Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH PADA PASIEN DENGAN DM

OLEH :

NAMA : LAILATUL MUFIDAH

NIM :1035231016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN

JAKARTA

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Kasus
Diabetes mellitus (DM) umumnya dikenal sebagai kencing manis.
Diabetes militus adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia
(peningkatan kadar gula darah) yang terus – menerus dan bervariasi,
terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Herlena, 2016).
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan
metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat kerusakan, pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (Brunner & Suddarth, 2016).
B. Insiden

Pada 2021, International Diabetes Federation (IDF) mencatat 537


juta orang dewasa (umur 20 - 79 tahun) atau 1 dari 10 orang hidup dengan
diabetes di seluruh dunia. Diabetes juga menyebabkan 6,7 juta kematian
atau 1 tiap 5 detik.

Tiongkok menjadi negara dengan jumlah orang dewsa pengidap


diabetes terbesar di dunia. 140,87 juta penduduk Tiongkok hidup dengan
diabetes pada 2021. Selanjutnya, India tercatat memiliki 74,19 juta
pengidap diabetes, Pakistan 32,96 juta, dan Amerika Serikat 32,22 juta.
Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes
sebanyak 19,47 juta. Dengan jumlah penduduk sebesar 179,72 juta, ini
berarti prevalensi diabetes di Indonesia sebesar 10,6%.
IDF mencatatat 4 dari 5 orang pengidap diabetes (81%) tinggal di
negara berpendapatan rendah dan menengah. Ini juga yang membuat IDF
memperkirakan masih ada 44% orang dewasa pengidap diabetes yang
belum didiagnosis.

C. Faktor Resiko Diabetes Melitus


1. Faktor Yang Tidak Dapat Diubah
a. Usia ≥40 tahun
b. Mempunyai riwayat keluarga yang menderita DM
c. Kehamilan dengan gula darah tinggi
d. Ibu dengan riwayat melahirkan anak dengan berat lahir > 4kg
e. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Ringan)
2. Faktor Yang Dapat Diubah
a. Kegemukan (berat badan lebih/IMT > 23 kg/m2) dan lingkar
perut (pria > 90 cm dan perempuan > 80 cm)
b. Kurang aktivitas fisik
c. Hipertensi atau tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
d. Dislipidemia (kolestrol HDL laki-laki ≤ 35 mg/dL dan
perempuan ≤ 45, trigliserida ≥ 250 mg/dL).
e. Riwayat penyakit jantung
f. Diet tidak seimbang (tinggi gula, garam, lemak dan rendah serat)
g. Merokok/terpapar asap rokok
D. Etiologi
Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik
atau faktor keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah
dewasa lebih dari 50% berasal dari keluarga yang menderita Diabetes
Melitus dengan begitu dapat dikatakan bahwa Diabetes Melitus cenderung
diturunkan, bukan ditularkan. Faktor lainnya yaitu nutrisi, nutrisi yang
berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama yang diketahui
menyebabkan Diabetes Melitus, semakin lama dan berat obesitas akibat
nutrisi berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangkitnya Diabetes
Melitus (dr Prapti dan Tim Lentera, 2003). Sering mengalami stress dan
kecanduan merokok juga merupakan faktor penyebab Diabetes Melitus.

E. Klasifikasi/Jenis Penyakit
Klasifikasi Diabetes Melitus Menurut (Tandra, 2018)
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 atau yang disebut Diabetes Insulin-Dependent
merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem imun atau kekebalan tubuh yang
mengakibatkan rusaknya pankreas. Kerusakan pada pankreas pada
diabetes tipe I dapat disebabkan karena genetika (keturunan).
Pengidap Diabetes Melitus tipe 1 tidak banyak namun,
jumlahnya terus meningkat 3% setiap tahun. Peningkatan tersebut
terjadi pada anak yang berusia 0-14 tahun (data Diabetes Eropa).
Tahun 2015 IDF mencatat terdapat 542.000 kasus Diabetes Tipe I di
seluruh dunia, dan akan bertambah 86.000 orang setiap tahunnya. Di
Indonesia, data statistik mengenai mengenai Diabetes tipe I belum
ada, namun diperkirakan tidak mebih dari 2%. Hal ini disebabkan
oleh tidak diketahui atau tidak terdiagnosisnya penyakit pada kasus.
Penyakit ini biasanya muncul pada usia anak sampai remaja baik
laki-laki maupun perempuan.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 atau yang sering disebut Diabetes Non Insulin-
Dependent merupakan Diabetes yang resistensi terhadap insulin.
Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara
optimal sehingga menyebabkan kadar glukosa darah tinggi di dalam
tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada kasus
DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin
absolut. Pengidap Diabetes tipe 2 lebih banyak dijumpai. Pengidap
penyakit Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun,
tetapi bisa timbul pada usia 20 tahun. Sekitar 90-95% kasus Diabetes
Melitus merupakan Diabetes Melitus tipe 2.
3. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus gestasional biasanya muncul pada saat


kehamilan. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa
hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin. Ibu
hamil yang mengalami Diabetes Melitus gestasional akan terdeteksi
pada saat kehamilan berumur 4 bulan keatas, dan glukosa darah akan
kembali normal pada saat ibu telah melahirkan.

F. Patofisiologi Kasus

Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada


metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat
bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan
atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal
yaitu, (Fatimah, 2015)

1. Karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari


luar seperti zat kimia, virus dan bakteri.
2. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas
3. Karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk


mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang
tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin
(Hanum, 2015). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal
sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab
kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas
sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK,
2016).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan
resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor,
pre reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih
banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar
tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan
cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta
menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas
tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa
dalam darah tinggi (Prabawati, 2016).

Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses


filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus
(polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi
sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai
kompensasi terhadap kebutuhan energi. pasien akan merasa mudah lelah
dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
tersebut (Hanum, 2015).
G. Patoflow (Pathway)

Diabetes Melitus (Corwin, EJ. 2009)

H. Tanda dan Gejala


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan
diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara
lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia
(banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan
penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan
pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Tanda atau gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) sebagai berikut


(Perkeni,2015):
1. Pada Diabetes Melitus Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan
adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat
merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada
kulit).
2. Pada Diabetes Melitus Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya
hampir tidak ada. Diabetes Melitus Tipe 2 seringkali muncul tanpa
diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian
ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.
Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hyperlipidemia obesitas, dan juga komplikasi
pada pembuluh darah dan syaraf.

I. Pemeriksaan Penunjang

Tes gula darah merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan


untuk mendiagnosis diabetes tipe 1 atau tipe 2. Dengan melihat hasil
pengukuran gula darah, bisa diketahui apakah seseorang mengidap
diabetes atau tidak. Dokter biasanya akan menganjurkan pengidap untuk
menjalani tes gula darah pada waktu dan dengan metode tertentu. Berikut
ini metode tes gula darah yang bisa dijalani oleh pengidap untuk cek
diabetes mellitus:

1. Tes Gula Darah Sewaktu

Tujuan tes ini dilakukan adalah untuk mengukur kadar glukosa darah
pada jam tertentu secara acak. Untuk menjalani tes ini, pengidap
tidak perlu berpuasa terlebih dahulu. Bila hasil tes gula darah sewaktu
menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, maka pengidap bisa
dikatakan positif mengidap diabetes.

2. Tes Gula Darah Puasa

Sedangkan tes gula darah puasa, bertujuan untuk mengukur kadar


glukosa darah pengidap dalam kondisi puasa. Untuk menjalani tes ini,
pengidap akan diminta untuk berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam.
Setelah itu, baru akan diambil sampel darahnya untuk mengetahui
kadar gula darahnya.

Bila hasil tes gula darah puasa menunjukkan kadar gula darah kurang
dari 100 mg/dL, maka kadar gula darah masih normal. Namun, bila
hasil tes gula darah berada di antara 100–125 mg/dL, maka pengidap
mengalami kondisi yang dinamakan prediabetes. Sedangkan hasil tes
gula darah puasa yang berada di angka 126 mg/dL atau lebih,
menunjukkan bahwa pengidap positif mengidap diabetes.

3. Tes Toleransi Glukosa

Pengidap juga perlu berpuasa terlebih dahulu selama semalam untuk


menjalani tes ini. Kemudian, pengidap akan menjalani pengukuran
tes gula darah puasa. Setelah tes tersebut selesai dilakukan, pengidap
akan diminta meminum larutan gula khusus. Kemudian, sampel gula
darah akan kembali diambil setelah 2 jam minum larutan gula.

Bila hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL, berarti kadar
gula darah masih normal. Sedangkan hasil tes toleransi glukosa yang
berada di antara 140–199 mg/dL menunjukkan kondisi prediabetes.
Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200 mg/dL atau lebih
berarti pengidap positif mengidap diabetes.
4. Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pengidap


selama 2–3 bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula
darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah
merah yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh. Untuk
menjalani tes HbA1C, pengidap tidak perlu berpuasa terlebih dahulu.
Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 persen menunjukkan kondisi normal.
Sedangkan hasil tes HbA1C yang berada di antara 5,7–6,4 persen,
menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5 persen
berarti pengidap mengalami diabetes.

J. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan DM jangka pendek bertujuan untuk


menghilangkan/mengurangi gejala yang dirasakan penderita, sedangkan
jangka panjangnya bertujuan untuk mencegah komplikasi (Mansjoer dkk.,
2001). Penatalaksanaan DM terdiri dari pertama terapi non farmakologis
yang meliputi terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani, dan
edukasi terkait penyakit DM yang dilakukan secara kontinyu, kedua terapi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin jika terapi
non farmakologis yang dilakukan tidak mampu mengontrol kadar glukosa
darah (gambar 1) (Yunir & Soebardi, 2007).

