TAHUN 2022
NOPRIYANTO
2021207209102
TAHUN 2021/2022
TINJAUAN TEORI
c) Diabetes gestasional
Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai dengan
peningkatan insidens makrosomia janin (bayi yang sangat besar), persalinan dan
kelahiran yang sulit, bedah Sesar serta kelahiran mati (stillbeirth). Di samping itu, bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hiperglikemia dapat mengalami hipoglikemia
pada saat lahir. Keadaan ini dapat terjadi karena pancreas bayi yang normal telah
mensekresikan insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Bayi ini
membutuhkan pemantauan yang ketat dalam kamar bayi, dan kadar glukosa darahnya
harus sering diukur. Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang menderita diabetes
sebelum kehamilannya. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Walaupun begitu, banyak
wanita yang mengalami diabetes gestasional ternyata di kemudian hari menderita
diabetes tipe II.
4. Pathway
6. KOMPLIKASI
Menurut Corwin, E. (2001) dan Scobdie, I.N, (2007) diabetes melitus dapat berkembang
menjadi penyakit-penyakit lain, baik akut maupun kronis. 1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma hipoglikemia
Kondisi ini di tandai dengan adanya penurunan glukosa darah kurang dari 60 mg/dl.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1. Penyebabnya adalah pemberian
dosis insulin yang berlebih sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Sering
juga terjadi pada pasien yang menjalani terapi obat DM sulfoniluria (gilbenclamid).
Penyebab lain adalah puasa yang disertai olah raga. Olah raga meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel-sel otot rangka, masukan nutrisi yang kurang atau tidak
adekuat atau terlambat makan (30 menit setelah diberikan insulin, pasien harus
makan). Oleh karena otak memerlukan glukosa darang sebagai sumber energi
utamanya, maka hipoglikemia menyebabkan timbulnya berbagai gejala gangguan
fungsi susunan saraf pusat (SSP). Gejala hipoglikemia dibedakan menjaddi gejala pada
automotik seperti berkeringat, tremor, palpitasi, dan rasa lapar. Sementara gejala
neuroglikopenik meliputi gangguan fungsi kognitif, sulit konsentrasi, dan inkoordinasi.
Bila terjadi gejala neuroglikopenik tanpa didahului gejala automonik, maka pasien bisa
berkembang menjadi tidak sadar. Gejala hipoglikemia dapat pula dibedakan
tingkatannya memjadi gejala ringan, yaitu tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan
rasa pertigo, bingung, penurunan daya ingat, kebas didaerah bibir dan lidah, bicara
pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan, serta gejala beratnya kejang dan kehilangan kesadaran. Pasien
hipoglikemia sedang berespons cepat dengan memasukan glukosa oral. Akan tetapi ,
pasien yang tidak sadar atau setengah sadar harus diberikan infus glukosa 20%
sebanyak 30 ml, dilanjutkan dengan pemberian glukosa oral saat pasien sadar.
b. Krisis hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Terjadi
dalam bentuk ketoasidosis dan koma hiperosmolar non-ketotik.
1. Ketoasidosis
Asidosis merupakan masalah yang serius dan kritis dalam DM. Masalah ini sebagai
dampak dari patogenesi primer DM, yaitu defisiensi insulin. Ketosidosis lebih banyak
terjadipada DM tipe 1, dan jarang terjadi pada DM tipe 2 karena masih terdapat sedikit
insulinuntuk mencegah pemecahan lemak dan protein. Ketoasidosis pada DM tipe 2
dapat sisebabkan karena infeksi berat dan adanya penyakit menyerta lain seprti stroke,
jantung dan lain-lain. Ketidak mampuan transpor glukosa kedalam sel dan
metabolisme glukosa seluler, menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai
sumber energi. Akibatnya akan terjadi peninggkatan kadar gula darah, kenaikannya
dapat bervariasai 300 hingga 800 mg/dl. Sebagai pasien mungkin memperlihatkan
kadar gula darah yang lebih rendah. Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat,
asam beta hidroksibutirat, dan aseton, dan jumlahnya meningkat dalam cairan ekstra
seluler. Dengan demikian, jumlah keton yang dieksresikan lewat urina meningkat
yaitu 500-1.000 mmol/hari. Ketoasidosis yang terjadi pada pasien DM adalah asidosis
metabolik (bukan asidosis respiratorik), di tandai dengan gejala mual, munatah , haus/
dehidrasai, poliuri, penurunan elektrolit (penderita ketoasidosis yang berat dapat
kehilangan kira-kira 6,5 liter air sampai 40 hingga 500 mEq natrium, kalium, serta
klorida selama periode waktu 24 jam), nyeri abdomen , nafas bau keton/bau buah,
hipotermi, perubahan kesadaran, pernafasan kussmaul. Semua itu terjadi karena
tingginya konsentrasi ion hidrogen /asam memicu kemoreseptor untuk meningkatkan
jumlah dan kedalaman pernafasan (Corwin, J.E., 2001; Guthrie D.w., R.A Guthrie,
2009).
Pengkajian dan monitoring biokikia darah yang meliputi pemeriksaan urea, elektrolit,
glukosa, dan gas darah arteri harus dilakukan. Bila penyebab yang mendasari
ketoasidosis ditemukan, maka harus segera dilakukan pengobatan. Pasien memerlukan
perawatan dirumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan
elektrolit serta pemberian insulin untuk menurunkan gula darah (Scobie, I.N., 2007).
2. Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 karna tingginya kadar gula darah dan kekurangan insulin
secara relatif, biasanya dijumpai pada orang tua pengidap diabetes setelah
mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat. Perbedaannya dengan ketoasidosis adalah,
pada HHNK tidak terjadi ketosis karena kadar insulin masih cukup sehingga tidak
terjadi lipolisis besar-besaran.
Kadar gula darang yang sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik sehingga
terjadi penurunan komposisi cairan intra sel dan eksrasel karenan pengeluaran urin
berlebih. Dalam kondisi dapat terjadi pengeluaran berliter-liter urine, defisit cairan
sekitar 6-100 liter dan potasium (kalium) ±400 meq. Gejala lainnya adalah hipotensi,
dehidrasi berat (membran mukosa kering, tugor kulit jelek), takikardi (nadi cepat dan
lemah), rasa haus yang hebat, hipokalemia berat, tidak ada hiperventilasi dan bau
nafas, serta tanda-tanda neurorogis (perubahan sensori, kejang, dan hemiparesis)
(Hudak dan Gallo, 1996; Corwin, J.E., 2001).
c. Efek somogyi
Efek somogyi adalah penurunan unik kadar glukosa darah pada melam hari, diikuti
oleh peningkatan rebound pada paginya. Ditemukan oleh ilmuan dari hongaria,
Micheal Somogyi pada tahun 1949.penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan
besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri
menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan
hormon-hormon ini merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi hari terjadi
hiperglikemia. Resiko terjadinnya somogyi juga meningkat dengan menggunakan
NPH dalam terapi diabetes. Oleh karena itu penyebab utama efek somogyi adalah
dosis insulin yang berlebihan , maka langkah pertama pencegahan nya adalah dengan
memodifikasi dosis insulin, misalnya mengganti NPH dengan peakless analog
longacting, seperti gleargine atau detemir (Corwin, J.E., 2001;Rybicka,M,dkk, 2011.)
Puncak sekresi kortisol terjadi jam 4-5 pagi dan jam 6-9 pagi, sedangkan rendah
adalah tengah malam . GH disekresi sepanjang hari, namun 50% berlangsung
selama fase ke 3 dan ke 4 dari fase tidur NREM, dan sekresi terbesar lonjatan
hormon ini terjadi ketika tidur dalam (Rybicks, M., dkk., 2011).
2. Komplikasi yang bersifat kronis
a. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung.
Pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pembuluh darah besar dapat
mengalami ateroklerosis sering terjaadi pada NIDDM. Komplikasi makroangiopati
adalah penyakit vaskular otak (stroke), penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler
perifer (hipertensi, gagal ginjal).
b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati
diabetic, dan neuropati. Nefropati terjadi karena karena perubahan mikrovaskular
pada struktur dan fungsi ginjal yang mennyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena penurunan protein dalam retina
dan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan. Retinopati terdiri atas dua tipe berikut.
1) Retinopati background
Retinopati background dimulai dari mikroneunorisma di dalam pembuluh
retina dan menyebabkan pembentukan eksudat keras.
2) Retinopati proliferatif
Retinopati proliferatif merupakan perkembangan lanjut dari retinopati
background. Terjadinya pembentukan pembuluh darah baru pada retina akan
mengakibatkan pembuluh darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina
serta pendarahan di dalam rongga vitreum.
3) Neuropati terjadi karena perubahan metabolic pada diabetes mengakibatakan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun, yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan persepsi nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai
dan kaki (gejala yang paling dirasakan adalah kesemnutan dan kebas), saluran
pencernaan (neuropati pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan
konstipasi), kandung kemih (kencing tidak lancar), dan reprodiksi (impotensi).
c. Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi salluran kemih.
d. Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopatidan neuropati menyebabkan perubahan
pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi
infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilanngnya fungsi saraf sensorik. Semua ini
dapat menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang akhirnya
menjadi gangren.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, di samping di kaji ng dan
gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah di lakukan tes diagnostik
diantarannya:
1. Pemeriksaan gula dara puasa atau fasting Blood sugar (FBS) Tujuan :
Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
Pembatasaan : Tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam
08.00 pagi sampai jam 12.00, minum boleh
Prosedur : Darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium
Hasil : Normal : 80-120 mg/ 100 ml serum
Abnormal : 140 mg/100 ml atau lebih
2. Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan
Pembatasaan : Tidak ada
Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam
kemudian di ambil darah venanya
Hasil : Normal (kurang dari 20 mg/100 ml serum)
Abnormal : lebih dari 120 mg/100 ml atau lebih, indikasi DM.
3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance tes (TTGO) Tujuan
: Menentukan toleransi terhadap respons pemberian glukosa
Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam seblum tes dan selama test, boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum the
selama pemeriksaan (untuk mengukur respon tubuh
terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi sters
(keadaan banyak aktivitas dan stress menstimulasi
epinephrine dan kortisol dan berpengaruh terhadap
peningkatan gula darah melalui peningkatan
glukoneogenesis).
Prosedur : Pasien di beri makan tinggi karbohidrat selama 3 hari
sebelum
tes. Kemuadian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin untuk
pemeriksaaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon
melalui mulut,periksaa darah dan urine ½, 1,2,3,4, dan 5
jam setelah pemberian glukosa.
Hasil : Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140
mg/dl dan kembali normal 2 atau 3 jam
kemudian.
8. PENATALAKSANAAN
a. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %.
2) Protein sebanyak 10 – 15 %.
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %.
b. Latihan jasmani
Prinsip olahraga pada pasien DM adalah CRIPE, yaitu sebagai berikut (Kariadi,
2009):
1) Continous (terus-menerus)
Latihan harus terus menerus berkesinambungan tanpa berhenti dalam waktu
tertentu, contohnya seperti berlari, istirahat, lalu mulai berlari lagi.
2) Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur. Contohnya, jalan kaki, berlari, berenang atau bersepeda.
3) Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-seling antara gerak lambat dan cepat.
Contohnya, lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi jalan
biasa (asalkan tidak berhenti).
4) Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dan intensitas latihan mencapai 60-
70% maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi latihan dilakukan 3-5 kali
per minggu.
5) Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
pernapasan dan jantung. Hal ini dipenuhi oleh olahraga seperti jalan kaki, berlari
atau bersepeda.
c. Pengelolaan farmakologis 1) Obat hipoglikemia oral (OHO) a. Golongan
sulfonilurea.
Mekanisme kerja obat golongan sulfoniluera :
1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b. Golongan biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah Metformin. Metformin ini
menurunkan kadar glukosa darah pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta efeknya juga berefek menurunkan kadar
glukosa hati. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam.
c. Alga glukosidase inhibitor – acarbose.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukodosidase di dalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hiperglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
d. Insulin sensitizing agent
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan ini bekerja meningkatkan glukosa
disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.
2) Insulin
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfoniluera atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfoniluera dengan
metformin. Dan bila masih belum berhasil, dipakai kombinasi sulfoniluera dan
insulin.
a. Dosis pemberian insulin berdasarkan kadar glukosa darah (Sumber : Perkeni, 2006)
Gula Darah Sewaktu Dosis (Unit)
< 200 mg/Dl 5-8 U
200-250 mg/Dl 10-12 U
250-300 mg/dL 15-16 U
300-350 mg/dL 20 U
>350 mg/dL 20-24 U
Sesuaikan dosis glargine untuk mempertahankan glukosa darah puasa 80-110 mg/Dl
Jika tercapai Sesuaikan insulin rapid acting untuk mencapai kadar glukosa darah
sebelum makan dan sebelum tidur 120-200 mg/dL
d) Hati.
Penderita diabetes melitus yang tidak dirawat dengan baik, akan mengalami atau
menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena kekurangan glukosa
dalam dietnya.
Penyekit ini disebut dengan penyakit perlemakan hati nonalkohol, yang terjadi
dalam kurun waktu 5 tahun setelah penderita obesitas atau DM tipe 2. Mekanisme
terjadinya penyakit ini karena akumulasi lemak hepatosit melalui mekanisme
lipolisis dan hiperinsulisme (Romadhona, S., 2009). Penderita diabetes melitus juga
lebih mudah mengidap penyakit radang jahati karena virus hevatitis B dan C
dibandingkan dengan penderita nondiabetes.
e) Saluran pencernaan
a. Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung
untuk menghancurkan makana menjadi lemah, kemudian lambung
menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan
makanan lebih lama tertinggal di lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa
mual , perut terasa penuh, kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang
timbul rasa sakit di ulu hati, atau makanan terhenti di dalam dada.
b. Usus
Gangguan pada usus yang sering dialami penderita diabetes melitus adalah
sukar buang air besar, perut kembung, kotoran keras, buang air besar hanya
sekali dalam 2-3 hari. Kadang terjadi sebaliknya yaitu penderita menunjukan
keluhan diare 4-5 kali sehari, kotoran banyak mengandung air, sering timbul
pada malam hari. Semua ini akibat komplikasi saraf pada usus besar.
f) Ginjal dan kantung kemih
a. Ginjal
Dibandingkan dengan ginjal orang normal, penderuta diabetes melitus
mempunyai kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi
ginjal. Semuanya disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul
dan adanya faktor penyempitan pembuluh darah kapiler yang di sebut
mikroangiopati diabetik di ginjal.
b. Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang. Saraf
yang memelihara kandung kemih sering rusak, sehingga dingding kandung
kemih menjadi lemah. Kandung kemih akan menggelembung dan kadang-
kadang penterita tidak dapat BAK secara spontan, urin tertimbun dan tertahan
di kandung kemih. Keadaan ini di sebut retensio urine. Sebaliknya,bila kontrol
saraf terganggu, penderita sering ngompol atau urin keluar sendiri yang di sebut
inkontinensia urine.
g) Keadaan saraf
Peningkatan kadar gula dalam darah akan merusak urat saraf penderita, keadaan ini
disebut neuropati diabetik. Berikut adalh gejala- gejala neuropati diabetik. a.
Kesemutan.
b. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal di telapak kaki sehingga penderita merasa seperti berjalan diatas
kasur. d. Kram.
e. Keseluruhan tubuh terasa sakit terutama pada malam hari.
f. Kerusakan yang terjadi pada banuyak serabut saraf yang disebut polineuropati
diabetik. Pada keadaan ini penderita akan pincang dan otot-otot kakinya
mengecil (atrofi).
g. Kulit
Pada umumnya kulit penderita diabetes melitus kurang sehat atau kuat dalam hal
pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur. Turgor kulit
menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
2) Promosi BB
a. Observasi
- Identifikasi kemungkinan BB kurang
b.Terapeutik
- Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
- Hidangkan makanan secara menarik
- Berikan suplemen
- Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang dicapai
c. Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
2 Gangguan integritas kulit/ jaringan Setelah dilakukan tindakan perawatan 1) Perawatan integritas kulit
b.d perubahan sirkulasi selama 8 jam maka integritas kulit dan a. Observasi
jaringan meningkat dengan kriteria hasil - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
: b. - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Kerusakan jaringan menurun - Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
- Kerusakan lapisan kulit menurun - Bersihkan parineal dengan air hangat terutama selama periode diare -
Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
c. Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayuran
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
- Anjurkan penggunaan tabir surya SPF minimal 30 menit saat berada diluar
rumah
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
2) Perawatan luka
a. Observasi
- Monitor karakterisktik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
b. Terapeutik
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Cukur rambur sekitar daerah luka
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksis
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
- Pasang balutan sesuai dengan jenis luka
- Pertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi tiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral - Berikan terapi TENS
c. Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debridement
- Kolaborasi pemberian antibiotik
3 Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan perawatan 1) Perawatan sirkulasi
hiperglikemia selama 8 jam maka perfusi perifer a. Observasi
membaik dengan kriteria hasil : - Periksa sirkulasi perifer
- Denyut nadi perifer meningkat - Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
- Warna kulit pucat menurun - Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas Terapeutik
- Pengisian kapiler membaik b. - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
- Akral membaik - Hindari pengukuran TD pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
- Turgor kulit membaik - Hindari penekanan dan pemasangan tourniket pada area yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
c. Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun TD, antikoagulan dan penurunan
kolesterol
- Anjurkan minum obat pengontrol TD secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyeka beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
- Anjurkan program rehabilitasi vaskular
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
AmericanDiabetesAssociation.2015.StandardsofMedicalCareinDiabetes-2015. Diabetes
Care, Vol. 38.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Saat sakit :
Klien mengatakan nafsu makan menurun, Klien makan 3 x/hari
(pagi, siang dan sore). Hanya sebanyak 3 sendok setiap kali makan,
jenis makan nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Tidak ada kesulitan
menelan, terdapat makanan tambahan singkong rebus dari keluarga.
BB 42 kg TB :160cm
Imt = BB (kg)
(TB (m)²)
= 42 kg
2,56 cm
= 16,4 kg/m² (BB kurang)
V. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
1. Pemeriksaan laboratorium: leukosit, eritrosit, HB, GDS
2. Obat:
− IVFD RL 20 tpm
− Ceftriaxone 1gr/12 jam
− Ranitidin 25 mg/12 jam iv
− Ketorolac 30 mg / 12 jam iv
− Metformin 500 mg/8 jam tab
− Neuroboin tab 1 x 1 tab
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
− Anjurkan klien makan sedikit dalam frekuensi sering
− Timbang berat badan tiap hari
− Berikan pendidikan kesehatan tentang nutris
− Monitor adanya penurunan bb −
Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Nyeri akut
− Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
− Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri
− Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
− Berikan posisi yang aman dan nyaman untuk pasien
− Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi anti nyeri
dan memburuk
_. Anjurkan olahraga
_. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
2. 17 Maret 2022 Manajemen Nyeri : S:
09.00 WIB 1.Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 1. Klien mengatakan nyeri di bawah telapak kaki berkurang
2.Identifikasi factor yang memperberat dan 2. Klien mengatakan masih kesemutan
memperingan nyeri
3.Monitor efek samping penggunaan anlgesik. O:
4.Berikan tehnik nonfarmakologik untuk
1. Klien tampak meringis menahan nyeri
mengurangi rasa nyeri
5.Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2. Klien tampak memesage kakinya 3. Hasil pemeriksaan
6.Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk GDS 380 mg/dl A:
mengurangi rasa nyeri 7.Tingkatkan Masalah belum teratasi
istirahat klien
8.Kolaborasikan dengan tim kesehatan pemberian P:
analgesik Lanjutkan intervensi