Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

OLEH :

KELOMPOK I

1. Putu Linda Ariestayanti


2. Ni Putu Sri Purnami Utari
3. Ni Putu Rika Erviana Utami
4. I Nyoman Bagus Yudisthira Kusuma Putra
5. Ni Made Vina Widya Yanti
6. Ni Wayan Devi Leona Cintya Utama Putri
7. Elva Naomi Np Siboro
8. Luh Putu Wahyumi Sukeantari

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2023
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan
neuropati (Sudoyo dkk, 2014).
Istilah diabetes menggambarkan sekelompok gangguan
metabolisme yang ditandai dan diidentifikasi oleh adanya hiperglikemia
tanpa pengobatan. Aetio-patologi heterogen termasuk cacat dalam sekresi
insulin, aksi insulin, atau keduanya, dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. (World Health Organization, 2019)
Diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme heterogen yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin,
aksi insulin yang rusak atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes
berhubungan dengan komplikasi mokrovaskuler jangka panjang yang
relative spesifik yang mempengaruhi mata, ginjal dan saraf, serta
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (CVD). (Punthakee,
Goldenberg, & Katz, 2018)
Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah ( hiperglikemia)
akibat kerusakan pada sekresi insulin ( Smeltzer & Bare, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
diabetes melitus merupakan uatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin
oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
2. Etiologi Diabetes Melitus
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti,
namun dimungkinkan karena faktor, antara lain :
a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
b. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Diabetes mellitus tipe II disebut juga diabetes mellitus tidak
tergantung insulin atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995). Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II yaitu,
usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun), obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok etnik.

3. Epidemiologi Diabetes Melitus


Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80
juta yang secara mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat
tahun kemudian. Di negara berkembang, hampir seluruh diabetes
tergolong sebagai penyandang diabetes mellitus tipe 2, sebanyak 40%
diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur
mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer, 1991).
Menurut World Health Organization (WHO) Indonesia menjadi negara
dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di dunia dengan
jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes
Federation (IDF) memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes
mellitus di Indonesia (Darusman, 2009). Prevalensi diabetes mellitus pada
tahun 1982 hanya memiliki angka 1,7 % yang selanjutnya persentase
tersebut terus menanjak mencapai angka 5,75 % dan 13,6 % ,77 demikian
berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001 (Farmacia,2003).
Prevalensi DM di Indonesia mencapai jumlah 8.426.000 (tahun 2000)
yang diproyeksikan mencapai 21.257.000 pada tahun 2030. Artinya,
terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam 30 tahun.
4. Faktor Predisposisi Diabetes Melitus
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Ras/etnik
Ras asia, indian amerika, hispanik, memiliki risiko diabetes
melitus yang lebih besar
- Riwayat keluarga dengan diabetes
- Umur
Risiko diabetes melitus meningkat seiring meningkatnya usia
- Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi >4000 gram atau
pernah menderita DM saat hamil (DM gestasional)
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah (< 2,5 kg)
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
- Overweight/berat badan lebih (Indeks massa tubuh > 23kg/m2)
- Aktivitas fisik kurang
- Merokok
- Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
- Dislipidemia atau kadar kolesterol abnormal (HDL <35 mg/dL,
trigliserida > 250 mg/dL)
- Diet tidak sehat
Makanan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko
DM
- Polycystic ovary syndrome (PCOS)
Terjadi pada wanita, ditandai dengan adanya menstruasi yang tidak
teratur, pertumbuhan rambut yang banyak (kumis, rambut di
lengan, dll), dan obesitas.

5. Klasifikasi Diabetes Melitus


a. Diabetes tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
absolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes
melitus dependen insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit
ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya
dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun
dan lebih banyak diderita pria dibanding wanita. Karena insidensi
diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu
bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis.
b. Diabetes tipe 2
Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin
disebut diabetes melitus tipe 2. Meskipun kadar insulin mungkin
sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin
tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin
tetap dihasilkan sel-sel beta pankreas, diabetes melitus tipe 2 yang
sebelumnya disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau
NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang
tepat karena banyak individu yang mengidap diabetes tipe 2 dapat
ditangani dengan insulin. Pada diabetes melitus tipe 2, lebih banyak
banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan pria.

c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan
dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya
GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga,
dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan
sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap
toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu diabetogenik.
Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar
50% wanita pengidap ini tidak akan kembali ke status non diabetes
setelah kehamilan berakhir.
d. Tipe khusus lain
Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY.
Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resisten tehadap insulin. Kelainan genetik telah dikenali dengan baik
dalam empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY
1, MODY 2, MODY 3, MODY 4). Kelainan genetik pada kerja
insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis
negrikans.

6. Patofisiologi Diabetes Melitus


a. Diabetes tipe I
Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati sehingga menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan) (Arisman, 2011). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia) (Brunner & Suddarth, 2002).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian
(Newsroom, 2009).
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan
(Santosa, budi, 2007).
Sehingga untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol
menimbulkan masalah (Suprajitno, 2004).
7. Pathway Diabetes Mellitus

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi autoimun Usia, genetik, obesitas


dan lain-lain

Sel β pancreas
hancur Jumlah sel pankreas
menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Metabolism protein Lipolisis


dan gula darah menurun meningkat
meningkat
Merangsang Gliserol dan asam lemak
hipotalamus bebas meningkat
Osmosis diuresis

Menimbulkan lapar
dan haus Aterosklerosis Ketogenesis
Poliurin
Polidipsi dan polifagi Makrovaskuler Mikrovaskuler

Dehidrasi
Jantung Retina dan
Defisit nutrisi
jaringan
perifer
Hipovolemi Ketidakstabilan Miokard infark
kadar glukosa
darah Gangguan
Aktivitas turun penglihatan
dan luka
perifer
Intoleransi
aktivitas Resiko cedera
Gangguan
integritas
kulit/jaringan

8. Gejala Klinis Diabetes Melitus


a. Diabetes Tipe I
- Hiperglikemia berpuasa
- Glukosuria, diuresis osmotik
- Keluhan TRIAS, yaitu kencing yang berlebihan (poliuri), rasa haus
yang berlebihan (polidipsi), rasa lapar berlebihan (polifagia) dan
penurunan berat badan
- Keletihan dan kelemahan
- Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
- Intoleransi glukosa progresif
- Keletihan
- Poliuria
- Polidipsia
- Luka pada kulit yang lama sembuh
- Infeksi saluran kemih
- Penglihatan kabur

9. Pemeriksaan Fisik Diabetes Melitus


Pada penderita diabetes tipe I dilakukan pengkajian untuk
memeriksa tanda-tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernapasan
kusmaul, hipotensi ortostatik, latergi, mual, muntah dan nyeri abdomen.
Pemeriksaan fisik selama episode hipoglikemik menunjukkan :
a. Respon autonomic
o Berkeringat o Gugup
o Palpitasi o Pucat
o Tremor o Lapar

b. Respon neuroglikopenik

o Sakit kepala o Kerusakan


o Pening penilaian
o Kacau mental o Kelemahan dan

o Peka rangsang kejang

o Kesulitan o Koma pada

berkonsentrasi kasus berat


Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tanda-
tanda sindrom HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan
penurunan turgor kulit. Pasien dikaji untuk menemukan faktor-
faktor fisik yang dapat mengganggu kemampuannya dalam
mempelajari melakukan perawatan mandiri, seperti :
a. Gangguan penglihatan, pasien diminta untuk membaca angka
atau tulisan pada spuit insulin, lembaran menu, surat kabar,
atau bahan pelajaran
b. Gangguan koordinasi motorik, pasien diobservasi pada saat
makan atau mengerjakan pekerjaan lain atau pada saat
menggunakan spuit atau lanset untuk menusuk jari tangannya
c. Gangguan neurologis, misalnya, akibat stroke
10. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus
a. Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi
Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang
mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2
hingga 3 bulan. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu dengan
yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya,
memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga
8%.
b. Pemeriksaan urin untuk glukosa
Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien
yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan
glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin
pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip
dengan peta warna.
c. Pemeriksaan urin untuk keton
Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan
sinyal yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah
pada diabetes tipe I sedang mengalami kemunduran. Senyawa-
senyawa keton tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.
11. Terapi Diabetes Melitus
a. Terapi Insulin
Pada diabetes tipe I, pangkreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per oral (ditelan). Insulin disuntikkan di
bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha, atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa
terlalu nyeri.
b. Terapi Gizi Medis
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang (diabetes). Terapi gizi
medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.

12. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


a. Obat-obatan
Obat hipoglikemik oral (OHO) diperlukan dalam pengobatan DM tipe
2 jika intervensi gaya hidup dengan diet dan latihan fisik tidak cukup
untuk mengendalikan hipeglikemia. OHO terutama terdiri atas dua
tipe, yaitu prevarat insulinotrropik dan insulin sensitizer. Golongan
sulfonilurea sering kali dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada
diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan
klopropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pangkreas dan meningkatkan
efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi
pelepasan insulin, tetapi meningkatkan respons tubuh terhadap insulin
sendiri. Akabors bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa
dalam usus.
b. Latihan Fisik
Pengelolaan diabetes melitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas
fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas
minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk
ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes
sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur,
memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat
kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan
esok, kemuadian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh
diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM
sehari-hari.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
- Identitas pasien : nama, no. RM, tanggal lahir, dll
- Identitas penanggung jawab : nama dan hubungan dengan klien
b. Status Kesehatan
- Status kesehatan saat ini : merasa lemas
- Status kesehatan masa lalu : apakah pernah masuk ke rumah sakit
dengan kondisi gula darah yang tinggi
- Riwayat penyakit keluarga : apakah ada keluarga yang menderita
diabetes melitus
- Diagnosa medis dan terapi : obat yang diberikan
c. Pola Kebutuhan Dasar
- Pola persepsi dan manajemen kesehatan : perilaku terhadap
penanganan penyakit DM
- Pola nutrisi-metabolik : pola makan dalam satu hari, biasanya
nafsu makan meningkat, BB menurun
- Pola aktivitas dan latihan : tidak dapat beraktivitas karena merasa
lemas
- Pola tidur dan istirahat : pola tidur pasien
d. Pengkajian Fisik
- Keadaan umum : pasien merasa lemas, ada luka di perifer (jika
komplikasi), nyeri pada luka perifer, dispnea dalam beraktivitas
- Tanda-tanda vital : nadi teraba lemah
- Keadaan fisik : pasien merasa lemas, sering lapar, haus, dan sering
kencing, nyeri abdomen, turgor kulit menurun, dan membran
mukosa pucat, pendarahan pada luka perifer, kemerahan pada luka
perifer, hematoma pada luka perifer.
- Pemeriksaan penunjang : gula darah meningkat
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi d.d nadi teraba lemah,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, merasa lemah,
mengeluh haus, konsentrasi urin meningkat (SDKI D.0023)
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin d.d lelah
atau lesu, kadar glukosa dalam darah atau urin tinggi (SDKI D.0027)
3. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, kram atau nyeri
abdomen, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat (SDKI
D.0019)
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, dispnea ssaat
atau setelah aktivitas merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa
lemah, sianosis (SDKI D.0056)
5. Risiko cedera dengan factor risiko hipoksia jaringan (SDKI D.0136)
6. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d neuropati perifer d.d kerusakan
jaringan dan atau lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan,
hematoma (SDKI D.0139)

3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia : - Obeservasi tanda dan
tindakan keperawatan (SDKI D.0023) gejala hipovolemi
….x24 jam - Periksa tanda dan gejala - Observasi cairan
diharapkan hipovolemia (nadi teraba - Jumlah cairan
hipovolemia dapat lemah, turgor kulit menurun, - Cairan terpenuhi
teratasi dengan KH : membran mukosa kering, - Pasien nyaman
 Kekuatan nadi konsentrasi urine menurun) - Edukasi banyak minum
sedang (dari 1 ke 3) (O) - Memenuhi cairan
 Perasaan lemah - Monitor intake dan output
menurun (dari 1 ke cairan (O)
3) - Hitung kebutuhan cairan (N)
 Keluhan haus - Berikan asupan cairan oral (N)
sedang (dari 1 ke 3) - Posisikan tredelenburg (N)
 Konsentrasi urine - Anjurkan memperbanyak
sedang (dari 1 ke 3) cairan oral (E)
 Membran mukosa - Kolaborasi pemberian cairan
sedang (dari 1 ke 3) IV isotonis (C)

2 Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia : - Observasi kadar gula


tindakan keperawatan (SDKI D.0019) - Observasi tanda
….x24 jam - Monitor kadar gula darah jika hiperglikemi
diharapkan perlu (O) - Memenuhi cairan
ketidakstabilan kadar - Monitor tanda dan gejala - Pijatan untuk turunkan
glukosa darah dapat hiperglikemia (3P, kelemahan, gula darah
teratasi dengan KH : malaise, pandangan kabur) (O) - Refleksi untuk
 Lelah/lesu menurun - Berikan asupan cairan oral (N) turunkan gula darah
(dari 1 ke 5) - Anjurkan kepatuhan terhadap - Program diet
 Kadar glukosa diet dan olahraga (E) - Menambah insulin
dalam darah sedang - Kolaborasi pemberian
(dari 1 ke 3) insulin, jika perlu (C)

3 Setelah dilakukan Manajemen nutrisi : (SDKI. - Monitor nutrisi


tindakan keperawatan D.0019) - Observasi asupan makan
….x24 jam - Identifikasi status nutrisi (O) - Observasi berat badan
diharapkan defisit - Monitor asupan makanan (O) - Membersihkan mulut
nutrisi dapat teratasi - Monitor berat badan (O) - Menambah nafsu makan
dengan KH : - Lakukan oral hygiene sebelum - Diet TKTP
 Nyeri abdomen makan, jika perlu (N) - Membuat pasien nyaman
menurun (skala - Sajikan makanan secara - Mengontrol diet
ringan : 1-3 ) (dari menarik dan suhu yang sesuai - Kolaborasi tentang
1 ke 5) (N) nutrisi pasien
• Berat badan sedang - Berikan makanan tinggi kalori,
(dari 1 ke 3) dan tinggi protein. (N)
• Nafsu makan - Anjurkan posisi duduk, jika
membaik (dari 1 ke mampu (E)
5) - Ajarkan diet yang
• Membran mukosa diprogramkan (E)
membaik (lembab) - Kolaborasi dengan ahli gizi
dari 1 ke 5) untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu (C)
4 Setelah dilakukan Terapi aktivitas : (SDKI. - Observasi aktivitas
tindakan keperawatan D.0056) pasien
….x24 jam - Identifikasi defisit tingkat - Dukungan keluarga
diharapkan intoleransi aktivitas (O) dalam aktivitas pasien
aktivitas dapat teratasi - Libatkan keluarga dalam - Melancarakan
dengan KH : aktivitas jika perlu (N) kontaraksi otot
• Keluhan lelah - Fasilitasi aktivitas motorik - Edukasi akivitas yang
menurun (dari 1 ke untuk merelaksasikan otot (N) harus dilakukan
5) Senam kaki diabetik : - Kolaborasi tentang
• Dispnea saat a. kaki menyentuh lantai perencanaan aktivitas
beraktivitas b. jari-jari kedua belah kaki pasien
menurun (dari 1 ke diluruskan keatas lalu
5) dibengkokkan kembali
• Dispnea setelah kebawah seperti cakar ayam
beraktivitas (dari 1 sebanyak 10 kali
ke 5) c. jari-jari kaki diletakkan di
• Sianosis menurun lantai dengan tumit kaki
(dari 1 ke 5) diangkatkan ke atas
d. gerakan memutar dengan
pergerakkan pada
pergelangan kaki sebanyak
10 kali
e. gerakan jari-jari kedepan
f. gerakkan ujung jari kaki
kearah wajah
g. putar kaki pada pergelangan
kaki, tuliskan pada udara
dengan kaki dari angka 0
hingga 10 lakukan secara
bergantian
h. robek koran menjadi 2
bagian
i. koran di sobek-sobek
menjadi kecil-kecil dengan
kedua kaki
j. letakkan sobekkan kertas
pada bagian kertas yang
utuh
k. dengan kedua kaki menjadi
bentuk bola.
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih (E)
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas (C)
5 Setelah dilakukan Pencegahan Cedera : (SDKI - Observasi area
tindakan keperawatan D.0136) lingkungan
- Identifikasi area lingkungan
….x24 jam - Diskusi aktivitas yang
yang menyebabkan cedera (O)
diharapkan risiko dilakukan
- Diskusikan mengenai latihan
cedera dapat teratasi - Diskusi alat bantu yang
dan terapi fisik yang
dengan KH : digunakan
diperlukan (N)
 Kejadian cedera - Pengawasan pasien
- Diskusikan mengenai alat
menurun (dari 1 ke - Edukasi resiko jatuh
bantu mobilitas yang sesuai
5)
(N)
 Luka/lecet
- Tingkatkan frekuensi observasi
menurun (dari 1 ke
dan pengawasan pasien, sesuai
5)
kebutuhan (N)
- Jelaskan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
(E)

6 Setelah dilakukan Perawatan Luka : (SDKI. - Observasi tanda infeksi


tindakan keperawatan - Monitor tanda-tanda infeksi - Bersihkan luka
….x24 jam (O) - Balut luka
diharapkan gangguan - Bersihkan dengan cairan NaCl - Edukasi merawat luka
integritas kulit (N) - Mencegah infeksi
/jaringan dapat - Pasang balutan sesuai jenis

teratasi dengan KH : luka (N)

 Kerusakan - Ajarkan prosedur perawatan

jaringan menurun luka secara mandiri (E)

(dari 1 ke 5) - Kolaborasi pemberian

 Kerusakan lapisan antibiotik (C)

kulit menurun
(dari 1 ke 5)
 Nyeri menurun
(dari 1 ke 5)
 Perdarahan
menurun (dari 1
ke 5)
 Kemerahan
menurun (dari 1
ke 5)
 Hematoma
menurun (dari 1
ke 5)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat untuk pasien. Tindakan kepeawatan dilakukan dengan tujuan
agar pasien mendapat asuhan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
atau keluhan dari pasien sehingga keluhan dapat teratasi. Implementasi
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan yang dilakukan dengan Format SOAP.
No. Evaluasi
Dx
1  Kekuatan nadi sedang (dari 1 ke 3)
 Perasaan lemah menurun (dari 1 ke
3)
 Keluhan haus sedang (dari 1 ke 3)
 Konsentrasi urine sedang (dari 1 ke
3)
 Membran mukosa sedang (dari 1 ke
3)
2  Kadar glukosa dalam darah sedang
(dari 1 ke 3)

3  Nyeri abdomen menurun (skala


ringan : 1-3 ) (dari 1 ke 5)
 Berat badan sedang (dari 1 ke 3)
 Nafsu makan membaik (dari 1 ke 5)
 Membran mukosa membaik
(lembab) (dari 1 ke 5)
4  Keluhan lelah menurun (dari 1 ke 5)
 Dispnea saat beraktivitas
menurun (dari 1 ke 5)
 Dispnea setelah beraktivitas
(dari 1 ke 5)
 Sianosis menurun (dari 1 ke 5)
5  Kejadian cedera menurun (dari 1 ke
5)
 Luka/lecet menurun (dari 1 ke 5)
6  Kerusakan jaringan menurun (dari 1
ke 5)
 Kerusakan lapisan kulit menurun
(dari 1 ke 5)
 Nyeri menurun (dari 1 ke 5)
 Perdarahan menurun (dari 1 ke 5)
 Kemerahan menurun (dari 1 ke 5)
 Hematoma menurun (dari 1 ke 5)
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Nur. 2015. Diabetes Melitus (DM). Diakses melalui


http://eprints.ums.ac.id/33983/11/BAB%20II.pdf pada tanggal 14
November 2019.

Majid. 2016. Terapi Komplementer untuk Pasien DM. Tersedia pada


scribd.com/document/329726859/Terapi-Komplementer-Pada-Klien-Dm.
Diakses pada 14 Desember 2019.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Robiul, dkk. 2015. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Penyakit Dalam RS Tk II Dr.
Soedjono Magelang. Universitas Padjajaran.

Virna, dkk. 2016. Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Ungaran. Fikes UNIMAS.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai