Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG CAMELIA DI RSUD DR.


CHASBULLAH ABDUL MAJID KOTA BEKASI TAHUN 2023

Di Susun Oleh :
Nama: Cicha Amelia Thamrin
Nim : 200114009
Dosen Pembimbing : NS. Sahrudi M.Kep,Sp.KMB

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ABDI NUSANTARA JAKARTA

2023
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan
atau Mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel Terhadap insulin (Corwin, 2019).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
bberbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2017).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetes
merupakan suatu kelompok panyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya . Diabetes melitus dalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab, 2018).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Smeltzer, S.C., 2015).
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus,menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu (Corwin, 2019) : 1.
Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI) 5% - 10 % penderita diabetes Melitus adalah
1. tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI) 90% sampai 95% penderita diabetik adalah
tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30
tahun dan pada orang yang obesitas.

3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan
Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitustergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab
atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksint dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
a. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinyar
insulin
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin,tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2018).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk
-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
c. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II,diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein
dan Lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian Insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan
disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin.normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadig sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karenai
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada
kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadarg sangat tinggi).

E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
Nafas bau, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambatma tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung,Poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya
lama, infeksi Vaginal, penglihatan kabur.
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vvaskula
Perifer)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 201
Mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi
pernafasan dan Infeksi luka.

H. PENATALAKSANAAN
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
c. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin
dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: Leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfani lurea obat ini bekerja dengan cara
menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang
sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada
penderita dengan berat badan normal dan masih bias dipakai pada
pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunya efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) pada tingkat pre reseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin:
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dengan gangguan faal hati yang berat
5) DM dangan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10)DM dan under weight
11)DM dan penyakit graves
Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah
suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor antara lain :
a. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari
donor hidup saudara kembar identik

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Bare, Smelter 2015 pengakajian meliputi :
1. Pengumpulan data data biasa di peroleh dari klien, keluarga, orang
terdekat maupun dari catatan medik.
2. Biodata
a. Identitas klien, meliputi : umur, suku bangsa , jenis kelamin dan
pekerjaan.
b. Identitas penanggung jawab , meliputi : nama, jenis kelamin,
alamat,pendidikan, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama akan di temukan tanda-tanda poliuria, polidipsia,
polipagia, penurunan BB, kelelahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu kegemukan yang berlangsung
lama,riwayat pankreastitis kronis, riwayat melahirkan anak lebih dari
4 kg, riwayat glukosuria.
c. Riwayat kesehatan keluarga adanya riwayat keluarga tentang
penyakit diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum : BB, TTV. Menurut NANDA
2018 kemungkinan data yang di peroleh dari penyakit diabetes melitus :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bernapas. Kram otot, tonus otot
menurun,gangguan istirahat / tidur.
Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi.

b. Sirkulasi
Gejala : Ada riwayat hipertensi, Kesemutan pada ekstrimitas, ulkus
pada kaki.
Tanda : Takikardi, hipertensi, nadi menurun atau tak ada, disritmia,Kulit
panas, kering dan kemerahan, mata cekung.
c. Integritas Ego
Gejala : Stress.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nocturia, rasa nyeri, kesulitan berkemih, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria, diare.
e. Makanan dan Cairan
Gejala : Mual / muntah, hilang nafsu makan, penurunan bb, haus
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor kulit jelek, muntah, distensi
abdomen, napas berbau aseton.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia.
Tanda : Disorientasi, letargi, mengantuk, aktivas kejang.
g. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri.
Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas
h. Pernapasan
Gejala : Batuk.
Tanda : Frekuensi pernapasan, batuk
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunkan kekuatan umum.
j. Sekualitas
Gejala : Infeksi, masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penurunan perfusi
jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
5. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia jaringan.
6. PK: Hipoglikemi / PK: Hiperglikemi
III. INTERVENSI
NO Diagnosa SDKI SLKI
1 Nyeri akut Paint level (2102) Pain management :
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agen keperawatan selama ...x... jam komprehensif termasuk lokasi,
injuri biologis diharapkan nyeri teratasi dengan karakteristik, durasi, frekuensi,
(penurunan kriteria hasil : kualitas dan faktor presipitasi.
perfusi  Pasien mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal dari
jaringan nyeri (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
perifer mampu menggunakan tehnik 3. Kontrol lingkungan yang dapat
nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengurangi nyeri) ruangan, pencahayaan dan
 Mampu mengenali nyeri kebisingan
(slaka, intensitas, frekuensi 4. Ajarkan tehknik nonfarmakologi
dan tanda nyeri) (nafas dalam, relaksasi, distraksi,
 Melaporkan bahwa nyeri kompres hangat / dingin) untuk
berkurang dengan mengurangi nyeri.
menggunakan management 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
nyeri pemberian analgetik untuk
 Menyatakan rasa nyaman mengurangi nyeri
setelah nyeri berkurang
 Tanda-tanda vital dalam
rentang normal.
2. Ketidakseimba Nutritional Status : Food and Fluid Nutrition Management
ngan nutrisi Intake Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake makanan dan
kurang dari keperawatan selama ...x... jam minuman yang dikonsumsi klien
kebutuhan diharapkan ketidakseimbangan setiap hari
tubuh b.d. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 2. Tentukan berapa jumlah kalori
ketidakmampu teratasi dengan kriteria hasil : dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
an  Intake makanan peroral yang dengan berkolaborasi dengan ahli
menggunakan  adekuat Intake NGT adekuat gizi
glukose (tipe  Intake cairan peroral adekuat 3. Dorong peningkatan intake kalori,
1)  Intake cairan yang adekuat zat besi, protein dan vitamin C
 Intake TPN adekuat 4. Beri makanan lewat oral, bila
memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa
makan lewat oral
3. Ketidakseimba Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management
ngan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan dengan pasien tentang
lebih dari keperawatan selama ...x... jam kebiasaan dan budaya serta faktor
kebutuhan diharapkan ketidakseimbangan hereditas yang mempengaruhi
tubuh b.d. nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berat badan.
kelebihan teratasi dengan kriteria hasil : 2. Diskusikan resiko kelebihan berat
intake nutrisi  Kalori badan.
(tipe 2)  Protein 3. Kaji berat badan ideal klien.
 Lemak 4. Kaji persentase normal lemak
 Karbohidrat tubuh klien.
 Vitamin 5. Beri motivasi kepada klien untuk
 Mineral menurunkan berat badan
 Zat besi 6. Timbang berat badan setiap hari.
7. Buat rencana untuk menurunkan
 Kalsium
berat badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai
dengan kebutuhan nutrisinya
4. Defisit Volume Fluid balance ü Hydration ü Fluid management
Cairan b.d Nutritional Status : Food and Fluid 1. Timbang popok/pembalut jika
Kehilangan Intake diperlukan
volume cairan Setelah dilakukan tindakan 2. Pertahankan catatan intake dan
secara aktif, keperawatan selama ...x... jam output yang akurat
Kegagalan diharapkan defisit volume cairan 3. Monitor status hidrasi
mekanisme teratasi dengan kriteria hasil: (kelembaban membran mukosa,
pengaturan  Mempertahankan urine nadi adekuat, tekanan darah
output sesuai dengan usia ortostatik), jika diperlukan
dan BB, BJ urine normal, HT 4. Monitor vital sign
normal 5. Monitor masukan makanan /
 Tekanan darah, nadi, suhu cairan dan hitung intake kalori
tubuh dalam batas normal harian
 Tidak ada tanda tanda 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
dehidrasi, elastisitas turgor 7. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
kulit baik, membran mukosa berlebih muncul meburuk
lembab, tidak ada rasa haus 8. Atur kemungkinan tranfusi
yang
5. Perfusi Circulation status ü Tissue Peripheral Sensation Management
jaringan tidak Prefusion : cerebral Setelah (Manajemen sensasi perifer)
efektif b.d dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor adanya daerah tertentu
hipoksemia selama ...x... jam diharapkan yang hanya peka terhadap
jaringan. ketidakefektifan perfusi jaringan panas/dingin/tajam/tumpul
teratasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya paretese
 Mendemonstrasikan status 3. Instruksikan keluarga untuk
sirkulasi mengobservasi kulit jika ada lesi
 Tekanan systole dandiastole atau laserasi
dalam rentang yang 4. Gunakan sarung tangan untuk
diharapkan proteksi
 Tidak ada ortostatik 5. Batasi gerakan pada kepala, leher
hipertensi dan punggung
 Tidak ada tanda tanda 6. Monitor kemampuan BAB
peningkatan tekanan 7. Kolaborasi pemberian analgetik
intrakranial (tidak lebih dari 8. Monitor adanya tromboplebitis
15 mmHg) 9. Diskusikan menganai penyebab
 Mendemonstrasikan perubahan sensas
kemampuan kognitif yang
ditandai
dengan:berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan,
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi,
memproses informasi,
membuat keputusan dengan
benar
6. PK: Setelah dilakukan tindakan Managemen Hipoglikemia:
Hipoglikemia keperawatan selama ...x... jam 1. Monitor tingkat gula darah sesuai
PK: diharapkan dapat meminimalkan indikasi
Hiperglikemi episode hipo/ hiperglikemia. 2. Monitor tanda dan gejala
hipoglikemi ; kadar gula darah < 70
mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah,
tidak sadar , bingung, ngantuk
3. Jika klien dapat menelan berikan
jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah >
69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton,
sakit kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor:TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
Pertahankan akses IV
5. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
6. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
7. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
8. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
9. Pantau jantung dan sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ. 2019. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau
di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nurarif, A, H; Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi. Penerbit Mediaction Jogja :
Yogyakarta
Smeltzer, S.C., 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Potter & Perry, 2015, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
NANDA DIAGNOSA 2012.Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2012-
2014. NANDA International. Philadelphia.
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Yogyakarta: MediAction.
Rab, T. 2018. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumn

Anda mungkin juga menyukai