MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN Tn. R DENGAN KASUS DIABETES MILITUS DI RUANG
AROFAH RSM SITI KHODIJAH
Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah
Dosen pembimbing : Dhina Widayati, S.Kep.,Ns.M.Kep.
Oleh:
Nama: Yuhana Cindy Prastika
Nim: 202001063
Mengetahui,
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar gula (glukosa) darah atau hiperglikemia (Jonathan,
2019).
Diabestes Melitus adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tubuh tidak
dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin
dan di diagnosis dengan mengamati peningkatan kadar glukosa dalam
darah (Azis, 2020).
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan 3 cara yaitu jika terdapat keluhan
klasik, pemeriksaan glukosa plasma sewaktu =200 mg/dL sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM, yang kedua bila pemeriksaan glukosa
plasma puasa =126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik dan yang ketiga
tes toleransi glukosa oral (TTGO) >200mg/dL (American Diabetes
Association. Diabetes Guidelines. Diabetes Care, 2016).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut (Walker, 2020) Diabetes Melitus diklasifikasikan dalam 8
kategori Klinis diantaranya:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin karena
sel-sel penghasil insulin di pankreas telah dihancurkan. Hal ini
disebabkan oleh respons autoimun di mana sistem kekebalan secara
keliru menyerang sel-sel yang mensekresi insulin. Penyebab reaksi ini
belum diketahui. Terlepas dari orang yang memiliki kerusakan pada
pankreas, diabetes tipe 1 hanya terjadi pada mereka yang memiliki
kecenderungan genetik terhadap kondisi tersebut. Diabetes tipe 1
tampaknya datang tiba-tiba, tetapi penghancuran sel-sel penghasil
insulin dapat dimulai beberapa bulan atau tahun sebelumnya, dan baru
sekitar 80 persen atau lebih dari sel-sel ini telah dihancurkan sehingga
gejala biasanya muncul.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada jenis diabetes ini, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup
insulin atau sel kurang dapat meresponsnya. Ini berarti glukosa tetap
berada di dalam darah dan tidak dapat digunakan untuk energi.
Awalnya, pankreas merespons resistensi insulin dengan memproduksi
lebih banyak insulin, tetapi seiring waktu, pankreas tidak dapat
mengatasi peningkatan permintaan.
c. Diabetes gestasional
Diabetes yang muncul pertama kali dalam kehamilan dikenal sebagai
diabetes gestasional. Terkadang, diabetes tipe 1 atau tipe 2 tidak
terdiagnosis sebelum kehamilan. Kemunculan sekitar 24-28 minggu,
dan menghilang saat bayi lahir. Saat hamil, tubuh meningkatkan
glukosa darahnya untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sedang
tumbuh dan dibutuhkan lebih banyak insulin. Namun, hormon yang
diproduksi oleh plasenta membuat insulin menjadi kurang efektif. Jika
produksi insulin tidak dapat mengatasi penurunan efektivitas ini,
glukosa tetap berada dalam darah dan diabetes gestasional berkembang.
Kondisi ini mungkin tidak menimbulkan gejala tetapi akan terdeteksi
selama pemeriksaan antenatal rutin.
d. Kematangan Diabetes Pada Anak Muda
Umumnya dikenal sebagai MODY (Maturity Onset Diabetes of the
Young), ini adalah jenis diabetes genetik langka yang terjadi pada
orang di bawah 25 tahun yang memiliki riwayat keluarga diabetes
setidaknya dalam dua generasi. MODY sering secara tidak sengaja
didiagnosis sebagai diabetes tipe 1 atau tipe 2. Selain itu, MODY sering
kali dirawat dengan insulin ketika pada banyak orang dapat berhasil
dikelola dengan obat diabetes lain atau, pada beberapa orang, tanpa obat
apa pun.
e. Diabetes autoimun laten pada orang dewasa
LADA (Latent autoimmune diabetes in adults) memiliki ciri-ciri
diabetes tipe 1 dan tipe 2 sehingga kadang-kadang disebut sebagai
“diabetes tipe satu setengah”. LADA biasanya berkembang dari usia
30-an dan seterusnya. Seperti tipe 1, ini terjadi karena pankreas berhenti
memproduksi insulin, yang diduga disebabkan oleh sistem kekebalan
yang menyerang sel-sel penghasil insulin. Namun, tidak seperti tipe 1,
sel penghasil insulin terus memproduksi insulin selama berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun. Gejala LADA khas diabetes dan
cenderung datang secara bertahap: kelelahan terus-menerus; buang air
kecil berlebihan haus terus menerus; dan penurunan berat badan.
f. Diabetes neonatal
Jenis diabetes ini sangat jarang dan didefinisikan sebagai diabetes yang
didiagnosis sebelum usia 6 bulan. Ini disebabkan oleh mutasi genetik
yang mempengaruhi produksi insulin. Ada dua jenis kondisi yaitu:
sementara dan permanen. Pada tipe sementara, kondisi biasanya
menghilang pada usia sekitar 12 bulan. Jenis permanen seumur hidup.
g. Diabetes sekunder
Diabetes yang diakibatkan oleh masalah kesehatan lain atau perawatan
medis dikenal sebagai diabetes sekunder. Ada berbagai kemungkinan
penyebab, termasuk infeksi virus yang menghancurkan sel-sel
penghasil insulin di pankreas.
h. Pradiabetes
Istilah "pradiabetes" mengacu pada glukosa darah yang sedikit
meningkat tetapi tidak cukup tinggi untuk digolongkan sebagai
diabetes.
