Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS + KAD + SEPSIS


A. DIABETES MELLITUS
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI).
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI).
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan
olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

2. Etiologi
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit
Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

3. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

4. Manifestasi klinis
a. Diabetes Tipe I
1) Hiperglikemia berpuasa
2) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) Keletihan dan kelemahan
4) Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
3) Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

5. Data Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
6. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007). Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah
a. Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-
100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan
hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak
diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan
alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh
overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau
olahraga yang berlebih. Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik
terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah
jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali
sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit
dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada
tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada
penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan
ketiga organ ini.

b. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNC/ HONK).


HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton,
osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan
fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 :
1, elektrolit natrium berkisar antara 100 150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas


plasma 330 mOsm/liter
1 sampai 12 jam
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam
menggantikan air yang hilang selama 12 jam
Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5%
dekstrose

Insulin IV bolus 0.15 unit/kg RI


Permulaan Jam 5 sampai 7 unit/jam RI
berikutnya

Elektrolit Bila serum K+ lebih besar dari 3.5 mEq/liter berikan 40


mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan
Permulaan
kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Jam kedua dan
Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya
mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.
Sesudah inisial ini diberikan 6 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat
diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus
dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati
hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan
insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari
ekstraseluler keintraseluler.

c. Ketoasidosis Diabetic (KAD)


1) Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
2) Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
Keadaan sakit atau infeksi
Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
3) Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
4) Tanda Dan Gejala Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut
sering disalah-artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan
sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi
dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan
takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang merupakan
kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada
napasnya.
Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )
Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )
Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
Kadang-kadang hipovolemi dan syok
Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
Didahului oleh poliuria, polidipsi.
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut

5) Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


Pemeriksaan Laboratorium
Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis
diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien
dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100
200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500
mg/dl.
Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk
setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum
diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium
serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat
potasium.
Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah
(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik.
Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada
pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena
perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir
tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang
surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria
dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap
normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk
ketoasidosis diabetik (KAD).
Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) /
2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma
biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan
BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.

Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)


metabolik pada diabetes.
Diabetic Hyperosmolar
Sifat-sifat ketoacidosis non ketoticcoma Asidosis laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

6) Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein.
Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada
kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal
ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa
menimbulkan gagal jantung kongesif.
Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa).
Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan
dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah
sampai berupa koma dan kejang-kejang.
Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah
pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan
mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.

7) Penatalaksanaan Medis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


Tujuan penatalaksanaan :
Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
Menghentikan ketogenesis (insulin),
Koreksi gangguan elektrolit,
Mencegah komplikasi,
Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Airway dan Breathing
Oksigenasi / ventilasi
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan
kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi.
Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat dipertahankan oleh
penyisipan Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson
atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik
dan biarkan drainase jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah
berulang. Airway, pernafasan dan tingkat kesadaran harus dimonitor di
semua treatment DKA.
Circulation
Penggantian cairan
Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita
dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu,
cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk
mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory
hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi
resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului
dengan cairan awal dan penggantian elektrolit. Defisit cairan tubuh 10%
dari berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin harus diganti.
Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan volume
intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid,
koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam syok hipovolemik. Normal
saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai. Idealnya 50% dari total defisit air
tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam
berikutnya. Hati-hati pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada
pasien yang tidak stabil setiap 15 menit), fungsi ginjal, status mental dan
keseimbangan cairan diperlukan untuk menghindari overload cairan.
(Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA)

7. Penatalaksanaan
a. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
Memperbaiki kesehatan umum penderita
Mengarahkan pada berat badan normal
Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

Jumlah sesuai kebutuhan


Jadwal diet ketat
Jenis : boleh dimakan / tidak
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,
melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video,
diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat
badannya sedikit lebih.
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
2) Insulin
Terapi DM dengan insulin kini tersedia dalam beberapa tipe insulin yaitu:
a) Rapid acting insulin (lispro dan aspart) yaitu insulin kerja cepat yang tersedia
dalam campuran insulin Humalog Mix 75/25 dan Novolog Mix 70/30
b) Long acting basal insulin glarine yang mampu efektivitas terapi insulin
c) Gluisine, sebagai sediaan insulin kerja cepat juga telah disetujui penggunaannya
oleh FDA
d) Sediaan insulin inhalasi dan oral sedang dalam tahap pengembangan

B. SEPSIS
1. Pengertian
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan
penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka
dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal 186).
2. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang
paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan
Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang
kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan
gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
3. Patofisiologi

Anda mungkin juga menyukai