Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme endokrin yang mempengaruhi

penyakit dengan etiologi heterogen yang kompleks, ditandai dengan kelainan kronis

hiperglikemia dengan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan

oleh defisiensi insulin atau insulin resistensi (Ali, 2015). Kelainan ini

mengakibatkan gangguan penyerapan dan penyimpanan glukosa dan pengurangan

pemanfaatan glukosa untuk tujuan energi. Diabetes mellitus tipe 2 (T2DM), juga

disebut sebagai non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) adalah penyakit

yang sangat kompleks dan gangguan metabolisme jangka panjang yang ditandai

dengan gula darah tinggi, resistensi insulin, dan kekurangan insulin relative

(Capurso et al., 2018).

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa diabetes

militus adala suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh

menggunakan atau memproduksi insulin. Seseorang dikatakan diabetes jika

memiliki kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu

lebih dari 200 mg/dl.


2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut (Sulastri, 2022) ada 4 klasifikasi Diabetes mellitus yaitu:

a. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 yang disebut insulin dependent diabetes mellitus

(IDDM, diabetes bergantung pada insulin), dengan hilangnya sel beta penghasil

insulin pada pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh, penyebab

terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi

autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas

tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh, kerusakan pada sel-sel β

juga bisa disebkan oleh peradangan pada pankreas (pancreatitis)yang disebkan

oleh infeksi virus atau endapan besi dalam pankreas (hemokromatosis atau

hemosiderosis). Akibatnya sel β pada pankreas tidak dapat menghasilkan insulin

hanya jumlah kecil maka penderita tipe 1 ini selalu tergantung pada insulin.

b. Diabtes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 yang disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM, diabetes yang tidak tergantung pada insulin). Terjadi karena

kombinasi dari catatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin

atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin (adanya dampak respon jaringan

terhadap insulin) yang mengakibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada


tahap abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap

insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada

tipe 2, sel-sel β pada pankreas tidak rusak, walaupun hanya sedikit yang normal

sehingga bisa mengsekresi insulin, tetapi dalam jumlah kecil sehingga tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Tabel 2.1 Perbedaan DM Tipe-1 dan DM Tipe-2

No Permasalahan DM Tipe-1 DM Tipe-2


1 Awitan usia < 40 tahun > 40
2 Habitus tubuh Normal-kurus Gemuk
3 Insulin plasma Rendah-negatif Normal-tinggi
4 Genetik lokus Kromosom 6 Kromosom 11
(terapi masih
belum jelas dan
dipertanyakan)
5 Komplikasi Koma Koma
akut ketoasidosis hiperosmoral non-
ketotik
6 Terapi insulin Responsif Responsif-resistan

7 Obat oral Tidak responsif Responsif

c. Diabetes mellitus tipe lain

Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu

seperti: Efek genetik fungsi sel β, kerja insulin, penyakit eksokrin pancreatitis,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom

genetik lain.

d. Diabetes gestasional

Diabetes kehamilan atau disebut dengan Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)

didefinisikan sebagai suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali

ditemukan pada saat hamil yang terjadi karena peningkatan sekresi berbagai

hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi terhadap glukosa.

3. Etiologi diabetes mellitus

Menurut Aini & Aridiana (2016), penyebab diabetes menurut tipenya antara lain:

a. Diabetes tipe 1 (Insulun Dependent Diabetes Mellitus) IDDM

Merupakan kondisi autoimun yang merupakan sel β pankreas sehingga timbul

defisiensi insulin absolut. Pada diabetes mellitus tipe 1 sistem imun tubuh

sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang

terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya

kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukan bahwa faktor

genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam

prosesnya. Sekitar 70-90% sel β harus sebelum timbul gejala klinis. Pasien

diabetes mellitus tipe 1 harus menggunakan injeksi insulin dan menjalankan diet

secara ketat.

b. Diabetes tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) NIDDM


Diabetes mellitus tipe ini merupakan bentuk merupakan diabetes yang paling

umum. Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistansi insulin disertasi

defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

Penyebab resistansi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi

faktor yang banyak berperan antara lain sebagai berikut:

1) Kelainan genetik.

2) Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis

menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.

3) Gaya hidup dan stres.

Stres dan diabetes mellitus sangat berkaitan erat. Tekanan kehidupan dan

gaya hidup tidak sehat sangat berpengaruh, ditambah dengan kemajuan

teknologi yang semakin pesat dan berbagai penyakit yang sedang diderita

menyebabkan penurunan kondisi seseorang sehingga memicu terjadinya

stress. Stress pada penderita diabetes dapat bertambah pada pengontrolan

kadar gula darah. Pada keadaan stress akan terjadi pada peningkatan

ekskresi hormon katekolamin, glukagon, glukokortikoid, β-endorfin, dan

hormon pertumbuhan.

4) Pola makan yang salah


Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko

terkena diabetes.

5) Obesitas (terutama pada abdomen)

Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi sehingga

akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Peningkatan BB 10

kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari batas normal IMT (indeks masa

tubuh) akan meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2.

6) Infeksi

Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-

sel pankreas.

c. Diabetes tipe lain

1) Defek genetik fungsi sel β (meturity onset diabetes of the young [MODY]

1,2,3 dan DNA mitokondria).

2) Defek genetik kerja insulin.

3) Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, tumor atau pankreatektomi, dan

pankreatopati fibrokalkulus).

4) Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus)

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis DM tergantung pada tingkat hiperglikemia yang dialami oleh

pasien. Manifestasi DM pada umumnya adalah poliphagia (banyak makan),


polidipsi (banyak minum), poliuria (sering BAK). Penderita DM juga mengalami

gejala lainnya yaitu berat badan menurun, keletihan, kelemahan, tiba-tiba terjadi

perubahan pandangan, kebas pada tangan/kaki, kulit kering, luka sulit sembuh dan

sering muncul infeksi. Kondisi Ini menunjukkan kadar glukosa darah tidak

terkontrol dan jika tidak dilakukan penanganan yang tepat, lama kelamaan timbul

penyulit yang dapat terjadi pada semua pembuluh darah, di antaranya pembuluh

darah otak, pembuluh darah mata, pembuluh darah ginjal dan lain-lain. Jika sudah

terjadi penyulit maka usaha menormalkan sangat sulit, karena itu pencegahan dini

sangat diperlukan.

Diabetes Melitus dapat dicegah sedini mungkin dengan mempertahankan pola

makan sehari-hari sehat seimbang dangan meningkatkan konsumsi sayuran, buah

dan serat, membatasi makanan tinggi karbohidrat, protein dan lemak,

mempertahankan BB ideal sesuai umur dan TB, serta olahraga teratur. Kadang-

kadang manifestasi yang muncul tidak berat atau mungkin tidak ada, sebagai

konsekuensi adanya hiperglikemia yang cukup lama menyebabkan perubahan

patologi dan fungsional yang sudah terjadi lama sebelum diagnosa dibuat. Efek

jangka panjang DM meliputi perkembangan progresif komplikasi spesifik retinopati

yang berpotensi menimbulkan kebutaan, nefropati yang dapat menyebabkan

terjadinya gagal ginjal, dan atau neuropati dengan risiko ulkus diabetik, amputasi,

sendi charcot, serta disfungsi saraf autonom meliputi disfungsi seksual.


Secara klinis hasil pemeriksaan kadar glukosa darah juga digunakan untuk patokan

menentukan hiperglikemia pada penderita DM. Jika keluhan khas, pemeriksaan

glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl,

sudah cukup untuk menegakkan hiperglikemia pada DM. Dikatakan DM apabila

kadar gula darah puasa ≥ 126 mg% dan gula darah 2 jam PP ≥ 200 mg%. Gula

darah 2 Jam PP antara 140-199 mg% belum dikatakan diabetes, tetapi sudah terjadi

gangguan toleransi glukosa sehingga penderita perlu pengaturan makan.

American Diabetes Association (ADA) menetapkan standar kontrol yang lebih

tinggi sejak tahun 2000, yaitu tidak lagi menetapkan kadar gula darah sebelum

sarapan dan 2 jam setelah sarapan tetapi menentukan standar kadar dengan HbA1c.

Kadar ini harus terletak antara 6 dan 7%. HbA1c merupakan kadar gula dalam

eritrosit (%) yang mencerminkan kadar 3 bulan terakhir (eritrosit hidup 3 bulan),

sehingga ia merupakan variabel yang lebih konstan dibandingkan kadar glukosa

plasma, yang sangat bervariasi dari hari ke hari dan jam ke jam. Angka ini diambil

karena menurut hasil studi terbanyak, kadar HbA1c diantara 6-7% berkorelasi

dengan sedikitnya komplikasi diabetes (mata, cerebral, ginjal, jantung, tekanan

darah, lemah, dan kaki diabetik). Variabel kedua terbaik untuk mengurangkan

komplikasi diabetes setelah HbA1c adalah kadar glukosa puasa yang harus dibawah

140 mg%.
Pengukuran hemoglobin (Hb) terglikosilasi (A1c) adalah cara yang paling akurat

untuk menentukan tingkat ketinggian glukosa darah selama dua sampai tiga bulan

terakhir. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen,

salah satu jenisnya adalah HbA dan HbA1c yang merupakan subtipe spesifik dari

HbA. Semakin tinggi kadar glukosa darah akan semakin cepat HbA1c terbentuk

yang mengakibatkan tingginya kadar HbA1c, sehingga ketidakpatuhan pasien pada

penatalaksanaan DM bisa dinilai dengan kadar HbA1c. Kadar ini juga merupakan

pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai resiko terhadap kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh tinggginya kadar glukosa darah, contohnya pada saraf dan

pembuluh darah kecil di mata dan ginjal. Selain itu juga bisa menilai resiko

terhadap komplikasi penyakit DM (Sulastri, 2022)

5. Komplikasi Diabetes Melitus

Menurut (Hasdianah, 2012), komplikasi pada diabetes mellitus dapat di bagi

menjadi 2 yaitu:

a. Komplikasi metabolik akut, terdiri dari 2 bentuk:

1) Hiperglikemia, dapat berupa Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmoral

Non Ketotik (HNK), dan Asidosis Laktat (AL). hiperglikemia yaitu apabila

kadar gula darah lebih dari 250 mg% dan gejala yang muncul yaitu poliuri,

pernapasan kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.


KAD menempati tingkat pertama komplikasi akut di susul oleh

hipoglikemia.

2) Hipoglikemia, Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika

kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar normal. Zat gula didapat

dari makanan yang kita cerna. Molekul-molekul gula tersebut masuk ke

dalam aliran darah untuk selanjutnya disalurkan ke seluruh sel-sel yang ada

di jaringan tubuh.

3) Efek somogi, Efek sumogi adalah efek penurunan unik kadar glukosa darah

pada malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya.

Ditemukan oleh ilmuan Hongaria, Michael Somogyi pada tahun 1949.

Penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan

penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian

menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon

pertumbuhan (Aini, 2016).

4) Fenomena fajar (down phenomenon), Fenomena fajar adalah hiperglikemia

pada pagi hari (antara jam 5 dan 9, referensi lainnya menyebutkan antara

jam 3 dan 5 pagi) yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkadian

kadar glukosa pada pagi hari. Fenomena ini dapat dijumpai pada penderita

diabetes mellitus tipe 1 dan 2. Hormon lain yang memperlihatkan variasi


sirkadian pada pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan, yang

keduannya merangsang glukoneogenesis (Aini, 2016).

b. Komplikasi yang bersifat kronis menurut Aini (2016) sebagai berikut:

1) Makroangiopati yang mengenai pembulu darah besar, pembulu darah

jantung, pembulu darah tepi, dan pembulu darah otak. Pembulu darah besar

dapat mengalami aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi

makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak (Stroke), penyakit arteri

koroner, dan penyakit vaskuler perifer (hipertensi, gagal ginjal).

2) Mikroangiopati yang mengenai pembulu darah kecil, retinopati diabetik,

nefropati diabetik, dan neuropati. Nefropati terjadi karena perubahan

mikrovaskular, pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi

pada pelvis ginjal.

3) Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.

4) Kaki diabetic, Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati

menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat

terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi dan

hilangnya fungsi saraf sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadi trauma

atau tidak terkontrolnya infeksi yang akhirnya menjadi gangren.

Secara umum komplikasi DM dapat disimpulkan dengan skema seperti

berikut ini :
Komplikasi DM

Komplikasi Metabolik Komplikasi Vaskuler Jangka


Akut Panjang

Makroangiopati
Hipoglikemia - penyakit
Krisis Hipergilkemia kardiovaskuler
-Probable
- Stroke
hipoglikemia - Ketoasidosis (KAD)
- Hipoglikemia - Dyslipidemia
- Hiperosmolar
asimptomatik - Penyakit pembuluh
Hiperglikemia State
- Hipoglikemia darah perifer
(HHS)
simptomatik - Hipertensi
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Hipoglikemia berat
Mikroangiopati
a. Labooratorium - Retinopati diabetic
Skema 2.2 Komplikasi Diabetes Melitus (Sulastri, 2022) - Nefropati diabetic
Pemeriksaan penunjang laboratorium pada kasus diabetes mellitus adalah diabetic
- Neuropati Kadar

glukosa darah puasa dan 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral dan

pemeriksaan kadar HbA1c. untuk mengetahui adanya komplikasi lain pada

penderita diabetes mellitus dilakukan pemeriksaan laboratorium lain meliputi:

1) Profil lipid, dilakukan pada keadaan puasa yakni High Density Lipoprotein

(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan Trigliserida.


2) SGOT dan SGPT

3) Ureum dan creatinine atau test fungsi ginjal dan estimasi GFR

4) Analisis urin rutin

5) Albumin urin kuantittaif

6) Rasio albumin dan kreatinin sewaktu

b. Radiologi

1) Elektrokardiogram

2) Rongthen thorax ( indikasi penyakit paru : TBC dan jantung)

3) Pemeriksaan kaki secara komprehensif

4) Pengukuran ankle brachial pressure index (ABPI)

7. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengelolaan atau penatalaksanaan diabetes mellitus adalah

pengendaliaan kadar glukosa darah dengan harapan timbulnya komplikasi dapat di

cegah atau di perlambat. Empat pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus

adalah perencanaan makan, latihan jasmani, penyuluhan, dan obat berhasiat

hipoglikemik (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015).

a. Perencanaan makan
Prinsip pola makan adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan

pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet dengan

memperhatikan gaya hidup, pola kebiasaan makan, status nutrisi, status

ekonomi dan lingkungan. Diabetisi harus dapat melakukan perubahan pola

makan secara konsisten. Salah satu manfaat dan tujuan pengaturan pola makan

adalah menurunkan kadar glukosa darah dan berat badan senormal mungkin.

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, (2015). Petunjuk untuk

asupan diet diabetes mellitus, terdiri dari:

1) Asupan diet diabetes mellitus

a) Hindari biskuit, dan produklain sebagai cemilan pada waktu makan.

b) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori

rendah lainnya pada waktu makan.

c) Makanlah dengan waktu yang teratur.

d) Hindari makanan-makanan yang manis dan gorengan.

e) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.

f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap

makan.

g) Makanlah daging atau telur dengan porsi lebih kecil.

h) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil.

2) Perhitungan jumlah kalori


Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya

stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat digunakan

indeks massa tubuh (IMT) atau rumus brocca.

a) Penentuan status gizi berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram)

dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat.

(1) BB kurang 18,5

(2) BB normal 18,5 – 22,9

(3) BB lebih 23.0

Dengan risiko 23.0 – 24,9

Obesitas I 25.0 – 29,9

Obesitas II lebih dari 30.0

b) Penentuan status gizi berdasarkan rumus brocca

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan

rumus: berat badan ideal (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%.

Untuk laki-laki kurang dari 160 cm, wanita kurang dari 150 cm,

perhitungan BBI tidak dikurangi 10%.

Penentuan status gizi dihitung dari: (BB aktual : BBI) × 100%.

(1) Berat badan kurang BB ≤ 90% BBI.


(2) Berat Badan Normal BB 90 – 110% BBI.

(3) Berat badan lebih BB 110 – 120% BBI.

(4) Gemuk BB ≥ 120% BBI.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal

dikali kebutuhan kalori basal (30 kkal/kg BB untuk laki-laki,

dan 25 kkal/kg BB untuk wanita).Kemudian di tambah dengan

kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%, untuk atlit dan

pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori

yang dikeluarkan dengan kegiatannya), koreksi status gizi

(gemuk dikurangi, dan kurus ditambah) dan kalori yang

diperlukan untuk menghadapi stress akut sperti infeksi dan

sebagainya sesuai kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak

dan dewasa muda) serta ibu hamil, diperlukan perhitungnan

tersendiri. Makanan tersebut dibagi menjadi 3 porsi besar untuk

makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%)

serta 2-3 porsi ringan (10 – 15%) diantaranya makan besar.

Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal,

kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.

Diusahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap

sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.


b. Latihan jasmani

Latihan jasmani dianjurkan untuk dilakukan secara teratur (3-5 kali seminggu)

selama kurang dari 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIFE (continous,

rhythmical, interval, progressive, endurancentraining). Latihan jasmani yang

teratur menyebabkan kontraksi otot meningkat dan resistensi insulin berkurang.

Pasien dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl tidak dianjurkan untuk

latihan jasmani karena akan meningkatkan kadar glukosa darah dan benda

keton. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk

ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi sebagai

kegiatan sehari-hari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian,

mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara,

berfikir, tertawa, merencanakan rencna esok, kemudian tidur. Semua kegiatan

tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan

diabetes mellitus sehari-hari.

c. Penyuluhan

Bila dilihat dari empat pilar pengelolahan diabetes mellitus, tingkat kepatuhan

diabetisi dalam mengatur perencanaan makan, pengobatan dan latihan jasmani,

dan dapat mengendalikan kondisi penyakit sehingga dapat hidup berkualitas.

Untuk mengatasi hal tersebut, sangatlah penting seorang edukator dalam

pengelolaan diabetes mellitus. Pada intinya seorang edukator memberikan


penyuluhan dengan tujuan dapat meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap,

mengubah prilaku, meningkatkan kepatuhan dan meningkatkan kualitas hidup

klien diabetes mellitus (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015).

d. Obat berhasiat hipoglikemik

Menurut Prihaningtyas (2013), pengobatan diabetes mellitus tipe 2 di mulai

dengan perubahan gaya hidup (perencanaan makan dan kegiatan jasmani), jika

kadar HbA1c lebih dari 6,5 atau tidak berhasil dengan perubahan gaya hidup,

diberikan obat anti diabetes. 4 macam golongan obat minum yang digunakan

untuk penderita diabetes mellitus tipe 2 yang disebut dengan:

OralHypoglicaemic Agents (OHA) atau Oral Anti-Diabetes (OAD) yaitu:

1) Golongan Sulfonylurea, bekerja dengan cara merangsang pankreas untuk

melepaskan insulin. Obat ini fungsinya sama dengan suntikan insulin karena

sama-sama meningkatkan jumlah insulin di dalam darah. Oleh karena itu,

obat ini memiliki efek samping hipoglikemia sehingga harus diminum saat

atau sebelum makan. Untuk itulah mengapa diabetisi haruskan makan

dengan teratur. Contoh dari obat ini adalah: glibenclamide, glibzide,

chlorpropramide, gliquedone, glimepirida, gliklazia, tolazamide, dan

tolbutamize.

2) Golongan biguanida, bekerja dengan cara meningkatkan pemakaian glukosa

oleh sel usus dan mengurangi penyerapan glukosa seteah makan. Metformin
merupakan obat yang paling aman digunakan hingga saat ini karena tidak

menyebabkan hipoglikemia. Biasanya obat ini diberikan pada diabetisi yang

gemuk karena tidak meningkatkan berat badan sekaligus sehingga tidak

merangsang lapar. Efek samping metformin antara lain perut kembung,

diare, dan mual. Oleh karena itu, konsumsinya bersama makanan dan

dimulai dari dosis rendah untuk meminimalkan efek samping. Metformin

tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan

ginjal.

3) Golongan acarbose (alfa-glikosidase inhibitor), dapat menghentikan tubuh

menyerap glukosa dari makanan melalui pengaruhnya terhadap pemecahan

karbohidrat, oleh karena itu dikonsumsi makan atau tidak boleh lebih dari 15

menit setelah makan, biasanya dikonsumsi bersama makan suapan pertama.

Acarbose merupakan obat pilihan bagi diabetisi yang memiliki kadar gula 2

jam setelah makan tinggi. Untuk pemakaian dalam jangka lama, biasanya

pada penderita dilakukan pengecekan fungsi hati dan ginjal mengingat efek

sampingnya terhadap kedua organ tersebut. Selain itu juga di dapat keluhan

perut kembung dan diare akibat gangguan pencernaan karbohidrat. Namun,

obat ini tidak menyebabkan hipoglikemia.

4) Golongan thiazolidinedione (pliogitazone dan rositiglazone) yang bekerja

dengan cara meningkatkan sensitivitan insulin, tidak menyebabkan


hipoglikemia, dan konsumsi tidak bergantung dengan jadwal yang biasanya

diberikan pada diabetisi yang gemuk namun harganya mahal.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus

Proses asuhan keperawatan pada kasus diabetes mellitus terdiri atas pengkajian,

masalah keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi (Sulastri, 2022).

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan yang dilakukan meliputi riwayat penyakit, riwayat

perawatan dan pengobatan, pemeriksaan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang baik laboratorium mauupun radiologi. Riwayat penyakit dan

pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda dan gejala hiperglikemia yang

berkepanjangan dan mengkaji adanya tanda yang megawali diabetes seperti

poliuria, polidipsia dan.polipagi. Pengkajian riwayat penyakit masa lalu dan

keluarga meliputi infeksi perkemihan, dan infeksi kulit khususnya pada kaki,

riwayat diabetes mellitus pada keluarga, hiperlipidemia, hipertensi dan penyakit

ginjal. Pengkajian riwayat kepatuhan juga perlu dilakukan untuk mengetahui

kemampuan untuk mengikuti rencana diet seperti gaya hidup, budaya dan kondisi

psikososial pasien.

2. Masalah keperawatan
Bebarapa masalah keperawatan yang muncul pada kasus diabetes mellitus yang

muncul sebagai akibat dari defisiensi insulin, peningkatan kadar gula dalam darah

dan perubahan metabolisme diantaranya adalah:

a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah

b. Risiko infeksi

c. Manajemen kesehatan tidak efektif

d. Defisist pengetahuan

e. Gangguan integritas kulit atau jaringan

f. Risiko disfungsi neurovascular perifer

g. Ketidakpatuhan

h. Deficit nutrisi

i. Keletihan

j. Resiko hypovolemia

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada kasus diabetes mellitus dapat dilihat pada table berikut

ini

Table 2.3. Intervensi keperawatan diabetes mellitus


Diagnose
Intervensi Keperawatan
Keperawatan

Ketidakstabilan a. Pemantauan hasil laboratorium

glukosa darah b. Manajemen hiperglikemia

c. Manjemen hipoglikemia

d. Manajemen medikasi

e. Manajemen Nutrisi/diet

f. Pemberian obat

g. Edukasi program pengobatan

h. Edukasi Program Latihan

i. Konseling nutrisi

Resiko infeksi a. Identifikasi resiko

b. Pemantauan hasil laboratorium

c. Pencegahan infeksi

d. Pengontrolan infeksi

e. Edukasi pencegahan infeksi

Manajemen kesehatan a. Dukungan keluarga merencanakan perawatan

tidak efektif b. Edukasi perilaku upaya kesehatan

c. Pendampingan keluarga

Deficit pengetahuan a. Edukasi proses penyakit


b. Edukasi perilaku upaya Kesehatan

c. Edukasi nutrisi

d. Edukasi terapi cairan

e. Edukasi program pengobatan

f. Edukasi pencegahan infeksi

g. Edukasi program latihan

h. Promosi latihan fisik

i. Promosi literasi kesehatan

Gangguan integritas a. Perawatan integritas kulit

kulit/jaringan b. Perawatan luka

c. Perawatan kaki

d. Perawatan sirkulasi

e. Perawatan neurovaskuler

f. Perawatan amputasi

g. Edukasi perawatan kulit

h. Edukasi perawatan kaki

Risiko disfungsi a. Identifikasi resiko

neurovaskuler perifer b. Manajemen sensasi perifer

c. Manjemen neurovaskuler

d. Manjemen sirkulasi
e. Perawatan neurovaskuler

Ketidakpatuhan a. Dukungan kepatuhan program pengobatan

b. Manjemen perilaku

c. Edukasi perilaku upaya kesehatan

d. Promosi kepatuhan pengobatan

e. Promosi kepatuhan program latihan

f. Promosi dukungan keluarga

g. Pelibatan keluarga

Deficit nutrisi a. Pemantauan nutrisi

b. Manajemen nutrisi

c. Manajemen gangguan makan

d. Manajemen berat badan

e. Edukasi nutrisi

f. Edukasi diet

g. Konseling nutrisi

Keletihan a. Manajemen energy

b. Dukungan perawatan diri

c. Edukasi aktivitas dan istirahat

Hipovelimia a. Pemantauan cairan

b. Pemantauan hasil laboratorium


c. Manajemen hypovolemia

d. Manajemen cairan

e. Manajemen medikasi

f. Edukasi terapi cairan

4. Implementasi keperawatan

Suatu tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien secara holistic

berdasarkan standar operasional prosedur dari rencana tindakan yang ditentukan

5. Evaluasi keperawatan

Menilai keadaan atau kondisi pasien yang sudah dilakukan inrvensi baik secara

subjektif maupun objektif untuk menilai kondisi perkembangan pasien.

C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengelolaan Diit DM

1. Dukungan Keluarga

Friedman (2013) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai

bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan.


Bentuk dukungan keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2013)

yaitu :

a. Dukungan Penilaian

Bagaimana ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian

depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat

digunakan dalam menghadapi stressor. Hubungan ini juga merupakan

lingkungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian terhadap individu. Individu

mempunyai yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui

ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat,

persetujuan terhadap ide ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif

seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan

keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dan strategi

strategi alternatif Berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek

yang positif.

b. Dukungan Instrumental

Hubungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dan Material berupa bantuan nyata (instrumental support

material support), Suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu

memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti

saat seseorang member atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-


hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat

saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan

masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan

mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber

untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

c. Dukungan Informasional

Jenis Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,

termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat,

pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang.

Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter,

terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan

stressor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan

memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan

feedback. Pandan dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun

informasi dan member informasi.

d. Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih,

cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang

akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu

perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam


bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang

menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga

menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

2. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses sensoris,

terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior

(Donsu, 2017). Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia

atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya.

Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk

menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan

persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui

indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas

pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari

pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal.
Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif

terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2018) pengetahuan seseorang terhadap suatu objek

mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara garis besar dibagi

menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan

tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur orang

yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan

juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang yang


telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut

pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi

yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan,

lalu kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen dalam suatu objek

atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah

sampai pada tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap

pengetahuan objek tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau meletakkan

dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang sudah

dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.


f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

3. Proses Perilaku Tahu

Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)

mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses, diantaranya:

a. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah menyadari

ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.

b. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada stimulus

tersebut.

c. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan mempertimbangkan

baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Inilah yang menyebabkan

sikap individu menjadi lebih baik.

d. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

e. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku baru sesuai

dengan penegtahuan,, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

4. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

b. Faktor internal meliputi jasmani dan rohani. Faktor jasmani adalah tubuh orang itu

sendiri, sedangkan faktor rohani adalah psikis, intelektual, psikomotor, serta

kondisi afektif dan kognitifnya (Slameto,2010)

c. Faktor Eksternal

1) Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi berupa halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh

Notoatmodjo (2014), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk

juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu

keburukan yang harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber kesenangan,

akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan

memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kagiatan yang

menyita waktu.

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2013), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun .

sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari

segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari

orang yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan pengaruhnya

dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari sikap

dalam menerima informasi


5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2018). Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan

memberikan pertanyaan – pertanyaan kemudian dilakukan penilain nilai 1 untuk

jawaban benar nilai 0 untuk jawaban salah. Berdasarkan skala data ratio maka

rentang skor pengetahuan dari 0 – 100. Hasil pengukuran dibagi menjadi tiga

kategori yaitu:

a. Pengetahuan baik jika nila >75%

b. Pengetahuan cukup jika nilai 56%-75%

c. Pengetahuan kurang jika nilai <56%

3. Peran tenaga kesehatan

a. Pengertian

Menurut undang – undang no 36 tahhun 2014 tenaga kesehatan adalah setiap

orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dana tau / keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan. Peran merupakan tindakan seseorang yang diharapkan sesuai dengan

aturan atau posisi yang dimilikinya dalam suatu masyarakat atau organisasi

profesi (Sarwono, 2012). Berdasarkan penelitian (Hestiana, 2017) bahwa


pengelolaan diit pada penderita DM dengan peran petugas kesehatan yang tinggi

kepatuhan pengelolaann diitnya lebih baik jika dibandingkan dengan peran

tenaga kesehatan yang kurang.

b. Macam – macam peran tenaga kesehatan menurut Potter dan Perry (2012)

1) Peran sebagai komunikator

Komunikator adalah sesorang yang memberikan informasi kepada penerima

pesan atau komunikan. Proses interaksi antara komunikator dengan

komunikan disebut dengan komunikasi. Seorang komunikator memberikan

pesan singkat padat dan jelas dan dapat diterima oleh komunikan.

Komunikator harus memberikan informasi secara jelas kepada pasien,

sehingga meningkatkan pengetahuan pasien. Informasi tentang diit terhadap

DM sangat penting untuk dilakukan oleh petugas kesehatan baik perawat

dokter maupun ahli gizi untuk meningkatkan kepatuhan dalam pengelolaan

diit oleh pasien.

2) Peran sebagai motivator

Motivator merupakan seorang yang memberikan motivasi kepada orang lain.

Motivasi bertujuan untuk memberikan dorongan kepada penderita DM untuk

bertindak sesuai dengan anjuran atau saran petugas kesehatan dalam

menjalani kepatuhan diit DM. peran tenaga kesehatan sangat diharapkan

dalam memberikan semangat, dorongan yang kuat terhadap pemderita DM


untuk dapat mencapai tujuan yang telah disepakati dalam menjalankan diit

DM

3) Peran sebagai fasilitator

Fasilitator merupakan badan atau orang yang berupaya dalam menyediakan

fasilitas pelayanan kesehatan yyang dibutuhkan oleh pasien. Fasilitas yang

dapat disiapkan untuk dapat memberikan edukasi kepada pemderita DM

berupa alat peraga nutrisi atau contoh makanan yang dapat digunakan untuk

memberikan informasi tentang diit yang baik dan benar terhadap pasien DM.

4) Peran sebagai konselor

Konselor merupakan sesorang yang memberikan bantuan kepada orang lain

dalam membuat sebuah keputusan. Peran konselor tenaga kesehatan dalam

membantu pasien DM dalam menjalankan pengelolaan diit yang baik dan

benar sangat diperlukan, hal ini dapat meningkatkan kepatuhan pasiein

dalam menjalankan program diit..

5) Peran sebagai educator

Perawat atau petugas kesehatan secara umumnya dapat meberikan edukasi

seperti penyeluhan kesehatan diit DM kepada pasien DM secara

berkelanjutan untuk dapat meningkatkan pengetahuan pasien, dengan

meningkatnya pengetahuan tentang DM perubahan perilaku yang baik dapat


diterapkan oleh pasien yang dapat meningkatkan kepatuhan dalam

menjalankan pengelolaan diit.

D. Kepatuhan Pengelolaan Diit DM

1. Pengertian

Menurut Siopis, et. al (2017), intervensi diet meningkatkan kontrol glikemik

diabetes melitus tipe 2. Pengaturan makanan merupakan kunci manajemen Diabetes

melitus, yang sekilas tampak mudah tapi kenyataannya sulit mengendalikan diri

terhadap nafsu makan. Mematuhi serangkaian diet yang diberikan merupakan

tantangan yang sangat besar bagi pasien DM supaya tidak terjadi komplikasi

(Bustan, 2015). Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kepatuhan adalah sikap dan perilaku disiplin penderita DM yang taat terhadap

peraturan diet DM.

Diet merupakan salah satu dari empat pilar dalam pengelolaan Diabetes Melitus

sehingga diet sangat perlu untuk dikelola dengan baik. 18 Kendala utama pada

penanganan diet Diabetes Melitus adalah kejenuhan pasien dalam mengikuti Diet.

Kunci utama diet pada DM adalah 3J yaitu jumlah kalori, jenis makanan, dan

jadwal makanan. Zanti (2017), menjelaskan bahwa sebagian besar (53,1%) pasien

Diabetes Melitus tidak patuh pada standar diet Diabetes Melitus berdasarkan kepada

3J (jumlah, jenis dan jadwal).


Penelitian Isnaeni (2018) menjelaskan bahwa dari tiga komponen kepatuhan diet

(tepat jumlah, jadwal dan jenis), sebagian besar subjek sudah mulai memilih jenis-

jenis bahan makanan yang sesuai dengan diet DM dalam perilaku makan sehari-

hari, tetapi untuk ketepatan jumlah maupun jadwal makan, masih banyak subjek

penelitian yang belum menerapkannya dalam diet sehari-hari.

2. Komposisi/Jenis Makanan

Pasien DM juga harus membatasi makanan dari jenis gula, minyak dan garam.

Makanan untuk diet DM biasanya kurang bervariasi, sehingga banyak pasien DM

yang merasa bosan, sehingga variasi diperlukan agar pasien tidak merasa bosan. Hal

itu diperbolehkan asalkan penggunaan makanan penukar memiliki kandungan gizi

yang sama dengan makanan yang digantikan (Suyono, 2011).

Menurut Perkeni (2015),.komposisi makanan yaitu:

a. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:

1) Karbohidrat

a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Terutama karbohidrat yang berserat tinggi

b) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.glukosa dalam

bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes militus dapat makan

sama dengan keluarga lain.

c) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.


d) Pemanis alternativ dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak

melebihi batas aman

e) Dianjurkan makan 3 kali sehari dan bila perlu diberikan makanan selingan

buah atau makanan lain sebagai bagian dalam kalori sehari

2) Lemak

a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak

diperbolehkan melebihi 30%.

b) Komposisi yang dianjurakn : Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori, Lemak

tidak jenuh ganda <10%, Selbihnya lemak tidak jenuh tunggal

c) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak

jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream

d) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

3) Protein

a) Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi 20

b) Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacangkacangan, tahu dan

tempe

c) Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein

menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada pasien DM yang sudah

menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari

4) Natrium

a) Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat

yaitu <2300 mg/hari

b) Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan

pengurangan natrium secara individual

c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

5) Serat

a) Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah

dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat

b) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai

sumber bahan makanan

6) Pemanis Alternatif

a) Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

(Accepted Daily Intake/ADI)

b) Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis

tak berkalori iii. Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa
c) Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan

xylitol

d) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat

meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan

seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami

e) Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,

sukralose, neotame

3. Kebutuhan Kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-

30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung

pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.

Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:

a. Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang

dimodifikasi: Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,

rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1

kg. BB Normal: BB ideal x 10 %. Kurus: kurang dari BBI - 10 %. Gemuk: lebih

dari BBI + 10 %

c. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).


Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT BB Kurang: BB Kurang <18,5, BB Normal 18,5-22,9, BB

Normal 18,5-22,9, Dengan risiko 23,0-24,9, Obes I 25,0-29,9 dan Obes II ≥30.

4. Kepatuhan dalam menjalankan program diet

Pengaturan diet dan terapi nutrisi sangat penting untuk merawat pasien Diabetes

melitus. Untuk mencapai tujuan nutrisi membutuhkan usaha - usaha dari tim termasuk

pasien itu sendiri. Maksud dari diet DM yaitu untuk membantu pasien memperbaiki

kebiasaan makan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, dengan cara

mempertahankan glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan

asupan makanan dengan insulin, obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik,

mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal, memberi cukup energi

untuk mencapai atau mempertahankan berat badan normal, menghindari atau

menangani komplikasi akut pasien yang mendapat insulin dan masalah yang

berhubungan dengan latihan fisik bagi pasien yang memerlukan insulin untuk

mengontrol kadar glukosa darahnya, upaya mempertahankan konsistensi jumlah

kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada setiap waktu makan merupakan hal

yang penting. Disamping itu konsistensi pada interval diantara waktu makan, dengan

makanan tambahan snack jika diperlukan, akan membantu mencegah terjadinya

hipoglikemia dan penegendalian seluruh kadar glukosa darah (Sulastri, 2022).


E. Kerangka Teori

Diabetes mellitus merupakan penyakit keturunan ataupun didapat dengan gejala yang

teridentifikasi adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat resistensi

insulin (Bustan, 2015). Diabetes mellitus tipe 2 (NIDDM) adalah jenis diabetes yang

banyak ditemukan di indonesia berusia diatas 40 tahun dan obesitas. Faktor yang

berpengaruh terhadap diabetes tipe ini adalah gen, keluarga, berat badan berlebih, diit

tinggi lemak, kurang olahraga (Bustan, 2015). Dampak yang sangat berbahaya bagi

tubuh bila sesorang mengidap diabetes mellitus adalah komplikasi dari penyakit

tersebut seperti gagal ginjal, hipertensi, penyakit pembuluh darah coroner, gagal

jantung, kebutaan, dan stroke. Namun untuk meminimal komplikasi tersebut dapat

dilakukan tindakan pencegahan salah satunya adalah dengan pengelolaan diit yang baik

dan benar. Pengelolaan diit dapat dilakukan dengan empat pilar utama seperti

pendidikan kesehatan atau edukasi, teraphy diet atau nutrisi medis, latihan jasmani dan

terapi farmakologis (PERKENI, 2015). Intervensi diet diklaim dapat meningkatkan

kontrol glukosa darah pada DM tipe 2 (Siopis, et. Al, 2017). Menu makanan diatur

sebaik mungkin sesuai anjuran sebagai kunci sukses manajemen diabetes mellitus.
Penyebab DM:
Komplikasi DM:
1. Gen atau keturunan
2. Usia 1. Penyakit pembuluuh darah
3. Jenis kelamin coroner
4. Kegemukan atau obesitas 2. Gagal jantung
5. Pola makan 3. Gagal ginjal
6. Latihan atau aktifitas fisik 4. Hipertensi
7. Rasa atau etnis 5. Stroke
8. Stres 6. Kebutaan
Diabetes Melitus

Kepatuhan diet:
1. Jumlah makanan
Pengelolaan diet DM: 2. Jenis makanan
3. Jadwal makanan
1. Diet diabetes mellitus
2. Manajemen olahraga atau
latihan jasmani
3. Terapi farmakologi Faktor yang mempengaruhi:
4. Kontrol gula darah
1. Demografi pasien
2. Lama menderita DM
3. Dukungan keluarga
4. Peran petugas kesehatan
5. pengetahuan

Sumber : (Bustan, 2015), (PERKENI, 2015), (Siopis, et. Al, 2017)

Anda mungkin juga menyukai