Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSA ULKUS


DIABETES MELITUS PEDIS SINITRA TINDAKAN
OPERASI DEBRIDEMENT DI RUANGAN IBS
RSUP TADJUDDIN CHALID
MAKASSAR

Oleh:
NURHALISAH
NS0622085

CI Lahan CI Institusi

(………………..…….) (…….....…………………)
NIP: NIDN:

PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN XXIX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
A. Konsep Medis
1. Pengertian Diabetes Melitus
Kata diabetes berasal dari bahasa latin yang berarti "melewati",
mengacu pada poliuria - gejala khas diabetes mellitus (DM). Kata mellitus
berarti "dari madu", yang berarti glikosuria, merupakan ciri dari diabetes
insipidu (Rodriguez-Saldana, 2019).
Diabetes Melitus didefinisikan oleh World Health Organization
(WHO) sebagai sindrom metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia
kronis akibat salah satu dari beberapa kondisi yang menyebabkan sekresi
dan / atau tindakan insulin yang rusak. Pradiabetes adalah keadaan yang
ditandai dengan kelainan metabolisme yang meningkatkan risiko terkena
DM dan komplikasinya.
Penyakit Diabetes Melilitus (DM) adalah penyakit kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut
disebabkan karena kurangnya produksi hormon insulin yang diperlukan
tubuh. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah. Penyakit diabetes merupakan penyakit endokrin yang
paling banyak ditemukan(Susanti, 2019)
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan 3 cara yaitu jika terdapat
keluhan klasik, pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM, yang kedua bila pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik dan yang
ketiga tes toleransi glukosa oral (TTGO) >200mg/dL.(American Diabetes
Association. Diabetes Guidelines. Diabetes Care, 2016)
Terdapat beberapa pengertian menenai ulkus diabetikum,
diantaranya : Luka diabetes ( diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics
foot ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropathi (Maryunani, 2013).
Luka diabetes atau neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang
diabetik melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik ( Suriadi,
2004 dalam Maryunani, 2013). Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada
kaki penderita diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat
diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan
adanya infeksi (Tambunan, 2007 dalam Maryunani, 2013).
2. Etiologi Diabetes Melitus
Dalam (Walker, 2020) Semua sel tubuh Anda membutuhkan energi.
Sumber utamanya adalah glukosa, yang membutuhkan hormon insulin
untuk masuk ke dalam sel. Pada penyakit diabetes, terdapat kekurangan
insulin atau insulin tidak dapat bekerja dengan baik, yang menyebabkan
berbagai gejala dan gangguan kesehatan.
Pada penderita diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke sel
tubuh sehingga kehilangan sumber energi yang biasa. Tubuh mencoba
membuang kelebihan glukosa dalam darah dengan mengeluarkannya
melalui urin, dan menggunakan lemak dan protein (dari otot) sebagai
sumber energi alternatif. Hal ini mengganggu proses tubuh dan
menyebabkan gejala diabetes. Akibatnya, glukosa menumpuk di dalam
darah dan menyebabkan gejala seperti mengeluarkan banyak air seni, karena
tubuh Anda mengeluarkan kelebihan glukosa dengan menyaringnya ke
dalam urin. Karena tubuh Anda tidak dapat menggunakan glukosa untuk
energi, ia menggunakan otot dan simpanan lemaknya, yang dapat
menyebabkan gejala seperti penurunan berat badan. Kadar glukosa darah
yang hanya sedikit. Penyebab dari penyakit diabetes melitus (Susanti, 2019)
a. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit
Diabetes Melitus. Sekitar 50% penderita diabetes tipe 2 mempunyai
orang tua yang menderita diabetes, dan lebih dari sepertiga penderita
diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Diabetes tipe 2
lebih banyak kaitannya dengan faktor genetik dibanding diabetes tipe 1.
b. Ras atau etnis
Ras Indian di Amerika, Hispanik dan orang Amerika Afrika,
mempunyai risiko lebih besar untuk terkena diabetes tipe 2. Hal ini
disebabkan karena ras-ras tersebut kebanyakan mengalami obesitas
sampai diabetes dan tekanan darah tinggi. Pada orang Amerika di Afrika,
usia di atas 45 tahun, mereka dengan kulit hitam lebih banyak terkena
diabetes dibanding dengan orang kulit putih. Suku Amerika Hispanik
terutama Meksiko mempunyai risiko tinggi terkena diabetes 2-3 kali
lebih sering daripada non-hispanik terutama pada kaum wanitanya.
c. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko diabetes yang paling penting
untuk diperhatikan. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2
adalah orang yang gemuk. Hal disebabkan karena semakin banyak
jaringan lemak, maka jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten
terhadap kerja insulin, terutama jika lemak tubuh terkumpul di daerah
perut. Lemak ini akan menghambat kerja insulin sehingga gula tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
d. Metabolic syndrome
Metabolic syndrome adalah suatu keadaan seseorang menderita
tekanan darah tinggi, kegemukan dan mempunyai kandungan gul dan
lemak yang tinggi dalam darahnya. Menurut WHO dan NCEP-ATP III,
orang yang menderita metabolic syndrome adalah mereka yang
mempunyai kelainan yaitu tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mg/dl,
kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl, trigliserida darah lebih dari 150
mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang lebih
dari 102 cm pada pria dan 88 cm pada wanita atau sudah terdapat
mikroalbuminuria.
e. Pola makan dan pola hidup
Pola makan yang terbiasa dengan makanan yang banyak
mengandung lemak dan kalori tinggi sangat berpotensi untuk
meningkatkan resiko terkena diabetes. Adapun pola hidup buruk adalah
pola hidup yang tidak teratur dan penuh tekanan kejiwaan seperti stres
yang berkepanjangan, perasaan khawatir dan takut yang berlebihan dan
jauh dari nilai-nilai spiritual. Hal ini diyakini sebagai faktor terbesar
untuk seseorang mudah terserang penyakit berat baik diabetes maupun
penyakit berat lainnya. Di samping itu aktivitas fisik yang rendah juga
berpotensi untuk seseorang terjangkit penyakit diabetes.
f. Usia
Pada diabetes melitus tipe 2, usia yang berisiko ialah usia diatas 40
tahun. Tingginya usia seiring dengan banyaknya paparan yang mengenai
seseorang dari unsur-unsur di lingkungannya terutama makanan.
g. Riwayat endokrinopati
Riwayat endokrinopati yaitu adanya riwayat sakit gangguan
hormone (endokrinopati) yang melawan insulin seperti peningkatan
glukagon, hormone pertumbuhan, tiroksin, kortison dan adrenalin.
h. Riwayat infeksi pancreas
Riwayat infeksi pancreas yaitu adanya infeksi pancreas yang
mengenai sel beta penghasil insulin. Infeksi yang menimbulkan
kerusakan biasanya disebabkan karena virus rubella, dan lain-lain.
i. Konsumsi obat
Konsumsi obat yang dimaksud ialah riwayat mengonsumsi obat-
obatan dalam waktu yang lama seperti adrenalin, diuretika,
kortokosteroid, ekstrak tiroid dan obat kontrasepsi.
3. Manifestansi Klinis
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS : banyak minum, banyak kencing, dan penurunan berat
badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
keluhan yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah
polyuria, polidipsi, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan
gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan (M.Clevo Rendy Margaret
TH, 2019).

Adapun manifestasi klinis DM Tipe II menurut (Priscilla LeMone


dkk, 2015) Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang
lambat dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan
Kesehatan untuk beberap masalah lain. Polifagia jarang dijumpai dan
penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat
hiperglikemi, penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksi kulit.

4. Klasifikasi
Diabetes Melitus diklasifikasikan dalam 8 kategori Klinis (Walker, 2020)
yaitu :
a. Diabetes Melitus tipe 1
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin
karena sel-sel penghasil insulin di pankreas telah dihancurkan. Pada
kebanyakan orang, hal ini disebabkan oleh respons autoimun di mana
sistem kekebalan secara keliru menyerang sel-sel yang mensekresi
insulin. Penyebab reaksi ini belum diketahui. Terlepas dari orang yang
memiliki kerusakan pada pankreas, diabetes tipe 1 hanya terjadi pada
mereka yang memiliki kecenderungan genetik terhadap kondisi tersebut.
Diabetes tipe 1 tampaknya datang tiba-tiba, tetapi penghancuran sel-sel
penghasil insulin dapat dimulai beberapa bulan atau tahun sebelumnya,
dan baru sekitar 80 persen atau lebih dari sel-sel ini telah dihancurkan
sehingga gejala biasanya muncul.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Pada jenis diabetes ini, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup
insulin atau sel kurang dapat meresponsnya. Ini berarti glukosa tetap
berada di dalam darah dan tidak dapat digunakan untuk energi. Awalnya,
pankreas merespons resistensi insulin dengan memproduksi lebih banyak
insulin, tetapi seiring waktu, pankreas tidak dapat mengatasi peningkatan
permintaan. Inilah sebabnya mengapa pengobatan diabetes tipe 2 sering
berubah seiring waktu dan pada akhirnya cenderung membutuhkan
insulin. Diabetes tipe 2 seringkali, meskipun tidak selalu, dikaitkan
dengan kelebihan berat badan, dan juga dengan penumpukan timbunan
lemak di sekitar hati dan pankreas.
c. Diabetes gestasional
Diabetes yang muncul pertama kali dalam kehamilan dikenal
sebagai diabetes gestasional. Terkadang, diabetes tipe 1 atau tipe 2 tidak
terdiagnosis sebelum kehamilan. Lebih sering, bagaimanapun, pertama
kali muncul selama kehamilan, sekitar 24-28 minggu, dan menghilang
saat bayi lahir. Wanita yang mengidap diabetes tipe ini berisiko tinggi
terkena diabetes gestasional lagi di kehamilan berikutnya dan juga
mengembangkan diabetes tipe 2 permanen dalam beberapa tahun. Saat
Anda hamil, tubuh Anda meningkatkan glukosa darahnya untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh dan dibutuhkan lebih
banyak insulin. Namun, hormon yang diproduksi oleh plasenta membuat
insulin menjadi kurang efektif..
d. Kematangan diabetes pada anak muda
Umumnya dikenal sebagai MODY (Maturity Onset Diabetes of the
Young), ini adalah jenis diabetes genetik langka yang terjadi pada orang
di bawah 25 tahun yang memiliki riwayat keluarga diabetes setidaknya
dalam dua generasi. MODY sering secara tidak sengaja didiagnosis
sebagai diabetes tipe 1 atau tipe 2. Selain itu, MODY sering kali dirawat
dengan insulin ketika pada banyak orang dapat berhasil dikelola dengan
obat diabetes lain atau, pada beberapa orang, tanpa obat apa pun.
e. Diabetes autoimun laten pada orang dewasa
Kondisi ini (sering disebut hanya LADA Latent autoimmune
diabetes in adults) memiliki ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2 sehingga
kadang-kadang disebut sebagai “diabetes tipe satu setengah”. LADA
biasanya berkembang dari usia 30-an dan seterusnya. Seperti tipe 1, ini
terjadi karena pancreas berhenti memproduksi insulin, yang diduga
disebabkan oleh sistem kekebalan yang menyerang sel-sel penghasil
insulin. Namun, tidak seperti tipe 1, sel penghasil insulin terus
memproduksi insulin selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Gejala LADA khas diabetes dan cenderung datang secara bertahap:
kelelahan terus-menerus; buang air kecil berlebihan haus terus menerus;
dan penurunan berat badan. Jika dicurigai menderita LADA, pengobatan
akan dilakukan dengan tablet dan / atau insulin, tergantung kadar glukosa
darah.
f. Diabetes neonatal
Jenis diabetes ini sangat jarang dan didefinisikan sebagai diabetes
yang didiagnosis sebelum usia 6 bulan. Ini disebabkan oleh mutasi
genetik yang mempengaruhi produksi insulin. Ada dua jenis kondisi
yaitu: sementara dan permanen. Pada tipe sementara, kondisi biasanya
menghilang pada usia sekitar 12 bulan. Jenis permanen seumur hidup dan
dapat dikonfirmasi dengan pengujian genetik. Perawatan mungkin
dengan tablet atau insulin.
g. Diabetes sekunder
Diabetes yang diakibatkan oleh masalah kesehatan lain atau
perawatan medis dikenal sebagai diabetes sekunder. Ada berbagai
kemungkinan penyebab, termasuk infeksi virus yang menghancurkan sel-
sel penghasil insulin di pankreas; kerusakan pankreas akibat kondisi
seperti fibrosis kistik atau pankreatitis; operasi pengangkatan pankreas;
kelainan hormonal tertentu, misalnya penyakit Cushing; atau sebagai
efek samping dari beberapa obat, seperti kortikosteroid. Perawatan
bervariasi sesuai dengan penyebab yang mendasari.
h. Pradiabetes
Istilah "pradiabetes" mengacu pada glukosa darah yang sedikit
meningkat tetapi tidak cukup tinggi untuk digolongkan sebagai diabetes.
Jika Anda didiagnosis dengan pradiabetes, Anda dapat mengurangi risiko
terkena diabetes tipe 2 dengan nasihat praktis dan dukungan dari ahli
kesehatan.
5. Patofisiologi
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya
belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting
dalam munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan
faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas
fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare,
2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015). Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik
Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan Bare, 2015). Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan
progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti:
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat
tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama
bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi DM jangka panjang (misalnya,
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
6. Pathway Diabetes Melitus
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2
akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik
(PERKERNI, 2015)
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),
disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+)
kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas
plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+), anion
gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari
berdebar-debar, banyak keringat, gementar, rasa lapar, pusing, gelisah,
dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada
pasien DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup
lebih lama. Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama
akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum
komplikasi jangka panjang terdiri dari :
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan
plak ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat
timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi
epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan
orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada
hubungan dengan control kadar gula darah yang baik. Tetapitelah
terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu
factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar
insulin dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi
semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan
risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati
mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah pembuluh darah
jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak atau
stroke, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga dikenal
sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam
timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015)
2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati
diabetik dan nefropati diabetik. Retinopati diabetic dibagi dalam 2
kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan retinopati proliferatif.
Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai
adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai
dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat
dan adanya hipoksia retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah
gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah.
Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5
gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang
spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring,
sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam
kemih (albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat
menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah
(Smeltzer dan Bare, 2015).
3) Neuropati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi
serius akibat DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting
adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya
mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang
sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan,
pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal,
perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki
(PERKENI, 2015).
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid (mengukur kadar
lemak dalam darah), melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan
disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2- 4
minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi
kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi
farmakologik dengan obat - obat anti diabetes oral atau suntikan insulin
sesuai dengan indikasi (PERKENI, 2015).
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosas darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
menghindari terjadinya komplikasi.
Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes.
Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
a. Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes.
Dengan mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes,
gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes,
penderita diharapkan dapat lebih menyadari pentingnya pengendalian
diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan
diabetes.
b. Pengaturan makan (Diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk
mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat
badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes dapat dihindari,
sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses makan itu sendiri.
c. Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga
membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga
memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh
penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah dicapai.
d. Obat / Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula
darah tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba
menerapkan gaya hidup sehat di atas. Obat juga digunakan atas
pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada
komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan kadar gula darah yang
terlampau tinggi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala:

 Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan


 Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
Tanda :

 Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan


aktivitas
 Letargi / disorientasi, koma
 Penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi
Gejala:
 Adanya riwayat hipertensi
 Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
 Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda:
 Takikardia
 Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
 Nadi yang menurun / tidak ada
 Disritmia
 Krekels
 Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
c. Integritas Ego
Gejala:
 Stress, tergantung pada orang lain
 Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda: Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala:
 Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
 Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
 Nyeri tekan abdomen
 Diare
Tanda: Urine encer, pucat, kuning : poliuri
e. Makanan / cairan
Gejala:
 Hilang nafsu makan
 Mual / muntah
 Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa /
karbohidrat.
 Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
 Haus
 Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda: Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati
g. Pernafasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung ada tidaknya infeksi)
Tanda:

 Lapar udara
 Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
 Frekuensi pernafasan
h. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal; ulkus kulit
Tanda:

 Demam, diaphoresis
 Kulit rusak, lesi / ilserasi
 Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia (SDKI: D. 0023)
b. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)
d. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)
e. Gangguan intergritas kulit (SDKI: D.0129)
f. Resiko infeksi (SDKI: D. 0142)
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan
N Diagnos dan
Intervensi
O a Kriteria
Hasil
1 Hipovole Luaran Manajemen hipovolemia (SIKI: I.03116)
mia utama: Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume
(SDKI: Status cairan intrakuler
D.0023) cairan. Observasi:
(SLKI:  Periksa tanda dan gejala hipovolemia. ( mis. Frekuensi nadi
L.03028); meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
Defenisi: tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
Kondisi mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit
volume meningkat, haus, lemah).
cairan  Monitor intake dan output cairan.
intravaskul Terapeutik:
er,  Hitung kebutuhan cairan
interstisial,  Berikan posisi modified trendelenbung
dan/atau  Berikan asupan cairan oral
intraseluler Edukasi:
.  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Ekspektasi  Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
: membaik. Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCI, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCI 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah.

Manajemen Syok Hipovolemik (SIKI: I. 02050)


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola ketidakmampuan
tubuh menyediakan oksigen dan nutrien untuk
mencukupikebutuhan jaringan akibat kehilangan cairan/darah
berlebih. Tindakan:
Observasi:
 Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas, TD)
 Monitor status oksigenasi
 Monitor status cairan
 Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
 Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity defomitas, open wound/ luka, tendermess/nyeri
tekan, swelling/bengkak
Terapeutik:
 Pertahankan jalan napas
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen>94%
 Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perluh
 Lakukan penekanan langsung pada pendarahan eksternal
 Berikan posisi syok
 Pasang jalur IV berukuran besar (mis. No 14 atau 16)
 Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastric untuk dekomprelambung
 Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan eletrolit
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
 Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kgBB
pada anak
 Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
2 Defisit Luaran Manajemen nutrisi (I. 03119)
nutrisi utama: Defisi: mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
(SDKI: Status seimbang Tindakan
D. 0019) nutrisi Observasi:
(SLKI:L.  Identifikasi status nutrisi
03030)  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Defenisi:  Identifikasi kebutuhan kalori dan Janis nutrient
Keadekuat  Identifikasi perluhnya penggunaan selang nasogastric
an asupan  Monitoring asupan makanan
nutrisi  Monitoring berat badan
untuk  Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium
memenuhi Terapeutik:
kebutuhan
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
metabolis
 Fasilitasi menentukan pedoman diet.
me.
Ekspetasi:  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
membaik  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
 Berikan suplemen makanan, jika perlu.
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk, jika perlu
 Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiametik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuhkan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Promosi berat badan( SIKI: I. 03136) Defenisi: memfasilitasi


peningkatan berat badan Tidakan

Observasi:
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
Terapeutik:
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika
perlu
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis.
Makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblender,
makanan cair yang di berikan melalui NGT atau
gastrotomi, total parental nutrition sesuai indikasi)
 Hidangkan makanan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan
yang di capai
Edukasi:
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan.
3 Ketidakst Luara Manajemen Hiperglikemia (SIKI: I. 03115)
abilan utama: Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah
kadar Kestabilan di atas normal. Tindakan
glukosa kadar Observasi:
darah glukosa  Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
(SDKI: darah  Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
D.0027) (SLKI: meningkat (mis. Penyakit kambuhan).
L.03022)  Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Definisi:  Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Polyuria,
kadar gula polydipsia, kelemahan malaise, pandangan kabur, sakit
darah, kepala)
berada  Monitor in take dan output 6. Monitor keton urin, kadar
pada analisa gas darah, eletrolit, tekanan darah ostostatik dan
rentang frekuensi nadi
normal. Terapeutik:
Ekspektasi  Berikan asupan cairan
meningkat  Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
 Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
 Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine,
jika perlu
 Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Manajemen hipoglikemia(SIKI: I. 03115)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah
rendah. Tindakan Observasi:
 Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
 Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik:
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Berikan glucagon, jika perlu
 Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pertahankan akses IV, jika perlu
Edukasi:
 Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
penyusuaian program pengobatan.
 Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral dan
olahraga
 Ajarkan pengelolaan hipglikemia (mis. Tanda dan gejala,
factor resiko, dan pengobatan hipoglikemia)
 Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia(mis. Mengurangi insulin/agen oral dan/atau
meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga)
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
 Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu
4 Nyeri Tingkat Manajemen Nyeri (SIKI: I.14518) Defenisi: mengidentifikasi
akut nyeri dan mengelola sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
(SDKI: (SLKI: L. kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau
D. 0077) 08066) lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
Definisi: Observasi:
pengalama  Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas,
n sensorik insensitas, nyeri
atau  Identifikasi skala nyeri
emosional  Identifikasi respons nyeri non verbal
yang  Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
berkaitan nyeri
dengan  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
kerusakan  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
jaringan  Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup
actual atau
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di
fungsional
berikan
dengan
 Monitor efek samping penggunaan obat analgesic
onset
Terapeutik:
mendadak
atau  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
lambat dan nyeri
berintensit  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
as ringan  Fasilitasi istirahat dan tidur
hingga  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
berat dan strategi meredakan nyeri
konsten. Edukasi:
Ekspektasi  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
: menurun  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesic
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian analgesic.

