Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN LENGKAP

PRATIKUM ANATOMI DAN


FARMAKOLOGI
“ANTIDIABETES”

KELOMPOK I
GOLONGAN II
TRANSFER 2023

ASISTEN : WAFIQ AZIZAH

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMARISAH MADANI
MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) atau diabetes merupakan penyakit kelainan


metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa yang
tinggi dalam darah) karena kekurangan insulin, resistensi insulin atau
keduanya. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel β pankreas
untuk mengontrol glukosa darah melalui pengaturan penggunaan dan
penyimpanan glukosa. Penyebab utama kekurangan insulin karena
adanya kerusakan pada sel β pankreas, yaitu sel yang berfungsi untuk
memproduksi insulin. Selain itu DM dapat juga disebabkan oleh resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk
merangsang penggunaan glukosa atau turunnya respons sel target,
seperti otot, jaringan, dan hati terhadap kadar insulin fisiologis (Dudi
Hardianto, 2020).
DM merupakan penyakit yang berbahaya, karena dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan, organ, disfungsi
mata, ginjal, sistem saraf, dan pembuluh darah. Prevalensi diabetes terus
meningkat sehingga berdampak pada kehidupan dan kesejahteraan
individu, keluarga, dan masyarakat di seluruh dunia. DM termasuk 10
besar penyakit penyebab kematian pada orang dewasa. Pada tahun 2017,
pengeluaran biaya kesehatan secara global untuk diabetes mencapai
USD 727 milyar. Penderita diabetes meningkatkan risiko terjadinya
penyakit lain seperti jantung, gangguan sistem kardiovaskular, obesitas,
katarak, gangguan ereksi, penyakit hati, kanker, dan penyakit infeksi (Dudi
Hardianto, 2020).
Pradiabetes adalah kondisi gangguan metabolisme yang ditandai
dengan kadar glukosa darah berada di antara normal dan diabetes.
Ciri- ciri pradiabetes mempunyai kadar glukosa puasa (6,1 – 6,9
mmol/L), kadar glukosa toleransi (7,8 – 11,0 mmol/L), dan kadar
hemoglobin terglikasi atau hemoglobin yang berikatan dengan glukosa
(HbA1C) 6,0 –
6,4%. Penderita pradiabetes dapat menjadi diabetes tetapi sebagian
besar akan kembali normal. Penderita pradiabetes meningkatkan risiko
menderita penyakit kardiovaskular dan gangguan pada sistem saraf.
Individu yang didiagnosis gangguan glukosa puasa dan gangguan
toleransi glukosa memiliki risiko yang lebih tinggi menderita diabetes dan
kardiovaskular dibandingkan individu dengan gangguan glukosa puasa
atau gangguan toleransi glukosa saja (Dudi Hardianto, 2020).
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan
makan disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum
dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan
intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan
insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan
tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan
indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa
darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah
mendapat pelatihan khusus untuk itu. (Pudjibudojo. J.K, dkk. 2013)
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui jenis,
nama,fungsi serta dapat mengetahui cara kerja obat antidiabetes
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana penggolongan obat dari obat antidiabetes
serta macam macam obat antidiabetes dan mekanisme kerja obat,
obat yang bekerja pada penderita diabetes serta mengetahui cara
pengujian obat antidiabetes pada hewan percobaan.
I.3 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu mengetahui dan
bagaimana penggolongan obat dari obat antidiabetes serta macam
macam obat antidiabetes dan mekanisme kerja obat, obat yang
bekerja pada penderita diabetes serta mengetahui cara pengujian obat
antidiabetes pada hewan percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum

II.1.2 Defenisi antidiabetes


Antidiabetes merupakan suatu aktivitas yang diberikan oleh senyawa
tertentu yang dapat mengobati penyakit diabetes. Diabetes mellitus (DM)
merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada dewasa yang
membutuhkan supervisi medis berkelanjutan dan edukasi perawatan
mandiri pada pasien. Diabetes melitus disebut sebagai non communicable
disease merupakan penyakit tidak menular yang sering diderita oleh
masyarakat pada saat ini. Diagnosis dari penyakit diabetes melitus
diperoleh dari keluhan dan gejala yang khas serta ditambah dari hasil
pemeriksaan glukosa darah yang tinggi.
Secara umum diabetes terbagi atas dua jenis yaitu, diabetes tipe 1
dan diabetes tipe 2. Pada Diabetes Melitus tipe 1, pankreas kurang atau
tidak memproduksi insulin, karena terjadi masalah gentik, virus atau
autoimun. Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada orang yang
usianya lebih muda, meskipun dapat juga terjadi pada orang dewasa.
Pada kondisi seperti ini, penderita akan selalu memerlukan suntikan
insulin ke tubuhnya. Satu dari sepuluh orang penderita diabetes
mengalami diabetes jenis ini atau disebut dengan diabetes
ketergantungan insulin. Diabetes melitus tipe 1 merupakan hasil dari
reaksi autoimun terhadap protein sel pankreas. Pada diabetes tipe 1 sel
beta pancreas telah di hancurkan oleh proses autoimun, sehingga insulin
tidak dapat di produksi. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi karena
kombinasi kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap
insuliun atau berkurangnya sensitivitas terhadap insulin. Sistem pankreas
tetap menghasilkan insulin walaupun kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relative. Faktor risiko utama pada tipe dua
adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita diabetes tipe ini
mengalami obesitas (Lestari, 2021).
II.2 Klasifikasi Diabetes
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk
diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simptoma (Namira & Ira
2020):
a) Diabtes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh gangguan sel beta pankreas yang
menyebabkan defisiensi insulin berat atau kurangnya produksi insulin.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada DM tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya
infeksi pada tubuh. Saat ini, DM tipe 1 hanya dapat diobati dengan
menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat
glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
b) Diabtes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 ini banyak ditemukan pada usia dewasa. Biasanya
terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia
diatas 20 tahun. DM tipe ini bukan disebabkan karena kurangnya
produksi insulin, tetapi insulin bisa diproduksi dalam jumlah yang
cukup hanya saja tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara
efektif. DM tipe ini dikarenakan adanya kelainan metabolisme yang
disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang
mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin,
resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi
GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel
jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin
serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun
meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering
terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang
ditemukan pada manusia.
c) Diabetes Gestasional
Diabetes tipe ini terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh
setelah melahirkan. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin
atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan
hidup. Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari
semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa
perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan
permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran
yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita
penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan
secara medis sepanjang kehamilan. Resiko Fetal/Neonatal yang
dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir seperti
berhubungan dengan jantung, sistem saraf pusat, dan bentuk cacat
otot.
II.3 Patofisiologi Diabetes Melitus
II.3.1 Diabetes Melitus Tipe I
Pada jenis Diabetes Mellitus tipe I, terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Kadar gula dalam darah
ditemukan tinggi karena glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati. Hal ini dikarenakan insulin tidak diproduksi
dalam jumlah yang cukup sehingga tidak mampu menstimulasi
penyerapan glukosa ke sel seperti sel oto, ginjal, lemak dan hati
sehingga glukosa banyak ditemukan dalam darah. Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar dan berakibat glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat 6
mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori, gejalalainnya mencakup kelelahan dan kelemahan
(Namira & Ira 2020).
II.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pada jenis Diabetes tipe II, terdapat dua masalah utama yaitu
yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Atau dengan perkataan lain resistensi insulin artinya
pankreas tetap memproduksi insulin tetapi sel-sel tubuh tidak
menyerap glukosa sebagaimana mestinya sehingga terjadi
penumpukan glukosa dalan darah. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian bila sel sel beta tidak
mampu untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes tipe II
(Namira & Ira 2020).
II.3.3 Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Patofisiologi terjadinya Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
belum dipahami secara menyeluruh, tetapi kerusakan sel beta yang
menjadi nyata dengan adanya resistensi insulin fisologi dalam
kehamilan diduga merupakan kontributor yang penting.
II.4 Mekanisme Sekresi Insulin
Peningkatan glukosa darah menginduksi peningkatan
metabolisme glukosa dalam sel beta, sehingga terjadi peningkatan
produksi ATP melalui beberapa sumber: glikolisis, oksidasi glukosa
mitokondria, dan pengangkutan aktif ekuivalen reduksi dari sitosol ke
rantai transpor elektron mitokondria. Peningkatan yang dihasilkan
pada rasio ATP/ADP menghambat ATPsensitive K+ channel sehingga
mengakibatkan depolarisasi membran plasma, kemudian terjadi
pembukaan voltage-gated Ca2+ channel diikuti dengan masuknya
Ca2+ ekstrasel yang berfungsi untuk mengaktifkan eksositosis granul-
granul (Namira & Ira 2020).
Gambar 1. Sekresi insulin (Jensen M.V, et al.2018)

II.5 Transporter Glukosa


Glukosa adalah sumber energi utama bagi sebagian besar sel dan
substrat penting untuk banyak reaksi biokimia. Karena glukosa merupakan
kebutuhan setiap sel tubuh, begitu pula pengangkut glukosa. Akibatnya,
semua sel mengekspresikan protein penting ini di permukaannya. Dalam
beberapa tahun terakhir, perkembangan genetika telah memberikan
pencerahan baru mengenai tipe dan fisiologi berbagai transporter glukosa,
yang mana terdapat dua tipe utama—sodium-glucose linked transporter
(SGLTs) dan memfasilitasi difusi glukosa transporter (GLUT)—yang dapat
dibagi menjadi lebih banyak subkelas. Transporter berbeda dalam hal
kekhususan substrat, distribusi dan mekanisme pengaturannya.
Pengangkut glukosa juga mendapat banyak perhatian sebagai target
terapi untuk berbagai penyakit (Archana,2015).
II.6 penggolongan Obat
Antidiabetik oral Untuk menangani pasien DM dilakukan dengan
menormalkan kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Indikasi
antidiabetik oral adalah terutama ditujukan untuk membantu penanganan
diabetes melitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes melitus
(NIDDM) ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan
pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan
ini ditambahkan bila setelah 4- 8 minggu upaya diet dan olah raga
dilakukan, kadar gula darah tetap diatas 200 mg% dan HbA1c diatas 8%.
Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antidiabetik oral dapat dibagi
menjadi 5 golongan, yaitu (Tjay, 2015):
a) Sulfonilurea Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau
Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu
kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar
melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa. Obat ini hanya
efektif pada penderita NIDDM ( tidak tergantung insulin) yang tidak
begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Contoh
obat golongan sulfonilurea antara lain tolbutamida, klorpropamida,
tolazamida, glibenklamida, glikazida, glipizida
b) Biguanida Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia,
mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan sulfonilurea,
keduanya tidak dapat dipertukarkan. Efek utamanya adalah
menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa dijaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen,
maka hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas
c) Penghambat enzim α-glikosidase Obat golongan penghambat enzim
α-glikosidase ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin,
dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-
glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan
glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM
d) Thiazolidindion Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa penurunan
kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi
insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan
glukosa ke dalam jaringan lamak dan otot meningkat
e) Miglitinida : Repaglinida Repaglinid dan Nateglinid merupakan
golongan meglinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea
tetapi struktur kimianya sangat 12 berbeda. Golongan ADO ini
merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent
di sel beta pankreas
Insulin Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet
atau pengobatan oral, kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat
efektif. Insulin kadang kala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama
kehamilan. Namun pada pasien dengan tipe 2 yang memburuk, maka
penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Insulin merupakan
hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan,
menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa. Ada 3 macam
sediaan insulin yaitu:
a) Insulin kerja singkat (short-acting): mula kerja relatif cepat, yaitu
insulin soluble, insulin lispro dan insulin aspart.
b) Insulin kerja sedang (intermediate-acting): misalnya insulin isophane
c) Insulin kerja panjang dengan mulai kerja lebih lambat: misalnya
glargir, detemir.
II.7 Pengobatan Diabetes Melitus
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia sampai saat ini
penanganan diabetes mellitus dilakukan terutama dengan
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal. Pendekatan
terapi tergantung pada tipe diabetes. Pada diabetes tipe I penanganan
dilakukan dengan insulin, sedangkan pendekatan farmakologis utama
untuk mengatasi diabetes mellitus tipe II adalah penggunaan obat Anti-
Diabetes Oral (ADO). Pengobatan DM tipe II sering mengharuskan
penggunaan terapi beberapa obat antidiabetes oral (terapi tunggal
maupun kombinasi), termasuk terapi kombinasi obat antidiabetes oral
yang berbeda golongan atau kombinasi dengan insulin untuk mencapai
kadar gula glukosa darah normal (Dhiya & Rida, 2022).
II.8 Faktor Yang Menyebabkan DM
Faktor risiko diabetes melitus atau DM antara lain (Ikrimah & Endah,
2019) :
a) Obesitas, tanda utama yang menunjukkan seseorang dalam keadaan
pradiabetes. Obesitas merusak pengaturan energi metabolisme
dengan dua cara, yaitu menimbulkan resistensi leptin dan
meningkatkan resistensi insulin. Leptin adalah hormon yang
berhubungan dengan gen obesitas. Leptin berperan dalam
hipotalamus untuk mengatur tingkat lemak tubuh dan membakar
lemak menjadi energi. Orang yang mengalami kelebihan berat badan,
kadar leptin dalam tubuh akan meningkat.
b) Faktor genetic, keturunan atau genetik merupakan penyebab utama
diabetes. Jika kedua orang tua memiliki DM, ada kemungkinan bahwa
hampir semua anak-anak mereka akan menderita diabetes. Pada
kembar identik, jika salah satu kembar mengembangkan DM, maka
hampir 100% untuk kembar yang lain berpotensi untuk terkena DM
tipe 2
c) Usia, salah satu faktor yang paling umum yang mempengaruhi
individu untuk mengalami diabetes. Faktor resiko meningkat secara
signifikan setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia ini
individu kurang aktif, berat badan akan bertambah dan massa otot
akan berkurang sehingga menyebabkan disfungsi pankreas. Disfungsi
pankreas dapat menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah
karena tidak diproduksinya insulin
d) Makanan, tubuh secara umum membutuhkan diet seimbang untuk
menghasilkan energi untuk melakukan fungsi-fungsi vital. Terlalu
banyak makanan, akan menghambat pankreas untuk menjalankan
fungsi sekresi insulin. Jika sekresi insulin terhambat maka kadar gula
dalam darah akan meningkat. Individu yang obesitas harus melakukan
diet untuk mengurangi pemasukan kalori sampai berat badannya turun
mencapai batas yang ideal. Penurunan kalori yang moderat (500-1000
Kkal/hari) akan menghasilkan penurunan berat badan yang perlahan
tapi progresif (0,5-1 kg/minggu). Penurunan berat badan 2,5-7 kg akan
memperbaiki kadar glukosa darah .
e) Kurang aktivitas, kurangnya aktivitas dapat memicu timbulnya
obesitas pada seseorang dan kurang sensitifnya insulin dalam tubuh
sehingga dapat menimbulkan penyakit DM. Mekanisme aktivitas fisik
dapat mencegah atau menghambat perkembangan DM yaitu
penurunan resistensi insulin, peningkatan toleransi glukosa,
penurunan lemak adipose, pengurangan lemak sentral; perubahan
jaringan otot.
f) Stress, dapat meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja
pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin.
II.9 Uraian Hewan Coba
II.9.1 Klasifikasi Hewan Coba
1. Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Plantae
Filum : Chordata
Subfilum :
Vertebrata Class :
Mamalia
Subclass : Theria
Ordo : Rodentia
Subordo :
Myomorpha Famili :
Muridae Subfamili :
Murinae Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

Gambar 2. Mencit
II.9.2 Morfologi Hewan Coba
Morfologi mencit adalah memiliki bulu pendek halus berwarna putih
serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang dari pada
badan dan kepala. Ciri-ciri lain mencit secara umum adalah tekstur
rambut lembut dan halus, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan
silindris agak membesar ke belakang warna rambut putih, mata merah,
ekor merah muda (Nugroho, 2018).
Mencit memiliki beberapa data biologis, di antaranya lama hidup 1-2
tahun, lama produksi ekonomi sembilan bulan, lama bunting mencit 19-
21 hari, kawin sesudah beranak 1-24 jam, umur disapih 21 hari, umur
dewasa 35 hari, umur dikawinkan 8 minggu, siklus kelamin poliestrus,
perkawinan pada masa esterus, berat dewasa untuk Jantan 20-40 gram
dan 18-35 gram untuk betina (Nugroho, 2018).
II.10 Uraian Bahan
1. NACMC (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : NATRII CARBOXYL METILSELULOSA
Nama lain : Natrium karboksil metilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran putih kering tidak
berbau
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk
koloid, tidak larut dalam etanol 95% p
dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai kontrol negatif
2. Metformin (Dirjen Pom, 1979)
Nama resmi : METFORMIN HYDRICHLORIDA
Nama lain : Metformin
Pemerian : Serbuk larut dalam air, praktis tidak
berbau atau higroskopik
Kelarutan : Mudah larut, larut dalam eter dan dalam
kloroform, sukar larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai obat antidiabetes
3. Glibenklamid (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : GLIBENKLAMIDUM
Nama lain : Glibenklamid
Pemerian : Hablur tidak berwarna, agak
transparan, tidak berbau rasa agak
pahit, higroskopis
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah
larut dalam etanol, sukar larut dalam
kloroform, tidak larut dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak
tembus cahaya
Kegunaan : Sebagai antidiabetik

4. Glukosa (Dirjem POM, 1979)


Nama resmi : DEXTROSUM
Nama lain : dekstrosa/glukosa
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur
atau granul putih, tidak berbau, rasa
manis
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah
larut dalam air larut dalam etanol
mendidih. Sukar larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai penginduksi
BAB III
METODE KERJA
III.1 Waktu dan Tempat Pratikum
Praktikum mengenai antidibetes ini dilaksanakan pada Hari Sabtu,
18 November 2023 pada jam 10.00 sampai dengan 12.00. Bertempat di
Laboratorium Farmakologi Universitas Almarisah Madani.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Adapun alat yang di gunakan ialah alat pengukur kadar, kanula
untuk mencit, lap halus, lap kasar, tissue, dan spoit 1 mL.
III.2.2 Bahan
Adapun alat bahan yang di gunakan ialah Aquadest , Glibenklamid,
Glukosa, Metformin, dan Na CMC
III.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur atau cara kerja percobaan antidiabetes ialah:
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bobot masing masing mencit
3. Diukur terlebih dahulu kadar gula pada mencit
menggunakan pengukur gula darah
4. Diberikan Nacmc untuk kontrol negatif
5. Diberikan perlakuan dengan memberikan obat antidiabetes
seperti glibenklamid dan metformin.
6. Diamati selama 10 menit
7. Diinduksi mencit dengan glukosa 10% kemudian di amati selama
5 menit, 15 menit, 30 menit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan

Persen
Glukosa darah penurunan
Perlakuan Hewa Kadar kadar
n awal 5 15 30 X glukosa
coba darah
1 59 143 139 124 135,4 -129%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
Nacmc 2 95 95 76 63 78,4 -17,47%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
3 108 112 129mg 108 116,4 -7,8%
mg/dL mg/dL /dL mg/dL mg/dL
1 133 143 121 154 139,3 -4,7%
Glibenklamid mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
2 139 147 125 78 116,6 16,11%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
3 133 140 117 68 139,3 18,57%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
Metformin 1 173 289 201 182 224 -29%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
2 127 76 76 78 76,6 39,6%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
3 167 90 129 133 117,3 29,7%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
Glibenklamid 1 119 205 137 - 114 4,2%
+ mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
Metformin 2 112 102 70 55 75,6 32,5%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
3 154 166 128 159 148 3,89%
mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL

IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan efektivitas antidiabetes
oral terhadap penurunan gula darah mencit yang diinduksikan dengan
glukosa 9%. Penggunaan glukosa sebagai penginduksi karena glukosa
merupakan gula sederhana sehingga tidak akan sampai merusak sel
pankreas dibandingkan dengan aloksan yang memiliki kadar gula lebih
tinggi sehingga dapat merusak pankreas mencit. Adapun metode yang
digunakan adalah tes toleransi glukosa oral sehingga pada percobaan ini
larutan uji diberikan terlebih dahulu pada mencit yang kemudian
diinduksikan dengan glukosa. Tujuan dan metode TTGO adalah untuk
melihat mekanisme kerja dari larutan uji dalam memberikan efek
penurunan kadar glukosa darah.
Pada praktikum ini anti diabetes oral yang diujikan adalah
glibenklamid dan metformin. Glibenklamid merupakan antidiabetes oral
golongan sulfonilurea yang bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta
pankreas pada pulau langertans untuk meningkatkan sekresi insulin
sedangkan metformin merupakan antidiabetika oral golongan biguanid
yang bekerja dengan memperbaiki sensitifitas insulin menghambat
pembentukan glukosa dalam hati serta berkhasiat dalam menekan nafsu
makan. Pada praktikum ini digunakan juga suspensi Nacmc yang
berperan sebagai kontrol negatif karena bersifat sebagai pembawa tidak
memiliki khasiat sebagai obat dan tidak bersifat toksik.
Pada praktikum ini mencit yang digunakan berjumlah 3 ekor dan
berjenis kelamin jantan dengan berat badan yang berbeda mencit
diberikan larutan uji Nacmc, glibenklamid, metformin dan gabungan
glibenklamid dan metformin. Sebelum diinduksikan dengan glukosa 9%
untuk melihat pengaruh terhadap penurunan kadar gula darah mencit.
Pengamatan pada mencit pertama dengan kadar gula darah awal adalah
59 mg/dL. Mencit kemudian diberikan Nacmc sebanyak 0,6 mL dan
ditunggu 10 menit sebelum diinduksikan dengan glukosa 9% gula darah
mencit pada 5 menit pertama naik menjadi 143 mg/dL, kemudian pada
menit ke-15 turun menjadi 139 mg/dL dan pada menit ke-30 turun menjadi
124 mg/dL dari hasil tersebut diperoleh persentase penurunan kadar gula
darah efisiensi terhadap mencit adalah -129%. Pengamatan pada mencit
kedua dengan kadar gula darah awal adalah 95 mg/dL. Mencit kemudian
diberikan Nacmc sebanyak 0,5 mL dan ditunggu 10 menit sebelum
diinduksikan dengan glukosa 9% gula darah mencit pada 5 menit pertama
adalah 95 mg/dL kemudian menit ke 15 turun menjadi menjadi 76 mg/dL
dan pada menit ke-30 turun menjadi 63 mg/dL. Dari hasil tersebut
diperoleh persentase penurunan kadar gula darah efisiensi terhadap
mencit adalah 17,47%. Pengamatan pada mencit ketiga dengan kadar
gula darah awal adalah 108 mg/dL mencit kemudian diberikan Nacmc
sebanyak 0,6 mL dan ditunggu 10 menit sebelum diinduksikan dengan
glukosa 9% gula darah mencit pada 5 menit pertama naik menjadi 112
mg/dL kemudian pada menit ke-15 naik menjadi 129 mg/dL dan pada
menit ke-30 turun kembali menjadi 108 mg/dL dari hasil yang diperoleh
persentase penurunan kadar gula darah efisiensi terhadap mencit adalah -
7,8%. Dilihat dari presentase penurunan gula darah mencit yang diberikan
Nacmc sebagai kontrol negatif diketahui bahwa tidak terjadi penurunan
yang signifikan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Aziz,dkk.2021). Bahwa hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit
yang diberikan kontrol negatif tidak mengalami penurunan yang signifikan
sampai pada kisaran kadar gula darah normal mencit yaitu 50-100 mg/dL
hal ini karena Nacmc merupakan senyawa inert yang hanya bertindak
sebagai kontrol negatif sehingga tidak menimbulkan efek.
Pemberian obat glibenklamid dengan penginduksi glukosa 9%. Hal
pertama yang dilakukan yaitu mengukur kadar gula darah
mencit
didapatkan hasil pada mencet ke-1 yaitu 133 mg/dL, mencit ke-2 139
kg/dL dan mencit ke-3 133 mg/dL. Kadar gula darah yang didapatkan
pada ketiga mencit setelah dipuasakan 8 jam kadar glukosa darah mencit
normal berkisar antara 62,8 mg/dl sampai 170 mg/dL. Hasil yang
didapatkan setelah induksi glukosa pada mencit 1 pada menit ke-5
didapatkan 145 kg/dL dan pada menit ke-15 didapatkan 121 mg/dL, pada
menit ke-30 yaitu 154 mg/dL. Pada mencit kedua yaitu pada menit ke-5
147 mg/dL, dan pada menit ke-15 yaitu 125 mg/dL dan pada menit ke-30
yaitu 70 mg/dL. Pada mencit ke-3 sebesar 140 m/dL pada menit ke-5 dan
pada menit ke-15 117 mg/dL pada menit ke-30 68 kg/dL. Pada menit ke-5
terjadi peningkatan kadar glukosa darah hal ini telah sesuai karena
penggunaan glukosa 9% untuk meningkatkan kadar glukosa darah mencit.
Pada menit ke-15 dan 30 terjadi penurunan kadar glukosa darah hal ini
juga telah sesuai karena dengan diberikannya glibenklamid maka akan
memberikan efek penurunan kadar glukosa darah.
Pemberian obat metformin dengan penginduksi glukosa 9%.
Didapatkan hasil pada mencit 1 di menit ke-5 yaitu 283 mg/dL dimenit ke-
15 yaitu 201 mg/dL dan di menit ke-30 ya itu 180 mg/dL sehingga
didapatkan persentase gula darah sebanyak 224 mg/dL. Di mana dalam
jurnal (Noena, 2020) mengatakan kadar glukosa darah normal mencit
berada pada rentang 62,8- 175 mg/dL yang menandakan pada mencit 1
tidak sesuai dengan kadar glukosa normal mencit dikarenakan mencit
satu berbobot 43 gram di mana rata-rata mencIt yang digunakan pada
penelitian 20-30 gram sehingga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan kadar gula darah pada mencit sangat tinggi namun terjadi
penurunan kadar gula darah pada setiap pengukuran yang menandakan
metformin atau perlakuan bereaksi pada mencit 1. Pada mencit kedua
didapatkan kadar gula darah pada menit ke-5 yaitu 76 mg/dL pada menit
ke-15 yaitu 76 mg/dL dan pada menit ke-30 yakni 78 kg/dL. Yang
menandakan kadar glukosa darah pada mencit 2 sesuai dengan kadar
gula darah hewan coba mencit. Pada penurunan kadar gula darah
pada
setiap pengecekan terjadi yang kadar awal gula darah mencit 2 yakni 127
mg/dL sehingga dapat disimpulkan bahwa mencit 2 mengalami penurunan
pada penggunaan metformin sebanyak 39,6% yang sesuai dengan jurnal
(Djiwarno, 2019) sebesar 28,33%. Pada mencit ketiga didapatkan kadar
gula darah pada menit ke-5 yakni 90 mg/dL pada menit ke-15 yakni 129
kg/dL dan pada menit ke-30 yakni 133 mg/dL yang menandakan kadar
glukosa pada mencit ke-3 sesuai dengan kadar gula darah hewan coba
mencit akan tetapi terjadi peningkatan gula darah dan tidak terjadi
penurunan gula darah. Yang menjadi penyebab tidak terjadinya
penurunan gula darah karena ketidak sesuaian dosis pemberian dengan
mencit karena mencit juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang berbeda
sehingga pada mencit tidak berpengaruh perlakuan yang diberikan yang
mengakibatkan tidak terjadi penurunan dan meningkatnya kadar gula.
Pemberian obat gabungan metformin dan glibenklamid dengan
penginduksi glukosa 9%. Metformin bekerja menurunkan produksi glukosa
di hati tidak merangsang sekresi insulin sedangkan pada glibenklamid
yaitu merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas (Rahman, 2018).
Hasil pengamatan pada mencit 1 kadar glukosa awalnya adalah 119
mg/dL mengalami peningkatan pada 5 menit setelah pemberian
penginduksi yaitu 205 mg/dL, menit 15 turun menjadi 137 kg/dL dan pada
menit ke-30 tidak dilakukan pengamatan karena adanya faktor kesalahan.
Berdasarkan praktikum (Farhan, dkk. 2019) faktor kesalahan yang
mungkin dapat mempengaruhi waktu pengecekan glukosa darah adalah
waktu pengecekan kadar glukosa darah pada tiap kelompok yang tidak
seragam, penimbangan hewan tidak akurat, keadaan fisiologis yang dapat
mempengaruhi kerja obat serta perhitungan dosis yang tidak tepat.
Adapun faktor kesalahan yang terjadi saat praktikum berlangsung yaitu
darah hewan coba yang hanya sedikit keluar dan alat glukometer yang
terkadang secara tiba-tiba mati sehingga mempengaruhi pembacaan strip
yang error sehingga dilakukan pengecekan ulang dengan alat-yang
terbatas dan tidak cukup dengan adanya pengecekan ulang hasil rata-rata
kadar glukosa mencit 1 yaitu 114 mg/dL dengan persentase penurunan
glukosa darah yaitu 4,2% dengan demikian terjadi penurunan kadar
glukosa dengan adanya pemberian kombinasi obat glibenklamid dan
metformin. Adapun hasil pada mencit kedua yaitu kadar glukosa awal
setelah puasa adalah 112 mg/dL pada 5 menit pertama 102 mg/dLl dan
pada menit ke-15 70 mg/dL, pada menit ke-30 55 mg/dL .Rata-rata kadar
glukosa mencit kedua yaitu 75,6 mg/dL dengan persentase penurunan
32,5%. Dengan demikian terjadi penurunan kadar glukosa darah dengan
pemberian obat. Pada mencet ketiga yaitu kadar glukosa awalnya 154
mg/dL pada menit ke-5 166 mg/dL, pada menit ke-15 128 mg/dL dan pada
menit ke-30 150 mg/dL rata-rata kadar glukosa mencit 148 mg/dL dengan
persen penurunan kadar glukosa 3,89% dengan demikian terjadi
penurunan dan kenaikan kadar glukosa pada hewan uji. Hal ini dapat
disebabkan karena waktu pengukuran yang tidak tepat. Kombinasi
Metformin dan glibenklamid dapat dikatakan aman karena Metformin
memiliki efek samping paling minimal terhadap hiperglikemia sehingga
tidak terjadi penambahan efek hipoglikemia berdasarkan hasil percobaan
diketahui bahwa dengan kombinasi obat glibenklamid dan metformin
memberikan efek penurunan glukosa darah tetapi dengan penurunan
yang kecil hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Udayani, 2016) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan efektivitas pada pengukuran
gula darah penggunaan obat diabetik oral tunggal glibenklamid dengan
kombinasi glibenklamid dan metformin.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang kami lakukan di capai tujuan yang di mana kami
mengetahui bagaimana mekanisme obat glibenklamid bekerja dan
mekanisme kerja obat glibenklamid serta obat metformin. Dari praktikum
yang di lakukan yang di mana kami menggunakan kontrol negatif Na CMC
dan kontrol positif (Glibenklamid dan Metformin) yang di mana dapat di
simpulkan hasil dari kontrol negatif tidak mengeluarkan efek seperti kontrol
positif yang di mana menunjukkan hasil sudah sesuai dengan yang di
inginkan. Sedangkan kontrol positif menunjukkan efek obat bekerja pada
hewan coba.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Diharapkan bapak atau ibu dapat memperhatikan kami saat
praktikum sedang berlangsung sehingganya praktikum dapat berlangsung
dengan baik dan mengurangi kesalahan-kesalahan Ketika praktikum.
V.2.2 Saran Untuk Asisten Dosen
Diharapkan agar kiranya dapat terjadi kerjasama yang lebih baik lagi
antar asisten dan praktikan saat berada didalam laboratorium maupun
diluar laboratorium, sebab kerja sama yang baik akan lebih
mempermudah proses penyaluran pengetahuan dari asisten kepada
praktikan.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
DIharapkan agar kiranya dapat meningkatkan kelengkapan alat-alat
yang ada dalam laboratorium. Agar para praktikan dapat lebih mudah,
cepat dan lancar dalam melakukan suatu percobaan atau
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Archana. 2015. Pengangkut Glukosa Peran Fisiologis dan Patologis.


Waghodia Taluka: Persatuan Internasional Biofisika Murni dan
Terapan.

Depkes RI., 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta
Depkes RI., 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Hardianto, Dudi. 2020. Telaah Komprehensif Diabetes Melitus, Klasifikasi
Gejala, Diagnosis, Pencegahan Dan pengobatan. Tanggerang
selatan: Pusat Teknologi Farmasi Dan Medika.

Lestari , Zulkarnan. Sr. Aisyah Suid. 2021. Diabetes Melitus: Review


Etiologi, Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara
Pengolahan dan Cara Pencegahan. UIN Alauddin Makassar.
Malihah, Riyah & Rida Emeliah. 2022. Pola Pengobatan Antidiabetes
Terhadap Pasien Diabetes Melitus Tipe II Rawat Jalan Di RSAU dr.
M. Salamun. Bandung: Politeknik Piksi Ganesha.

Nugroho, R. A. 2018. Mengenal mencit sebagai hewan laboratorium.


Samarinda: Mulawarman Universitas Press.
Rahma, Sari Ikhrimah & Endah Sri Wahyuni. 2019. Efektivitas Memordoca
Carantia (Pare) Terhadap Penurunan Kadar glukosa Darah.
Surakarta: Departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi Sarjana
Keperawatan STIKES.
Sangadji, Namira & Ira Marti Ayu. 2020. Modul Pertemuan 9 Epidomolgi
Penyakit Diabetes Melitus. Jakart: Universitas Esa Unggul.

Anda mungkin juga menyukai