3. Etiologi Diabetes Melitus
Etiologi Diabetes Melitus Menurut (Susanti,2019) diantaranya:
a. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit
Diabetes Melitus. Sekitar 50% penderita diabetes tipe 2 mempunyai
riwayat keluarga dengan diabetes. Diabetes tipe 2 lebih banyak
kaitannya dengan faktor genetik dibanding diabetes tipe 1.
b. Obesitas
Semakin banyak jaringan lemak, maka jaringan tubuh dan otot akan
semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama jika lemak tubuh
terkumpul di daerah perut. Lemak ini akan menghambat kerja insulin
sehingga gula tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam
peredaran darah.
c. Pola Hidup
Pola makan yang terbiasa dengan makanan cepat saji dan banyak
mengandung lemak dan kalori tinggi sangat berpotensi untuk
meningkatkan resiko terkena diabetes. Hal ini diyakini sebagai faktor
terbesar untuk seseorang mudah terserang penyakit berat baik diabetes
maupun penyakit berat lainnya. Di samping itu aktivitas fisik yang
rendah juga berpotensi untuk seseorang terjangkit penyakit diabetes.
Selain itu, stress juga meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan sumber energi yang berakibat pada kenaikan
kerja pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan
insulin.
d. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis pada usia setelah
40 tahun. Penurunan ini yang berisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas yang memproduksi insulin. Biasanya mengalami DM tipe II.
Dimana bertambahnya usia seiring dengan banyaknya paparan yang
mengenai seseorang dari unsur-unsur di lingkungannya terutama
makanan.
e. Riwayat endokrinopati
Riwayat endokrinopati yaitu adanya riwayat sakit gangguan hormone
(endokrinopati) yang melawan insulin seperti peningkatan glukagon,
hormone pertumbuhan, tiroksin, kortison dan adrenalin.
f. Riwayat infeksi pankreas
Riwayat infeksi pankreas yaitu adanya infeksi pancreas yang mengenai
sel beta penghasil insulin. Infeksi yang menimbulkan kerusakan
biasanya disebabkan karena virus rubella, dan lain-lain.
g. Konsumsi Obat-obatan
Konsumsi obat yang dimaksud ialah riwayat mengonsumsi obat-obatan
dalam waktu yang lama seperti adrenalin, diuretika, kortokosteroid,
ekstrak tiroid dan obat kontrasepsi.
h. Kebiasaan Merokok
Rokok mengandung zat adiktif yang bernama nikotin. Asupan nikotin
dapat meningkatkan kadar hormon seperti kortisol, yang dapat
mengganggu efek insulin.
4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Menurut (Black, 2014 dan Smeltzer et al,2013) manifestasi klinis diabetes
melitus diantaranya:
a. Poliuria (sering buang air kecil).
b. Polydipsia (rasa haus yang berlebih).
c. Polifagia (rasa lapar yang berlebih).
d. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan.
e. Pada kulit pasien DM akan mengalami kering, lesi kulit atau luka yang
lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit.
f. Sakit kepala.
g. Mengantuk.
h. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
i. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf juga sering di alami oleh pasien DM.
5. Patofisiologis
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oeh
hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(polyuria) dan rasa haus (polydipsia).
Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolism protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin yang mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut (Tim Pokja PPNI SDKI,2018), diantarnya:
1. D.0027 Ketidakstabilan kadar gula darah
2. D.0009 Perfusi parifer tidak efektif
3. D.0129 Gangguan integritas kulit/jaringan
4. D.0111 Defisit pengetahuan
5. D.0142 Risiko infeksi
6. D.0077 Nyeri akut
7. D.0056 Intoleransi aktivitas
8. D.0109 Defisit Perawatan Diri
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. D.0027 L.05022 Kestabilan kadar I.03115 Manajemen
Ketidakstabilan gula darah SetelahHiperglikemia
kadar gula darah dilakukan intervensiObservasi
keperawatan selama 3 X 1. Identifikasi kemungkinan
24 jam maka Kestabilan penyebab hiperglikemia
kadar gula darah2. Monitor kadar gula darah
meningkat, dengan 3. Monitor tanda dan gejala
Kriteria Hasil: hiperglikemia
4. Monitor intake dan output
1. Kesadaran (5) cairan
2. Mengantuk (5) Terapeutk
3. Pusing (5) 5. Konsultasikan dengan medis
4. Lelah/ lesu (5) jika tanda dan gejala
5. Keluhan lapar (5) hiperglikemia tetap ada atau
6. Gemeter (5) memburuk
7. Berkeringat (5) Edukasi
8. Mulut kering (5) 6. Anjurkan hindari olahraga jika
9. Rasa haus (5) gula darah lebih dari 250mg/dl
10. Kadar glukosa darah 7. Anjurkan monitor gula darah
(5) secara mandiri
8. Anjurkan kepatuhan diet dan
olahraga
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian insulin
2. D.0009 L.02011 I.03121 Pemantauan Cairan
Perfusi Parifer Perfusi Parifer Observasi:
Tidak Efektif Setalah dilakukan 1. Monitor frekuensi nadi
intervensi selama 3x24 2. Monitor frekuensi napas
jam, maka perfusi parifer 3. Monitor tekanan darah
meningkat dengan kriteria 4. Monitor pengisian kapiler
hasil : 5. Monitor elastisitas atau turgor
1. Denyut nadi Parifer (5) kulit
2. Sensasi (5) 6. Monitor jumlah, warna urin.
3. Warna kulit pucat (5) 7. Identifikasi tanda-tanda
4. Pengisian kapiler (5) hipovolemia
5. Akral (5) 8. Identifikasi tanda-tanda
6. Turgor kulit (5) hipervolemia
7. Tekanan darah 9. Identifikasi faktor resiko
diastolik (5) ketidakseimbangan cairan.
8. Tekanan darah sistolik Terapeutik
(5) 10. Atur waktu pemantauan
cairan dengan konsisi pasien
11. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
12. Informasikan hasil
pemantauan cairan
3. D.0109 Defisit L.11103 Perawatan diri I.11345 Dukungan perawatan diri
perawatan diri Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan 1. Monitor tingkat kemandirian
selama 3 X 24 jam Terapeutik
maka perawatan diri 2. Sediakan lingkungan yang
meningkat, terapeutik (suasana hangat,
Kriteria Hasil: rileks, privasi)
1) Kemampuan ke toilet 3. Dampingi dalam melakukan
(BAB/BAK) (5) perawatan diri sampai mandiri
2) Minat melakukan 4. Fasilitas untuk menerima
perawatan diri (5) keadaan ketergantungan
3) Mempertahankan 5. Jadwalkan rutinitas perawatan
kebersihan diri (5) diri
Edukasi
6. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung danmeningkatkan status kesehatan pasien (Potter, 2009).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk beradaptasi dalam implementasi asuhan keperawatan.
Selama tahap implementasi, perawat akan terus melakukan pengumpulan
data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
pasien (Nursalam, 2011).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain sebagai
berikut:
1. Secara Mandiri (Independent). Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan
menanggapi reaksi karena adanya stressor .
2. Saling ketergantungan (Interdependent) Tindakan keperawatan atas
dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter, fisioterapi, dan lain lain.
3. Rujukan Ketergantungan (Dependent) Tindakan keperawatan atas dasar
rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan
lainnya.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut (Wijaya & Putri,2013) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi
dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif,
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan yang telah
ditentukan Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP yaitu sebagai
berikut :
S : Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang
kontradiksi terhadap masalah yang ada.
P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien.
DAFTAR PUSTAKA
ADA (American Diabetes Association). 2016. Standards of Medical Care in
Diabetes 2016. Diabetes Care,39;1.
Andra Saferi Wijaya. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Astuti, Anita. 2017. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Mellitus Di Poli Penyakit Dalam RSUD Jombang.
Diakses 08Januari 2020 dari http://repo.stikesicme
Azis, W. A., Muriman, L. Y., & Burhan, S. R. 2020. Hubungan Tingkat
Pengetahuan dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal
Bakri & Maria, H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka
Mahardika.Penelitian Perawat Profesional, 2(1), 105–114.
Black, M. Joyce&Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Buku
2. Elsevier : Singapore.
Jonathan , Kevin , Kuswinarti , and Natalia Mulyani Nanny Soetedjo. 2019. "Pola
Penggunaan Antidiabetes Oral Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Kota Bandung Tahun 2017. Bandung
PERKENI. 2021. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 Dewasa di Indonesia (1st ed.). PB. PERKENI.
https://pbperkeni.or.id/unduhan
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah.(vol. 2). Jakarta : EGC
Susanti, E. F. N. (2019). Gambaran faktor risiko terjadinya diabetes melitus pada
penderita diabetes melitus tipe 2. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
1–14. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/71368
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Yunita Sari 2015 Perawatan Luka Diabetes. Yogyakarta : Graha Ilmu PPNI 2016
Standar Diagnosa Keperawatan Intervensi Edisi 1 : Jakarta