1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes mellitus merupakan gangguan hormonal kronik yang menyebabkan glukosa dalam darah berlebih disertai dengan berbagai kelainan metabolic, yang menimbulkan berbagai komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan menggunakan mikrosop electron (Moh, Faisol, 2015). Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada dewasa yang membutuhkan supervise medis berkelanjutan dan edukasi perawatan mandiri pada pasien. Namun, bergantung pada tipe dm dan usia pasien, kebutuhan dan asuahan keperawatan pasien dapat sangat berbeda (LeMone, Priscilla, 2016). Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolic yang berciri hiperglikemia sebagai akibat kekurangan insulin, kekurangan efek insulin, atau keduanya (Era, Ani, 2021) 2. Etiologi Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association/World Health Organization (ADA/WHO), penyebab dari diabetes mellitus tipe 2 yaitu, disebabkan oleh seristensi hormon insulin, karena jumlah , karena jumlah reseptor insulin pada permukaan sel berkurang. Meskipun jumlah insulin tidak berkurang. Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel insulin, walaupun telah tersedia. Kondisi ini disebabkan oleh obesitas terutamatipe sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang olahraga, serta faktor keturunan (Koes, 2014) 3. Patofisiologi Diabetes Melitus Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM Tipe 1. Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proisulin (prekursor insulin) terhadap insulin tersekresi juga meningkat (Black, M. Joyce, 2014). DM tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang terjadi meski tersedia insulin endogen. Kadar insulin yang dihasilkan pada DM tipe 2 berbeda- beda dan meski ada, fungsinya dirusak oleh resistensi insulin di jaringan perifer. Hati memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan tidak dimetabolisme dengan baik, dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah insulin yang kurang dari yang dibutuhkan (LeMone, Priscilla, 2016). Faktor utama perkembangan DM tipe 2 adalah resistensi selular terhadap efek insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk memengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. Hiperglikemia meningkat secara perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum DM didiagnosis, sehingga kira-kira separuh diagnosis baru DM tipe 2 yang baru didiagnosis sudah sudah mengalami komplikasi (LeMone, Priscilla, 2016). Proses patofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistansi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistansi insulin perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel. jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistansi insulin perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel. Insulin adalah hormon pembangun (anabolik). Tanpa insulin, tiga masalah metabolik mayor terjadi: a. penurunan pemanfaatan glukosa, b. peningkatan mobilisasi lemak, dan c. peningkatan pemanfaatan protein (Black, M. Joyce, 2014). 4. Manifestasi Diabetes Melitus Manifestasi klinis yang sering kali dilaporkan pasien diabetes melitus tipe 2 adalah tanda-tanda dan gejala umum, dan kurang lebih memiliki manifestasi klinis yang serupa dengan penderita diabetes melitus tipe 1, yaitu: a. Buang air kencing di malam hari dengan intensitas tinggi dalam artian sering b. Merasa haus dan lapar meski telah cukup minum dan makan c. Merasa lelah meski sudah istirahat cukup d. Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh adanya per ubahan pada bentuk lensa di mata e. Penurunan berat badan Selain itu, ada beberapa gejala dan tanda-tanda lain yang sering dilaporkan selain dari gejala dan tanda umum di atas, yaitu luka yang sukar untuk sembuh, tubuh mudah terserang infeksi, merasa gatal-gatal, perubahan pada mata seperti pandangan yang mulai kabur, dan merasa kelelahan meski sudah memiliki waktu istirahat yang cukup. Sementara pada beberapa kasus, dengan kadar gula darah yang terus-menerus mengalami peningkatan hingga pasien mengalami hiperglikemia, maka akan muncul tanda-tanda dan gejala lebih lanjut seperti: a. Mulut terasa kering b. Selalu ingin minum meski merasa sudah cukup asupan cairannya c. Kehilangan kesadaran atau pingsan d. Hipotensi e. Infeksi yang terus-menerus kambuh, seperti ISK atau terserang infeksi di mulut (sariawan)
5. Klasifikasi Diabetes Melitus
a. Dm tipe 1 (insufisiensi insulin absolut), dapat terjadi pada usia berapapun. Dm tipe 1 terjadi akibat kerusakan permanen sel beta Langerhans akibat autoimun, sehingga bergantung pada insulin seumur hidup (Era, Ani, 2021) b. Dm tipe 2 (resistensi insulin), umumnya terjadi pada dewasa >40 tahun yang mengalami obesitas. Pada diabetes tipe 2, insulin yang dihasilkan jumlahnya sedikit atau terjadi resistensi insulin sehingga sel tidak responsive terhadap insulin. Obesitas disebut sebagai salah satu penyebabnya (Era, Ani, 2021). c. Diabetes gestasional (selama kehamilan), terjadi akibat hormone plasenta yang menetralkan insulin sehingga terjadi resistensi insulin (Era, Ani, 2021). d. Diabetes mellitus tipe lain, diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain, missal efek genetic sel beta pancreas, penyakit infeksi seperti pankreatitis, kelainan hormonal atau penggunaan obat-obatan, seperti glukokortikoid (Moh, Faisol, 2015).
6. Prediposisi Diabetes Mellitus
(Moh. Fisol, 2015) menyebutkan bahwa penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain a. Kelainan genetik Diabetes mellitus dapat menurun dari keluarga atau pasien diabetes mellitus, hal ini terjadi karena DNA pada pasien diabetes mellitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin. b. Usia Manusia mengalami penurunan fisiologis yang dramatis dengan cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan berisiko pada menurun penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. c. Pola makan Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja sel beta pankreas. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. d. Obesitas Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. e. Stres Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan insulin. f. Infeksi Bakteri atau virus yang masuk ke dalam pankreas akan mengakibatkan sel-sel pankreas rusak. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas
7. Pemeriksaan Penjunang Diabetes Melitus
Menurut (Yuli, elly, dkk 2018) pemeriksaan penunjang pada diabetes melitus yaitu, a. Glukosa darah sewaktu b. Kadar glukosa darah puasa c. Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu danpuasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan: a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl penunjang Lainya sesuai KebutuhanPemeriksaan penunjang lainnya sesuai kebutuhan kondisi pasien: a. Aseton plasma (keton): positif secara menyolok b. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat c. Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/1 d. Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun e. Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun f. Fosfor: lebih sering menurun. g. Hemoglobin glikosilat: kadarnya menngkat 2 - 4 kali lipat h. Gas darah arteri: biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada HCO3(Asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. i. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentraasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi j. Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal) k. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari Diaabetes melitus (Diabetik ketoasidosis) l. Pemeriksaan fungsi ttiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat menongkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin m. Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih, infeksipernafasan, dan infeksi pada luka.
8. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
a. Non medikamentosa Bagi penderita atau yang mempunyai Riwayat keluarga DM hendaknya hatihati terhadap makanan dibawah ini: 1) Yang harus dihindari: Gula murni: gula pasir, gula jawa. Makanan dan minuman dibuat dari gula murni: abon, dendeng, sarden, manisan, dodol, cake, tart, sirup, jeli, susu kental manis, coklat, soft drink, es krim, dan lain-lain. 2) Yang harus dibatasi:Makanan yang mengandung karbohidrat: nasi, ubi, singkong, roti, mie, kentang, jagung, dan makanan yang olah dari tepung. Evaluasi 3 bulan bila menetap perlu dilakukan terapi medikamentosa. b. Medikamentosa Bila gula darah tidak dapat diturunkan sampai tingkat hampir normal dengan diet maka diperlukan anti diabetic oral: 1) Klorpropamid mulai dengan 0,1 gram/hari dalam sekali pemberian, maksimal 0,5 mg/hari 1/ 2 jam sebelum makan. 2) Glibenklamid mulai 5 mg/hari dalam 2-3 kali pemberian, maksimal 15 mg/hari. 3) Methformin mulai dengan 0,5 gram/hari dalam 2-3 kali pemberian, maksimal 2 gram/hari. 4) Glipizide 2-25 mg, 1-2 kali/hari, sebelum makan. 5) Glipizide 20-30 mg, 1-2 kali/hari, sebelum makan 6) Glimepiride 0.5-6 mg, 1 kali/hari sebelum makan 7) Acarbose 100-300 mg, 3 kali/hari bersamaan suapan pertama
9. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi atau penyulit pada DM, dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi kronis, berupa komplikasi kronis vaskuler dan non vaskuler. a. Komplikasi akut yang sering terjadi: 1) Hipoglikemia, yaitu keadaan penurunan kadar glukosa darah dengan gejala berupa gelisah, tekan-an darah turun, lapar, mual, lemah, lesu.keringat dingin, gangguan menghitung sederhana, bibir dan tangan gemetar, sampai terjadi koma. Kondisi ini harus segera diatasi, dengan diberi gula murni, minum sirup, permen atau makanan yang me-ngandung karbohidrat seperti roti. 2) Hiperglikemia, yaitu keadaan kelebihan gula darah yang biasanya disebabkan oleh makan secara berlebihan, stres emosional, penghentian obat DM secara mendadak. Gejalanya berupa penurunan kesadaran serta kekurangan cairan (dehidrasi). 3) Ketoasidosis diabetik, yaitu keadaan peningkatan senyawa keton yang bersifat asam dalam darah yang berasal dari asam lemak bebas hasil dari pemecahan sel-sel lemak aringan. Gejala dan tandanya berupa nafsu makan turun, merasa haus, banyak minum, banyak kencing, mual dan muntah, nyeri perut, nadi cepat, pernapasan cepat dan dalam, napas berbau khas (keton), hipotensi, penurunan kesadaran, sampai koma. b. Komplikasi Kronis vaskuler dan non vaskuler adalah sebagai berikut. 1) Rasa tebal pada lidah, gigi dan gusi, yang mempengaruhi rasa pengecapan. 2) Gangguan pendengaran, timbul rasa berdenging pada telinga. 3) Gangguan saraf (neuropati diabetic), berupa rasa teal pada kaki, kesemutan dan kram pada betis. Pada tahap lebih lanut dapat terjadi gangguan saraf pusat sehingga mulut mencong, mata tertutup sebelah, kaki pincang, dan sebagainya.4) Gangguan pembuluh darah, berupa penyempitan pembuluh darah, yaitu mikroangiopati maupun makroangiopati. Mikroangiopati, berupa retinopati, gejalanya penglihatan kabur sampai buta, juga kelainan fungsi ginjal. Makroangiopati, berupa penyempitan pembuluh darah jantung dan otak dengan berbagai manifestasina. 5) Gangguan seksual, biasanya berupa gangguan ereksi (disfungsi ereksi) pada pria maupun impotensi. 6) Kelainan kulit, berupa bekas luka berwarna merah atau kehitaman terutama pada kaki akibat infeksi yang berulang atau luka sukar sembuh.