Pemberian analgesic (SIKI: I.08243) Defenisi: menyiapkan


dan memberikan agen farmakologis untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit.
Observasi:
 Identifikasi karakteristik nyeri
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesic 5. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik:
 Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal,jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau bolus
obloid untuk mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak di inginkan
Edukasi:
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
5 Ganggua Luaran Perawatan kulit (SIKI: I. 11353)
n utama: Defenisi: mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
integritas Integritas keutuhan, kelembaban dan mencegah perkembangan
kulit Kulit dan mikroorganisme.
(SDKI: jaringan Observasi:
D.0129) (SLKI:L.1  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
4125) Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
Defenisi: kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan
keluhan mobilitas)
kulit Terapeutik:
(dermis  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
dan/atau  Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang. Jika
epidermis) perlu
atau  Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
jaringan periode diare
(membram  Gunakan produk berbagan petroleum atau minyak pada
mukosa, kulit kering
kornea,  Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalengik
fasia, otot, pada kulit sensitive
tenton,  Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
tulang, Edukasi:
kartilego,
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lation, serum)
kapsul
 Anjurkan minum air yang cukup
sendi,
dan /atau  Anjurkan meningkatkan buah dan sayuran
ligament).  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstriem
Ekspektasi  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
: berada di luar rumah
meningkat  Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
Perawatan luka (SIKI: I. 14564) Defenisi: mengidentifikasi
dan meningkatkan penyembuhan luka serta mencegah,
terjadinya komplikasi luka.
Observasi:
 Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran,
warna,ukuran, bau).
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Cukur rambut disekitar area luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nopn
toksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perluh
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/harridan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit A, vit B,
vit C, zinc, asam amino). sesuai indikasi 12. Berikan
terapi TENS ( stimulus saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi:
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
 Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
 Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, outolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotic
6 Risiko Luaran Pencegahan Cedera (I.14537)
Cedera utama: Definisi: Mengidentifikasi dan menurunkan risiko mengalami
(SDKI:D Tingkat bahaya atau kerusakan fisik
. 0136) Cedera Observasi
(L.14136)  Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
Definisi menyebabkan cedera
Keparahan  Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
dari cedera  Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stocking elastis pada
yang ekstremitas bawah
diamati Terapeutik
atau  Sediakan pencahayaan yang memadai
dilaporkan.  Gunakan lampu tidur selama jam tidur
Ekspektasi  Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan
Menurun ruang rawat (mis. penggunaan telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan lokasi kamar mandi)
 Gunakan alas lantai jika beriko mengalami cedera serius
 Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat
tidur, jika perlu
 Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat
digunakan
 Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi
terkunci
 Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
 Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau
alarm sensor pada tempat tidur atau kursi
 Diskusikan mengenal latihan dan terapi fisik yang
diperlukan
 Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
(mis. tongkat atau alat bantu jalan)
 Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit sebelum berdiri
7 Resiko Luaran Pencegahan Infeksi (SIKI: I.14539)
infeksi utam: Defenisi: mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang
(SDKI:D Tingkat organisme palogenik
. 0142) infeksi Observasi:
(L.141337)  Monitor dan dan gejala infeksi local dan sistemtik
Defenisi: Terapeutik:
derajat  Batasi jumlah pengunjung
infeksi  Berikan perawatan kulit pada area edema
berdasarka  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
n observasi dan lingkungan
atau  Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi
sumber Edukasi:
informasi.  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ekspektasi  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
: Menurun
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Diabetes guidelines. Diabetes Care. (2016). S1–


106.
M.Clevo Rendy Margaret TH. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam (Nurha Medi).
PERKERNI. (2015). Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia (PERKERNI).
Rodriguez-Saldana, J. (2019). Preface: A New Disease? In The Diabetes
Textbook.
Susanti, N. (2019). Bahan Ajar Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Uin
Sumatra Utara Medan. http://repository.uinsu.ac.id/8753/1/DIKTAT EPTM
dr.NOFI SUSANTI%2C M.Kes.pdf
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Walker, R. (2020). The Diabetes Handbook

Anda mungkin juga menyukai