1. Terapi gizi medis


Terapi gizi medis dilakukan dengan mengatur pola makan
penderita DM berdasarkan status gizi diabetisi dan memodifikasi diet
yang didasarkan pada kebutuhan individual (Yunir & Soebardi,
2007).
2. Latihan jasmani

Latihan jasmani merupakan kunci pengobatan DM, terutama


pada DM tipe 2 dikarenakan obesitas dan kurangnya aktivitas yang
berkontribusi terhadap pengembangan intoleransi glukosa. Latihan
jasmani meningkatkan penggunaan glukosa tubuh, mengurangi level
kolesterol, menurunkan tekanan darah, mengurangi kebutuhan dosis
insulin atau OHO, meningkatkan sensitivitas insulin, dan
memperbaiki psikologi melalui pengurangan stres (Kroon et al.,
2009).

3. Insulin
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa
kasus DM tipe 2 (Suherman, 2007). Penderita DM tipe 1 selalu
diobati dengan insulin karena sel beta pankreasnya inaktif. Keadaan
seperti ketoasidosis, gestasional, infeksi, pembedahan, dan gangguan
hati atau ginjal juga tidak 6 dapat diatasi dengan OHO, sehingga
harus diberikan insulin dengan segera (Tjay & Rahardja, 2002).
Secara klinis, perbedaan penting diantara produk insulin yang
beredar berhubungan dengan onset, peak, dan durasi aksi. Saat ini,
produk-produk insulin dikategorikan menjadi insulin aksi cepat (rapid
acting), aksi pendek (short acting), aksi sedang (intermediate acting),
dan aksi panjang (long acting) (Kroon et al., 2009).
K. Komplikasi

Komplikasi dari Diabetes Melitus menurut Smeltzer et al, (2015)


diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung
dalam jangka waktu pendek yang mencakup:

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah


mengalami penurunan di bawah 50 sampai 60 mg/dl disertai dengan
gejala pusing, gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin,
serta penurunan kesadaran.
2. Ketoasidosis diabetes (KAD)

KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic


akibat pembentukan keton yang berlebih.

3. Sindrom nonketotik hyperosmolar hiperglikemik (SNHH)

Suatu keadaan koma dimana terjadi gangguan metabolism yang


menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan
dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smelzer et al, (2015) biasanya terjadi


pada pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.
Komplikasinya mencakup:

1. Penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah besar): biasanya penyakit


ini memengaruhi sirkulasi coroner, pembuluh darah perifer dan
pembuluh darah otak.
2. Penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah kecil): biasanya penyakit
ini memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); control
kadar gula darah untuk menunda atau mencgah komplikasi
mikrovaskuler maupun makrovaskuler
3. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motoric dan
otonom yang menyebabkan beberapa masalah, seperti impotensi dan
ulkus kaki.
L. Askep Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi : Nama pasien, tanggal lahir,umur,
agama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
No rekam medis.
b. Keluhan utama
1) Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus
dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit
kepala.
2) Kondisi hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi,
gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,
kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping
itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan
muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,
kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
d. Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan
seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker,
kontrasepsi yang mengandung estrogen.
e. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat anggota keluarga
yang menderita DM
f. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard
akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun,
disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan
abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus
lemah, hiperaktif pada diare.
5) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
6) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma,
gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang.
7) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
8) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum.
Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
9) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita
10) Gastrointestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,
anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus
lemah/menurun.
11) Muskuloskeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada
kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada
tungkai.
12) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat
banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus
2. Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume
cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
d. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kaji kultur
yang mempengaruhi respon nyeri
3) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
4) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
5) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
6) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuuhan tubuh
1) Monitor adanya penurunan berat badan
2) Monitor lingkungan selama makan Monitor mual dan muntah
3) Monitor makanan kesukaan
4) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
5) Monitor kalori dan intake nuntrisi
6) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
7) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
c. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume
cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Pasang urin kateter jika diperlukan
3) Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,
Hmt, osmolalitas urin )
4) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)
5) Kaji lokasi dan luas edema
6) Monitor status nutrisi
7) Berikan diuretik sesuai interuksi
8) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l
9) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
memburuk

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
rangsangan panas atau dingin
2) Periksa penyebab perubahan sensasi
3) Ajarkan klien untuk mengobservasi kulit pada daerah perifer
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,
penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta
mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana


mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan
untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.

Herlena Essy Phitri, Widiyahningsih. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap

Penderita Diabetes Melitus dengan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus di

RSUD AM. Parikesit Kalimantan Timur. Jurnal Keperawatan Medikal

Bedah, Vol. 1, No. 1, Mei 2016: 58-74.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/22/jumlah-penderita-diabetes-
indonesia-terbesar-kelima-di-dunia

https://www.halodoc.com/artikel/cek-diabetes-mellitus-dengan-pemeriksaan-ini

https://www.nerslicious.com/asuhan-keperawatan-diabetes-melitus/

http://eprints.ums.ac.id/26199/2/BAB_I.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2145/1/KTI%20PAK%20MUJI.pdf

Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai