Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETUS

MELITUS TERHADAP NY. M DI RUANG BEDAH RSD RYACUDU

TAHUN 2022

NOPRIYANTO

2021207209102

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDY PROFESI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2021/2022
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. PENGERTIAN


Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan atau
menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan
menyimpannya sebagai glikogen). Dengan demikian, terjadi hiperglikemia yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada organ
tubuh (Mansjoer dkk,2000;Sukarmin dan S.Riyadi,2008;Tambayong,J.2000).
Menurut American Diabetes Association (2005), diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan
neuropati (Yuliana Elin,2009).

2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Perkeni (2006) mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi empat, yaitu diabetes
melitus tipe-1 (diabetes bergantung insulin) dan diabetes tipe-2 (diabetes tidak bergantung
insulin), diabetes tipe lain, serta diabetes karena kehamilan.
1. Diabetes tipe-1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus [IDDM])
Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas
sehingga timbul difisiensi insulin absolut. Pada DM tipe-1 sistem imun tubuh
sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang
terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian
autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan
faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Sekitar
70-90% sel β hancur sebelum timbul gejala klinis. Pasien DM tipe-1 harus
menggunakan injeksi insulin dan menjalankan diet secara ketat.
2. Diabetes tipe-2 atau (Non-Insulin Depedent Diabetes Melitus [NIDDM])
Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang paling umum. Penyebabnya
bervariasi mulai dominasi resistansi insulin disertai difisiensi insulin relatif sampai
defek sekresi insulin disertai resistansi insulin pada diabetes sebenarnya tidak
begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain sebagai berikut : a.
Kelainan genetik.
b. Usia.
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Gaya hidup dan stress.
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji
kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.
Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah.
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko
diabetes.
e. Obesitas (terutama pada abdomen)
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi sehingga akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Peningkatan BB 10 kg pada
pria dan 8 kg pada wanita dari batas normal IMT ( indeks masa tubuh 0 akan
meningkatkan risiko DM tipe 2 ( Camacho, P.M., dkk., 2007 ).
f. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel
pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
Perbedaan DM tipe 1 dan DM tipe 2
No. Permasalahan DM Tipe-1 DM Tipe-2
1 Awitan Usia < 40 tahun > 40 tahun
2 Habitus tubuh Normal-kurus Gemuk
3 Insulin plasma Rendah-negatif Normal-tinggi
4 Genetik lokus Kromosom 6 Kromosom 11(tetapi
masih belum jelas dan
dipertanyakan)

5 Komplikasi akut Koma ketoasidosis Koma hiperossmolar non-


ketokik

6 Terapi insulin Responsif Responsif-resistan


7 Obat oral Tidak Responsif Responsif
Sumber: Tambayong J, 2000
3. Diabetes Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta (maturity onset diabetes of the young [MODY]
1,2,3 dan DNA mitokondria) .
b. Defek genetik kinerja insulin.
c. Penyakit eksokrin pankreas
(pankreatitis,tumor/pankreatektomi,dan pankreatopati fibrokalkulus).
d. Infeksi (rubella kongenital,sitomegalovirus).

4. Diabetes melitus gestational (DMG)


Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistansi insulin selama kehamilan dan
biasanya kerja insulin akan kembali normal setelah melahirkan.

3. PATOFISIOLOGI a) Diabetes tipe I


Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakampuan untuk menghasilkan insulin karena sel
sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi
akibat produksi gula yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia prospandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi gula dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa
haus ( polydipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolism protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit
sesuai dengan kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic tersebut
dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
b) Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu; resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang dieksresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak
terjadi pada diabtes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom Hiperglikemik
Hiperosmoler Non Ketotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita yang berusia lebih dari 30 tahun
dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahuntahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
mencakup kelelahan, iritabilitas, polyuria, polydipsia, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh.

c) Diabetes gestasional
Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai dengan
peningkatan insidens makrosomia janin (bayi yang sangat besar), persalinan dan
kelahiran yang sulit, bedah Sesar serta kelahiran mati (stillbeirth). Di samping itu, bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hiperglikemia dapat mengalami hipoglikemia
pada saat lahir. Keadaan ini dapat terjadi karena pancreas bayi yang normal telah
mensekresikan insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Bayi ini
membutuhkan pemantauan yang ketat dalam kamar bayi, dan kadar glukosa darahnya
harus sering diukur. Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang menderita diabetes
sebelum kehamilannya. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Walaupun begitu, banyak
wanita yang mengalami diabetes gestasional ternyata di kemudian hari menderita
diabetes tipe II.
4. Pathway

Sumber :Buku Aplikasi NANDA NIC NOC JILID 1 2015


5. MANIFETASI KLINIS
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuesnsi metabolic defisiensi insulin (Price &
Wilson) :
1. Polyuria (peningkatan dalam berkemih).
2. Polydipsia (rasa haus).
3. Polyphagia (peningkatan selera makan).
4. Glukosuria (glukosa muncul dalam urin).
5. Penurunan berat badan.
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki (parestesia).
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu.
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba.
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

6. KOMPLIKASI
Menurut Corwin, E. (2001) dan Scobdie, I.N, (2007) diabetes melitus dapat berkembang
menjadi penyakit-penyakit lain, baik akut maupun kronis. 1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma hipoglikemia
Kondisi ini di tandai dengan adanya penurunan glukosa darah kurang dari 60 mg/dl.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1. Penyebabnya adalah pemberian
dosis insulin yang berlebih sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Sering
juga terjadi pada pasien yang menjalani terapi obat DM sulfoniluria (gilbenclamid).
Penyebab lain adalah puasa yang disertai olah raga. Olah raga meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel-sel otot rangka, masukan nutrisi yang kurang atau tidak
adekuat atau terlambat makan (30 menit setelah diberikan insulin, pasien harus
makan). Oleh karena otak memerlukan glukosa darang sebagai sumber energi
utamanya, maka hipoglikemia menyebabkan timbulnya berbagai gejala gangguan
fungsi susunan saraf pusat (SSP). Gejala hipoglikemia dibedakan menjaddi gejala pada
automotik seperti berkeringat, tremor, palpitasi, dan rasa lapar. Sementara gejala
neuroglikopenik meliputi gangguan fungsi kognitif, sulit konsentrasi, dan inkoordinasi.
Bila terjadi gejala neuroglikopenik tanpa didahului gejala automonik, maka pasien bisa
berkembang menjadi tidak sadar. Gejala hipoglikemia dapat pula dibedakan
tingkatannya memjadi gejala ringan, yaitu tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan
rasa pertigo, bingung, penurunan daya ingat, kebas didaerah bibir dan lidah, bicara
pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan, serta gejala beratnya kejang dan kehilangan kesadaran. Pasien
hipoglikemia sedang berespons cepat dengan memasukan glukosa oral. Akan tetapi ,
pasien yang tidak sadar atau setengah sadar harus diberikan infus glukosa 20%
sebanyak 30 ml, dilanjutkan dengan pemberian glukosa oral saat pasien sadar.
b. Krisis hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Terjadi
dalam bentuk ketoasidosis dan koma hiperosmolar non-ketotik.
1. Ketoasidosis
Asidosis merupakan masalah yang serius dan kritis dalam DM. Masalah ini sebagai
dampak dari patogenesi primer DM, yaitu defisiensi insulin. Ketosidosis lebih banyak
terjadipada DM tipe 1, dan jarang terjadi pada DM tipe 2 karena masih terdapat sedikit
insulinuntuk mencegah pemecahan lemak dan protein. Ketoasidosis pada DM tipe 2
dapat sisebabkan karena infeksi berat dan adanya penyakit menyerta lain seprti stroke,
jantung dan lain-lain. Ketidak mampuan transpor glukosa kedalam sel dan
metabolisme glukosa seluler, menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai
sumber energi. Akibatnya akan terjadi peninggkatan kadar gula darah, kenaikannya
dapat bervariasai 300 hingga 800 mg/dl. Sebagai pasien mungkin memperlihatkan
kadar gula darah yang lebih rendah. Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat,
asam beta hidroksibutirat, dan aseton, dan jumlahnya meningkat dalam cairan ekstra
seluler. Dengan demikian, jumlah keton yang dieksresikan lewat urina meningkat
yaitu 500-1.000 mmol/hari. Ketoasidosis yang terjadi pada pasien DM adalah asidosis
metabolik (bukan asidosis respiratorik), di tandai dengan gejala mual, munatah , haus/
dehidrasai, poliuri, penurunan elektrolit (penderita ketoasidosis yang berat dapat
kehilangan kira-kira 6,5 liter air sampai 40 hingga 500 mEq natrium, kalium, serta
klorida selama periode waktu 24 jam), nyeri abdomen , nafas bau keton/bau buah,
hipotermi, perubahan kesadaran, pernafasan kussmaul. Semua itu terjadi karena
tingginya konsentrasi ion hidrogen /asam memicu kemoreseptor untuk meningkatkan
jumlah dan kedalaman pernafasan (Corwin, J.E., 2001; Guthrie D.w., R.A Guthrie,
2009).
Pengkajian dan monitoring biokikia darah yang meliputi pemeriksaan urea, elektrolit,
glukosa, dan gas darah arteri harus dilakukan. Bila penyebab yang mendasari
ketoasidosis ditemukan, maka harus segera dilakukan pengobatan. Pasien memerlukan
perawatan dirumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan
elektrolit serta pemberian insulin untuk menurunkan gula darah (Scobie, I.N., 2007).
2. Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 karna tingginya kadar gula darah dan kekurangan insulin
secara relatif, biasanya dijumpai pada orang tua pengidap diabetes setelah
mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat. Perbedaannya dengan ketoasidosis adalah,
pada HHNK tidak terjadi ketosis karena kadar insulin masih cukup sehingga tidak
terjadi lipolisis besar-besaran.
Kadar gula darang yang sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik sehingga
terjadi penurunan komposisi cairan intra sel dan eksrasel karenan pengeluaran urin
berlebih. Dalam kondisi dapat terjadi pengeluaran berliter-liter urine, defisit cairan
sekitar 6-100 liter dan potasium (kalium) ±400 meq. Gejala lainnya adalah hipotensi,
dehidrasi berat (membran mukosa kering, tugor kulit jelek), takikardi (nadi cepat dan
lemah), rasa haus yang hebat, hipokalemia berat, tidak ada hiperventilasi dan bau
nafas, serta tanda-tanda neurorogis (perubahan sensori, kejang, dan hemiparesis)
(Hudak dan Gallo, 1996; Corwin, J.E., 2001).

c. Efek somogyi
Efek somogyi adalah penurunan unik kadar glukosa darah pada melam hari, diikuti
oleh peningkatan rebound pada paginya. Ditemukan oleh ilmuan dari hongaria,
Micheal Somogyi pada tahun 1949.penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan
besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri
menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan
hormon-hormon ini merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi hari terjadi
hiperglikemia. Resiko terjadinnya somogyi juga meningkat dengan menggunakan
NPH dalam terapi diabetes. Oleh karena itu penyebab utama efek somogyi adalah
dosis insulin yang berlebihan , maka langkah pertama pencegahan nya adalah dengan
memodifikasi dosis insulin, misalnya mengganti NPH dengan peakless analog
longacting, seperti gleargine atau detemir (Corwin, J.E., 2001;Rybicka,M,dkk, 2011.)

d. Fenomena fajar (dawn pheenomenon)


Fenomena fajar adalah hiper glikemia pada pagi hari (antara jam 5 dan jam 9,referensi
lainnya menyebutkan pada jam 3 dan 5 pagi) yang tampaknya disebabkan oleh
peningkatan sirkardian kadar glukosa pada pagi hari. Hormon lain yang meperlihatkan
variasi sirkardian pada pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan, yang
keduanya merangsang glukoneogenesis (Corwin, J.E, 2001).
Ada 2 tipe dawn phenomenon, yaitu fsikologis dan patologis (kedua tipe ini terjadi
pada saat yang sama yaitu antara jam 3 dan 5 pagi) dawn phenomenon fisiologis
terjadi karena penurunan alami sekresi insukin yang terjadi antara jam 3 dan 5 pagi
dikombinasi kan dengan ketinggian kadar glukosa darah yang tersisa sampai dengan
standar, pasien diabetes mengalami down phenomenon patoligos dengan tingkat
glukosa plasma pagi abnormal atau tinggi dengan gangguan sekresi insulin ditambah
dari sekresi hormon pertumbuhan (growth hormone [GH]) noktural. Hormon
pertumbuhan GH menyebabkan penguraian lemak dan penggunaan lebih lanjut
asamasam lemak sebagai sumber energi (merangsang glukeneogenesis) sehingga
akan menyebabkan kurangnya represi (penekanan) pada sekresi hormon insulin
antagonis, yaitu GH, kortisol, dan katekolamin yang akhirnya menyebabkan
hiperglikemia.

Puncak sekresi kortisol terjadi jam 4-5 pagi dan jam 6-9 pagi, sedangkan rendah
adalah tengah malam . GH disekresi sepanjang hari, namun 50% berlangsung
selama fase ke 3 dan ke 4 dari fase tidur NREM, dan sekresi terbesar lonjatan
hormon ini terjadi ketika tidur dalam (Rybicks, M., dkk., 2011).
2. Komplikasi yang bersifat kronis
a. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung.
Pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pembuluh darah besar dapat
mengalami ateroklerosis sering terjaadi pada NIDDM. Komplikasi makroangiopati
adalah penyakit vaskular otak (stroke), penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler
perifer (hipertensi, gagal ginjal).
b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati
diabetic, dan neuropati. Nefropati terjadi karena karena perubahan mikrovaskular
pada struktur dan fungsi ginjal yang mennyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena penurunan protein dalam retina
dan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan. Retinopati terdiri atas dua tipe berikut.
1) Retinopati background
Retinopati background dimulai dari mikroneunorisma di dalam pembuluh
retina dan menyebabkan pembentukan eksudat keras.
2) Retinopati proliferatif
Retinopati proliferatif merupakan perkembangan lanjut dari retinopati
background. Terjadinya pembentukan pembuluh darah baru pada retina akan
mengakibatkan pembuluh darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina
serta pendarahan di dalam rongga vitreum.
3) Neuropati terjadi karena perubahan metabolic pada diabetes mengakibatakan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun, yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan persepsi nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai
dan kaki (gejala yang paling dirasakan adalah kesemnutan dan kebas), saluran
pencernaan (neuropati pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan
konstipasi), kandung kemih (kencing tidak lancar), dan reprodiksi (impotensi).
c. Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi salluran kemih.
d. Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopatidan neuropati menyebabkan perubahan
pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi
infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilanngnya fungsi saraf sensorik. Semua ini
dapat menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang akhirnya
menjadi gangren.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, di samping di kaji ng dan
gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah di lakukan tes diagnostik
diantarannya:
1. Pemeriksaan gula dara puasa atau fasting Blood sugar (FBS) Tujuan :
Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
Pembatasaan : Tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam
08.00 pagi sampai jam 12.00, minum boleh
Prosedur : Darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium
Hasil : Normal : 80-120 mg/ 100 ml serum
Abnormal : 140 mg/100 ml atau lebih
2. Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan
Pembatasaan : Tidak ada
Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam
kemudian di ambil darah venanya
Hasil : Normal (kurang dari 20 mg/100 ml serum)
Abnormal : lebih dari 120 mg/100 ml atau lebih, indikasi DM.
3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance tes (TTGO) Tujuan
: Menentukan toleransi terhadap respons pemberian glukosa
Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam seblum tes dan selama test, boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum the
selama pemeriksaan (untuk mengukur respon tubuh
terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi sters
(keadaan banyak aktivitas dan stress menstimulasi
epinephrine dan kortisol dan berpengaruh terhadap
peningkatan gula darah melalui peningkatan
glukoneogenesis).
Prosedur : Pasien di beri makan tinggi karbohidrat selama 3 hari
sebelum
tes. Kemuadian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin untuk
pemeriksaaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon
melalui mulut,periksaa darah dan urine ½, 1,2,3,4, dan 5
jam setelah pemberian glukosa.
Hasil : Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140
mg/dl dan kembali normal 2 atau 3 jam
kemudian.

Abnormal : Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah


2 atau 3 jam, urine positif
glukosa
4. Pemeriksaan glukosa urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak
dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin,
vitamin C dan beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana
ambang ginjal meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap glukosa terganggu.
5. Pemeriksaan ketone urin
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar
pada urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya
ketonuria menunjukkan adanya ketoasidosis
6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena
ketidakadekuatan kontrol glikemik
7. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosytaled hemoglobin ( HbA1c). tes ini mengukur protensis glukosa yang
melekat pada hemoglobim. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa
ratarata selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c
digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat
memprediksi risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karna pengaruh
kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan
diagnosis dan pada inteval tertentu untul mengevaluasi penatalaksanaan DM,
direkomendasikan dilakukan 2 kali dalam sethaun bagi pasien DM. kadar
yang direkomendasikan oleh ADA < 7% (ADA 2003 dalam black dan hawks,
2005 : Ignativicius dan Workman, 2006).

8. PENATALAKSANAAN
a. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %.
2) Protein sebanyak 10 – 15 %.
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %.
b. Latihan jasmani
Prinsip olahraga pada pasien DM adalah CRIPE, yaitu sebagai berikut (Kariadi,
2009):
1) Continous (terus-menerus)
Latihan harus terus menerus berkesinambungan tanpa berhenti dalam waktu
tertentu, contohnya seperti berlari, istirahat, lalu mulai berlari lagi.
2) Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur. Contohnya, jalan kaki, berlari, berenang atau bersepeda.
3) Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-seling antara gerak lambat dan cepat.
Contohnya, lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi jalan
biasa (asalkan tidak berhenti).
4) Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dan intensitas latihan mencapai 60-
70% maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi latihan dilakukan 3-5 kali
per minggu.
5) Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
pernapasan dan jantung. Hal ini dipenuhi oleh olahraga seperti jalan kaki, berlari
atau bersepeda.
c. Pengelolaan farmakologis 1) Obat hipoglikemia oral (OHO) a. Golongan
sulfonilurea.
Mekanisme kerja obat golongan sulfoniluera :
1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b. Golongan biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah Metformin. Metformin ini
menurunkan kadar glukosa darah pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta efeknya juga berefek menurunkan kadar
glukosa hati. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam.
c. Alga glukosidase inhibitor – acarbose.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukodosidase di dalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hiperglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
d. Insulin sensitizing agent
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan ini bekerja meningkatkan glukosa
disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.
2) Insulin
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfoniluera atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfoniluera dengan
metformin. Dan bila masih belum berhasil, dipakai kombinasi sulfoniluera dan
insulin.
a. Dosis pemberian insulin berdasarkan kadar glukosa darah (Sumber : Perkeni, 2006)
Gula Darah Sewaktu Dosis (Unit)
< 200 mg/Dl 5-8 U
200-250 mg/Dl 10-12 U
250-300 mg/dL 15-16 U
300-350 mg/dL 20 U
>350 mg/dL 20-24 U

b. Dosis pemberian insulin subkutan (Sumber: PB PAPDI, 2013)


Glargine 10 U sebelum tidur
5 U pada keadaan yang dikhawatirkan hipoglikemia 15 U pada
pasien DM tipe 2, obesitas, infeksi, luka terbuka, dalam terapi
steroid

Insulin short/ 0,1 U/kg tiap makan


rapid acting
Sesuaikan atau berikan setelah makan pada pola makan yang tidak
teratur

Periksa glukosa saat makan dan sebelum tidur-insulin tambahan


200-299 Tambah insulin rapid acting 0,075 U/kg BB
mg/dL
Tambah insulin rapid acting 0,1 U/kg BB

Sesuaikan dosis glargine untuk mempertahankan glukosa darah puasa 80-110 mg/Dl

Jika tercapai Sesuaikan insulin rapid acting untuk mencapai kadar glukosa darah
sebelum makan dan sebelum tidur 120-200 mg/dL

B. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus 1. Pengkajian


Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara sistematis,
memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam
format yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan
(Tarwoto, 2012). Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini
yang terbagi atas :
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2) Anamnesa
a. Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan
utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya P3 (polyuria, polydipsia, polypagia).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
7) Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan
atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus
diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa
menjadi pembawa bakat (berupa gen).
8) Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
a. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating
kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah
sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan
mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan,
makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji
sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak
adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume,
adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri,
nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot –
otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self system ).
g. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM
akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
h. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada
sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan
potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
i. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami
dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita
dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
9) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Rambut tipis dan mudah rontok, telinga dering mendenging (berdesing) dan jika
keadaan ini tidak segera diobati dapat menjadi tuli. Mata dapat menjadi katarak,
glaukoma (peninggkatan bola mata), produksi air mata menurun, dan retinopati
diabetik (penyempitan pembuluh darah kapiler yang disertai eksudasi dan
perdarahan pada retina sehingga mata penderita menjadi kabur dan tidak dapat
sembuh dengan kacamata bahkan menjadi buta).
b) Rongga mulut
Lidah terasa membesar atau menebal, kadang kadang timbul gangguan rasa
pengecapan. Ludah penderita diabetes melitus seringkali menjadai lebih kental,
sehingga mulutnya terasa kering yang disebut xerostomia diabetik. Keadaan ludah
mengental ini dapat mengganggu kesehatan rongga mulut dan mudah mengalami
infeksi. Kadang-kadang rasa ludah yang amat berlebihan yang disebut hipersalivasi
diabetik.
Jaringan yang mengikat gigi pada rahang/priodontium mudah rusak sehingga gigi
penderita diabetes melitus mudah goyah bahkan mudah lepas. Gusi penderita
diabetes melitus mudah mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah dan karena
sering sering mengalami infeksi , rongga mulut dan lidah penderita diabetes melitus
semakin mengental sehingga bau mulut penderita sering merasa tidak enak (Foetor
ex oris diabetik)
c) Paru- paru dan jantung.
Penderita diabetes melitus bila batuk biasanya berlangsung lama karena pertahanan
tubuh menurun dan penderita diabetes melitus lebih mudah menderita TBC.
Penderita DM juga lebih mudah menderita infark jantung dan daya pompa otot
jantung lemah sehingga penderita mudah sesak nafas ketika jalan atau naik tangga
(payah jantung /dekompensasi korsis).

d) Hati.
Penderita diabetes melitus yang tidak dirawat dengan baik, akan mengalami atau
menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena kekurangan glukosa
dalam dietnya.
Penyekit ini disebut dengan penyakit perlemakan hati nonalkohol, yang terjadi
dalam kurun waktu 5 tahun setelah penderita obesitas atau DM tipe 2. Mekanisme
terjadinya penyakit ini karena akumulasi lemak hepatosit melalui mekanisme
lipolisis dan hiperinsulisme (Romadhona, S., 2009). Penderita diabetes melitus juga
lebih mudah mengidap penyakit radang jahati karena virus hevatitis B dan C
dibandingkan dengan penderita nondiabetes.
e) Saluran pencernaan
a. Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung
untuk menghancurkan makana menjadi lemah, kemudian lambung
menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan
makanan lebih lama tertinggal di lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa
mual , perut terasa penuh, kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang
timbul rasa sakit di ulu hati, atau makanan terhenti di dalam dada.
b. Usus
Gangguan pada usus yang sering dialami penderita diabetes melitus adalah
sukar buang air besar, perut kembung, kotoran keras, buang air besar hanya
sekali dalam 2-3 hari. Kadang terjadi sebaliknya yaitu penderita menunjukan
keluhan diare 4-5 kali sehari, kotoran banyak mengandung air, sering timbul
pada malam hari. Semua ini akibat komplikasi saraf pada usus besar.
f) Ginjal dan kantung kemih
a. Ginjal
Dibandingkan dengan ginjal orang normal, penderuta diabetes melitus
mempunyai kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi
ginjal. Semuanya disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul
dan adanya faktor penyempitan pembuluh darah kapiler yang di sebut
mikroangiopati diabetik di ginjal.
b. Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang. Saraf
yang memelihara kandung kemih sering rusak, sehingga dingding kandung
kemih menjadi lemah. Kandung kemih akan menggelembung dan kadang-
kadang penterita tidak dapat BAK secara spontan, urin tertimbun dan tertahan
di kandung kemih. Keadaan ini di sebut retensio urine. Sebaliknya,bila kontrol
saraf terganggu, penderita sering ngompol atau urin keluar sendiri yang di sebut
inkontinensia urine.
g) Keadaan saraf
Peningkatan kadar gula dalam darah akan merusak urat saraf penderita, keadaan ini
disebut neuropati diabetik. Berikut adalh gejala- gejala neuropati diabetik. a.
Kesemutan.
b. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal di telapak kaki sehingga penderita merasa seperti berjalan diatas
kasur. d. Kram.
e. Keseluruhan tubuh terasa sakit terutama pada malam hari.
f. Kerusakan yang terjadi pada banuyak serabut saraf yang disebut polineuropati
diabetik. Pada keadaan ini penderita akan pincang dan otot-otot kakinya
mengecil (atrofi).
g. Kulit
Pada umumnya kulit penderita diabetes melitus kurang sehat atau kuat dalam hal
pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur. Turgor kulit
menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.

2. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


a. Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan menelan makanan
b. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d perubahan sirkulasi
c. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
(NANDA NIC-NOC Jilid 2 Tahun 2015)
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Manajemen nutrisi


Ketidakmampuan menelan makanan selama 8 jam .maka status nutrisi a. Observasi
membaik dengan kriteria hasil : - Indentifikasi status nutrisi
- Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat
- Identifikasi makanan yang disukai
- Kekuatan otot mengunyah meningkat
- Kekuatan otot menelan meningkat - Identifikasi kebutuhankalori dan jenis nutrien
- Serum albumin meningkat - Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT
- Nyeri abdomen menurun - Sariawan - Monitor asupan makanan
menurun b. - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Rambut rontok menurun Terapeutik
- Diare menurun - Lakukan oral hygiene sebelum makan
- BB membaik - Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Indeks massa tubuh membaik - Sajikan makanan dalam bentuk menarik dan suhu yang sesuai
- Frekuensi makan membaik - Berikan makanan TKTP dan tinggi serat
- Nafsu makan membaik - Berikan suplemen makanan
- Bising usus membaik - Hentikan permberian makan melalui selang NGT jika asupan oral dapat
c. ditoleransi
- Membran mukosa membaik
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk
- Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

2) Promosi BB
a. Observasi
- Identifikasi kemungkinan BB kurang

- Monitor adanya maul dan muntah


- Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari - Monitor BB
- Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum

b.Terapeutik
- Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
- Hidangkan makanan secara menarik
- Berikan suplemen
- Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang dicapai
c. Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
2 Gangguan integritas kulit/ jaringan Setelah dilakukan tindakan perawatan 1) Perawatan integritas kulit
b.d perubahan sirkulasi selama 8 jam maka integritas kulit dan a. Observasi
jaringan meningkat dengan kriteria hasil - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
: b. - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Kerusakan jaringan menurun - Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
- Kerusakan lapisan kulit menurun - Bersihkan parineal dengan air hangat terutama selama periode diare -
Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

c. Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayuran
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim

- Anjurkan penggunaan tabir surya SPF minimal 30 menit saat berada diluar
rumah
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

2) Perawatan luka
a. Observasi
- Monitor karakterisktik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
b. Terapeutik
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Cukur rambur sekitar daerah luka
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksis
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
- Pasang balutan sesuai dengan jenis luka
- Pertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi tiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral - Berikan terapi TENS
c. Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debridement
- Kolaborasi pemberian antibiotik

3 Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan perawatan 1) Perawatan sirkulasi
hiperglikemia selama 8 jam maka perfusi perifer a. Observasi
membaik dengan kriteria hasil : - Periksa sirkulasi perifer
- Denyut nadi perifer meningkat - Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
- Warna kulit pucat menurun - Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas Terapeutik
- Pengisian kapiler membaik b. - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
- Akral membaik - Hindari pengukuran TD pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
- Turgor kulit membaik - Hindari penekanan dan pemasangan tourniket pada area yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
c. Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun TD, antikoagulan dan penurunan
kolesterol
- Anjurkan minum obat pengontrol TD secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyeka beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
- Anjurkan program rehabilitasi vaskular
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan

2) Manajemen sensasi perifer


a. Observasi
- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu dan pakaian
- Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
- Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
- Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena b. Terapeutik
- Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhu nya c. Edukasi
- Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
- Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
- Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid
DAFTAR PUSTAKA

AmericanDiabetesAssociation.2015.StandardsofMedicalCareinDiabetes-2015. Diabetes
Care, Vol. 38.

Azizah,LilikMa’rifatul. 2011.KeperawatanLanjutUsia.Yogyakarta:Graha Ilmu.

PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia,


PERKENI, Jakarta.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
ASUHAN KEPERAWATAN

Tgl masuk RS :2 Mei 2022 Jam : 20.00 wib


Tgl pengkajian : 3 Mei 2022 Jam : 10.00 wib
I. DATA DASAR
A. Identitas pasien
Nama : Ny. Y
Usia : 57 tahun
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : lampung
Bahasa yang digunakan : lampung
Alamat rumah : Sindang Sari Kotabumi
Sumber biaya : BPJS
Dx medis utama : Diabetes Melitus
B. Sumber informasi
Nama : Tn. A
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Anak
Pendidikan : Wiraswasta
Pekerjaan : Tani
Alamat : Sindang Sari kotabumi

II. RIWAYAT KESEHATAN


A. Riwayat Kesehatan Saat Masuk UGD
Klien bernama Ny. Y datang ke IGD RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi
Lampung Utara pada pada tanggal 2 Mei 2022 pukul 20.00 WIB dengan
keluhan kesemutan yang disertai gatalgatal, mengeluh lemas dan lelah, mulut
terasa kering dan sering haus, serta sering BAK pada malam hari 5 – 9 kali dan
nyeri pada telapak kaki kanan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri menjalar
sampai ke pergelangan kaki. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dengan
tekanan darah 120/100 mmHg, nadı 100 x/menit. Pernapasan 20 x/menit, suhu
tubuh 36,5ᵒC dan berat badan 42 kg. Keluarga klien mengatakan mengetahui
ibunya ada penyakit diabet 6 bulan yang lalu saat mengikuti posbindu di
kampungnya. Sebelum tahu ibunya kena diabet berat badannya sekitar 62 kg.
B. Riwayat Kesehatan Saat Pengkajian/Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan utama saat Pengkajian
Keluhan utama : Kesemutan
Klien mengatakan sering merasa kesemutan disertai gatal-gatal, mengeluh
lemas dan lelah, mulut terasa kering, serta sering BAK pada malam hari
dan nyeri pada telapak kaki kanan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri
menjalar sampai ke pergelangan kaki, skala nyeri 5, nyeri berlangsung
selama ± 5 menit dengan waktu tidak menit.
2) Keluhan Penyerta
Klien mengatakan cemas dengan keadaan saat ini , aktivitas di bantu
keluarga,
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarga mempunyai penyakit menurun dan
menahun yaitu kencing manis atau Diabetus Melitus dari ayahnya.

D. Riwayat Psikososial Spiritual


1. Psikologis
Klien mengatakan cemas dan gelisah dengan penyakıt yang dialaminya saat
ini. klien mengatakan ingin cepat pulang dan agar dapat beraktivitas Seperti
biasanya dan dapat berkumpul dengan keluarga dirumah.
2. Pengetahuan Klien Dan Keluarga
Klien dan keluarga belum begitu paham dan mengetahui tentang penyakit
yang diderita klien
3. Pola Kebiasaan Sehari -Hari Sebelum Dan Saat Sakit
1. Pola nutrisi dan cairan
a. Pola nutrisi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit nafsu makan baik, makan melalui
oral 3x/hari (pagi, siang, malam) jenis makan nasi, lauk pauk, sayur,
dan Klien mengatakan sering makan gorengan, sering
mengkonsumsi sirup dan minuman yang bersoda, seperti marjan,
sprite/fanta yang didinginkan, Klien juga mengatakan suka makan-
makanan siap saji seperti mie instan, sosis dan bakso, dan makanan
yang berlemak seperti santan kental serta jarang berolah raga atu
aktivitas fisik Tidak mempunyai alergi makanan, sebelum dan
sesudah makan mencuci tangan, selalu berdoa. BB : 65 kg, TB:160

Saat sakit :
Klien mengatakan nafsu makan menurun, Klien makan 3 x/hari
(pagi, siang dan sore). Hanya sebanyak 3 sendok setiap kali makan,
jenis makan nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Tidak ada kesulitan
menelan, terdapat makanan tambahan singkong rebus dari keluarga.
BB 42 kg TB :160cm

Imt = BB (kg)

(TB (m)²)
= 42 kg
2,56 cm
= 16,4 kg/m² (BB kurang)

BB ideal = (TB(cm) – 100) – 10%


= (160 – 100) – 10%
= 60 – 10%
= 54 Kg BB ideal (BB kurang)
2. Pola Eliminasi
a. BAK
Klien mengatakan sering bak terutama pada malam hari 5-9
x/malam dan tidak ada keluhan saat bak.
3. Pola kebutuhan rasa aman dan nyeri
Klien mengatakan sering kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kanan,
nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri menjalar sampai ke pergelangan kaki,
skala nyeri 5, nyeri berlangsung selama ± 5 menit.
4. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Sebelum masuk rumah
sakit :
Klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok, namun tidak memiliki
kebiasaan minum-minuman keras, dan juga tidak memiliki
kertergantungan obat, tetapi klien mengatakan suka makan-makanan
yang bersantan, sering makan gorengan, sering mengkonsumsi sirup dan
minuman bersoda seperti fanta/sprite yang di dinginkan dan klien juga
tidak suka berolahraga dan sering mengkonsumsi / minum kopi 3
gelas/hari.

III. PENGKAJIAN FISIK


1. Pemeriksaan umum
Klien mengalami kesadaran composmentis, dengan tekanan darah 120/100
mmHg, nadi 100 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu tubuh 36,5ᵒC, tinggi
badan klien 160 cm, berat badan pasien saat ini 42 kg.
2. Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem endokrin
Nafas klien berbau keton

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Leukosit 10.00x10’3/ul 4.00-10.00
Eritrosit 3.50x10’6/ul 3.50-5.00
Hemoglobin 11.3 g/Dl 11.0-15.0
GDS 344 mg/di 80-120

V. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
1. Pemeriksaan laboratorium: leukosit, eritrosit, HB, GDS
2. Obat:
− IVFD RL 20 tpm
− Ceftriaxone 1gr/12 jam
− Ranitidin 25 mg/12 jam iv
− Ketorolac 30 mg / 12 jam iv
− Metformin 500 mg/8 jam tab
− Neuroboin tab 1 x 1 tab
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
− Anjurkan klien makan sedikit dalam frekuensi sering
− Timbang berat badan tiap hari
− Berikan pendidikan kesehatan tentang nutris
− Monitor adanya penurunan bb −
Kolaborasi dengan ahli gizi

2. Nyeri akut
− Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
− Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri
− Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
− Berikan posisi yang aman dan nyaman untuk pasien
− Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi anti nyeri

3. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


_ Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia

_ Monitor kadar glukosa darah

_. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia

_. Monitor intake dan out put cairan

_. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap

dan memburuk

_. Anjurkan olahraga
_. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri

_. Anjurkan kepatuhan pada diit dan olahraga

VI. DATA FOKUS


a. Data subjektif
- Klien mengatakan sering merasa haus dan mulut kering
- Klien mengatakan kesemutan disertai gatal-gatal
- Klien mengatakan nafsu makan menurun
- Klien mengatakan cepat kenyang setelah makan
- Klien mengatakan merasa BB nya menurun
- Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki kanan
- Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Klien mengatakan nyeri menjalar sampai ke pergelangan kaki
- Klien mengatakan lemas dan lemah
- Klien mengatakan sering kencing terutama pada malam hari, 5-9 kali
- Klien mengatakan segala aktivitas di bantu keluarga
b. Data objektif
- Pasien terlihat tidak menghabiskan porsi makan yang telah di
sediakan
- Klien terlihat kurus
- Klien terlihat lemas dan lelah
- Nafas klien berbau keton
- BB klien menurun
- BB saat sakit 42 kg
- Hasil pemeriksaan GDS 446
- Klien tampak meringis menahan nyeri
- Klien tampak berbaring ditempat tidur terus dan terlihat lemah -
Tampak segala aktivitas klien dibantu oleh keluarga

VII. ANALISA DATA


No. DATA MASALAH ETIOLOGI
1 DS: Ketidakseimbangan Ketidakmampuan
- nutrisi kurang dari menelan makanan
Klien mengatakan nafsu kebutuhan tubuh ( (Anoreksia)
- makan menurun Defisit Nutrisi)
Klien mengatakan merasa
- BB nya menurun
Klien mengatakan sering
- merasa kesemutan
Klien mengatakan kesemutan
DO: disertai gatal-gatal
-
Klien tidak menghabiskan
porsi makan yang telah di
sediakan
-
Klien terlihat kurus
-
BB klien menurun
-
BB sebelum sakit 65 kg
-
BB saat sakit 42 kg
2 DS: Perfusi perifer tidak Hiperglikemia
− efektif
Klien mengatakan nyeri pada
- telapak kaki kanan
Klien mengatakan sering
− merasa kesemutan
Klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk
− Klien mengatakan nyeri
menjalar sampai ke
pergelangan kaki
DO:
− Klien tampak meringis
menahan nyeri
− Klien tampak memanage
kakinya
− Hasil pemeriksaan GDS 446
mg/dl
3 DS: Ketidakstabilan Resistensi Insulin
− Kadar Glukosa
Klien mengatakan lemas dan Darah
− lelah
Klien mengatakan sering
kencing terutama malam hari
5-9 x/malam
− Klien mengatakan sering
haus dan mulut terasa kering
DO:
− Klien tampak lemas dan lelah
− Hasil pemeriksaan GDS 446
mg/dl
− Nafas klien berbau keton
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Faktor biologis
(gangguan keseimbangan insulin)
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
3. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah bd resistensi insulin
IX. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam Manajemen nutrisi :
dari kebutuhan tubuh b.d Faktor diharapkan gangguan nutrisi kurang dari 1. Kaji adanya alergi dan intoleransi makanan
biologis (gangguan keseimbangan kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi kebutuhan kalore dan jenis mutrien
insulin) 1. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
3. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dbutuhkan
2. Nafsu makan bertambah dan menghabiskan
4. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
porsi makan yang
3. BB ideal sesuai dengan TB 5. Monitor adanya penurunan BB
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 6. Ajarkan diet yang di programkan
5. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk meentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam Manajemen Nyeri :
perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
hiperglikemia
1. Parestisia/Kesemutan menurun 2. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Denyut nadi perifer meningkat 3. Monitor efek samping penggunaan anlgesik.
3. Mampu mengontrol nyeri 4. Berikan tehnik nonfarmakologik untuk mengurangi rasa nyeri
4. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 5. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
menggunakan menejemen nyeri
6. Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
7. Tingkatkan istirahat klien
8. Kolaborasikan dengan tim kesehatan pemberian analgesik

Manajemen sensasi perifer


- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Monitor terjadinya parestesia
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
- Anjurkan untuk berhenti kebiasaan merokok
- Anjurkan untuk olahraga atau aktifitas fisik
- Anjurkan untuk patuh obat, diet , aktifitas fisik dan kelola stress
- Kolaborasi pemberian analgesic , jika perlu
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
3. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam Manajemen Hiperglikemia
Darah bd resistensi insulin masalah kestabilan kadar glukosa darah meningka 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
dengan kriteria hasil : 1. Kadar gula dalam darah 2. Monitor kadar glukosa darah
mebaik
3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
2. Mulut kering dan haus menurun
4. Monitor intake dan out put cairan
3. Rasa lemas dan lelah meurun
5. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap dan
4.Frekuensi kencing pada malam hari menurun 1-2
memburuk
x/malam
6. Anjurkan olahraga
7. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
8. Anjurkan kepatuhan pada diit dan olahraga
9. Ajarkan pengelolaan diabetusmelitus ( diit, olahraga,penggunaan
insulin)
10. Kolaborasi pemberian insulin, cairan iv dan kalium jika perlu
X. CATATAN PERKEMBANGAN
No. Diagnosa Tanggal/ pukul Implementasi Evaluasi
SOAP
1. 17 Maret 2022 1. Mengkaji adanya alergi makanan S:
09 .00 WIB 2. Mengkaji kemampuan klien untuk 1. Klien mengatakan nafsu makan menurun
mendapatkan nutrisi yang dbutuhkan 2. Klien mengatakan tidak menghabiskan porsi makan yang telah di berikan
3. Berikan substansi gula
4. Memberikan informasi tentang kebutuhan O:
nutrisi 1. Klien makan 2 - 3 sendok makan
5. Memonitor adanya penurunan BB 2. Klien tidak muntah
3. BB 42 kg

A:
Masalah belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi
2. 17 Maret 2022 Manajemen Nyeri : S:
09.00 WIB 1.Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 1. Klien mengatakan nyeri di bawah telapak kaki berkurang
2.Identifikasi factor yang memperberat dan 2. Klien mengatakan masih kesemutan
memperingan nyeri
3.Monitor efek samping penggunaan anlgesik. O:
4.Berikan tehnik nonfarmakologik untuk
1. Klien tampak meringis menahan nyeri
mengurangi rasa nyeri
5.Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2. Klien tampak memesage kakinya 3. Hasil pemeriksaan
6.Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk GDS 380 mg/dl A:
mengurangi rasa nyeri 7.Tingkatkan Masalah belum teratasi
istirahat klien
8.Kolaborasikan dengan tim kesehatan pemberian P:
analgesik Lanjutkan intervensi

Manajemen sensasi perifer


- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Monitor terjadinya parestesia
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
- Anjurkan untuk berhenti
kebiasaan merokok
- Anjurkan untuk olahraga atau aktifitas
fisik
- Anjurkan untuk patuh obat, diet , aktifitas
fisik dan kelola stress
- Kolaborasi pemberian analgesic , jika perlu
- Kolaborasi pemberian kortikosterokoid,
jika perlu
3. 17 Maret 2022 Manajemen Hiperglikemia S:
09.00 WIB 1. Identifikasi kemungkinan penyebab 1. Klien mengatakan masih merasa lemas dan lelah
hiperglikemia 2. Klien mengatakan mulut kering dan rasa haus mulai menurun
2. Monitor kadar glukosa darah 3. Klien mengatakan kencing malam mulai berkurang 4 – 6 x/malam
3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. Monitor intake dan out put cairan O:
5. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala 1. Klien tampak lemas dan lelah
hiperglikemia tetap dan memburuk 2. Nilai GDS 380 mg/dl
6. Anjurkan olahraga
7. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara A:
mandiri Masalah mulai teratasi
8. Anjurkan kepatuhan pada diit dan olahraga 9.
Ajarkan pengelolaan diabetusmelitus ( diit, P:
olahraga,penggunaan insulin)
Lanjutkan intervensi
10. Kolaborasi pemberian insulin, cairan iv dan
kalium jika perlu

Anda mungkin juga menyukai