Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN NAPZA

Dosen Pengampu :

Ns.Gadis Halizasia, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok : 4

Anggota :

Dinda Ayu Arisma 21212039


Siti Annisa Junaidi 21212046
Mala Fitri 21212067
Ahmad Sailal Hamdi 21212082
Nutrmaini 21212075

SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA BANGSA GETSEMPENA

BANDA ACEH

2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN NAPZA” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki. kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kita harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini
dapat berguna bagi kami maupun orang yang ikut membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PEDAHULUAN..............................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................6
2.1 Defenisi.............................................................................................................................6
2.2 Pengertian Zat Adiktif.......................................................................................................7
2.3 Akibat Penggunaan Zat Adiktif........................................................................................7
2.4 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba......................................................................8
2.5 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan..........................................................................9
2.6 Jenis-jenis NAPZA.........................................................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................12
3.1 Pengkajian.......................................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................................................13
3.3 Intervensi Keperawatan...................................................................................................14
3.4 Implementasi...................................................................................................................14
3.5 Evaluasi...........................................................................................................................14
BAB VI..........................................................................................................................................15
ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................................15
4.1 Pengkajian.......................................................................................................................15
4.2 Diagnosa..........................................................................................................................16
4.3 Intervensi.........................................................................................................................16
4.4 Implementasi...................................................................................................................18
4.5 Evaluasi...........................................................................................................................19
BAB V...........................................................................................................................................20
PENUTUP.....................................................................................................................................20

3
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................20
5.2 Saran................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21

4
BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau
istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai narkoba (narkotika, psikotropika, dan
obat berbahaya) semakin banyak terjadi. Menurut Azmiyati (2014) dalam Sholihah
(2015), penyalahgunaan salah satu atau beberapa jenis narkoba secara berkala atau teratur
di luar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan
gangguan fungsi sosial. Penyalahgunaan narkoba memberikan dampak yang tidak baik
yaitu dapat mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang berakibat pada ketergantungan.
Menurut Hawari dalam Azmiyati, 2014, ketergantungan tersebut terjadi karena
sifat-sifat narkoba yang dapat menyebabkan keinginan yang tidak tertahankan an over
powering desire) terhadap zat yang dimaksud dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk
memperolehnya, kecenderungan untuk mebambahkan takaran atau dosis dengan toleransi
tubuh, ketergantungan psikologis yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan
menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi, dan
sejenisnya. Ketergantungan fisik yang dinamakan gejala putus obat (withdrawal
symptoms).
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin banyak terjadi pada beberapa
kalangan mulai dari masyarakat yang berekonomi rendah maupun tinggi. Badan
Narkotika Nasional Pusat (BNNP) mencatat bahwa pada tahun 2013, korban
penyalahgunaan narkoba mencapai angka sebesar 2,2 persen dari total jumlah penduduk
Indonesia atau setara 4,2 juta jiwa (Buletin Data dan Informasi Kesehatan, 2014). Korban
penyalahgunaan narkoba itu berusia antara usia 10-59 tahun. Keadaan ini sungguh riskan
karena paling banyak yang menjadi korban narkoba pada usia produksi. Padahal usia
produktif merupakan usia dimana individu dapat meningkatkan taraf hidupnya mulai dari
ekonomi, sosial, dan kesehatan. Apabila narkoba digunakan terus-menerus maka dapat
menibulkan ketergantungan.
Ketergantungan pada narkoba merupakan salah satu dampak akibat
penyalahgunaan obat yang tidak sesuai dengan dosis yang diharuskan, sehingga pemakai
zat tersebut tidak dapat menghentikan untuk mengonsumsinya dan secara berkala harus
terus mendapatkannya. Apabila telah mengkonsumsi narkoba terus-menerus maka akan
merugikan kesehatan dan menibulkan dampak sosial yang luas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep NAPZA ?
2. Bagaimana penyalahgunaan NAPZA ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan NAPZA ?

5
1.3 Tujuan
1. Mampu memahami konsep NAPZA
2. Mampu memahami penyalahgunaan NAPZA
3. Mampu memahami ahukan keperawatan pada klien dengan NAPZA

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Zat adiktif atau istilah yang paling dikenal kalangan masyarakat luas dengan
istilah narkoba adalah berasal dari kata narkotik dan bahan adiktif. Istilah tersebut
kemudian berkembang menjadi napza, yang merupakan kependekan dari narkotik,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Narkotik adalah obat-obatan yang bekerja
pada susunan saraf pusat dan digunakan sebagai analgesik (pengurang rasa sakit) pada
bidang kedokteran. Psikotropika adalah obat-obatan yang efek utamanya pada aktivitas
mental dan perilaku, biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan. Bahan
adiktif adalah bahan yang apabila digunakan dapat menimbulkan kecanduan atau
ketergantungan. Pemakai dapat merasa tenang, merasa segar, bersemangat, menimbulkan
efek halusinasi, dan memengaruhi suasana perasaan pemakai. Efek inilah yang sering
dimanfaatkan pemakai saat ia merasa kurang percaya diri, khawatir tidak diakui sebagai
kawan, melarikan diri dari permasalahan, atau bahkan hanya untuk sekedar rekreasi
(bersenang-senang) ( YUSUF, DKK, 2015 ).
Tanpa disadari, narkoba sekali digunakan akan menimbulkan keinginan mencoba
lagi, merasakan lagi, dan mengulang terus sampai merasakan efek dari obat-obatan yang
dikonsumsi, yang akibatnya akan terjadi overdosis. Jika tidak mengonsumsi, maka tidak
tahan untuk memenuhi keinginannya, tetapi jika mengonsumsi akan khawatir mati akibat
overdosis. Hal ini merupakan lingkaran setan. Oleh karena itu, narkoba sekali dicoba
akan membelenggu seumur hidup. ( YUSUF, DKK, 2015 ).

2.2 Pengertian Zat Adiktif


Saat membahas penyalahgunaan zat adiktif, maka akan ditemukan beberapa
istilah seperti zat adiktif, zat psikoaktif, dan narkotik.
1) Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan.
2) Zat psikoaktif adalah golongan zat yang bekerja secara selektif terutama pada otak,
sehingga dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan
kesadaran seseorang. Ada dua macam zat psikoaktif, yaitu bersifat adiksi dan nonadiksi.
Zat psikoaktif yang bersifat nonadiksi adalah obat neuroleptika untuk kasus gangguan
jiwa, psikotik, dan obat antidepresi.
3) Narkotik adalah istilah yang muncul berdasar Undang-Undang Narkotika Nomor 9 Tahun
1976, yaitu zat adiktif kanabis (ganja), golongan opioida, dan kokain. Ketiga istilah ini
sering disebut sebagai narkoba, yang kemudian berkembang menjadi istilah napza.

7
2.3 Akibat Penggunaan Zat Adiktif
Seseorang yang menggunakan zat adiktif akan dijumpai gejala atau kondisi yang
disebut intoksikasi (teler) yaitu kondisi zat adiktif tersebut bekerja dalam susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan, dan
kesadaran.
Apabila seseorang menggunakan berulang kali atau sering secara berkesinambungan,
maka akan dicapai suatu kondisi toleransi, yaitu terjadinya peningkatan jumlah
penggunaan zat adiktif untuk mencapai tujuan dari pengguna (memerlukan dosis lebih
tinggi untuk mencapai efek yang diharapkan). Kondisi toleransi ini akan terus
berlangsung sampai mencapai dosis yang optimal (overdosis) ( YUSUF, DKK,2015 ).
Pada pemakaian yang terus-menerus tercapai, maka menyebabkan tingkat dosis
toleransi yang tinggi. Pengguna zat adiktif bila menghentikan atau tidak menggunakan
zat adiktif lagi akan menimbulkan gejala-gejala sindroma putus zat ataupasien dalam
kondisi withdrawal.
Gejala-gejala intoksikasi dan putus zat berbeda untuk masing-masing zat, seperti
pada bagan di bawah ini :

Rentang Respons Gangguan Penggunaan Zat Adiktif

Eksperiment Rekreasion Situasion Penyalahguna


Ketergantung

1. Eksperimental adalah kondisi penggunaan tahap awal, yang disebabkan rasa ingin
tahu. Biasanya dilakukan oleh remaja,yang sesuai tumbuh kembangnya ingin mencari
pengalaman baru atau sering juga dikatakan sebagai taraf coba-coba.
2. Rekreasional adalah penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman
sebayanya, misalnya waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun, dan sebagainya.
Penggunaan ini bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebayanya.
3. Situasional merupakan penggunaan zat yang merupakan cara untuk melarikan diri
atau mengatasi masalah yang dihadapi. Biasanya individu menggunakan zat bila
sedang dalam konflik, stres, dan frustasi.
4. Penyalahgunaan adalah penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai
digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, sudah terjadi
penyimpangan perilaku, serta mengganggu fungsi peran di lingkungan sosialnya,

8
pendidikan, dan pekerjaan.Walaupun pasien menderita cukup serius
akibatmenggunakan, pasien tersebut tidak mampu untuk menghentikan.
5. Ketergantungan adalah penggunaan zat yang sudah cukup berat, sehingga telah
terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan
kondisi toleransi dan sindroma putus zat.

2.4 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

1. Ingin terlihat gaya


Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya menjadi lebih berani, keren,
percaya diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek keren yang terlihat oleh orang
lain tersebut dapat menjadi trend pada kalangan tertentu sehingga orang yang
memakai zat terlarang itu akan disebut trendy, gaul, modis, dan sebagainya.
2. Solidaritas kelompok
Suatu kelompok orang yang mempunyai tingkat kekerabatan yang tinggi antar
anggota biasanya memiliki nilai solidaritas yang tinggi. Misalnya, jadi ketua atau
beberapa anggota kelompok yang berpengaruh pada kelompok itu menggunakan
narkotik, maka biasanya anggota yang lain baik secara terpaksa atau tidak terpaksa
akan ikut menggunakan narkotik itu agar merasa keluarga senasip sepenanggungan.
3. Menghilangkan rasa sakit
Seseorang yang memiliki suatu penyakit atau kelainan yang dapat menimbulkan rasa
sakit yang tidak tertahankan dapat membuat orang jadi tertarik dengan jala pintas
untuk mengobati sakit yang dideritanya yaitu dengan menggunakan obat-obatan dan
zat terlarang.
4. Coba-coba / penasaran
Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh suatu zat yang dilarang,
seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk mencicipi nikmatnya zat
terlarang tersebut. Jika iman tidak kuat, maka seseorang dapat mencoba ingin
mengetahui efek dari zat terlarang. Tanpa disadari dan diinginkan orang yang sudah
terkena zat terlarang itu akan ketagihan dan ingin melakukannya lagi berulang-ulang
tanpa bisa berhenti.
5. Menyelesaikan masalah
Orang yang dirundung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat terjerumus
dalam pangkuan narkotika, narkoba atau zat adiktif agar dapat tidur nyenyak atau jadi
gembira dan kemudian merasa masalahnya terselesaikan sejenak.
6. Mencari tantangan / kegiatan beresiko

9
Bagi orang-orang yang senang dengan kegiatan yang memiliki resiko tinggi dalam
menjalankan aksinya ada yang menggunakan obat terlarang agar bisa menjadi yang
terhebat, penuh tenaga dan penuh percaya diri.

2.5 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan


Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotripika dapat
dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut :
1. Preventif (pencegahan)
Yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan
terhadap narkoba. Pengecahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan.
Pencegahan penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan bebrapa cara, seperti
pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten
baik di sekolah dan masyarakat, pengkajian oleh para ulama, pengawasan tempat-
tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan obat-obatan ilegal dan
melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
kesempatan terjadinya penyalahgunaan narkoba.
2. Represif (penindakan)
Yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum,
yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh
masyarakat. Jika masyarakat mengetahui harus segera melaporka n kepada
pihak berwajib dan tidak boleh mein hakim sendiri.
3. Kuratif (pengobatan)
Bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun dengan media lain.
Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat penyembuhan dan rehablitas
pecandu narkoba.
4. Rehablitatif (rehablitas)
Dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban tidak kambuh kembali
“ketagihan” narkoba. Rehablitas berupaya menyantuni dan memperlakukan secara
wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat
jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban narkoba yang sudah
sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu
narkoba.

2.6 Jenis-jenis NAPZA


Menurut Dits Prasanti (2018), jenis-jenis dari NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu
narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenisnya dibagi dalam
beberapa kelompok, yakni :
1. Narkotika

10
Narkotika adalah sejenis zat / obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintesis maupun bukan sintesis yang menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan hilangnya rasa (Dits Prasanti, 2018).
Berdasarkan UU No. 22 / 1997, jenis- jenis narkotika dapat dibagi menjadi 3
golongan, yakni :
a. Golongan I
Narkotika yang hanya dapat dipergunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,dan
tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk
menyebabkan ketergantungan.
Contoh : Heroin / putaw, kokain, dan ganja.
b. Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi yang bertujuan sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mangakibatkan ketergantungan.
Contoh : Morfin dan petidin.
c. Golongan III
Narkoba yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan
bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Kodein.

Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan menjadi 3 jenis yaitu


narkotika alami, narkotika semisintesis dan narkotika sintesis (Dits Prasanti,
2018).
a. Narkotika alami
Narkotika alami adalah narkotika yang zata adiktifnya diambil dari
tumbuh- tumbuhan (alam).
Contoh : Ganja, hasis, koka, dan opium.
b. Narkotika Semisinteti
Narkotika semisintetis adalah narkotika alami yang diolah dan menjadi zat
adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran.
Contoh : Morfin, kodein, heroin, dan kokain
c. Narkotika Sintetis
Narkotika sintesis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia
yang digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang
menderita ketergantungan narkoba.

2. Psikotropika
Menurut Dits Prasanti (2018), psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika,
baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

11
aktifitas normal dan perilaku. Berdasarkan undang – undang No. 5 tahun 1997,
psikotropika dikelompokkan dalam 4 golongan, yakni :
1. Golongan I
Psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui
manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya.
Contoh : MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
2. Golongan II
Psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian.
Contoh : Amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
3. Golongan III
Psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian.
Contoh : Lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.
4. Golongan IV
Psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian.
Contoh : Nitrazepam (mogadon, dumolid) dan diaxepamd.
3. Zat Adiktif
Zat adiktif lainnya adalah zat- zat selain narkotika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif ini sering pula disebut dengan zat
psikoaktif yaitu zat yang mempunyai pengaruh pada sistem saraf pusat (otak)
sehingga bila digunakan akan mempengaruhi kesadaran, perilaku, pikiran dan
perasaan. Contohnya : rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan, thinner dan zat- zat lain seperti lem
kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin yang bila dihisap, dihirup, dan dicium,
dapat memabukkan (Dits Prasanti, 2018).

12
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis
yang bertujuan untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya
(Tiara Ramadani, 2019). Pengkajian pada asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami penyalahgunaan NAPZA terdiri dari :
1. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,suku / bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi dan lain- lain).

2. Identitas penanggung jawab (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,alamat, dan


hubungan dengan pasien).

3. Riwayat kesehatan (keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayatpenyakit


dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat alergi, dan genogram).

4. Pola fungsional (kebutuhan oksigenasi, kebutuhan nutrisi, kebutuhanistirahat dan


tidur, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan
mobilisasi, dan kebutuhan eliminasi).

5. Pemeriksaan fisik (keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, beratbadan, tinggi


badan, lila, pemeriksaan fisik pada kepala, wajah, mata, hidung, mulut, telinga, leher,
dada, abdomen, genitalia, dan ekstremitas) dengan teknik IPPA (inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi).

6. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan urine, skrinning,konfirmatori, dan tes darah).

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situai yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

13
Berdasarkan SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien yang mengalami penyalahgunaan NAPZA yaitu :
1. Ansietas berhubungan dengan penyalahgunaan zat dibuktikkan dengan klien merasa
bingung, sulit berkonsntrasi, tampak gelisah, tampak tegang, dan sulit tidur (D.0080)
2. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan pola koping yang berbeda
diantara klien dan orang terdekat dibuktikkan dengan klien merasa diabaikan, tidak
memenuhi kebutuhan anggota keluarga, tidak toleran, dan mengabaikan anggota
keluarga (D.0093)
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan strategi koping
dibuktikkan dengan klien mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah, tidak
mampu memrnuhi peran yang diharapkan sesuai usia, dan menggunakan mekanismr
koping yang tidak sesuai (D.0096)

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan (PPNI, 2018). Di dalam intervensi keperawatan terdapat luaran
keperawatan yang menjadi tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman penentu luaran
keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, eketif, dan etis
(PPNI, 2019).

3.4 Implementasi
Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu
masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah
ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan (Rizka Safitri, 2015).
Tindakan keperawatan merupakan perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).

14
3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien
(Dinarti & Yuli Muryati, 2017).

15
BAB VI

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
 Nama : Fathir
 Umur : 20 tahun
 Jenis kelamin : laki-laki
 Alamat : Serangan, Ngampilan, Yogyakarta
 Pekerjaan : pelajar
 Gol darah : B
 Agama : Islam

No. DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


1. Ds : Ketidakpercayaan Koping individu tidak
 Klien mengatakan terhadap kemampuan diri efektif
menggunakan napza sejak mengatasi masalah
SMP karena ikut-ikutan
temannya
 Keluarga pasien mendidik
sangat keras
 Pasien tidak mampu
menolak untuk memakai
lagi ketika ditawari
temannya apalagi ketika
pasien mempunyai masalah
Do :
 Laki-laki usia 20 tahun
 Dilakukan rehablitasi
penyalahgunaan napza
 Pasien sudah 3x keluar
masuk menjalani rehablitasi
2. Ds : Terpapar situasi Risiko harga diri
 Pasien mengatakan tidak traumatis rendah
percaya diri karena dididik
keras oleh keluarga
 Pasien mengatakan
menggunakan napza ketika
sedang ada masalah
Do :
 Pasien terlihat tidak
menatap ketika berbicara

16
4.2 Diagnosa
1. Koping individu tidak efektif b.d Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri
mengatasi masalah
2. Risiko harga diri rendah b.d Terpapar situasi traumatis

4.3 Intervensi
NO. SDKI SIKI SLKI

17
1. Koping individu tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi :
efektif keperawatan selama 1x24 jam, - Identifikasi persepsi
dihaarapkan masalah keperawatan mengenai masalah dan
koping tidak efektif membaik. informasi yang memicu
Dengan kriteria hasil : konflik
- Kemampuan membuat Terapeutik :
keputusan : meningkat - Fasilitas mengklarifikasi
- Konsentrasi : meningkat nilai dan harapan yang
- Pemahaman makna membantu membuat pilihan
situasi : meningkat - Diskusikan kelebihan dan
kekurangan dari setiap
solusi
- Fasilitasi melihat situasi
secara realistic
- Motivasi mengungkapkan
tujuan perawatan yang
diharapkan
- Fasilitasi pengambilan
keputusan secara kolaboratif
- Hormati hak pasien untuk
menerima atau menolak
informasi
- Falisitasi menjelaskan
keputusan kepada orang
lain, jika perlu
- Fasilitasi hubungan antara
pasien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya
Edukasi :
- Informasikan alternative
solusi secara jelas
- Berikan informasi yang
diminta pasien
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam
memfasilitasi pengambilan
keputusan
2. Risiko harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan 1x24 jam, diharapkan - Identifikasi kegiatan jangka
masalaah keperawatan risiko harga pendek dan panjanhg sesuai
diri rendah membaik. tujuan
Dengan kriteria hasil : - Identifikasi kemampuan
- Penilaian diri positif : yang dimiliki
meningkat - Identifikasi dampak situasi
- Berjalan menampakkan terhadap peran dan

18
wajah : meningkat hubungan
- Konsentrasi : meningkat - Identifikasi metode
- Kontak mata : meningkat penyelesaian masalah
- Identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap
hubungan sosial
Terapeutik :
- Diskusikan peran yang
dialami
- Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- Diskusikan alasan
mengkritiik diri sendiri
- Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi prilaku diri
sendiri
- Diskusikan konsekuensi
tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
- Diskusikan risiko yang
menimbulkan bahaya pada
diri sendiri
- Fasilitasi dalam
memperoleh informasi yang
dibutuhkan
- Tinjau kembali kemampuan
dalam pengambilan
keputusan
- Hindari mengambil
keputusan saat pasien
berada dibawah tekanan
- Motivasi terlibat dalam
kegiatan sosial
Edukasi :
- Anjurkan menjalin
hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan
sama
- Anjurkan penggunaan
sumber spiritual, jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Anjuurkan keluarga terlibat
- Ajarkan cara memecahkan

19
masalah secara konstruktif
- Latih penggunaan Teknik
relaksasi

4.4 Implementasi
NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI
1. Koping individu tidak efektif b.d 1. Mengidentifikasi persepsi mengenai masalah
Ketidakpercayaan terhadap kemampuan dan informasi yang memicu konflik
diri mengatasi masalah 2. Memfasilitas mengklarifikasi nilai dan
harapan yang membantu membuat pilihan
3. Memfasilitasi melihat situasi secara realistic
4. Memotivasi mengungkapkan tujuan
perawatan yang diharapkan
5. Memfasilitasi pengambilan keputusan secara
kolaboratif
6. Memfasilitasi hubungan antara pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya
7. Memberikan informasi yang diminta pasien
2. Risiko harga diri rendah b.d terpapar situasi 1. Mengidentifikasi kemampuan klien
traumatis 2. Mengidentifikasi dampak situasi pada pasien
3. Melakukan pendekatan dengan pasien dengan
tenang dan meyakinkan
4. Mendiskusikan untuk mengklarifikasi
kesalahpahaman dan mengevaluasi prilaku
diri sendiri
5. Mendiskusikan risiko yang menimbulkan
bahaya pada diri sendiri
6. Memotivasi terlibat dalam kegiatan sosial
7. Menganjurkan menjalin hubungan yang
memiliki kepentingan dan tujuan sama
8. Menganjurkan keluarga terlibat
9. Mengajarkan teknik relaksasi

4.5 Evaluasi
NO. DIAGNOSA EVALUASI
1. Koping individu tidak efektif b.d S :
Ketidakpercayaan terhadap kemampuan - Klien mengatakan merasa lebih baik, tetapi

20
diri mengatasi masalah masih teringat tentang sensasi ketika
memakai obat-obatan.
- Klien mengatakan bisa sedikit mengontrol
keinginan memakai obat-obatan.

O:
Pasien lebih konsentrasi dari sebelumnya

A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Terus dilakukan intervensi

2. Risiko harga diri rendah b.d terpapar S :


situasi traumatis - Klien mengatakan masih trauma dengan
perilaku keluarga terhadapnya.
- Klien mengatakan tidak ingin terjadi hal-hal
buruk lagi terhadap dirinya
O:
- Klien mulai berfikir positif
- Klien mulai melakukan kontak mata

A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Terus dilakukan intervensi

BAB V

PENUTUP

21
5.1 Kesimpulan

NAPZA memiiki sinkatan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainya.


Penyalahgunaan NAPZA terjadi karena adanya penggunaan zat yang terus menerus
bahkan sampai terjadi masalah yang dialami oleh pemakai. Dengan adanya hal tersebut,
perlu dilakukan manajemen kasus pada klien dalam penyalahgunaan NAPZA dengan
upaya pencegahan, terapi, dan rehabilitative / pemulihan. NAPZA sangat banyak
variasinya dan semuanya berdampak buruk jika disalahgunakan.

5.2 Saran
Setelah kami menyelesaikan makalah Manajemen Kasus pada Klien dengan
Penyalahgunaan NAPZA, kami mengalami beberapa hambatan dalam penulisan ini.
Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak mampu menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka kami menyarankan :

1. Asuhan keperawatan yang telah dilakukan serta kerjasama antara tim kesehatan yang
terjalin dengan baik hendaknya dipertahankan dan lebih ditingkatkan untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Perawat perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas
dalam pemberian asuhan keperawatan dalam melakukan manajemen kasus dengan
baik.
2. Diharapkan perawat dapat terus menggali ilmu pengetahuan untuk menambah
wawasan dan ketrampilan sebagai seorang perawat profesional.

3. Memberikan dukungan kepada pengguna NAPZA untuk berhenti menggunakan


NAPZA karena sangat berdampak buruk
4. Tidak mengucilkan seseorang yang pernah menggunakan NAPZA

DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah. Fitriyani PK, R, dan Nihayati, H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta Selatan : Salemba Medika.

22
Kusumawati, Farida, 2010. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC. Jakarta.
Dits Prasanti, D. R. F. (2018). Narkoba Dan Penanggulangan Narkoba. Pembentukan Anak Usia
Dini : Keluarga, Sekolah, Dan Komunitas, 2(2), 15.
Daniel, S. dan B. (2013). Komentar dan Pembahasan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Sinar Grafika. http://eprints.umm.ac.id/39568/3/BAB II.pdf
Klien, A. K., & Narkoba, K. (2005). Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyalahgunaan dan
Ketergantungan Narkoba ( NAPZA ). 1–18.
Pendidikan, J. P. (2016). Penyalahgunaan napza di kalangan remaja ( studi kasus pada 2 Siswa
di MAN 2 Kota Bima ). 2, 26–32.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi I Ce). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi I Ce). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi I Ce). Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai