresi insulin
karna juga menyebabkan sekresi hiormon saluran cerna dan stimulasi
aktivitas vagal saat terjadi pencernaan glukosa atau makanan. Beberapa
hormone saluran cerna merangsang sekresi insulin, yang paling kuat a.l.
gastroinstestinal inhibitory peptide dan glucagon-like peptide-1.
Kecuali itu gastrin, sekretin kolestosistokinin, Vasoaktive intestinal
peptide, gastrin-releseasing, peptide dan entero glucagon juga
merangsang sekresi insulin. Bila dirangsang oleh glukosa terjadi sekresi
insulin yang bifasik, fase 1 mencapai puncak; fase 2 mula kerja lambat
tapi masa kerja lama.
Mekanisme bagaimana glukosa oral dapat merangsang sekresi
insulin dapat dilihat pada gambar 31-2. Masuknya glukosa ke sel-b
melalui glucose transporter 2 (GLUT2), suatu transporter yang spesifik.
Kemudian glukosa ini mengalami fosforilisasi oleh glukokinase. Enzi
mini terutama terdapat di organ tempat terjadinya regulasi metabolisme
glukosa seperti hepar atau sel b pankreas.

15
Sekresi insulim sangat tergantung pada kadar Ca intrasel.
Metabolisme glukosa yang di induksi oleh ADP, dan hal ini
menyebabkan menutupnya kanal ion K yang sensitive ATP (ATP
sensitive K channel) dan terjadi depolirisasi sel b. Sebagai kompensasi
terjadinya kanal aktivitasi Ca dan ion ini akan masuk ke sel b.
Selanjutnya Ca intrasel ini merangsang sekresi insulin dari granulanya
(gambar 31-PENGATURAN SEKRESI INSULIN. Sekresi insulin
diatur dengan ketat untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang stabil
baik sesudah makan atau sebelum makan atau waktu puasa. Hal ini
dapat dicapai Karen a adanya koordinasi peran sebagai nutrient,
hormone saluran cerna,hormone pancreas dan neurotransmitter otonom.
Glukosa,asam amno,asam lemak dan benda keton akan merangsang
sekresi insulin. Sel-sel Langerhans dipersarafi saraf adrenergic dan
kolinergik. Stimulasi reseptor a2 adrenergik menghambat sekresi
insulin, sedang b2 adrenergik agonis dan stimulasi saraf vagus akan
3) Klasifikasi Insulin
Preparat dengan mula kerja cepat dan lama kerja singkat al.
solusio regular atau crystalline zincinsulin dalam bufer dengan pH
netral. Jenis ini mula kerjanya paling cepat dan lama kerjanya juga
paling singkat (Tabel 31-1). Umumnya disuntikan (IV atau IM) 30-45
menit sebelum makan. Setelah pemberian IV glukosa darah akan cepat
menurun mencapai nadir dalam waktu 20-30 menit. Bila tidak ada infus
insulin, hormon ini akan segera menghilang, dan counter-regulatory
hormones (glucagon, epinefrin, kortisol dan hormone pertumbuhan)
akan mengembalikan kadar glukosa keadaan basal dalam waktu 2-3
jam. Tetapi pada pasien yang tidak mempunyai mekanisme respon
counter-regulatory ini (DM dengan neuropati otonomik), glukosa
plasma akan tetap rendah untuk beberapa jam setelah pemberian bolus
0,15 U/kg, karena kerja insulin pada tingkat sel menjadi lebih lama dari
klirens plasmanya. Pemberian infus insulin IV bermanfaat pada
ketoasidosis atau pada keadaan dimana kebutuhan insulin dapat

16
berubah dengan cepat (missal: sebelum operasi,selama proses partus,
atau pada situasi gawat darurat). Padakeadaan stabil, umumnya dapat
diberikan insulin regular bersama preparat yang kerjanya panjang atau
sedang, secara subkutan. Pemberian subkutaneos infusion pumps hanya
dapat dilakukan untuk insulin dengan masa kerja singkat.
4) Indikasi Dan Tujuan Terapi
Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2
yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral,
pasien DM pascapankreatektomi atau DM dengan kehamilan, DM
dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain, sebelum
tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada
semua keadaan tersebut bukan saja untukmenormalkan glukosa darah
tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolism, dan yang terakhir
inilah umumnya yang sukar dicapai. Hasil terapi yang optimal
membutuhkan pendekatan dokter pada pasien dan keluarganya, agar
ada koordinasi antara diet, latihan fisik, dan pemberian
insulin.Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan
multipel dosis harian insulin atau dengan infusion pump therapy, yang
tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-120 mg/dL (5-6,7
mM), glukosa 2 jam posprandial kurang dari 150 mg/dL (8,3 mM),
HbA1c kurang dari 7% (atau 6,5%). Pada pasien yang kurang disiplin
atau kurang patuh terhadap terapi, mungkin perlu dicapai nilai glukosa
darah puasayang lebih tinggi(140 mg/dL atau 7,8 mM) dan
postprandial 200 sampai 250 mg/dL atau 11,1 sampai 13,9 mM.
5) Kebutuhan Insulin Harian
Produksi insulin pada orang normal, sehat yang kurus, antara
18-40 U per hari atau 0,2-0,5 U/kg berat badan per hari, dan hamper
50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain karena adanya
asupan makanan. Sekresi basal insulin sekitar 0,5-1 U /jam; setelah
asupan glukosa oral dalam jumlah besar, sekresi meningkat menjadi 6

17
U/jam. Pada orang non diabetic dengan obesitas dan resisten insulin,
sekresi meningkat 4 x lipat atau lebih tinggi.
Pada berbagai populasi pasien DM tipe 1, rata-rata dosis insulin
yang dibutuhkan berkisar antara 0,6-0,7 U/kg berat badan per hari,
sedangkan pasien obesitas membutuhkan dosis lebih tinggi (2 U/kg
berat badan per hari) karena adanya resistensi jaringan perifer terhadap
insulin
6) Efek Samping
Hipoglikemia
Hipogikemiamerupakan efek samping yang paling sering terjadi
dan terjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu
makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena
adanya faktor yang dapat meningkatkan sesitivitas terhadap insulin,
misal insufisiensi adrenal atau pitutari, ataupun akibat kerja fisik yang
berlebihan.
7) Reaksi Alergi Dan Resistensi
Penggunaan insulin rekombinan dan insulin yang lebih murni,
telah dapat menurunkan insiden reaksi alergi dan resistensi. Meski
demikian kadang-kadang reaksi tersebut masih dapat terjadi akibat
adanya bekuan atau terjadinya denaturasi preparat insulin, atau
kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa yang
yditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (misal: Zn²⁺,
protamine, fenol, dll). Reaksi alergi lokal pada kulit yang sering terjadi
akibat IgE atau resisten akibat timbulnya antibody IgG. Sebaliknya bila
ini terjadi dilakukan pemeriksaan kadar antibody insulin-specific IgG
dan IgE, untuk mengetahui penyebab reaksi yang terjadi. Test kulit juga
dapat dilakukan, meski banyak pasien yang menunjukkan test insulin
intradermal positif tetapi tidak menunjukkan reaksi efek samping dari
insulin.

18
Efek amping lain yaitu edema, rasa kembung di abdomen dan gangguan
virus, timbul pada banyak pasien DM dengan hiperglikimia hebat atau
ketoasidosis yang sedang diterapi dengan insulin dan ini berhubungan
dengan peningkatan berat badan sekitat 0,5 sampai 2,5 kg. Umumnya
edema akan menghilang dalam beberapa hari atau minggu kecuali
bilaada gangguang fungsi jantung atau ginjal .edema ini terjadi akibat
retensi Na+ atau peningkatan permiabilitas kapiler akibat control
metabolic yang tidak adekuat.
8) Interaksi
Beberapa hormone bersifat antagonis terhadap efek
hepoglikemik insulin, al. hormone pertumbuhan, kortikotropin,
glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin dan glukagon. Adrenalin
menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis.
Peningkatan kadar hormon ini perlu diperhitungkan dalam terapi
insulin. Salisilat meningkatkan sekresi insulin, mungkin menyebabkan
hipoglikemia. Hipoglikema cenderung terjadi pada pasien dengan
penghambat adrenoseptor β akibat penghambatan efek katekolamin
pada gluconeogenesis dan glikogenolisis, obat ini juga mengaburkan
takikardia akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin
terjadi dengan penghambat MAO, streroid anabolic dan fenfluramin.
a) Antidibetik Oral
1. Sulfunilurea
Obat Golongan Sulfonylurea terdapat dalam 2 generasi
Generasi I = Tolbutamid, Asetoheksamid, Tolazamid,
Klorpropamid.
Generasi II = Gliburid, glipizid, 200X lebih kuat dari generasi I,
Glibenklamid/Glimipirid, merupakan sulfonylurea pertama yang
dapat dikombinasi dengan insulin.
Obat Golongan ini digunakan Untuk menurunkan glukosa darah,
obat ini merangsang sel beta dari pankreas untuk memproduksi
lebih banyak  insulin. Jadi syarat pemakaian obat ini adalah

19
apabila pankreas masih baik untuk membentuk insulin,
sehingga  obat ini hanya bisa dipakai pada diabetes tipe
Mekanisme Kerja : Golongan obat ini sering disebut
sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granul sel sel B Langerhans pancreas.
Rangsangannya melalui interaksi dengan ATP sensitive K
channel pada membrane sel B yang menimbulkan depolarisasi
membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan
terbukanya kanal Cam aka ion Ca++ akan termasuk ke sel B,
merangsang granula yang berisi insulin dan kana terjadi sekresi
insulin dengan peptide C, kecuali itu sulfonylurea dapat
mengurangi klirens insulin di hepar.
Farmakokinetik :Berbagai sulfonilurea mempunyai sifat
kinetik berbeda, tetapi absorbsi melalui saluran cerna cukup
efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi
absorbsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonylurea
dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila di minum 30
menit sebelum makan.
Dalam plasma sekitar 90%- 99% terikat protein plasma terutama
albumin ; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling
besar untuk gliburid.
Masa paruh dan metabolism sulfonilurea generasi I sangat
bervariasi. Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi metabolit
aktifnya, 1-hidroksi-heksamid masa paruhnya lebih panjang,
sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid.
Sebaiknya sediaan ini diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar
10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar
bersama tinja.
Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa
paruhnya panjang, 24-48 jam, efeknya masih terlihat beberapa

20
hari setelah obat dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak
lengkap, 20% diekskresi utuh di urin.
Mulai kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7
jam. Dalam darah 91%-96% tolbutamid terikat protein plasma,
dan dihepar diubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya
melalui ginjal.
Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain;
efeknya pada glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam
setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam, dihepar diubah
menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetiltolazamid dan
senyawa lain, yang diantaranya memiliki sifat hipoglikemik
cukup kuat.

Sulfonilurean generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya


hampir 100x lebih besar
Dari generasi I. meski masa-paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5
jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup
diberikan satu kali sehari. Alasan mengapa masa – paruh yang
pendek ini, memeberikan efek hipoglikemik panjang, belum
diketahui.
Glipizid, absorbsinya lengkap, masa-paruhnya 3-4 jam.
Dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100x lebih
kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya
mirip dengan sulfonylurea lain. Metabolismenya di hepar,
menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi
melalui ginjal dalam keadaan utuh.
Gliburid (glibenklamid), potensinya 200x lebih kuat dari
tolbutamid, masa – paruhnya sekita 4 jam. Metabolismenya
dihepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya
di ekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Pada

21
penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder,
1
dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 tahun.
2
Karena semua sulfonylurea dimetabolisme dihepar dan di
ekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada
pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
Efek Samping : Sulfonylurea bisa menyebabkan hipoglikemia,
terutama bila dipakai dalam 3 – 4 bulan pertama pengobatan
akibat perubahan diet dan pasien mulai sadar berolahraga serta
minum obat. Apabila ada gangguan fungsi ginjal atau hati, dosis
perlu diperhatikan karena lebih mudah timbul hipoglikemia.
Namun secara umum obat ini baik untuk menurunkan glukosa
darah.
a. Biguanidid
Sebenarnya dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid
yaitu Fenformin, Buformin dan Metformin. Tetapi yang pertama
telah ditarik dri peredaran karena sering menyebabkan asidosis
laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah Metformin.
Obat biguanides memperbaiki kerja insulin dalam tubuh, dengan
cara mengurangi resistensi insulin. Pada diabetes tipe 2, terjadi
pembentukan glukosa oleh hati yang melebihi normal.
Biguanides menghambat proses ini, sehingga kebutuhan insulin
untuk mengangkut glukosa dari darah masuk ke sel berkurang,
dan glukosa darah menjadi turun.
Mekanisme Kerja : Mekkanisme kerjanya lain dengan
sulfunilurea, Biguanid tidak bekerja melalui perangsangan
insuin, tetapi langsung pada target organ. Obat ini tidak
menurunkan glukosa pada orang normal, tetapi berpotensiasi
dengan insulin. Pada penderita diabetes gemuk penggunaan
biguanid menurunkan berat badan tetapi tidak pada orang

22
normal. Penderita yang gagal diberikan Sulfonilurea masih bisa
diberikan Biguanid.
Efek Samping: Metformin biasanya jarang
memberikan efek samping. Tetapi pada beberapa orang bisa
timbul keluhan terutama pada saluran cerna, misalnya :
1) Gangguan pengecapan
2) Nafsu makan menurun
3) Mual, muntah
b. Penghambat Enzim a-Glikosidase
Mekanisme Kerja :Obat golongan ini penghambat enzim @-
glikosidase ini dapat memperlambat absorbs
polisakarida(Starch), Dekstrin dan disakaridadi intestine.
Dengan menghambat kerja enzim a-glikosidase di brush
border intestine, dapat mencegah peningkatan glokusa
plasma pada orang normal dan pasien DM. karena terjadinya
tidak mempengaruhi sekresi insuin maka tidak akan
menyebabkan efek samping hipoglikomia . Akarbose dapat
digunakan sebagai monoterapi dan pada DM usia lanjut atau
DM yang glokusa postprandialnya sangat tinggi. Diklinik
sering sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan
atau insulin.
Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan
dan absorbis sangat lambat. Obat golongan ini bekerja di
usus, menghambat enzim di saluran cerna, sehingga
pemecahan karbohidrat menjadi glukosa atau pencernaan
karbohidrat di usus menjadi berkurang. Hasil akhir dari
pemakaian obat ini adalah penyerapan glukosa ke darah
menjadi lambat, dan  glukosa darah sesudah makan tidak
cepat naik.
1) Efek Samping

23
Obat ini umumnya aman dan efektif, namun ada efek
samping yang kadang mengganggu, yaitu perut kembung,
terasa banyak gas, banyak kentut, bahkan diare.  Keluhan ini
biasanya timbul pada awal pemakaian obat, yang kemudian
berangsur bisa berkurang
c. Meglitinides
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid,
mekanisme kerjanya sama dengan sulfonylurea tetapi struktur
kimianya sangat berbeda. Golonga AOD ini merangsang
insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independet di Sel
B pancreas.Pada pemberian oral aborbsinya cepat dan kadar
puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam
karenanya harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum
makan. Metabolisme utamanyta diheppar dan metabolitnya
tidak aktif sekitar 10% DIMETABOLISME DIGINJAL.
Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal
harusnyya diberikan hati hati.
Golongan Obat ini menyebabkan pelepasan insulin dari
pankreas secara cepat dan dalam waktu singkat.Termasuk
golongan obat ini adalah Repaglinide (Novonorm) dan
Nateglinide (Starlix). Efek Samping Meskipun sama seperti
sulfonylurea, efek samping hipoglikemia boleh dikatakan
jarang terjadi, hal ini disebabkan oleh efek rangsangan
pelepasan insulin hanya terjadi pada saat glukosa darah tinggi.
d. Thiazolidinediones
Obat ini baik bagi penderita diabetes tipe 2 dengan resistensi
insulin, karena bekerja dengan merangsang jaringan tubuh
menjadi lebih sensitif terhadap insulin,  sehingga insulin bisa
bekerja dengan lebih baik, glukosa darahpun akan lebih
banyak diangkut masuk ke dalam sel, dan kadar glukosa
darah akan turun. Selain itu, obat thiazolidinediones juga

24
menjaga hati agar tidak banyak memproduksi glukosa. Efek
menguntungkan lainnya adalah obat ini biasa menurunkan
trigliserida darah.
Efek Samping
Beberapa efek merugikan yang mungkin timbul adalah
bengkak, berat badan naik, dan rasa capai. Efek serius yang
jarang terjadi adalah gangguan hati.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang di tandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi
kronis mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati.
Untuk Terapi Pengobatan Diabetes Melitus dilakukan 2 cara yaitu dengan
Non Farmakologi dan Farmakologi. Untuk Farmakologi dibagi kembali menjadi 2
cara yaitu Dengan Insulin dan Pemberian AntiDiabetik Oral.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang
bisa menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang Aliran Murji’ah, dan penulis sangat
mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari Dosen Pembimbing
dan para pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa lebih baik lagi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Azalia Dkk. 2014. Cara Mudah Belajar Farmakologi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.

Mahar Mardjono. 2005. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 2007.

Elin Yunlinah Dkk. 2008. Iso Farmakologi. Isfi: Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai