Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mewujudkan Indonesia sehat 2010, diperlukan adanya

peningkatan mutu kesehatan terutama dalam hal mendeteksi secara dini tentang

penyakit degeneratif. Dengan adanya pergeseran gaya hidup masyarakat terutama

yang bermukim di perkotaan memicu tingginya angka penyakit degeneratif

Jantung, Hipertensi, Gagal Ginjal dan Diabetes Melitus. Yang merupakan faktor

pencetus penyakit diabetes melitus, antara lain : pola makan yang saat ini menjadi

trend seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar

glukosa tinggi dan kurang olahraga. Selain itu karena kesibukan kerja, kebiasaan di

depan TV dan komputer dalam waktu yang lama sambil mengkonsumsi makanan

ringan menyebabkan orang dewasa malas untuk bergerak sehingga orang dewasa

cenderung mengalami kegemukan, sehingga hal ini dapat menyebabkan penyakit

diabetes melitus baik pada anak – anak maupun orang dewasa. Selama ini dikenal

ada dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I (IDDM) diabetes tergantung dengan

insulin dan tipe II (NIDDM) diabetes yang tidak tergantung dengan insulin. Tipe II

mencakup 80 – 90% dari seluruh kasus diabetes melitus dan umumnya penderita

mengalami kelebihan berat badan.


A. Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan


ataumengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidak
adaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas selterhadap insulin
(Corwin, 2019).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron(Mans
joer dkk, 2017).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetes
merupakan suatu kelompok panyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan


toleransi terhadap glukosa (Rab, 2018).

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yangdisebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, S.C.,
2015).
B. Etiologi

1. Diabetes militus tergantung Insulin (DMTI)


a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.

b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagaicontoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel β pancreas.

2. Diabetes militus tak tergantung insulin (DMTTI)


a. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi
dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi
reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995cit Indriastuti
2018). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai padaorang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

c. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,


diantaranya adalah:
1). Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65tahun)
2). Obesitas
3). Riwayat keluarga
4). Kelompok etnik.

C. Patofisiologi
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasienakan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapatmengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjutakan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apa bila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulindan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yangnormal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karenaitu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awal nya diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

D. Klasifikasi Diabetes Militus

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert


Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan
4 kategori utama diabetes, yaitu (Corwin, 2019) :

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus


tergantung insulin (DMTI).
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I.Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulindihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadisebelum usia 30 tahun.

2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes


Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI).
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi
paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada orang
yang obesitas.
3. DM tipe
Lain Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma
pankreatik),obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit
dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan
Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

E. Manifestasi Klinis

1. Diabetes Tipe I

a. Hiperglikemia
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II

a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,


poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur

c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular


perifer).

F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa
darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan membedakan DM
tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-Peptide. Berikut adalah
pemeriksaan penunjang untuk diabetes :
1. Permeriksaan glukosa darah
Pemeriksaan gula darah sewaktu pada pasien DM dilakukan pada
pasien DM tipe II dengan gejala klasik seperti poliuria, polidipsia dan
polifagia. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma
vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM.

2. Glukosa plasma puasa


Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita
dipusakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang
digunakan. Kadar glukosa plasma vena ˂ 110 mg/dl dinyatakan normal,
≤ 126 mg/dl adalah diabetes militus sedangkan 110- 126 mg/dl disebut
glukosa puasa terganggu (GDPT).
3. Glukosa dua jam post prandial (GD2PP)
Glukosa 2 jam post prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa
darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normal nya ≤ 140 mg/dl. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl.

4. Glukosa jam ke -2 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Dilakukan apabila pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula
darah berkisar 140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak.

5. Toleransi Glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes militus

6. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemaglobin,


yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari
sesuai dengan umur eritrosit. HbA1c menggambarkan rata-rata kadar
glukosa selama 3 bulan.
 HbA1c <6.5 % Kontrol glikemik baik
 HbA1c 6.5-8% Kontrol glikemik sedang
 HbA1c >8% Kontrol glikemik buruk.

G. Penatalaksanaan

1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
2. Prinsip diet DM adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
3. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage
of Relative Body Weight ( BBR = berat badan normal) dengan rumus :

BB( Kg)
BBR¿ ×100 %
TB ( Cm )−100

a. Kurus (under weight ) BBR < 90 %


b. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
c. Gemuk (over weight ) BBR > 110%
d. Obesitas apabila BBR > 120%
e. Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
f. Obesitas sedang BBR 130% - 140%
g. Obesitas berat BBR 140% - 201%
h. Morbid BBR > 201%

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk


penderita DM yang bekerja biasa adalah :
a. Kurus (under weight ) BB X 40-60 kalori sehari
b. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk (over weight ) BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

4. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

5. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya :
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

6. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1. Mekanisme kerja sulfani lurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bias dipakai pada pasien
yang berat badannya sedikit lebih.

2. Mekanisme kerja Biguanida


Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a. Biguanida pada tingkat pre reseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

b. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah


reseptor insulin

c. Biguanida pada tingkat pasca reseptor : mempunyai efek


intraselluler.

b. Insulin

Indikator penggunaan insulin :

1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dengan gangguan faal hati yang berat
5. DM dangan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
9. DM patah tulang
10. DM dan under weight
11. DM dan penyakit graves
Beberpa cara pemberian insulin :

1. Suntikan insulis subkutan


Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah
suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa factor antara lain :
a. Cangkok pamkreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik.
BAB II

ASKEP

H. Konsep Keperawatan

NO SDKI SLKI
1. Nyeri akut b/d agen injuri Tujuan Setelah dilakuakan tindakan
biologis (penurunan perfusi keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
jaringan perifer) (D.007) nyeri dengan kriteria hasil :
Tingkat Nyeri (L.08066)
• Keluhan nyeri (5)
• Anoreksia (5)
• Tekanan darah (5)
• Frekuensi nadi (5)
• Pola nafas (5)
• Fungsi berkemih (5)
• Diaforesis (5)
• Kesulitan tidur (5)
• Nafsu makan (5)

2. Ketidak stabilan gula darah b/d Tujuan Setelah dilakuakan tindakan


resistensi insulin (D.0027) keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
kesetabilan kadar gula dara membaik
dengan kriteria hasil :
Kesetabilan kadar gula darah
• Koordinasi meningkat (5)
• Mengantuk menurun (5)
• Pusing menurun (5)
• Lelah/lesu menurun (5)
• Keluhan lapar menurun (5)
• Kadar glukosa dalam darah
membaik (5)

3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d Tujuan Setelah dilakuakan tindakan


hiperglikemia ( D.0009) keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
perfusi perifer membaik dengan kriteria
hasil :
Perfusi perifer (L02011)
• Kekuatan nadi perifer (5)
• Warna kulit pucat (5)
• Parastesia (5)
• Kelemahan otot (5)
• Nekrosis (5)
• Penggisian kapiler (5)
• Turgor kulit (5)
• Tekanan darah sistolik (5)
• Tekanan darah diastolik (5)
• Tekanan arteri rata-rata (5)

4 Resiko infeksi b/d Penyakit kronis Tujuan Setelah dilakuakan tindakan


(diabetes militus) (D0142) keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
infeksi menurun dengan kriteria hasil :
Tingkat infeksi menurun (L14137)
 Kebersihan tangan (5)

 Kebersihan badan (5)


 Priode malaise (5)

 Kultur darah (4)


 Kultur area luka (5)

 Demam (5)
 Kultur urine (5)
5. Defisit Pengetahuan b/d kurang Tujuan Setelah dilakuakan tindakan
informasi (D0111) keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
Pengetahuan membaik dengan kriteria hasil:
Tingkat pengetahuan membaik (12111)
 Perilaku sesuai dengan anjuran (5)
 Verbalisasi minat dalam belajar (5)
 Kemampuan dalam menjelaskan
penyakitnya (5)
 Kemampuan dalam
menggambarkan penyakitnya (5)
 Perilaku sesuai dengan
pengetahuannya meningkat (5)
 Pertanyaan tentang masalahnya (5)
 Persepsi yang keliru (5)
 Perilaku pasien (5)
I. DIAGNOS

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis


(penurunan perfusi jaringan perifer) (D.007).
2. Ketidak stabilan gula darah berhubungan dengan resistensi
insulin (D.0027)
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan
hiperglikemia ( D.0009)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan Penyakit kronis (diabetes
militus) (D0142)
5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(D0111)
BAB III

PENUTUP

J. Kesimpulan

Penyakit Diabetes Mellitus atau lebih tepatnya kelainan ini mengharuskan


penderitanya untuk selalu memonitor diri akan kondisi kadar gula darah setiap
harinya sesering mungkin. Oleh karena itu, simulasi program Glukometer (yang
diberi nama: New Glucometer 2011) ini dapat dijadikan salah satu opsi yang patut
diperhitungkan oleh produsen pembuat Glukometer massal untuk menambahkan
fungsi perhitungan resiko yang tentunya semakin membantu penderita Diabetes
Mellitus karena fitur tersebut lebih user friendly bagi penderita untuk menarik
informasi tentang dirinya sendiri. Ada 4 pilar penatalaksanaan DM yaitu: edukasi,
terapi gizi medis, latihan jasmani serta insulin. Penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkankeluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah. Penatalaksanaan DM memerlukan
kolaborasi antara dokter, perawat, ahli gizi, team kesehatan lainnya.
Daftar Pustaka

Carpenito, LJ. 2019. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Smeltzer, S.C., 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Potter & Perry, 2015, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
danPraktik, Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


MediaAesculapius

Rab, T. 2018. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1 Cetakan ). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1 Cetakan ). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai